Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI PADA PASIEN Ny.

x
DENGAN DIAGNOASA ULKUS PEDIS DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI
DEBRIDEMENT DENGAN GENERAL ANESTESI DI IBS RS PKU
MUHAMMADIYAH WONOSOBO

Tugas ini disusun untuk Memenuhi Mata Kuliah Praktik Klinik Asuhan Kepenataan
Anestesi Penyulit

Disusun Oleh :
1. Suci Arum Sari 1911604051
2. Fatimah 1911604068
3. Aprimansah 1911604109
4. Rahma Nazifah Afriadi 1911604110

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI PROGRAM


SARJANA TERAPAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN ASUHAN KEPENATAAN ANESTESI
PADA PASIEN Ny. X DENGAN DIAGNOASA ULKUS PEDIS DILAKUKAN
TINDAKAN OPERASI DEBRIDEMENT DENGAN GENERAL ANESTESI DI
IBS RS PKU MUHAMMADIYAH WONOSOBO

PADA TANGGAL 12 DESEMBER 2022

Laporan ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata


Kuliah Praktik Klinik Asuhan Kepenataan Anestesi Pre-Intra Post

OLEH :
Suci Arum Sari (1911604051)
Fatimah (1911604068)

Aprimansah (1911604109)
Rahma Nazifah Afriadi (1911604095)

Telah diperiksa dan disetujui tanggal

Mengetahui,

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

(…………..……………..) (…………………………….)
BAB I
A. Latar Belakang
a. Definisi

Diabetes Melitus adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya

hiperglikemia dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan

protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara absolut atau

relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Diabetes mellitus adalah

gangguan metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk

heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat,

jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus

ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis

dan penyakit vaskular mikroangiopati.

International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa

prevalensi Diabetes Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah

menjadikan DM sebagai penyebab kematian urutan ke tujuh di dunia

sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes mellitus didunia adalah

sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe

2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus.

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi

akibat insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit

menurun atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap

dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe 2

dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.


Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik

yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi

insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin

(resistensi insulin).

b. Etiologi

Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik

atau faktor keturunan, yang mana penderita Diabetes Melitus yang

sudah dewasa lebih dari 50% berasal dari keluarga yang menderita

Diabetes Melitus dengan begitu dapat dikatakan bahwa Diabetes

Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan.

c. Manifestasi Klinis

Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala

akut diabetes melitus yaitu : Poliphagia (banyak makan), Polidipsia

(banyak minum), Poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam

hari), nafsu makan bertambah namun berat badan turun dengan cepat

(5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah. Gejala kronik

diabetes melitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti

tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah

mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah

lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi

impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin

dalam kandungan atau dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg.
d. Patofisiologis

Faktor utama yang paling berpengaruh pada diabetes tipe 2 adalah

gaya hidup, faktor gaya hidup yang tidak baik seperti kurang

beraktivitas, konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan

rendah serat serta faktor resiko lain akan mempengaruhi timbulnya

hiperinsulinemia, untuk mengatasinya tubuh mencoba

mengkompensasinya agar kadar gula darah normal. Keadaan ini secara

persisten tidak dapat diatasi dan timbul gangguan toleransi glukosa

yang mengakibatkan kerusakan sel beta pankreas. Resistensi insulin

pada otot dan liver serta kegagalan sel beta pankreas dalam

memproduksi insulin merupakan patofisiologi utama DM Tipe 2.

Kerusakan sel beta pankreas dan gangguan aksi insulin pada jaringan

akan menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah (IDAI,

2015;Kemenkes, 2015; Perkeni, 2015).

e. Komplikasi

1) Komplikasi akut

a) Hipogilkemia

Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang

disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan

berupa gelisah sampai berat berupa koma dengan kejang.

Penyebab hipoglikemia adalah obat-obat hipoglikemia oral

golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid (Waspadji,

2005). Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien diabetes


mellitus maupun bukan pasien diabetes mellitus (Wiyono,

2004). Kadar glukosa darah yang tepat pada klien mempunyai

gejala hipoglikemia bervariasi, tapi gejala itu tidak terjadi

sampai kadar glukosa darah < 50 – 60 mg/dl.

b) Hiperglikemia

Kelompok hiperglikemia, secara anamnesis ditemukan

adanya kadar gula darah yang tinggi dikarenakan masukan

kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin

yang didahului oleh stress akut. Tanda khas adalah kesadaran

menurun disertai dehidrasi berat.

c) Ketoasidosis

Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin

berat dan akut dari suatu perjalanan penyakit diabetes

mellitus. Keadaan komplikasi akut ini memerlukan

pengelolaan yang tepat. Timbulnya ketoasidosis diabetic

dapat menyebabkan kematian bagi penyandang diabetes

mellitus (Boedisantoso dan Subekti, 2005).

2) Komplikasi kronik

a) Komplikasi Diabetes Mellitus pada Ginjal

Pada dekade terakhir, penyakit ginjal diabetes (PGD) menjadi

penyebab utama penyakit ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal

diabetes dialami oleh hampir sepertiga pasien yang menderita

diabetes. Pasien diabetes yang menjalani hemodialisis


memiliki angka survival yang buruk dengan mortalitas 5

tahun sebanyak 70%. PGD terjadi sebagai akibat interaksi

antara faktor hemodinamik dan metabolik. Faktor

hemodinamik berkontribusi dalam perkembangan PGD

melalui peningkatan tekanan sistemik dan intraglomerular,

yang akan mengaktivasi jalur hormon vasoaktif seperti Renin

Angiotensin System (RAS) dan endotelin. Faktor

hemodinamik akan meningkatkan intracellular second

messengers seperti Protein Kinase C (PKC),

MitogenActivated Protein (MAP kinase), NF-κβ dan

bermacam GF seperti sitokin prosklerotik, TGF-β,

Permeability Enhancing Growth Factor (PEGF) dan Vascular

Endothelial Growth Factor (VEGF). Kondisi hiperglikemia

dan produksi mediator humoral, sitokin dan bermacam

growth factor menyebabkan perubahan struktur ginjal, seperti

peningkatan deposisi matrik mesangial dan perubahan fungsi

seperti peningkatan permeabilitas membrana basalis

glomerulus. Selanjutnya, perkembangan dan progresifitas

PGD dipengaruhi oleh berbagai macam perubahan metabolik

yang diinduksi oleh hiperglikemia dan gangguan

hemodinamik.

b) Komplikasi Diabettes Mellitus pada Jantung

Terdapat hubungan erat antara hiperglikemia, resistensi

insulin, dan penyakit vaskuler. Pada DMT2, adanya resistensi


insulin dan hiperglikemia kronik dapat mencetuskan

inflamasi, stres oksidatif, dan gangguan availabilitas nitrit

oksida endotel vaskuler. Kerusakan endotel akan

menyebabkan terbentuknya lesi aterosklerosis coroner yang

kemudian berujung pada penyakit kardiovaskuler (CVD).

Komplikasi makrovaskular yang sering pada penderita DMT2

adalah penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, dan

penyakit pembuluh arteri karotis. DMT2 merupakan faktor

risiko utama dari penyakit kardiovaskular, yang merupakan

penyebab kematian terbanyak pada penderita DMT2. Hampir

50% total kematian pada DMT2 adalah karena CVD. CVD

meningkatkan risiko kematian hampir tiga kali lipat pada

pasien DMT2. Diabetes dan CVD merupakan kombinasi

penyakit yang sering dan merupakan keadaan serius. Dengan

demikian, diagnosis dan penatalaksanaan harus dilakukan

dengan tepat.

c) Komplikasi Diabetes Mellitus pada Pembuluh Darah

 Makroangiopati (Makrovaskuler).

Makrovaskuler lebih mudah mengidap penyakit jantung

koroner, penyakit pembuluh darah kaki, dan penyakit

pembuluh darah otak (Waspadji, 20014).


 Mikroangiopati (Mikrovaskuler)

Mikrovaskuler adalah komplikasi yang melibatkan

pembuluh darah kecil dan merupakan lesi spesifik

diabetes yang menyerang kapiler dari arteriola retina

(retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati

diabetik), dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik).

otot-otot, serta kulit (Schteingart, 2015).

f. Tata laksana medis dan non medis

Penatalaksanaa diabetes melitus ini bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien diabetes

melitus perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,

berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara

komprehensif. Dalam mengobati pasien diabetes mellitus tipe 2 tujuan

yang akan dicapai yaitu meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan

penatalaksanaannya meliputi jangka pendek dan jangka panjang.

Tujuan pelaksanaan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan

tanda diabetes mellitus, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai

target pengendalian glukosa darah. Tujuan pelaksanaan jangka

panjang adalah untuk mencegah dan menghambat progresivitas

komplikasi makro dan mikro, serta neuropati diabetikum, serta tujuan

akhir dari penatalaksanaan diabetes adalah menurunkan mordibitas

dan mortalitas (Decroli, 2019).


Menurut PERKENI (2015), langkah-langkah penatalaksanaan diabetes

mellitus yaitu:

1) Edukasi

Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat perlu dilakukan

sebagai upaya dari pencegahan dan merupakan bagian yang

sangat penting dari pengelolaan diabetes mellitus secara holistik.

Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam perubahan

perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup. Keberhasilan

dalam mencapai perubahan perilaku, membutuhkan edukasi,

pengembangan ketrampilan, dan motivasi yang berkenaan

dengan:

a) Makan makanan sehat.

b) Kegiatan jasmani secara teratur.

c) Penggunaan obat diabetes secara umum, teratur, dan pada

waktu-waktu spesifik.

d) Melakukan pemantauan glukosa darah mandiri dan

memanfaatkan berbagai informasi yang ada.

2) Terapi Nutrisi Medis

Kunci keberhasilan langkah ini yaitu keterlibatan secara

menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan

yang lain serta pasien dan keluarga). Prinsip pengaturan makan

pada pasien diabetes mellitus hampir sama dengan anjuran

makanan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang

dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing


individu. Pasien diabetes perlu diberikan penekanan mengenai

pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah

kandungan kalori, terutama pada yang menggunakan obat yang

meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri.

Perencanaan makan pasien dengan diabetes mellitus meliputi;

a) Tujuan diet

Tujuan diet adalah membantu pasien memperbaiki kebiasaan

makan dan olahraga untuk mendapatkan kontrol metabolik

yang lebih baik dengan cara:

 Mempertahankan kadar glukosa darah supaya mendekati

normal dengan menyeimbangkan asupan makanan

dengan insulin dengan obat penurun glukosa oral dan

aktivitas fisik.

 Mencapai dan mempertahankan kadar lipda serum

normal.

 Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau

mencapai berat badan normal.

 Menghindari dan menangani komplikasi akut pasien

yang menggunakan insulin.

 Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan

melalui gizi yang optimal.


3) Syarat diet

 Energi cukup untuk mempertahankan dan mencapai berat

badan normal. Ditentukan dengan memperhitungkan

kebutuhan metabolisme basal sebesar 25-30 kkal/kgBB.

 Kebutuhan protein 10-15% dari kebutuhan energi total

 Kebutuhan lemak sedang 20-15% dari kebutuhan energi

total

 Kebutuhan karbohidrat adalah sisa dari perhitungan

energi total sekitar 60-70%

 Penggunaan gula murni dalam makanan dan minuman

tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai

bumbu.

 Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas.

 Asupan serat dianjurkan 25g/hari dengan mengutamakan

serat larut air yang ada pada buah dan sayur.

 Apabila mengalami hipertensi, asupan natrium dibatasi.

 Cukup vitamin dan mineral

4) Jasmani

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan

diabetes mellitus. Masalah utama pada diabetes mellitus tipe 2

adalah kurangnya respon reseptor terhadap insulin. Kontraksi

otot saat berolahraga memiliki sifat seperti insulin (insulin

effect). Permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat


pada otot yang berkontraksi. Pada saat melakukan latihan

jasmani, resistensi insulin berkurang dan sebaliknya

sensitivitas insulin meningkat (Fahrudin 2011).

Prinsip latihan jasmani pasien diabetes sama saja dengan

prinsip jasmani secara umum, yaitu frekuensi, intensitas,

durasi, dan jenis aktivitas. Kegiatan jasmani sehari-hari dan

latihan jasmani dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali

perminggu dengan durasi 30-45 menit, dengan total 150 menit

perminggu. Latihan yang dianjurkan berupa latihan jasmani

yang bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70%

denyut jantung maksimal), seperti jalan cepat, bersepeda

santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung maksimal

dihitung dengan cara mengurangi angka 220 dengan usia

pasien. Latihan disesuaikan dengan umur dan status

kebugaran jasmani. Intensitas latihan pada pasein yang relatif

sehat bisa ditingkatkan, sedangkan pada pasien diabetes

dengan komplikasi, intensitas latihan perlu dikurangi dan

disesuaikan dengan masing-masing individu (PERKENI,

2015).

5) Farmakologis

Perlu dilakukan penambahan obat oral atau insulin apabila

terdapat kegagalan dalam menerapkan pilar latihan jasmani.

Terapi farmakologis ini diberikan bersamaan dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).


Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.

Menurut Fahrudin (2011) obat-obat untuk pasien diabetes

mellitus, yaitu:

 Obat Hipoglikemik Oral (OHO) seperti sulfoniluria dan

biguanida.

 Insulin.

Berapa hal harus diperhatikan saat memilih obat

hipoglikemik oral, seperti dosis yang dimulai dari dosis

rendah, cara kerja, lama kerja, dan efek samping. Indikasi

pemberian obat hipoglikemik oral menurut soegondo

dalam Fahrudin (2011) adalah sebagai berikut :

 Diabetes sesudah umur 40 tahun.

 Diabetes kurang dari 5 tahun.

 Memerlukan insulin kurang dari 40 unit per hari.

 Diabetes mellitus tipe 2 berat badan normal atau lebih.


g. Pathway

Diabetes Melitus
Defisiansi Insulin

Intra Anestesi Post Anestesi


Pre Anestesi

hipovolemia Gangguan mobilitas


Perfusi perifer tidak efektif fisik

Nyeri akut Berhubungan


Berhubungan Berhubungan dengan Berhubungan
dengan agen dengan kehilangan dengan
pencedera
kekakuan sendi
fisiologis
h. Intervensi

PRE ANESTESI

1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada

pasien diharapkan tingkat nyeri menurun.

Kriteria Hasil :

 Keluhan nyeri menurun

 Gelisah cukup menurun

 Kesulitan Tidur menurun


Intervensi :

 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi,


kualitas, dan intensitas nyeri

 Identifikasi skala nyeri

 Identifikasi respon nyeri non verbal

 Identifikasi factor yang memperberat dan


memperingan nyeri

 Berikan teknik non farmakologi (teknik relaksasi


napas dalam)

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


10)Jelaskan strategi meredakan nyeri

 Kolaborasi pemberian analgetik, bila perlu


2) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan

hiperglikemia Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan

keperawatan diharapkan perfusi perifer pasien meningkat.

Kriteria Hasil :

 Penyembuhan luka cukup meningkat

 Edema perifer cukup menurun

 Nekrosis cukup menurun

 Kelemahan otot cukup menurun


Intervensi :

 Periksa sirkulasi perifer ( nadi perifer, edema,


pengisian kapiler, warna, suhu)

 Identifikasi factor resiko gangguan sirkulasi ( diabetes


mellitus, hipertensi, dan kadar kolestrol tinggi )

 Monitor perubahan kulit

 Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada


INTRA ANESTESI

3) Hipovolemia d.d Kehilangan Cairan Secara Aktif


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

status cairan pasien membaik.

Kriteria Hasil :

 Turgor kulit cukup meningkat

 Edema perifer cukup menurun


Intervensi :

 Periksa tanda dan gejala hypovolemia (mis.fruekensi


nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah

menurun, turgor kulit menurun, membrane mukosa

kering, volume urin menurun, haus, lemah)

 Monitor intake dan output cairan

 Monitor fruekensi dan kekuatan nadi

 Monitor tekanan darah

 Monitor waktu pengisian kapiler

 Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urine

 Identifikasi tanda tanda hypervolemia (mis. Fruekensi


nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah

menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit

menurun, membrane mukosa meningkat, volume urin

menurun, haus, lemah, berat badan menurun dalam

waktu singkat)

 Hitung kebutuham cairan

 Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral

 Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl,


RL)

Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.

Glukosa 2,5%, NaCl monitor 0,4%)


POST ANESTESI

4) Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kekakuan Sendi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan

mobilitas fisik pasien meningkat

Kriteria Hasil :

 Pergerakan ekstremitas cukup meningkat

 Kekuatan otot cukup meningkat

 Nyeri cukup menurun

 Kaku sendi cukup menurun


Intervensi :

 Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya

 Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi )

 Monitor fruekensi jantung dan tekanan darah sebelum


memulai mobilisasi

 Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

 Fasilitasi melakukan ambulasi,bila perlu

 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam


meningkatkan ambulasi

 Anjurkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan


(mis.berjalan,duduk,setengah duduk)

Anda mungkin juga menyukai