Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS JURNAL

EFFECTIVENESS OF BUERGER ALLEN EXERCISE ON LOWER


EXTREMITY PERFUSION AND PAIN AMONG PATIENTS WITHTYPE 2
DIABETES MELITUS IN SELECTED HOSPITAL IN CHENNAI

oleh:
1. SOFIATUL MAFUAH S.Kep
2. UMI WIDOWATI S.Kep
3. INDRA SAROSA S.Kep

(122311101042)
(142311101161)
(122311101073)

PROGRAM PROFESI NERS (P2N)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah kumpulan penyakit metabolik dengan
hiperglikemi yang bisa disebabkan oleh kekurangan insulin, kerja insulin yang
menurun, atau keduanya. Diabetes Melitus (DM) ditandai dengan tingginya kadar
glukosa dalam darah yaitu kadar glukosa darah puasa lebih dari 126 mg/dl atau
glukosa darah dua jam setelah makan lebih dari 200 mg/dl, dimana gejala khas
yang timbul dari DM adalah poliuri, polidipsi dan polifagi (Soegondo, 2009).
Penyakit ini merupakan salah satu penyakit degeneratif yang tidak dapat
disembuhkan namun dapat dikontrol (Smeltzer, 2002).
Hiperglikemi yang berlanjut hingga kronik pada penderita DM akan
menyebabkan kerusakan, disfungsi, maupun kegagalan organ lain, khususnya
mata, ginjal, jantung, dan pembuluh darah (American Diabetes Association,
2011). Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik yang terjadi saat pankreas
tidak memproduksi insulin yang cukup, atau saat tubuh tidak dapat menggunakan
insulin yang dihasilkan secara efektif (WHO, 2015). Global status report on NCD
World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa DM
menduduki peringkat ke-6 di dunia sebagai penyebab kematian. Sekitar 1,3 juta
orang meninggal akibat diabetes dan 4 persen meninggal sebelum usia 70 tahun.
World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penduduk
dunia yang menderita DM pada tahun 2030 diperkirakan akan meningkat paling
sedikit menjadi 366 juta. Indonesia menempati urutan ke - 4 terbesar dalam
jumlah penderita DM dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. Hal ini
menunjukkan bahwa di Indonesia, penyakit DM merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang sangat serius. Namun perhatian terhadap penanganan DM di


negara berkembang masih kurang, terutama tentang komplikasi yang ditimbulkan
akibat DM (Suyono, 2006).
Diabetes melitus juga dapat menyebabkan penyakit arteri perifer. Penyakit
Arteri Perifer (PAP) adalah semua penyakit yang terjadi pada pembuluh darah non
sindroma koroner akut setelah keluar dari jantung dan aortailiaka, sehingga
pembuluh yang dapat menjadi lokasi terjadinya PAP adalah pembuluh pada
keempat ekstremitas, arteri karotis, arteri renalis, arteri mesenterika, aorta
abdominalis, dan semua pembuluh cabang yang keluar dari aortailiaka. Namun
demikian, secara klinis PAP merupakan gangguan pada arteri yang memperdarahi
ekstremitas bawah. PAP dapat terjadi oleh karena adanya perubahan struktur
ataupun fungsi dari pembuluh darah. PAP sering kali merupakan bagian dari
proses penyakit sistemik yang berpengaruh terhadap kelainan arteri multipel.
Adanya PAP pada satu arteri menjadi prediktor kuat adanya PAP pada
arteri lainnya, termasuk pada pembuluh darah koroner, karotis dan serebral.
Keluhan PAP yang paling umum adalah kaki sering terasa kesemutan dan sensasi
sakit pada kaki saat sedang berolahraga/aktivitas fisik, yang dikenal sebagai
klaudikasio intermiten. Sensasi sakit, sensasi terbakar, sensasi berat, atau sesak
pada otot-otot kaki ini biasanya dimulai setelah berjalan pada jarak tertentu,
berjalan menaiki bukit, atau menaiki tangga, dan akan hilang setelah beristirahat
selama beberapa menit.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis melakukan analisis
jurnal sebagai referensi efektif untuk penatalaksanaan gangguan perfusi jaringan
perifer dan nyeri pada luka gangren yang terjadi pada pasien dengan Diabetes
melitus.
1.2 Tujuan
Tujuan dari analisis jurnal ini adalah:
a. Mengetahui keefektifan penatalaksaan gangguan perfusi jaringan perifer
dan nyeri pada ektremitas bawah pada penelitian sebelumnya.
b. Mengetahui prosedure penatalaksaan terbaru gangguan perfusi jaringan
perifer dan nyeri pada ektremitas bawah

c. Mengetahui landasan penatalaksaan gangguan perfusi jaringan perifer dan


nyeri pada ektremitas bawah yang terjadi pada pasien dengan Diabetes
melitus.
1.3 Manfaat
Manfaat dari analisis jurnal ini adalah:
a. Dapat diaplikasikan pada pasien dengan Diabetes melitus yang
mengalami gangguan perfusi jaringan perifer dan nyeri pada ektremitas
bawah
b. Meningkatkan kualitas hidup pasien dengan Diabetes melitus.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Diabetes Melitus (DM)
2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes

melitus

(DM)

merupakan

gangguan

metabolik

dengan

karakteristik peningkatan jumlah glukosa dalam darah sebagai kompensasi dari


kekurangan sekresi hormon insulin, kerusakan insulin, atau keduanya. Pasien
dengan Diabetes melitus memiliki risiko empat kali mengalami gangguan
pembuluh darah perifer dengan menyebabkan disfungsi sel endotel dan jaringan
otot polos arteri perifer. Risiko peningkatan penyakit pembuluh darah perifer pada
ekstremitas bawah pasien dengan Diabetes melitus dipengaruhi oleh tingkat
keparahan penyakit dan lama menderita Diabetes melitus.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
ADA (2012) mengklasifikasikan diabetes melitus berdasarkan patogenesis
sindrom diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa. DM diklasifikasikan
menjadi 4 yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestational dan DM tipe khusus (Price
& Wilson, 2006).
a. DM tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus atau
IDDM) merupakan diabetes yang disebabkan oleh proses autoimun sel- T
(autoimmune T- Cell attack) yang menghancurkan sel-sel pankreas yang
dalam keadaan normal menghasilkan hormon insulin, sehingga
insulin tidak terbentuk dan mengakibatkan penumpukan glukosa dalam darah.
Pasien dengan DM tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin untuk
mengendalikan kadar glukosa darah (Smeltzer & Bare, 2002).
b. DM tipe 2
DM tipe 2 adalah diabetes melitus yang tidak tergantung dengan insulin.
DM tipe ini terjadi karena pankreas tidak dapatmenghasilkan insulin yang
cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin

secara

efektif

sehingga terjadi kelebihan gula dalam darah. DM tipe 2 dapat terjadi

pada usia pertengahan dan kebanyakan penyandang memiliki kelebihan


berat badan (Smeltzer & Bare, 2002).
c. DM gestasional (DM kehamilan)
DM adalah

diabetes

yang

terjadi

pada

masa kehamilan

dan

mempengaruhi 4% dari semua kehamilan biasanya disebabkan karena


peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik
terhadap toleransi glukosa. DM gastastional dapat hilang setelah proses
persalinan selesai (Price & Wilson, 2006).
d. DM tipe khusus
DM tipe khusus merupakan DM yang terjadi karena adanya kerusakan
pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta mengganggu
sel beta pankreas sehingga mengakibatkan kegagalan dalam menghasilkan
insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal
yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (Price & Wilson, 2006).
2.1.3 Etiologi Diabetes Melitus
DM tipe 2 disebabkan karena adanya gangguan resistensi insulin dan
sekresi insulin. Penyebab resistensi insulin dan sekresi insulin belum diketahui
secara pasti, tetapi faktor herediter diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin (Smeltzer dan Bare, 2002). Faktor risiko dapat
dijumpai pada klien dengan riwayat keluarga menderita DM. Hal ini terjadi
karena DNA pada seseorang yang mengalami DM akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin (Riyadi dan Sukarmin,
2008).
Resistensi insulin pada DM tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi
intrasel. Resistensi insulin terjadi karena reseptor yang berikatan dengan insulin
tidak sensitif sehingga terjadi penurunan kemampuan insulin dalam merangsang
pengambilan glukosa dan menghambat produksi glukosa oleh sel hati. Gangguan
sekresi insulin terjadi karena sel beta pankreas tidak mampu mensekresikan

insulin sesuai dengan kebutuhan. Hal tersebut menjadikan insulin tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan (PERKENI, 2011).
2.1.4 Manifestasi Klinis dan Komplikasi Diabetes Melitus
PERKENI (2011) menyatakan gejala khas dari penyandang Diabetes
melitus terdiri atas:
a. Poliuria: akibat kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui
membrane dalam sel yang menyebabkan hiperglikemia, sehingga serum
plasma meningkat/ hiperosmolariti.
b. Polidipsi: cairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi atau cairan
intravaskuler sehingga aliran darah ke ginjal meningkat sebagai akibat dari
hiperosmolariti (Misnadiarly, 2006). Akibat meningkatnya difusi cairan
dari intrasel kedalam vaskuler menyebabkan penurunan volume intrasel
sehingga efeknya adalah dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel, mulut
akan menjadi kering serta sensor haus teraktivasi hal tersebut
menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu minum (polidipsia)
c. Polifagi: Glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar, maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan
lebih banyak makan (polifagia).
Adapun gejala yang tidak khas dari Diabetes melitus diantaranya, lemas,
kesemutan, gatal, luka yang sulit sembuh, mata kabur, disfungsi ereksi (pria), dan
pruritus vulva (wanita). Pada tahap lanjut akan terjadi gangguan berupa kerusakan
sistem saraf.
Kerusakan sistem saraf (neuropati) dapat dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu kerusakan sistem saraf perifer, kerusakan sistem saraf otonom dan kerusakan
sistem saraf motorik. Kerusakan sistem saraf perifer pada umumnya dapat
menyebabkan kesemutan, nyeri pada tangan dan kaki, serta berkurangnya
sensitivitas atau mati rasa. Kaki yang mati rasa (insensitivity) akan berbahaya
karena penderita tidak dapat merasakan apa-apa sekalipun kakinya terluka,
sehingga pada umumnya penderita DM dengan insensitivity terlambat untuk
menyadari bahwa telah terjadi luka pada kakinya. Hal ini semakin diperparah

karena kaki yang terluka tersebut tidak dirawat dan mendapat perhatian serius,
serta ditambah dengan adanya gangguan aliran darah ke perifer kaki yang
disebabkan karena komplikasi makrovaskular, mengakibatkan luka tersebut sukar
untuk sembuh dan akan menjadi borok atau ulkus (Soebardi, 2006).
2.1.3 Pencegahan Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi dari penyakit Diabetes melitus umumnya dapat dicegah.
Namun, kondisi tersebut memerlukan komitmen dari penderita untuk selalu hidup
sehat, menjaga berat badan, olahraga yang teratur, dan pengobatan teratur sesuai
dengan anjuran dokter. Latihan atau olahraga merupakan prinsip utama dalam
mencegah terjadinya penyakit pembuluh darah perifer pada pasien dengan
Diabetes melitus. Salah satu bentuk latihan yang dapat dilakukan oleh penderita
Diabetes melitus adalah latihan Buerger Allen. Latihan Buerger Allen merupakan
latihan pengaturan posisi aktif pada tungkai dan telapak kaki untuk mencegah
masalah gangguan atau penyakit pembuluh darah perifer dan meningkatkan
sirkulasi pada ekstremitas bagian bawah.
2.2 Konsep Buerger Allen Exercise
2.2.1 Definisi Buerger Allen Exercise
Buerger Allen Exercise merupakan latihan perubahan posisi aktif dengan
mekanisme latihan adalah dengan menggunakan gaya gravitasi dalam perubahan
posisi pada jaringan otot dan jaringan perifer untuk mencegah penyakit jaringan
periver dan meningkatkan sirkulasi darah di daerah ekstermitas bagian bawah.
Gaya gravitasi yang digunakan adalah dengan cara mengisi dan mengosongkan
darah dalam pembuluh darah secara bergantian (Melisha, 2013).

2.2.2 Cara Melakukan Buerger Allen Exercise

Prosedure Buerger Allen Exercise adalah sebagai berikut:


a) Rentangkan kaki lurus dengan sedikit diangkat (posisi diatas jantung) sampai
kaki terlihat pucat (kira-kira 2 menit)

b) Duduk pada tepi tempat tidur, turunkan kedua kaki dan gerakkan ke depanbelakang-samping untuk mengalirkan darah ke pembuluh darah kaki sehingga
kedua kaki terlihat pink/memerah (kira-kira 5 menit)

c) Istirahatkan dan biarkan kaki telentang diatas tempat tidur (kira-kira 5 menit)

d) Lakukan latihan selama 5 hari/ sesuai batas kemampuan dengan frekuensi 3x/
hari di waktu yang berbeda.

Hal yang perlu diperhatikan:


1. Amati tanda-tanda hipotensi ortostatik pada pasien dengan hipotensi
2. Amati batas kemampuan pasien untuk melakukan aktivitas, adakah tanda-tanda
dyspneu setelah melakukan latihan

2.3 Cara Pengukuran pada Buerger Allen Exercise


a. Wong-Baker Facial Grimace Scale atau Visual Analog Scale (VAS)
menggunakan ekspresi wajah pasien untuk penilaian. Skala 0 (nol) =
tersenyum, 1-2 = tidak ada humor - bibir mengerucut - serius - datar, 3-4 =
mengerutkan alis- menahan nafas, 5-6 = mengerutkan hidung - mengangkat
bibir atas - napas cepat, 7-8 = berkedip lambat - mulut terbuka, (9-10) = mata
tertutup - merintih - menangis. Format:

Keterangan :
Nilai Skala nyeri (kiri ke kanan):
a) No Hurt : Sangat senang karena ia tidak merasa sakit
b)
c)
d)
e)
f)

sama
Hurts
Hurts
Hurts
Hurts
Hurts

sekali
Little Bit : Sakit hanya sedikit.
Little More : Sedikit lebih sakit.
Even More: Jauh lebih sakit.
Whole Lot: Jauh lebih sakit banget.
Worse: Sangat sakit luar biasa sampai-sampai

menangis

BAB 3. ISI JURNAL


2.1 Judul Artikel
Effectiveness of Buerger Allen Exercise on Lower Extremity Perfusion and
Pain among Patients With Type 2 Diabetes Melitus in Selected Hospitas in
Chennai
2.2 Penulis/ Peneliti
MS. E. Selmar Mellisha, M. SC (N)
2.3 Nama Jurnal
International Journal of Science and Research (IJSR)
2.4 Ringkasan Jurnal

Penelitian ini dilakukan untuk menilai keefektifan latihan Buerger Allen


terhadap perfusi jaringan perifer dan nyeri ekstremitas bawah pada pada pasien
dengan Diabetes melitus tipe dua antara kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol dan membandingkan antara kedua kelompok. Penelitian ini merupakan
jenis penelitan eksperimen dengan pendekatan kuasi eksperimen dengan pre
testandpost testcontrol group design. Penelitian ini menggunakan 60 sampel
penderita diabetes melitus dengan 30 sampel merupakan kelompok perlakuan dan
30 sampel lainnya adalah kelompok kontrol dengan teknik sampling yaitu
purposive sampling.
Kegiatan pre test dilakukan dengan mengunakan beberapa pertanyaan dan
pengkajian nyeri dengan skala nyeri Wong Baker. Pada kelompok perlakuan
diberikan latihan Buerger Allen selama empat hari dengan durasi satu hari tiga
kali (yakni pukul 08.00, pukul 09.00, dan pukul 16.00) selama empat hari dan
dilakukan kegiatan post test pada hari ke enam. Perbandingan nilai pre test dan
post test pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil bahwa nilai nyeri
ekstremitas bawah berkurang dari 4,33 menjadi 1,3. Pengurangan nilai ambang
nyeri secara statistik menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai tingkat
signifikansi 1% (p=0,001). Rata-rata nilai dari tingkat perfusi jaringan perifer
pada ekstremitas bawah meningkat dari 44,5 menjadi 52 yang menunjukkan
bahwa secara statistik ada perbedaan yang signifikan dengan nilai tingkat
signifikansi 1% (p=0,001).
Pada hasil pengukuran hasil akhir nyeri ekstremitas bawah dihubungkan
dengan nutrisi yang dimakan dan usia penderita dan pada hasil pengukuran akhir
perfusi jaringan perifer ektremitas bawah dihubungkan dengan umur dan pola
hidup yang dijalani oleh penderita. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
latihan Buerger Allen efektif dalam meningkatkan perfusi jaringan perifer dan
menurunkan nyeri ekstremitas bawah diantara pasien dengan penyakit Diabetes
melitus.

BAB 4. PEMBAHASAN
3.1 Analisis Isi Jurnal
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai dengan kenaikan kadar gula dalam darah (Brunner & Suddarth, 2001).
Peningkatan kadar gula dalam darah merupakan gejala yang umum dari penyakit
DM yang tidak terkontrol dan seringkali mengakibatkan kerusakan yang cukup
serius pada bagian tubuh, terutama saraf dan pembuluh darah (WHO, 2015).
Diabetes meningkatkan risiko kejadian PAP simptomatik dan asimptomatik
sebesar 1,5-4 kali lipat, dan mengarah pada peningkatan kejadian penyakit
kardiovaskuler dan kematian lebih dini. Risiko terjadinya PAP proporsional

dengan keparahan dan durasi diabetes. Risiko terjadinya Klaudikasio intermiten


juga lebih besar pada pasien diabetes dibanding pasien non diabetes. Pasien
diabetes dengan PAP memiliki kemungkinan 7-15 kali lipat lebih tinggi untuk
mengalami amputasi dibanding pasien non diabetes dengan PAP. Diabetes melitus
mengakselerasi perjalanan proses aterosklerosis, yang dapat menghasilkan insiden
penyakit perifer, koroner, dan serebrovaskular yang lebih tinggi. Hubungan
patofisiologis Diabetes dalam menimbulkan PAP tidak diketahui dengan jelas,
karena terdapat dua efek langsung, yakni dari hiperglikemia serta adanya
hipertensi dan hiperlipidemia yang sering terjadi pada pasien dengan DM.
Banyak bukti menunjukkan bahwa disfungsi endotel terlibat dalam
patogenesis penyakit vaskuler pada pasien DM. Dalam sebuah studi, didapatkan
informasi bahwa pembuluh darah pada pasien DM tipe-2 ternyata mengalami
gangguan relaksasi. Disfungsi endotel pada-DM 1 terjadi karena berkurangnya
sensitivitas sel-sel otot polos pembuluh darah terhadap NO. Pada individu dengan
DM tipe 2, disfungsi endotel tampaknya didasarkan pada penurunan
bioavailabilitas NO. Peningkatan produksi superoksida radikal tidak hanya
menyebabkan peningkatan inaktivasi NO, tetapi juga meningkatkan sintesis
prostanoid yang berfungsi sebagai vasokonstriktor dengan adanya pembentukan
hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil. Namun demikian, belum
ditentukan dengan jelas bahwa hiperglikemia, hiperinsulinemia, atau resistensi
insulin merupakan mekanisme penyebab disfungsi endotel pada DM-2.
Disfungsi endotel pada pasien dengan DM dapat diberikan latihan secara
teratur untuk mendukung sirkulasi darah perifer yang adekuat. Salah satu latihan
mudah yang dapat dilakukan adalah Buerger Allen Exercise. Dalam jurnal,
dibahas bagaimana keefektifan dari latihan Buerger Allen terhadap perfusi
jaringan perifer dan nyeri ekstremitas bawah pada pada pasien dengan diabetes
melitus tipe dua di rumah sakit kota Chennai India. Jenis

penelitan yang

digunakan adalah penelitiab eksperimen dengan pendekatan kuasi eksperimen


dengan pre test and post test control group design. Penelitian ini menggunakan 60
sampel penderita diabetes melitus dengan 30 sampel merupakan kelompok

perlakuan dan 30 sampel lainnya adalah kelompok kontrol dengan teknik


sampling yaitu purposive sampling.
Latihan Buerger Allen merupakan latihan perubahan posisi aktif dengan
mekanisme latihan adalah dengan menggunakan gaya gravitasi dalam perubahan
posisi pada jaringan otot dan jaringan perifer. Latihan Buerger Allen meliputi
dengan klien berbaring di atas tempat tidur datar kemudian kedua kaki klien di
angkat hingga 450 hingga terjadi perubahan warna pada kaki klien atau maksimal
dilakukan selama dua menit. Kemudian kaki duduk di samping tempat tidur dan
kaki klien dibiarkan menggantung. Selanjutnya telapak kaki klien di anjurkan
digerakkan meliputi dorsofleksi, plantarfleksi, telapak kaki klien digerakkan ke
dalam dan keluar. Fase kedua ini dilakukan selama dua menit. Selanjutnya klien di
anjurkan istirahat dengan kaki diluruskan diatas tempat tidur selama lima menit.
Latihan Buerger Allen bertujuan untuk mencegah penyakit jaringan perifer
pada pasien dengan Diabetes melitus dengan membantu meningkatkan sirkulasi
perdarahan, perubahan metabolisme otot, meningkatkan ambilan oksigen oleh
otot, mencegah atherisklerosis, dan faktor risiko protrombotik. Selain itu,
pelaksanaan latihan Buerger Allen juga meningkatkan peredaran darah pada
jaringan subkutan.
Patofisiologi Buerger Allen Exercise dalam Meningkatkan Sirkulasi darah
Perifer dan Pengurangan Nyeri
Glukosa darah
>>
Retensi sukrosa &
fruktosa dalam
darah
Penurunan iritabilitas
akson
Perkecil induksi
syaraf
Neuropati/kesemut
an/ nyeri

Buerger Allen
Execise

Peningkatan
aliran darah ke
ekstremitas
Suplai O2 otot
adekuat
Perfusi
jaringan
perifer
adekuat

3.2 Analisis Jurnal dengan Metode PICO ( Problem, Intervention,


Comparison, Outcome)

1. Problem:
Penelitian dilakukan untuk mengetahui keefektifan Buerger Allen Exercise pada
perfusi ekstremitas bawah dan nyeri pada pasien dengan DM Tipe 2. Kelompok
sampel terdiri dari 60 pasien dengan DM tipe 2 yang diambil dari RS Chennai.
Sebanyak 30 responden masuk ke dalam kelompok eksperimen dan 30 lainnya
masuk ke dalam kelompok kontrol
2. Intervention:
Pada kelompok eksperimen, awalnya responden diukur skala nyeri dan
skala pengkajian kaki (Clarke scale). Setelah itu, responden dilatih untuk
melakukan Buerger Allen Exercise sebanyak 3 kali sehari (pukul 08.00, 12.00,
dan 16.00) selama 5 hari dibawah pengawasan peneliti. Pada hari ke 6 dilakukan
pengukuran ulang menggunakan alat pengukuran yang sama.

3.Comparison:

Jurnal: Effectiveness of Buerger Allen Exercise on Lower Extremity Perfusion


and Pain among Patients with Type 2 Diabetes Melitus in Selected Hospitals in
Chennai. Hasil penelitian dengan melakukan penilaian terhadap efektivitas dari
latihan buerger allen pada pasien yang mengeluh sakit di ekstremitas bawah
dengan diabetes melitus tipe 2 yang dipilih dalam rumah sakit chennai. Hal ini
dilakukan di antara 60 sampel pada Diabetes melitus tipe 2 dengan menggunakan
teknik sampel non probabilitas purposive. Pre menguji dilakukan untuk memantau
tingkat rasa sakit dan perfusi ekstremitas bawah, percobaan latihan buerger allen
itu diberikan pada group untuk periode lima hari dan pasca menguji dilakukan
pada hari yang keenam. Perbandingan dari pos menguji pre dan temuan
menunjukkan bahwa di kelompok percobaan, nilai rata-rata tingkat rasa sakit pada
ekstremitas lebih rendah.
Jurnal: Effect of Buergers Exercises on Improving Peripheral Circulation: A
Systematic Review: A Pilot Study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9 peserta

studi yang dipilih untuk dianalisis, 8 dari 9 ditemukan efek dari latihan buergers
pada sirkulasi perifer. Efek positif adalah meningkatkan aliran darah kemampuan
berjalan,

mengurangi

nekrosis,

mengurangi

emboli

vena,

rasa

sakit

pembengkakan, sianosis dan bed-rest. Namun, desain dan kualitas studi kajian ini
ukuran sampelnya kecil. Temuan ini memberikan beberapa bukti berupa manfaat
dari latihan buergers. Hal itu dilihat segi biaya murah dan aktivitas fisik dengan
risiko rendah kebanyakan pasien DM dapat melakukan di rumah. Tinjauan ini
menyoroti suatu kebutuhan penyelidikan lebih lanjut dari standars prosedur
latihan buerger.
4. Out Come: Latihan Buerger allen pada pasien DM tipe 2 dengan keluhan sakit
pada ekstremitas bawah efektif mengurangi rasa sakit/ nyeri pada. Hal tersebut
dikarenakan latihan Buerger allen dapat meningkatkan aliran darah, mengurangi
emboli vena, dan rasa sakit pembengkakan.

3.3 Implikasi Keperawatan


Jurnal ini dapat diterapkan pada pasien dengan diabetes melitus untuk
mengurangi komplikasi lebih lanjut dari diabetes melitus yakni penyakit
pembuluh darah perifer dan menurunkan nyeri pada ekstremitas bawah pada
pasien dengan masalah diabetes melitus. Namun juga harus memperhatikan setiap
respon dari klien saat terapi diberikan, khususnya perubahan warna kulit
ekstremitas bawah saat terapi diberikan. Implementasi dari latihan buerger allen
juga sangat mudah untuk diterapkan dan di ajarkan oleh perawat kepada klien dan
anggota keluarganya. Dengan penerapan jurnal ini diharapkan mampu
mengurangi kemungkinan komplikasi penyakit jaringan perifer pada pasien
dengan diabetes melitus.
3.4 Kelebihan dan Kekurangan Jurnal
Kelebihan jurnal penelitian ini adalah tujuan dari jurnal sangat jelas diawal
sudah dijelaskan tujuan dan garis besar dari isi jurnal. Metode penelitian yang

digunakan adalah penelitan eksperimen dengan pendekatan quasi eksperimen


sehingga dapat mengetahui dari perbedaan antara kelompok yang diberikan
intervensi dan kelompok yang tidak diberikan intervensi. Data yang ditampilkan
secara tabel dan menyeluruh yang dapat memudahkan pembaca dalam membaca
hasil penelitian secara menyeluruh.
Kekurangan jurnal ini adalah tidak adanya komparasi antara beberapa
jurnal atau penelitian yang telah dilakukan atau lainnya. Dan diakhir dari jurnal
tidak terdapat rekomendasi yang nyata bagi pembaca sehingga pembaca kurang
mengerti dengan baik mengenai jurnal dan implikasi secara langsung yang seperti
apa. Tidak ada penjelasan secara terperinci dari jurnal antara penelitian dengan
tinjauan teori yang sudah ada.

BAB 5. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Diabetes melitus (DM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya
kenaikan kadar glukosa darah (hiperglikemia), disertai dengan kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang dapat menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah. Salah satu
penyakit pembuluh darah yang dapat muncul sebagai komplikasi Diabetes melitus
adalah penyakit arteri perifer (PAP). PAP dapat terjadi oleh karena adanya
perubahan struktur ataupun fungsi dari pembuluh darah. PAP sering kali
merupakan bagian dari proses penyakit sistemik yang berpengaruh terhadap
kelainan arteri multipel. Keluhan umum PAP adalah kesemuatan dan nyeri bagian
ekstremitas bawah yang terkadang juga dapat terjadi pada luka gangren yang

disebabkanoleh penyempitan pembuluh darah. Oleh karena itu memerlukan


tindakan keperawatan untuk mencegah pasien Diabetes melitus terkena
komplikasi (penyakit pembuluh darah) dengan mengajarkan latihan Buerger
Allen.
4.2 Saran
Latihan Buerger Allen terbukti efektif untuk memperbaiki sirkulasi darah
perifer bagian ekstremitas bawah sehingga dapat memperkecil risiko pasien
dengan Diabetes melitus untuk terkena komplikasi penyakit pembuluh darah.
Oleh karena itu, diharapkan perawat dapat memberikan edukasi kepada pasien dan
keluarga dengan Diabetes melitus tentang pentingnya latihan Buerger Allen.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Classification of Diabetes
Melitus. Diabetes Care volume 35 Supplement [serial online]
http://www.diabetes.org/diabetes-basics/ [2 Oktober 2015].
Brunner & Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah , Edisi 8.,
Jakarta: EGC.
Eliopolus, C. 2013. Gerontological Nursing 8th Edition. New York: Lippincott William &
Wilkins.

Melisha, S. 2015. Effectiveness of Buerger Allen Exercise on LowerExtremity


Perfusion and Pain among Patients with Type 2 Diabetes Mellitus in
Selected Hospitals in Chennai. IJSR.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011 [PERKENI].


Konsessus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta
[serial online]. http://www.perkemi.org/ [17 September 2015].
Riyadi, S., & Sukarmin. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin dan Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: GrahaIlmu
Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai