Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN EKSPERT

PERAWATAN LUKA POST OP ULKUS DM


DI RUANG BOUGENVILE RSUD KOTA SURAKARTA
Disusun untuk Memenuhi Penugasan Stase Keperawatan Dasar Profesi
Program Profesi Ners 10

Di Susun Oleh :

ASMAUL HUSNA SN 182018


AULIA SIDIQ KURNIAWAN SN 182020
REVINNA SINAGA SN 182072
WAHYU MARYUDIANTO SN 182090

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2018
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Definisi
Menurut Smeltzer & Bare (2014), diabetes melitus merupakan
sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hiperglikemia. Hiperglikemia kronik pada DM
berhubungan dengan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa
organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung, dan pembuluh darah
(Smeltzer & Bare, 2014). Diabetes melitus adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar
belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo, 2009). Pengertian diabetes
melitus lainnya menurut American Diabetes Assosiation (ADA) adalah suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, gangguan kerja insulin atau keduanya, yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah (Hastuti, 2008).
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein (Askandar, 2007).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus
diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010). Ulkus kaki Diabetes
(UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas akibat
Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat
Diabetes (Andyagreeni, 2010)
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
melaksanakan penanganan perawatan luka pada pasien post op ulkus DM
sesuai standar keperawatan.
2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui prinsip dan prosedur tindakan perawatan luka pada
pasien post op ulkus DM sesuai dengan SOP keperawatan
2. Untuk melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
asuhan keperawatan dan mengevaluasi tindakan keperawatan pada
pasien post op ulkus DM
BAB II
ISI

A. Asuhan keperawatan teori

Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai


berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah,
disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop
elektron (Mansjoer, 2007)

1. Klasifikasi
Menurut Smeltzer & Bare (2014) terdapat empat jenis utama DM,
terdiri dari :
a. DM tipe I
Terjadi sebanyak 5 – 10 % dari semua DM. Sel beta pankreas
yang menghasilkan insulin dirusak oleh proses autoimun, sehingga
pasien memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau tidak ada dan
memerlukan terapi insulin untuk mengontrol kadar gula darah pasien.
DM tipe I dicirikan dengan onset yang akut dan biasanya terjadi pada
usia < 30 tahun.
b. DM tipe II
DM tipe 2 mengenai 90 – 95 % pasien dengan DM. Pada DM tipe
ini, individu mengalami penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resistensi insulin) dan kegagalan fungsi sel beta yang mengakibatkan
penurunan produksi insulin. Insidensi terjadi lebih umum pada usia > 30
tahun, obesitas, herediter, dan faktor lingkungan.
c. DM tipe lain
DM dapat berkembang dari gangguan dan pengobatan lain.
Kelainan genetik dalam sel beta dapat memacu berkembangnya DM.
Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon
dan epinephrine bersifat antagonis atau melawan kerja insulin.
Kelebihan jumlah hormon-hormon tersebut dapat menyebabkan
terjadinya DM. Tipe ini terjadi sebanyak 1 – 2 % dari semua DM (Black
& Hawks, 2009).
d. DM gestasional
DM yang timbul selama kehamilan akibat sekresi hormon-
hormon plasenta yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi
glukosa. Terjadi pada 2 – 5 % wanita yang hamil, tetapi hilang saat
melahirkan. Resiko terjadi pada wanita dengan anggota keluarga
riwayat DM dan obesitas.

2. Etiologi
Menurut Herlambang (2013), etiologi atau penyebab penyakit
diabetes melitus adalah kurangnya produksi dan ketersediaan insulin
dalam tubuh atau terjadinya gangguan fungsi insulin yang sebenarnya
jumlahnya cukup. Kekurangan insulin disebabkan terjadinya kerusakan
sebagian kecil atau sebagian besar sel-sel beta pulau langerhans dalam
kelenjar pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin (Sari, 2012).
Sedangkan pendapat lain yang dikemukakan oleh Soegondo (2009) penyebab
diabetes lainnya adalah: (1) Kadar kortikosteroid yang tinggi, (2) Kehamilan
diabetes gestasional, akan hilang setelah melahirkan, (3) Obat-obatan yang
dapat merusak pankreas, dan (4) Racun yang mempengaruhi pembentukan
atau efek dari insulin.
Smeltzer (2014) penyebab ulkus diabetik adalah :
a.Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan
sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan
otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah,
produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah)
pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan
penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan
memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
a) Adanya hormone aterogenik
b) Merokok
c) Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
a) Kaki dingin
b) Nyeri nocturnal
c) Tidak terabanya denyut nadi
d) Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
e) Kulit mengkilap
f) Hilangnya rambut dari jari kaki
g) Penebalan kuku
h) Gangrene kecil atau luas.
b.Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya ulkus diabetik menurut
Soegondo (2009), yaitu:
a. Neuropati diabetik.
Adalah kelainan urat saraf akibat DM karena tinggi kadar dalam
darah yang bisa merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang
atau menurunnya rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita
mengalami trauma kadang-kadang tidak terasa. Gejala-gejala Neuropati :
Kesemitan, rasa panas (wedangan : bahasa jawa), rasa tebal ditelapak
kaki, kram, badan sakit semua terutama malam hari.
b. Angiopati Diabetik (Penyempitan pembuluh darah)
Pembuluh darah besar atau kecil pada penderita DM mudah
menyempit dan tersumbat oleh gumpalan darah. Apabila sumbatan
terjadi di pembuluh darah sedang/ besar pada tungkai maka tungkai akan
mudah mengalami gangren diabetik yaitu luka pada kaki yang merah
kehitaman dan berbau busuk. Adapun angiopati menyebabkan asupan
nutrisi, oksigen serta antibiotik terganggu sehingga menyebabkan kulit
sulit sembuh.
c. Infeksi
Infeksi sering merupakan komplikasi akibat berkurangnya aliran listrik
(neoropati).

3. Faktor resiko
Banyak orang mempunyai gaya hidup seperti jarang melakukan
aktifitas fisik atau latihan jasmani, makan terlalu banyak makanan yang
mengandung lemak dan gula, serta terlalu sedikit makanan yang mengandung
serat dan tepung-tepungan. Gaya hidup seperti tadi dapat menjadi penyebab
utama tercetusnya diabetes (Soegondo, 2009). Resiko yang lebih besar
mendapatkan diabetes adalah apabila :
a. Faktor keturunan jika mempunyai saudara, orangtua atau kakek dan nenek
dengan diabetes.
b. Berumur 45 tahun atau lebih.
c. Berat badan lebih atau obesitas.
d. Glukosa darah puasa atau sesudah makan melebihi batas-batas normal
(prediabetes atau toleransi glukosa terganggu).
e. Tekanan darah tinggi yaitu lebih besar dari 130/85 mmHg.
f. Kolestrol tinggi jika LDL kolestrol >130 mg/dL atau kolestrol total > 200
mg/dL.
g. Pernah mengalami diabetes gestasional.
h. Melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kilogram.

4. Tanda dan gejala


Corwin (2009) menyatakan bahwa tanda dan gejala yang khas
muncul pada diabetes melitus, antara lain :
a. Poliuria (peningkatan urine) karena air mengikuti glukosa yang
dikeluarkan melalui urine.
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel, karena intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel
menstimulasi pengeluaran hormon anti deuretik (ADH) dan
menimbulkan rasa haus.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot diakibatkan katabolisme protein di otot
dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa
sebagai energi.
d. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pasca absorbtif
yang kronis, katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan relatif sel.
e. Penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya.
Smeltzer (2014) menjelaskan bahwa ulkus diabetikum akibat
mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi
arteri dibagian distal. Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh
darah, sedangkan secara akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Wagner dalam Smeltzer (2014) membagi gangren kaki diabetik menjadi
enam tingkatan, yaitu:
Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

5. Patofisiologi
Patologi DM dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama
kekurangan insulin (Guyton & Hall, 2014). Pada DM tipe I terdapat
ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas
telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat
produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan)
(Smeltzer & Bare, 2014).
Menurut Sjamsuhidajat & Jong (2011) meningginya kadar gula
darah terjadi karena bertambahnya glukosa yang dikeluarkan oleh hati,
sedangkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer menurun. Anestesi
dapat berpengaruh pada metabolisme glukosa, yaitu mengakibatkan
hiperglikemia karena adanya pemecahan glikogen menjadi glukosa
(Sjamsuhidajat & Jong, 2011). Menurut Smeltzer & Bare (2014), jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan
dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Kehilangan cairan yang berlebihan menyebabkan pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan peningkatan rasa
haus (polidipsia) (Smeltzer & Bare, 2014). Defisiensi insulin juga
mengganggu metabolisme protein dan lemak yang menyebabkan
penurunan berat badan. Jika terjadi defisiensi insulin, protein yang
berlebihan di dalam sirkulasi darah tidak dapat disimpan dalam jaringan.
Semua aspek metabolisme lemak sangat meningkat bila tidak ada
insulin. Normalnya ini terjadi antara waktu makan sewaktu sekresi
insulin minimum, tetapi metabolisme lemak meningkat hebat pada DM
sewaktu sekresi insulin hampir nol (Guyton & Hall, 2014).
Pasien dapat mengalami peningkatan selera makan (polifagia)
akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan
dan kelemahan (Smeltzer & Bare, 2014). Menurut Guyton & Hall (2014).
Insulin mengendalikan glikogenesis (pemecahan glukosa yang disimpan)
dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino
serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini
akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia serta terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak.
Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan
asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan (Guyton & Hall, 2014).
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda dan
gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas berbau
aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. (Smeltzer & Bare, 2014).
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang
berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin (Smeltzer & Bare, 2014). Peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan oleh sel beta pankreas diperlukan untuk mengatasi resistensi
insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah. Menurut
Soegondo et al. (2009) Pada penderita toleransi glukosa terganggu,
keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa
akan meningkat dan terjadi Diabetes tipe II (Smeltzer & Bare, 2014).
Pathway

(Smeltzer & Bare (2014); Soegondo (2009); Sjamsuhidajat & Jong (2011); dan Guyton & Hall (2014))
6. Komplikasi
Menurut Soegondo (2009), diabetes melitus dapat mengalami
komplikasi seperti berikut :
a. Komplikasi akut
a) Keoasidosis diabetik adalah keadaan yang disebabkan karena tidak
adanya insulin atau ketidakcukupan jumlah insulin, yang
menyebabkan kekacauan metabolism karbohidrat, protein, lemak.
Ada tiga gambaran klinis ketoasidosis diabetik yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis.
b) Hipoglikemi adalah penurunan kadar glukosa darah kurang dari 60
mg/dL. Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, asupan karbohidrat kurang atau
aktivitas fisik yang berlebihan.
c) Hiperglikemia/hyperosmolar non ketotik adalah suatu
dekompensasi metabolik pada pasien diabetes tanpa disertai
adanya ketosis. Gejalanya pada dehidrasi berat, tanpa
hiperglikemia berat dan gangguan neurologis.
2) Komplikasi kronis
a) Mikroangiopati
(1) Retinopati diabetikum disebabkan karena kerusakan
pembuluh darah retina. Faktor terjadinya retinopati
diabetikum adalah lamanya menderita diabetes, umur
penderita, control gula darah, faktor sistematik (hipertensi,
kehamilan).
(2) Nefropati diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya
kadar protein yang tinggi dalam urin yang disebabkan
adanya kerusakan pada glomerulus, nefropati diabetikum
merupakan faktor resiko dari gagal ginjal kronik.
(3) Neuropati diabetikum biasanya ditandai dengan hilangnya
refleks. Selain ini juga bisa terjadi poliradikulopati
diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai
dengan gangguan pada suatu atau lebih akar syaraf dan dapat
disertai dengan kelemahan motorik, biasanya dalam waktu 6
– 12 bulan.
b) Makroangiopati
(1) Penyakit jantung koroner ditandai dengan diawali dari
berbagai bentuk dyslipidemia, hipertrigliseridemia dan
penurunan kadar HDL. Pada DM sendiri tidak meningkatan
kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada DM sangat
bersifat atherogemi karena mudah mengalami glikolisasi dan
oksidasi.
(2) Penyakit serebro vaskuler, pembuluh aterosklerotik dalam
pembuluh darah serebral atau pembentuk emboli ditempat
lain dalam system pembuluh darah yang kemudian terbawa
aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral
yang mengakibatkan serangan iskemik dan stroke.
(3) Penyakit vaskuler perifer perubah aterosklerotik dalam
pembuluh darah besar pada ekstremis bawah menyebabkan
okulasi arteri ekstremitas bawah. Tanda dan gejalanya
meliputi penurunan denyut nadi perifer dan klaudikatio
intermiten (nyeri pada betis pada saat berjalan).
c) Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi
serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d) Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
(1) Grade 0 : tidak ada luka
(2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan
1. Diagnosa keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Resiko infeksi Setelah dilakukan Kontrol infeksi (6540)
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Bersihkan
supresi inflamasi selama 3x24 jam lingkungan dengan
(00004) masalah resiko infeksi baik setelah
dapat teratasi dengan digunakan untuk
KH : setiap pasien
Kontrol risiko : proses 2. Ajarkan pasien
infeksi (1924) mengenai teknik
1. Mengidentifikasi mencuci tangan
faktor resikoinfeksi dengan tepat
secara konsisten 3. Cuci tangan sebelum
(192426) dan sesudah kegiatan
2. Mengidentifikasi perawatan pasien
tanda dan gejala 4. Gosok kulit pasien
resiko infeksi dengan agen
(192405) antibakteri yang
3. Melakukan tindakan sesuai
segera secara 5. Lakukan perawatan
konsisten untuk untuk mencegah
mencegah infeksi resiko infeksi
(192421) 6. Kolaborasikan
dengan tim medis
untuk pemberian
terapi yang tepat
untuk mencegah
resiko infeksi
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri (1400)
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian
agen cidera biologis selama 3x24 jam nyeri secara
(kode diagnosis masalah nyeri akut dapat komprehensif yang
00132) teratasi dengan KH : meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
Kontrol nyeri (1605) frekuensi, kualitas,
1. Mengenali kapan intensitas dan faktor
nyeri terjadi pencetus
(160502) 2. Observasi adanya
2. Menggunakan petunjuk non verbal
tindakan mengenai ketidak
pengurangaan nyamanan
nyeri tanpa 3. Gunakan strategi
analgesik (160504) komunikasi
3. Melaporkan nyeri terapeutik
yang terkontrol 4. Ajarkan prinsip –
(160511) prinsip manajemen
nyeri
5. Ajarkan penggunaan
teknik non
farmakologi
6. Kolaborasi dengan
pasien dan tim medis

2 Ketidak seimbangan Setelah dilakukan Manajemen nutrisi


nutrisi kurang dari tindakan keperawatan (1100)
kebutuhan tubuh selama 3x24 jam 1. Tentukan status gizi
berhubungan dengan masalah ketidak pasien dan
faktor biologis seimbangan nutrisi kemampuan pasien
(00002) kurang dari kebutuhan untuk memenuhi
tubuh4 dapat teratasi kebutuhan gizi
dengan KH : 2. Identifikasi adanya
Status nutrisi : makanan alergi atau
dan minum (1008) intoleransi makanan
Status nutrisi :asupan yang dimiliki pasien
nutrisi (1009) 3. Instruksikan pasien
1. Asupan makanan mengenai
secara oral kebutuhan nutrisi
sepenuhnya adekuat 4. Atur diet yang
(100801) diperlukan
2. Asupan kalori 5. Lakukan atau bantu
sepunuhnya adekuat pasien dengan
(100901) perawatan mulut
Asupan protein sebelum makan
sepenuhnya adekuat 6. Monitor kalori dan
(100902) asupan makanan

2. Resume kasus
Pada tanggal 20 mei 2019 pukul 09:00 wib pasien datang dengan
keluarga ke IGD rsud kota surakarta dengan membawa surat rujukan
dari Rs pku muhammadiyah karanganyar, pasien mengatakan kurang
lebih sudah 3 bulan terakir kaki kiri terdapat luka, bengkak serta nyeri
dan buat berjalan terasa di tusuk tusuk skala nyeri 8 kemudian pasien
mendapat perawatan lanjut di di bougenvile. Pasien dikaji didapatkan
hasil pemeriksaan vital sign TD :130/80 MMhg, HR : 72 x/menit, RR :
20 x/menit, Suhu : 36,2. Kemudian pada tanggal 21 desember 2018
pukul 10:00 wib pasien melakukan operasi, setelah operasi pasien
mengeluh kurang nyaman dengan bekas operasi, nyeri dan mual.
Berdasarkan advis dokter bedah pasien diberikan terapi infus NacL 20
tpm, injeksi ketorolac 30mg/8 jam, injeksi omeprazole 40 mg/12 jam,
infus metronidazole 500flash/8jam,serta perawatan luka post op.
3. Hasil
Berdasarkan hasil diskusi dengan expert post op ulkus DM pedis
merupakan jenis luka bersih yang harus di lakukan perawatan luka
1x24 jam yang sesuai dengan SOP dikampus maupun di rsud kota
surakarta. Tujuan dilakukan perawatan luka yaitu untuk mencegah
resiko infeksi, mempercepat pertumbuhan jaringan, dan mebuat pasien
lebih nyaman. Didalam melakukan perawatan luka harus benar – benar
melakukan sesuai sop agar tidak menimbulkan efek samping bagi
pasien seperti akan memperparah luka maupun komplain dari keluarga
maupun pasien. Melakukan perawatan luka harus sesuai dengan
kebutuhan pasien agar tidak pemborosan dalam menggunakan alat.
SOP perawatan luka post operasi STIKes Kusuma Husada
Surakarta

A. Fase Orientasi
1 Memberi salam/ menyapa klien
2 Memperkenalkan diri
3 Menjelaskan tujuan tindakan
4 Menjelaskan langkah prosedur
5 Menanyakan kesiapan pasien
B. Fase Kerja
1 Mencuci tangan
2 Mengatur posisi hingga luka terlihat jelas
3 Memasang perlak dan pengalas
4 Membuka peralatan
5 Mendekatkan bengkok
6 Membuka plester dengan alkohol
7 Membuka balutan
8 Membersihkan sekitar luka dan sisa plester
9 Memakai sarung tangan steril
Menekan sekitar luka untuk mengetahui ada tidaknya
10
pus
Membersihkan luka dengan cairan NaCl/ aquabidest
11
steril, dengan memperhatikan prinsip steril
12 Mengeringkan luka dengan kassa steril
Melakukan oles obat topikal terapi/ dressing yang sesuai
13
kondisi luka
14 Menutup luka
15 Melepas sarung tangan
16 Mencuci tangan
C. Fase Terminasi
1 Mengevaluasi tindakan
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut
3 Berpamitan
D. Penampilan Selama Tindakan
1 Melakukan komunikasi terapeutik selama tindakan
2 Ketenangan selama melakukan tindakan
3 Menjaga keamanan pasien

SOP perawatan luka post operasi rsud kota surakarta

A Persiapan
Bak instrumen berisi pinset anatomis 2, pinset
1
chirurgis 1, lidi kapas
2 Kassa steril
3 Sarung tangan steril
4 Cairan disinfektan NACL 0,9%
5 Bengkok 2 buah
6 Obat sesuai keperluan
7 Gunting verband
8 Plester
9 Perlak pengalas
B. Fase Orientasi
1 Memberi salam/ menyapa klien
2 Memperkenalkan diri
3 Lakukan identifikasi pasien
4 Menjelaskan tujuan tindakan
5 Menjelaskan langkah prosedur
6 Menanyakan kesiapan pasien
C. Fase Kerja
1 Mencuci tangan
2 Mengatur posisi hingga luka terlihat jelas
3 Memasang perlak dan pengalas
4 Membuka peralatan
5 Mendekatkan bengkok
6 Membuka plester dengan alkohol
7 Membuka balutan
8 Membersihkan sekitar luka dan sisa plester
9 Memakai sarung tangan tidak steril
Menekan sekitar luka untuk mengetahui ada
10
tidaknya pus
Membersihkan luka dengan cairan NaCl/
11 aquabidest steril, dengan memperhatikan
prinsip steril
12 Mengeringkan luka dengan kassa steril
Melakukan oles obat topikal terapi/ dressing
13
yang sesuai kondisi luka
14 Menutup luka
15 Melepas sarung tangan
16 Mencuci tangan
D. Fase Terminasi
1 Mengevaluasi tindakan
2 Menyampaikan rencana tindak lanjut
3 Berpamitan
E. Penampilan Selama Tindakan
Melakukan komunikasi terapeutik selama
1
tindakan
2 Ketenangan selama melakukan tindakan
3 Menjaga keamanan pasien
4. Pembahasan
Pada pasien ny A tindakan yang dilakukan adalah melakukan
perawatan luka untuk mencegah risiko infeksi serta memberikan edukasi
kepada pasien dan keluarga agar selalu menjaga lingkungan tetap bersih,
nyaman serta selalu mencuci tangan baik sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien. Pada pasien post op ulkus DM sangat penting untuk
mencegah risiko infeksi karena menjadi penyebab utama pasien
mengalami ketidak nyamanan sehingga perlu dilakukan perawatan luka
untuk membuat pasien menjadi lebih nyaman. Berdasarkan SOP stikes
kusuma husada dan rsud kota surakarta tidak ada perbedaan dalam
melakukan tindakan perawatan luka menggunkan sarung tangan non
steril. Perawatan luka post op merupakan perawatan luka yang
dilakukan pada pasien post operasi tujuan untuk mencegah infeksi dan
merasa nyaman,melakukan perawatan luka dengan cara memantau
keadaan luka, melakukan penggantian balutan dan mencegah terjadinya
infeksi yaitu dengan cara mengganti balutanyang kotor dengan balutan
yang bersih tujuan nya yaitu untuk menigkatkan penyembuhan luka
dengan mengabsorbsi cairan dan dapat menjaga kebersihan luka,
melindungi luka dari kontaminasi, dapat menolong hemostasis,
membantu menutup tepi luka secara sempurna, menurunkan pergerakan
dan trauma dan mentup keadaan luka yang tidak menyenangkan.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tindakan keperawatan dilakukan selama 1x24 jam tindakan keperawatan
sesuai dengan rencana keperawatan yaitu melakukan perawatan luka
untuk mencega resiko infeksi dan memanajemen nyeri post op. Dari
tindakan keperawatan tersebut didapatkan hasil bahwa pasien
mengatakan masih nyeri di kaki kirinya setelah dilakukan perawatan luka
post op ulkus DM.
B. Penutup
Diharapkan hasil makalah ini dapat menjadi referensi dalam
penatalaksanaan untuk praktik klinik. Serta dalam pelayanan kesehatan,
diharapkan berguna dalam meningkatkan penanganan yang lebih optimal
untuk perawatan luka post op ulkus DM.

DAFTAR PUSTAKA
Andyagreeni. (2010). Tanda Klinis Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: CV.Trans
Info Media.

Bulecheck, Gloria M. (2013). Nursing Intervention Classification (NIC), Sixth


Edition. Missouri: Elsevier Mosby.

Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. 3rd ed. Jakarta: EGC

Gong F., Li F., Zhang L., Li J., Zhang Z., Wang G. (2009). Hypoglycemic effects
of crude polysaccharide from Purslane. Int. J. Mol. Sci. 10:880-8.

Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2014). 12th ed. Textbook of Medical
Physiology. St. Louis. Missouri: Elsevier Saunders. St.

Hastuti, Rini Tri. (2008). “Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes Melitus (Studi Kasus di RSUD Dr. Moewardi Surakarta)”. Tesis
Universitas Diponegoro. Semarang.

Herdman, T. Heather. (2015). Nursing Diagnoses Definition and Classification


2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell.

Herlambang. (2013). Menakhlukkan hipertensi dan diabetes melitus. Mendeteksi,


mencegah dan mengobati dengan cara medis dan herbal.
Yogyakarta: Tugu.

Moorhead, Sue et.al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), Fifth


Edition. Missouri: Elsevier Mosby.

Nura ARIF, Amin Huda, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc Jilid 1& 2. Mediaction
Publishing: Yogyakarta

Rosernberg, Martha Craft & Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan.
Yogyakarta: Digna Pustaka

Sari, R. N, (2012). Diabetes Melitus (Dilengkapi Dengan Senam DM).


Yogyakarta: Medika Book.

Sjamsuhidayat, R. dan Jong, W.D. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. 3th ed.
Jakarta: EGC.

Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., and Cheever, K.H. (2014). Texbook
of medical surgical nursing. 12th ed. Philadelphia: Lipincott Williams &
Wilkins.
Soegondo, S., Soewondo, P., dan Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus Terpadu. 2th ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Tjokroprawiro, Askandar. (2007). Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya : Airlangga


University Press.

Wilkinson, Judith M. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa


NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Ed. 9. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai