Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KOLOMPOK

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH DENGAN


DIABETES MILITUS DI RUANG ARIMBI
RSD BAGAS WARAS KLATEN

Disusun oleh

Lilik Joko Sulistio SN19

Nisaul Fauziah SN19

Romadhony Citra S. SN191134

Yarsis Septiadi N SN19

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik

yang disertai dengan berbagai kelainan metabolikyang diakibatkan oleh

gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam komplikasi

kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah disertai lesi padda

membranbasalis dalam dengan menggunakan pemeriksaan dalam

mikroskop (Mansjoer dkk, 2014).


Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada

seseorang yang di sebabkan adanya peningkatan kadar glukosa darah

akibat kekurangan insulin baik absolute maupun relative (Arisman dan

Soegondo, 2011).

2. Etiologi
Menurut Arisman dan soegondo (2011) etiologi dari Diabetes

Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-

studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa Diabetes Mellitus

adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang

berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya. Menurut

banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :


a. Diabetes melitus tipe I
Diabetes melitus tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta

pankreas yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor:


1) Faktor genetik
Penderita tidak mewarisi diabetas tipe I sendiri tetapi

mewarisi suatu predisposisi kearah terjadinya diabetas tipe I

yaitu dengan ditmukannya tipe antigen HLA (Human Leucolyte

antoge) teertentu pada individu tertentu Faktor imunologi Pada

diabetae tipe I terdapat suatu respon autoimun sehingga antibody

terarah pada sel-sel pulau lengerhans yang dianggapnya jaringan

tersebut seolah-olah sebagai jeringan abnormal


2) Faktor lingkungan
Penyelidikan dilakukan terhadap kemungkinan faktor-faktor

ekternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh hasil

penyelidikan yang menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu

dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel

beta.
b. Diabetas Melitus Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin pada diabetas melitus tipe II masih belum

diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam

proses terjadinya resistensi insulin dan juga terspat beberap faktor

resiko teetentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetea

tipe II yaitu:
1) Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat usia diatas 65 tahun
2) Obesitas
3) Riwayat keluarga
4) Kelompok etnik tertentu
c. Faktor non genetik
1) Infeksi
Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah

mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.


2) Nutrisi
a) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
b) Malnutrisi protein
c) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
3) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan

emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.


4) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam

darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi,

feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi,

feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat.

3. Manifestasi klinik
Menurut Arisman dan Soegondo (2011) gejala yang lazim terjadi,

pada tahap awal sering ditemukan :


a. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat

sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi

osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit

sehingga penderita mengeluh banyak kencing.


b. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan

cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi penderita

lebih banyak minum.


c. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel

mengalami starvasi (lapar).

d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.


Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi

glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian

tubuh yang lain yaitu lemak dan protein.


e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa

– sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin.

Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga

menyebabkan pembentukan katarak (Berman, 2009).

4. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 2014) :
a. Akut
1) Hipoglikemia dan hiperglikemia
2) Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar,

penyakit jantung coroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh

darah kapiler).
3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil,

retinopati, nefropati.
4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf

otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler

(Suddarth and Brunner, 2013).


b. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
1) Neuropati diabetic
2) Retinopati diabetic
3) Nefropati diabetic
4) Proteinuria
5) Kelainan coroner
6) Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain
a) Grade 0 : tidak ada luka
b) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
c) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
d) Grade III : terjadi abses
e) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
f) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal

5. Patofisiologi dan Pathway


a. Patofisiologi
Menurut J.Corwin (2009) sebagian besar patologi Diabetes

Mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan

insulin sebagai berikut :


1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan

akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai

1200 mg/hari/100 ml.


2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan

lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun

pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan

aterosklerosis.
3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu

terjadi beberapa masalah patofisiologi pada Diabetes Mellitus

yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine

penderita Diabetes Mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk

tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas

225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke

dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap

menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa

meningkat melebihi 180 mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran

dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan.


Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak,

kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam

cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10

Meq/Liter ( J.Corwin, 2009)

b. Pathway

Sumber: (J.Corwin, 2009)

6. Penatalaksaan
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya penderita

setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu termasuk tindakan

perawatan dalam jangka panjang.


a. Medis
Menurut Sugondo (2009) penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
1) Obat hiperglikemik
2) Oral Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastic
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan (Perry & Potter, 2010)
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan yang

bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang

masih sehat, tindakannya antara lain :


a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus

diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi
b. Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara

keperawatan yaitu :
1) Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
2) Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil,

jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.


3) Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara

mandiri dan optimal.


4) Terapi insulin Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak

2 kali sesudah makan dan pada malam hari.


5) Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi bagi

penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda

gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya (Perry

& Potter, 2010).


6) Nutrisi
Nutrisi disini berperanpenting untuk penyembuhan luka

debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu

mengontrol energy yang dikeluarkan.


7) Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah

seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur

jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan

pemeriksaan dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui


perkembangan luka dan mencegah infeksi luka setelah dilakukan

operasi debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2010)


8) Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau

tidak ada.
Derajad I –IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis,

dan dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan

luka terkontrol dengan baik. (Smelzer & Bare, 2010).

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Riwayat
1) Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas

pasien mungkin berbau aseton pernapasan kussmaul, poliuri,

polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.


2) Riwayat Penyakit Sekarang
Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit

pasien dari sebelum dibawa ke IGD sampai dengan mendapatkan

perawatan di bangsal.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh

pasien tersebut, seperti pernah menjalani operasi berapa kali, dan

dirawat di RS berapa kali.


4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota keluarga dari pasien

yang menderita penyakit Diabetes Mellitus karena DM ini

termasuk penyakit yang menurun.


5) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang

dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan

keluarga terhadap penyakit penderita.


b. Pola Gordon
1) Pola Persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan

tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang


dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi

yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak

mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih

dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan terjadinya

resiko Kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya

amputasi.
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi

insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga

menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak

minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme

yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea,

vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.


3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis

osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan

pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi

relatif tidak ada gangguan


4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan

istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan

aktivitas dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren

dan kelemahan otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan

penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara

maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.


5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang

luka , sehingga klien mengalami kesulitan tidur


6) Kognitif persepsi Pasien dengan gangren cenderung mengalami

neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap


adanya nyeri. Pengecapan mengalami penurunan, gangguan

penglihatan
7) Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan

menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri.

Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya

perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami

kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).


8) Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan

penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.


9) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ

reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek,

gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada

proses ejakulasi serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah

vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.

risiko lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan

nefropati.
10) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,

perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan

reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah

tersinggung dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak

mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif /

adaptif.
11) Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi

tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam

melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita


c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,

berat badan dan tanda – tanda vital.


1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran

pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan

pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental,

gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah

penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.


2) Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman

bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan

gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan

kuku.

3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita

DM mudah terjadi infeksi.


4) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.


5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,

obesitas.
6) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau

sakit saat berkemih.


7) Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi

badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.


8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi


d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah

puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil

dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),

kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Cidera Fisik
b. Intoleran Aktifitas berhubungan dengan Imobitas
c. Resiko Infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme dalam

tubuh

3. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


NO Keperawatan Hasil NIC
NANDA NOC
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (1400)
(00132) tindakan keperawatan
1. Lakukan pengkajian nyeri
berhubungan selama 2 x 24 jam
komprehensif yang meliputi
dengan Agen diharapkan pasien
lokasi, karakteristik, onset,
Cidera Fisik membaik dengan
frekuensi, kualitas, intensitas
indikator:
Kontrol Nyeri dan faktor pencetus
Tingkat Nyeri 2. Kendalikan faktor lingkungan
- Mengenali kapan yang dapat mempengaruhi
nyeri terjadi respon pasien terhadap
- Mampu mengontrol
ketidaknyamanan
nyeri (tahu 3. Gunakan strategi komunikasi
penyebab nyeri, teraupetik untuk mengetahui
mampu pengalaman nyeri dan
menggunakan tehnik sampaikan penerimaan pasien
nonfarmakologi terhadap nyeri
untuk mengurangi 4. Berikan informasi mengenai

nyeri, mencari nyeri, seperti penyebab nyeri,

bantuan) berapa lama nyeri akan


- Melaporkan bahwa dirasakan dan antisipasi dari
nyeri berkurang ketidaknyamanan akibat
dengan prosedur
5. Ajarkan penggunaan teknik
menggunakan
nonfarmakologi
manajemen nyeri
6. Motivasi pasien untuk istirahat
- Mampu mengenali
atau tidur yang adekuat untuk
nyeri (skala,
membantu penurunan nyeri
intensitas, frekuensi
7. Kolaborasi pemberian terapi
dan tanda nyeri)
analgetik
- Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
- Tanda vital dalam
rentang normal

2. Intoleran Energy Conservation Terapi Aktivitas (4310)


Aktivitas Activty tolerance 1. Bantu klien mengidentifikasi
(00092) aktivitas yang mampu
berhubungan Setelah diberikan dilakukan
2. Bantu untuk memilih aktivitas
dengan asuhan keperawatan
konsisten yang sesuai dengan
Imobilitas selama 2 x 24 jam
kemampuan fisik ,psikologi
diharapkan klien
dan sosial
meningkatkan ambulasi
3. bantu pasien/keluarga untuk
atau aktivitas dengan
mengidentifikasi kekurangan
kriteria hasil :
dalam beraktivitas
4. monitoring tanda-tanda vital
-Mampu meningkatkan
5. kolaborasi dengan tenaga
aktivitas sehari-hari
medis lainnya
secara mandiri
-Mampu berpindah
dengan atau tanpa
alat bantu
-Tanda-tanda vital
normal
3. Risiko Infeksi Immune status Kontrol Infeksi (6540) :
(00004) Knowledge : infection 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
berhubungan control sistemik dan lokan
2. Monitor kerentanan terhadap
dengan invasi
infeksi
mikroorganisme Setelah dilakukan
3. Monitor tanda-tanda vital
dalam tubuh perawatan selama 2 x 4. Bersihkan lingkungan dengan
24 jam diharapkan baik setelah digunakan untuk
resiko infeksi tidak setiap pasien
5. Ganti peralatan perawatan per
terjadi dengan kriteria
pasien sesuai protokol institusi
hasil
6. Anjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan dengan
-Klien bebas dari tanda
tepat
dan gejalan infeksi 7. Pakai sarung tangan
-Menunjukan sebagaimana dianjurkan oleh
kemampuan untuk kebijakan pencegahan universal
8. Tingkatakan intake nutrisi yang
mencegah timbulnya
tepat
infeksi
9. Dorong untuk beristirahat
-Menunjukan perilaku 10. Kolaborasi dengan dokter terapi
hidup sehat antibiotik yang sesuai
- Jumlah leukosit dalam
batas normal

4. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan pada klien Diabetes Mellitus adalah :
a. Nyeri dilaporkan klien berkurang serta klien merasa nyaman.
b. Mampu meningkatkan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
c. Infeksi dapat dicegah dengan mempertahankan kadar glukosa

DAFTAR PUSTAKA

Arisman dan Soegondo, (2011). Diabetes Mellitus. Dalam: Arisman, ed. Buku
Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus dan Dislipidemia. Jakarta: EGC,
44-54.
Berman, A, Snyder, SJ, Kozier, B & Erg, G. (2009). Buku Saku Praktik
Keperawatan. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Butcher, H. K. & Wagner, C. M. (2015). Nursing Interventions Classification.


Sixth Edition. Elsevier Mosby.

Herdman, T. H. & Kamitsuru, S. (2015). NANDA International Nursing Diagnose


: Definitions and Classification. 2015-2017. Oxford : Willey Blackwell

J.Corwin Elizabeth.(2009). BukuSakuPatofisiologi Edisiketiga. Jakarta:


BukuKedokteran EGC

Johnson, M. & Swanson, E. (2015). Nursing Outcomes Cllasification. Fifth


Edition. Elsevier Mosby.

Mansjoer, Arif. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius


Nanda. (2018).Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi11
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru.Jakarta: EGC.
Perry, AG & Potter. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7
Terjemahan Federika, A. Jakarta : Salemba Medika.

Smeltzer, SC & Bare, BG. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai