Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN


“ DIABETES MILITUS ”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik


Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

DI SUSUN OLEH :
MUTIA EKA ARYANI
NIM. 212133030

Koordinator Mata Kuliah:


Ns. Azhari Baedlawi, M.Kep

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
“ DIABETES MILITUS ”

Telah Mendapatkan Persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher)


dan Pembimbing Lahan (Clinical Instructure)
Mata Kuliah : Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)
Hari/Tanggal :
Semester : Semester satu (Ganjil)
Program Studi : Profesi Ners Pontianak

Mengetahui :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Mahasiswa

MUTIA EKA ARYANI


NIM. 212133030
BAB I
KONSEP DASAR

1. Defenisi
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M.
Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya (Aini & Aridiana, 2016).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism
karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitifitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular, dan neuropati (Nurarif &
Kusuma, 2015).

2. Klasifikasi
Diabetes Melitus dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
a) Diabetes Melitus tipe 1 (Diabetes tergantung pada insulin)
Diabetes Melitus tipe 1 terjadi akibat kerusakan dari sel beta pankreas
sehingga tubuh mengalami kekurangan insulin, sehingga penderita
Diabetes tipe 1 akan ketergantungan insuli seumur hidup, Diabetes
Melitus tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) faktor
imunologik dan faktor lingkungan (Hardianah, 2018).
b) Diabetes Melitus tipe tipe 2 (Diabetes Melitus tidak tergantung pada
insulin)
Diabetes Melitus tipe 2 ini disebabkan insulin yang berada didalam
tubuh tidak bekerja dengan baik, bisa meningkat bahkan menurun ,
Diabetes tipe ini umum terjadi dikarenakan oleh faktor resikonya yaitu
malas olahraga dan obesitas, faktor yang mempengaruhi Diabetes yaitu
riwayat keluarga obesitas, gaya hidup dan usia yang lebih 65 tahun
memiliki resiko tinggi.
c) Diabetes Melitus Gestasional.
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga.
d) Diabetes Melitus tipe lain
DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik
fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit
autoimun dan kelainan genetik lain.

3. Etiologi
Berikut adalah etiologi diabetes menurut tipenya :
1. Diabetes ipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA .
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons autoimun yang merupakan respons abnormal
dimanaantibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadapjaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel
Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistansi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Penyebab resistansi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas,
tetapi faktor yang banyak berperan antara lain sebagai berikut :
a. Kelainan genetik
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistansi
insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang akanberisiko pada penurunan fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin (Aini & Aridiana, 2016).
c. Gaya hidup dan stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
cepat saji kaya akan pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini
berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stress juga akan
meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan
sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban
yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada
penurunan insulin (Aini & Aridiana, 2016).
d. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan
risiko terkena diabetes (Aini & Aridiana, 2016).
e. Obesitas (terutama pada abdomen)
Obesitas mengakibatkan sel-sel β pankreas mengalami hipertrofi
sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin.
Peningkatan BB 10 kg pada pria dan 8 kg pada wanita dari batas
normal IMT (indeks masa tubuh) akan meningkatkan risko DM tipe
II. Selain itu (pada obesitas juga terjadi penurunan adiponektin.
Adiponektin adalah hormon yang dihasilkan adiposit yang berfungsi
untuk memperbaiki sensitivitas insulin dengan cara menstimulasi
peningkatan penggunaan glukosa dan oksidasi asam lemak otot dan
hati sehingga kadar trigliserida turun. Penurunan adiponektin
menyebabkan resistansi insulin. Adiponektin berkorelasi positif
dengan HDL dan berkorelasi negatif dengan LDL (Aini & Aridiana,
2016).
f. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus ke dalam pankreas akan berakibat
rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan
fungsi pankreas (Aini & Aridiana, 2016).

4. Tanda dan Gejala


a. Kadar gula darah meningkat
Dikarenakan kerusakan sel betha pankreas yang mengakibatkan
insulin tidak dapat diproduksi dengan demikian gula darah tidak dapat
masuk dalam sel sehingga terjadi penumpukan gula darah atau disebut
juga dengan Hiperglikemia (Sari, 2017)
b. Poliuria
Disebut juga dengan kencing yang berlebihan disebabkan karena
kadar gula darah tidat dapat masuk dalam sel dan terjadi penumpukan
gula dalam darah (Hiperglikemia) maka ginjal akan bekerja untuk
menskresi glukosa kedalam urin yang mengakibatkan dieresis osmotik
yang memicu gangguan sering berkemih.
c. Polifagia (Makan yang berlebihan)
Pada Saat berkemih kalori yang berada dipembuluh darah akan ikut
hilang terbawa air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan,
untuk mengkompensasi hal ini penderita sering merasa lapar yang luar
biasa.
d. Polidipsia (peningkatan rasa haus)
Disebabkan jumlah urin yang sangat besar dan keluarnya air yang
menyebabkan dehidrasi extrasel. intrasel mengikuti dehidrasi extrasel
karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan
gradient konsentrasi keplasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretic hormon) dan
menimbulkan rasa haus. Manifestasi lain yang berlangsung berlahan dari
beberapa hari hingga beberapa minggu yaitu:
1) Rasa tebal dikulit
2) Kesemutan
3) Gatal
4) Mata kabur
5) Mudah mengantuk
6) Kulit terasa panas atau seperti di tusuk-tusuk jarum
e. Lemah dan letih
Penurunan isi plasma mengarah kepada postural hipertensi,kehilangan
kalium dan katabolisme protein berkontribusi terhadap kelemahan.

5. Komplikasi
Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi
akut dan kronis. Menurut Perkeni, komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua
kategori, yaitu (Noor F, 2015):
1. Komplikasi Akut :
a. Hipoglikemia, Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang
di bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia lebih sering
terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per
minggu, Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel
otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan
dapat mengalami kerusakan.
b. Hiperglikemia, Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah
meningkat secara tiba-tiba, dapat berkembang menjadi keadaan
metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik,
Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis.
2. Komplikasi Kronis :
a. Komplikasi Makrovaskuler, Komplikasi makrovaskuler yang
umum berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak
(apembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit
jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke.
b. Komplikasi Mikrovaskuler, Komplikasi mikrovaskuler terutama
terjadi pada penderita DM tipe 1 seperti nefropati, diabetik
retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi.

6. Pemeriksaan diagnostik / Penunjang


Uji diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan
tanda DM, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk
mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai risiko DM.
Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan pada mereka yang hasil
pemeriksaan penyaringnya positif untuk memastikan diagnosis definitif.
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat
diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO). Menurut (IM.Rizki, 2019),
kriteria diagnostik untuk DM sebagai berikut :
a. Kadar glukosa darah puasa plasma vena ≥ 126 mg/dl (≥ 7,0 mmol/L), atau
b. Kadar glukosa darah dua jam pascaprandial ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL)
selama tes toleransi glukosa oral, atau
c. Pemeriksaan HbA1c > 6,5% dengan menggunakan metode High-
Performance Liquid Chromatography (HPLC) yang terstandarisasi oleh
National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP), atau
d. Gejala diabetes disertai kadar glukosa darah random ≥ 11,1 mmol/L (200
mg/dL).
e. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan didapatkan adanya glukosa urine/pemeriksaan
dilakukan dengan cara benedict (reduksi).
f. Kadar glukosa darah
Pemeriksaan darah meliputi : pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
nilai normal 100-126 mg/dl, gula darah puasa 70-<100 mg/dl. Dan gula
darah 2 jam post pradial <180 mg/dl
g. Pemeriksaan fungsi tiroid
Pemeriksaan aktifitas hormon tiroid meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan insulin.
7. Penatalaksaan Medis
Terapi Diabetes Melitus merupakan terapi yang bertujuan untuk
menormalkan aktivitas insulin dan kadar gula darah dalam upaya mengurangi
komplikasi vaskuler dan neuropatik, Dengan tujuan kadar gula dalam darah
menjadi normal tanpa adanya gangguan yang serius pada pola aktivitas klien
(REISCHA.DELFI.OCTAVIA,2020).
Terdapat lima komponen penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu:
1) Penyuluhan atau edukasi
Edukasi kepada penderita Diabetes Melitus dengan tujuan untuk
memberikan penjelasan tentang cara memperbaiki gaya hidup yang lebih
sehat kususnya dalam pola makan dan olahraga. Penyuluhan bisa
mengguanakan media lain seperti leaflet, poster, video dan diskusi
kelompok agar lebih jelas dan mudah difahami.
2) Terapi gizi
Prinsip pengaturan gizi pada Diabetes Melitus adalah pada gizi seimbang
serta pengaturan jumlah kalori, jenis makanan yang dianjurkan seperti :
a. Karbohidrat
Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat
kompleks (khususnya yang berserat tinggi) seperti roti, gandum
utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan pasta/mie yang berasal dari
gandum yang masih mengandung bekatul. Karbohidrat sederhana
tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak berlebihan dan
lebih baik jika dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain
daripada dikonsumsi secara terpisah.
b. Lemak
Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 20-25% dari total kebutuhan
Kalori. Lemak jenuh<7% dari kebutuhan Kalori.
c. Protein
Makanan sumber protein nabati misal : kacang-kacangan dan biji-
bijian yang utuh dapat membantu mengurangi asupan kolesterol
serta lemak jenuh.
d. Serat
Dianjurkan makan makanan dengan serat yang tinggi dalam 1000
kkl/hari serat mencapai 25g.

3) Latihan Fisik atau Exercise


Latihan fisik sangat di butuhkan bagi penderita DM karena pada saat
latihan fisik energi yang di pakai adalah glukosa dan asam lemak bebas.
Jenis latihan fisik diantaranya berolahraga seperti bersepeda, jalan, lari,
aerobik, berenang. Yang perlu di perhatikan dalam latihan fisik DM adalah
frequensi, intensitas, durasi waktu dan jenis latihan. Olahraga sebaiknya
secara teratur 3 kali perminggu, dengan intensitas 60% – 70% dari Heart
Rate Maximum (220 – umur), lamanya 20 – 45 menit. Latihan fisik
bertujuan :
a. Menurunkan gula darah dengan meningkatkan metabolisme
karbohidrat
b. Menurunkan berat badan dan mempertahankan berat badan normal
c. Meningkatkan sensitifitas insulin
d. Meningkatkan kadar LDL (High Density Lipoprotein) dan
menurunkan kadar trigliserida
e. Menurunkan tekanan darah
4) Obat – Obatan
a. Obat anti diabetik oral atau Oral Hypoglikemik Agent (OH) efektif
pada DM Tipe II, jika manajemen nutrisi dan latihan gagal. Jenis obat
– obatan anti diabetika oral diantaranya antara lain:
b. Sulfonylurea yaitu bekerja dengan merangsang beta sel pankreas
untuk melepaskan cadangan insulinnya. Yang termasuk obat jenis ini
adalah Glibenklamid, Tolbutamid, Kloropropamid
c. Biguanida yaitu bekerja dengan menghambat penyerapan glukosa di
usus, misalnya Metformin, Glukophage
d. Pemberian hormon insulin
a. Pasien dengan DM Tipe II yang tidak tergantung pada insulin, tetapi
memerlukan sebagai pendukung untuk menurunkan glukosa darah
dalam mempertahankan kehidupan. Tujuan pemberian insulin adalah
meningkatkan transport glukosa kedalam sel dan menghambat
konversi glikogen dan asam amino menjadi glukosa. Berdasarkan
daya kerjanya insulin dibedakan menjadi :
e. Insulin dengan masa kerja pendek (2 – 4 jam) seperti Regular Insulin,
Actrapid
f. Insulin dengan masa kerja menengah (6 – 12 jam) seperti NPH
(Neutral Protamin Hagedorn) Insulin, Lente Insulin.
g. Insulin dengan masa kerja panjang (18 – 24) seperti Protamin Zinc
Insulin dan Ultralente Insulin
h. Insulin campuran yaitu kerja cepat dan menengah, misalnya 70 %
NPH, 30 % Regular.
5) Monitoring Glukosa Darah
Pasien dengan DM perlu di perkenalkan tanda dan gejala hiperglikemia
serta yang paling penting adalah bagaimana memonitor glukosa darah
dapat di lakukan secara mandiri. Pemeriksaan glukosa darah dapat di
lakukan secara mandiri dengan menggunakan Glukometer. Pemeriksaan
ini penting untuk memastikan glukosa darah dalam keadaan stabil.

8. Patofisiologi
DM merupakan kumpulan gejala yang kronik dan bersifat sistemik
dengan karakteristik peningkatan gula darah/glukosa atau hiperglikemia yang
disebabkan menurunnya sekresi atau aktivitas dari insulin sehingga
mengakibatkan terhambatnya metabolisme kabohidrat, protein dan lemak.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah dan
sangat dibutuhkan untuk kebutuhan sel dan jaringan. Glukosa dibentuk di hati
dari makanan yang dikonsumsi. Makanan yang masuk sebagian digunakan
untuk kebutuhan energi dan sebagian disimpan dalam bentuk glikogen dihati
dan jaringan lainnya dengan bantuan insulin. Insulin merupakan hormon yang
diproduksi oleh sel beta pulau Langerhans pankreas yang kemudian
produksinya masuk kedalam darah dengan jumlah sedikit kemudian meningkat
jika terdapat makanan yang masuk. Pada orang dewasa, rata-rata diproduksi
40-50 unit, untuk mempertahankan gula darah tetap stabil antara 70-120 mg/dl.
Insulin disekresi oleh sel beta, satu diantara empat sel pulau Langerhans
pankreas. Insulin hormon anabolic, hormon yang dapat membantu
memindahkan glukosa dari darah ke otot, hati dan sel lemak. Pada diabetes
terjadi berkurangnya insulin atau tidak adanya insulin berakibat pada gangguan
tiga metabolism yaitu menurunnya penggunaan glukosa, meningkatnya
mobilisasi lemak dan meningkatnya penggunaan protein.
Pada DM tipe 2 masalah utama adalah berhubungan resistensi insulin
gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin menunjukkan penurunan
sensitifitas jaringan pada insulin. Normalnya insulin mengikat reseptor khusus
pada permukaan khusus pada permukaan sel dan mengawali rangkaian
meliputi metabolism glukosa. Pada DM tipe 2, reaksi intraseluler dikurangi,
sehingga menyebabkan efektivitas insulin menurun dalam menstimulasi
penyerapan glukosa oleh jaringan dan pada pengaturan pembebasan oleh hati.
Mekanisme pasti yang menjadi penyebab utama resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada DM tipe 2 tidak diketahui, meskipun faktor
genetik berperan utama. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
penumpukkan glukosa dalam darah, peningkatan sejumlah insulin harus
disekresi dalam mengatur kadar glukosa darah dalam batas normal atau sedikit
lebih tinggi kadarnya. Namun, jika sel beta tidak dapat menjaga dengan
meningkatkan kebutuhan insulin, mengakibatkan kadar glukosa meningkat,
dan DM tipe 2 berkembang.
Pada penderita Diabetes Melitus tipe 1 akan menimbulkan keadaan
yang disebut ketoasidosis diabetikum, Meskipun kadar glukosa tinggi tetapi
sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga
kebutuhan energi sel diambil dari sumber lain, sumber lain biasanya diambi
dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan akan menghasilkan keton, yang
merupakan senyawa kimia beracun yang mengakibatkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoadosis diabetikum adalah rasa haus dan
berkemih dengan jumlah yang banyak, mual, muntah, lelah dan nyeri perut.
nafas menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha memperbaiki keasaman
darah, bau nafas penderita akan berbau seperti aseton, jika tanpa pengobatan
ketoadosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, biasanya hanya dalam
waktu beberapa jam. Bahkan setelah rutin terapi insulin, penderita Diabetes
Melitus tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika penderita lupa atau melewatkan
penyuntikan insulin atau penderita mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan
atau penyakit yang serius .
Pada Diabetes Melitus tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Pada
normalnya insulin akan terikat reseptor kusus pada permukaan sel. Akibat
terikatnya reseptor dengan insulin maka terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada Diabetes Melitus tipe
II disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin tidak
efektif untuk menstimulus dalam pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat
intoleransi glukosa yang lambat maka Diabetes Melitus tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika pasien mengalami gejala tersebut bersifat ringan dan
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuri, polidipsia, luka yang lama proses
penyembuhanya, infeksi vagina atau pandangan kabur (jika kadar glukosa
sangat tinggi).
Diabetes Melitus dapat membuat gangguan/komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah diseluruh tubuh yang disebut juga dengan
angiopati diabetik. Penyakit ini bisa menjadi kronis dan dibagi menjadi
gangguan pembuluh darah besar (makrovaskuler) disebut dengan
makroangiopati. dan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) disebut
dengan mikroangiopati. yang berefek terhadap saraf perifer dan suplay faskuler
gangguan pada pembuluh darah kecil dapat mengakibatkan neuropati, dan
terhambatnya suplai oksigen dan sari-sari makanan kejaringan, sehingga bisa
mengakibatkan timbulnya ulkus diabetikum, neuropati sensori perifer
memungkinkan terjadinya trauma sehingga mengakibatkan terjadinya
gangguan integritas jaringan dibawah area kalus (D.Fatmawaty, 2019).
BAB II
WOC (WEB OF CAUTION)
BAB III
PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Identitas
Informasi yang harus ditanyakan meliputi (nama, tempat tanggal lahir,
umur, jenis kelamin, alamat, agama suku, pendidikan, pekerjaan, status,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
b. Status kesehatan saat ini
a) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian pertama kalinya klien
mengalami nyeri, perdarahan, kemerahan, dan hematoma dengan di
Diaknosa Diabetes Melitus serta adanya luka yang lama sembuh
sampai membusuk dan berbau.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data yang berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya
dan apa saja upaya yang dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
c) Riwayat penyakit dahulu
Berisi tentang riwayat penyakit Diabetes Melitus atau penyakit-
penyakit lainya seperti penyakit pankreas.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adanya anggota keluarga yang mempunyai riwayat penyakit Diabetes
Melitus karena Diabetes melitus merupakan penyakit yang dapat
diturunkan.
e) Riwayat Pengobatan
Pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menggunakan
terapi injeksi insulin eksogen harian untuk kontrol kadar gula darah.
Sedangakan pasien dengan diabetes mellitus biasanya menggunakan
OAD(Obat Anti Diabetes) oral seperti sulfonilurea, biguanid,
meglitinid, inkretin, amylonomimetik, dll.
f) Riwayat psikososial
Berisi tentang riwayat adanya pasien stres fisik maupun emosional
karena dengan adanya stres dapat mempengaruhi peningkatan hormon
stres seperti kortisol, epinefrin, glukagon yang menyebabkan kadar
gula darah meningkat.
g) Pola aktifitas dan latihan
Berisi tentang gambaran aktifitas sehari-hari seperti fungsi pernafasan
dan sirkulasi, pada pasien Diabetes Melitus yang mengalami luka
pada kaki atau tungkai bawah penderita akan tidak mampu
melakukan aktifitas sehari-hari secara normal dan penderita akan
merasakan mudah lelah.
h) Status kesehatan umum
Berisi tentang keadaan penderita, kesadaran, tanda-tanda vital, gula
darah jika didapatkan hipoglikemia gejala yang muncul pasien akan
mengalami takikardi, palpitasi, namun jika sebaliknya pasien
mengalami hiperglikemia pasien akan mengalami neuropati
diabetikum, dan harus dilihat dari bentuk badan karena penderita
Diabetes Melitus cenderung mengalami penurunan berat badan .
i) Pola metabolic nutrisi
Pada penderita Diabetes Melitus cenderung mengalami peningkatan
nafsu makan tetapi berat badan akan semakin turun, karena glukosa
didalam darah tidak bisa dihantar oleh insulin ke sel-sel tubuh
sehingga sel mengalami penurunan massa. Pada pengkajian intake
cairan terkaji sebanyak 2500-4000 cc/hari.
j) Pola eliminasi
Berisi data tentang eliminasi dan BAB, jumlah urin yang banyak
dijumpai baik volume maupun frekuensi pada frekuensi biasa lebih
dari 10 x /hari dengan volume mencapai 2500-3000cc /hari. Untuk
warna tidak berubah dan untuk bau terdapat unsure aroma gula.
k) Pola tidur dan istirahat
Penderita Diabetes Melitus akan mengalami perubahan pola tidur
karena terjadi (poliuria) penderita akan sering kencing pada malam
hari yang mengakibatkan terganggunya pola tidur dan istirahat pasien.
l) Pola konsep diri
Penurunan harga diri yang dialami penderita Diabetes Melitus
dikarenakan mengalami perubahan fungsi dan struktur tubuh,
lamanya perawatan, banyaknya biaya yang dikeluarkan, serta
pengobatan mengakibatkan klien mengalami gangguan peran pada
keluarga dan menimbulkan kecemasan.
m)Pola nilai keyakinan
Untuk menemukan bagaimana tenaga kesehatan yang menangani
kasus Diabetes Melitus dalam memberikan motivasi dan dukungan
pada penderita.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pasien dengan DM biasanya datang ke RS dalam keadaan
komposmentis dan mengalami hipoglikemi akibat reaksi
pengguanaan insulin yang kurang tepat. Biasanya pasien
mengeluh gemetaran, gelisah, takikardia (60-100 x per menit),
tremor, dan pucat.
b. Tanda – tanda vital
1. Tekanan darah : Penderita Diabetes akan mengalami
peningkatan tekanan darah karena adanya gangguan
penanganan insulin
2. Nadi : Kaji adanya sirkulasi yang adekuat pada klien
Diabetes Melitus akan terjadi bradikardia atau takikardi.
3. Pernafasan : adanya frekuensi pernafasan yang meningkat
nafas dalam atau hiperventilasi (bila terjadi gangguan asam
basa/asidosis metabolic akibat penumpukan benda keton
dalam tubuh ).
4. Suhu : pada penderita Diabetes Melitus suhu normal
berkisaran 36,5-37,5 o C (Kasron, 2012).
2) Body System
a. Kepala dan rambut
Inspeksi: kaji bentuk kepala warna rambut, kebersihan,
persebaran warna rambut dan adanya lesi atau tidak.
Palpasi: raba adanya massa dan nyeri tekan
b. Mata
Inspeksi: kaji reflek cahaya konjungtiva anemis atau tidak,
penglihatan kabur atau tidak, dan kesimetrisan bola mata.
Palpasi: kaji ada tidaknya nyeri tekan
c. Hidung
inspeksi: kaji bentuk hidung, lubang hidung, persebaran warna
kulit, kesimetrisan dan adanya pernafasan cuping hidung.
Palpasi: kaji ada tidaknya nyeri tekan pada sinus
d. Mulut
Inspeksi: kaji mukosa bibir, lidah terasa tebal, gigi mudah goyah,
terdapat caries dentis, ada tidaknya perdarahan pada gusi, dan
apakah adanya peradangan pada tonsil.
Palpasi: kaji reflek menghisap dan menelan.
e. Telinga
Inspeksi: kaji ada tidaknya serumen, kesimetrisan dan kebersihan
telinga.
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan pada tragus
f. Leher
Inspeksi: kaji persebaran kulit dan adanya benjolan.
Palpasi: kaji adanya pembesaran kelenjar tiroid, ada tidaknya
pembesaran kelenjar linfe, dan ada tidaknya bendungan fena
jugularis.
g. Paru-paru
Inspeksi: persebaran warna kulit, kesimetrisan dada, warna kulit,
bentuk, nyeri dada, dan pergerakan dinding dada.
Palpasi: kaji getaran taktil fremitus
Perkusi: suara pekak pada paru jika paru terisi cairan.
Auskultasi: adanya suara nafas tambahan
h. Jantung
Inspeksi: kaji adanya ictus kordis, detak pulmonal merupakan
detak jantung yang apabila teraba pada BJ 2 maka dikataka
normal. Perkusi: suara jantung terdengar pekak.
Auskultasi: nada S1 S2 dan lub dup
i. Abdomen
Inspeksi: kaji persebaran warna kulit, ada tidaknya bekas luka
dan bentuk abdomen.
Auskultasi: peristaltik usus, bising usus terdengar 5-30x menit.
Perkusi: terdengar suara timpani kaji adanya asites.
Palpasi: kaji ada tidaknya pembesaran hepar kaji ada tidaknya
nyeri tekan.
j. Extremitas
Inspeksi: kaji persebaran warna kulit, turgor kulit kembali <2
detik, akral hangat, sianosis, produksi keringat (menurun atau
tidak) pada penderita Diabetes dilihat adanya luka pada
extremitas, kedalaman luka, luas luka, adanya nekrosis (jaringan
mati atau tidak ) adanya edema, adanya pus dan bau luka.
Palpasi: kaji kekuatan otot ada tidaknya piting edema.
k. Kulit dan kuku
Inspeksi: lihat adanya luka, warna luka, dan edema, kedalaman
luka, ada tidaknya nekrosis, adanya pus atau tidak.
Palpasi: akral teraba dingin, kulit pecah-pecah, pucat, kulit
kering, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau juga bisa
teraba lembek.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut b/d agen pencedera fisik D.007
2) Perfusi Perifer Tidak Efektif b/d Hiperglikemia D.0009
3) Resiko infeksi b/d penurunan hemoglobin D. 0142

3. Intervensi Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 Nyeri akut D.0077 Luaran: Tingkat Manajemen Nyeri (I.08238)
berhubungan dengan agen Nyeri (L.08066)
pencedera fisik Observasi :
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
Penyebab : tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
1. Agens pencedera selam 3x24 jam frekuensi, kualitas dan
fisiologis (mis. diharapkan tingkat intensitas nyeri.
Inflamasi, iskemia, nyeri menurun dengan Rasional : Dengan
neoplasma) kriteria hasil : mengidentifikasi dapat
2. Agens pencedera 1. Kemampuan membantu perawat
kimiawi (mis. Terbakar, menuntaskan untuk berfokus pada
bahan kimia iritan) aktivitas penyebab nyeri dan
3. Agens pencedera fisik meningkat manajemennya
(mis, abses, amputasi, 2. keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
terbakar, terpotong, menurun Rasional : Dengan
mengangkat berat, 3. meringis menurun mengetahui skala nyeri
prosedur oerasi, trauma, 4. sikap protektif klien dapat membantu
latihan fisik berlebih) menurun perawat untuk
5. kesulitan tidur mengetahui tingkat nyeri
Gejala dan tanda mayor: menurun klien
Subjektif 6. frekuensi nadi 3. Identifikasi respon nyeri
1. Mengeluh nyeri membaik non verbal
Rasional : Dengan
mengidentifikasi respon
Objektif nyeri non verbal klien
1. Tampak meringis dapat mengetahui
2. Bersikap protektif seberapa kuat nyeri yang
3. Gelisah dirasakan oleh klien
4. Frekensi nadi
meningkat Terapeutik :
5. Sulit tidur 1. Berikan teknik non
farmakologis untuk
Gejala dan tanda minor: mengurangi rasa nyeri
Objektif Rasional : untuk
mengurasi rasa nyeri
1. Tekanan darah
dari ulkus dekubitus
meningkat 2. Fasilitasi istirahat dan
2. Pola napas berubah tidur
3. Nafsu makan berubah Rasional : agar tidak
4. Proses berpikir terjadi gangguan pola
terganggu tidur
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri Edukasi :
sendiri 1. Ajarkan teknik non
7. Diaphoresis farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
seperti teknik relaksasi
napas dalam)
Rasional : Pemberian
teknik nonfarmakologis
dapat membantu klien
dalam mengurangi
kecemasan
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Rasional : ajarkan
teknik nafas dlam agar
dapat engurasi
kecemasan nyeri

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgesik
Rasional : Pemberian
analgetik dapat
memblok nyeri pada
susunan saraf pusat
2 Perfusi Perifer Tidak Luaran:Integritas Perawatan Luka (I.14564)
Efektif D.0009 Kulit Dan Jaringan
(L.14125) Observasi
Penyebab 1. monitor karakteristik luka
1. Hiperglikemia setelah dilakukan (mis.Drainase,warna,ukur
2. Penurunan konsentrasi tindakan keperawatan an,bau )
hemoglobin selama 3x24 jam rasional : untuk
3. Peningkatan tekanan diharapkan integritas mengetahui keadaan luka
darah kulit dan jaringan dan kelainan yang ada di
4. Kekurangan volume meningkat dengan daerah sekitar luka
cairan kriteria hasil: 2. monitor tanda tanda
5. Penurunan aliran arteri 1. elastisitas infeksi
dan atau vena meningkat rasional : diagnosa dini
6. Kurang terpapar 2. perfusi jaringan dari infeksi lokal dapat
informasi tentang faktor meningkat dicegah
pemberat (mis. 3. kerusakan jaringan
Merokok, gaya hidup menurun Terapeutik :
monoton, trauma, 4. kerusakan lapisan 1. lepaskan balutan,
obesitas, asupan garam, kulit menurun bersihkan dengan cairan
imobilitas), 5. suhu kulit NaCl atau pembersih
7. Kurang terpapar membaik mukosa nontoksik,sesuai
informasi tentang membaik kebutuhan
proses penyakit (mis. rasional : mencegah
Diabetes mellitus, pertumbuhan
hyperlipidemia), mikroorganisme dan
Kurang aktifitas fisik. mempermudah dalam
membuka balutan yang
Gejala dan Tanda Mayor lengket.
Subjektif 2. bersihkan jaringan
(tidak tersedia) nekrotik
Objektif rasional : untuk
1. Pengisian kapiler >3 mengangkat jaringan mati
deti 3. berikan salep yang sesuai
2. Nadi perifer menurun ke kulit
atau tidak teraba rasional : untuk
3. Akral teraba dingin mempercepat proses
4. Warna kulit pucat penyembuhan luka
5. Turgor kulit menurun 4. Pasang balutan sesuai
jenis luka
Gejala dan Tanda Minor rasional : meningkatkan
ketepatan penyerapan
Subjektif
drainase
1. Parastesia 5. ganti balutan sesuai
2. Nyeri ekstrimitas jumlah eksudat dan
(klaudikasi intermiten) drainase
Objektif rasional : untuk
1. Edema mencegah infeksi
2. Penyembuhan luka 6. pertahankan teknik steril
lambat saat melakukan
3. Indeks ankle-brachial perawatan luka
<0,90 rasional : mencegah
4. Bruit femoral kontaminasi

Edukasi :
1. jelaskan tanda dan
gejala infeksi
rasional : agar dapat
melaksanakan tindakan
pencegahan terhadap
infeksi

Kolaborasi :
1. kolaborasi prosedur
debridement
rasional : debridement
dilakukan untuk
menghilangkan jaringan
nekrotik.
3 Resiko infeksi D. 0142 Luaran:Tingkat Pencegahan infeksi
berhubungan dengan Infeksi (L.14137) (I.14539)
penurunan hemoglobin
Setelah dilakukan Observasi :
Faktor Risiko tindakan keparawatan 1. Monitor tanda dan
1. Penyakit kronis (mis. selama 3x24 jam gejala infeksi lokal dan
Diabetes mellitus) diharapkan tingkat sistemik
2. Efek prosedur invasive resiko infeksi menurun Rasional : mengetahui
dengan kriteria hasil : tindakan yang akan
3. Malnutrisi
1. Demam menurun dilakukan
4. Peningkatan paparan 2. Kemerahan
organisme pathogen menurun Terapeutik :
lingkungan 3. Nyeri menurun 1. Peratahankan teknik
5. Ketidakadekuatan 4. Bengkak menurun aseptik pada pasien
peratahan tubuh primer 5. Vesikel menurun beresiko tinggi
(gangguan 6. Cairan berbau Rasional: menghindari
peristaltic/kerusakan busuk menurun kuman yang menyebar
integritas kulit/perubahan 7. Letargi lewat udara
sekresi pH/penularan 8. Kebersihan 2. Cuci tangan sebelum
tangan meningkat dan sesudah kontak
kerja siliaris/ ketubaan
9. Kebersihan badan dengan pasien dan
pecah lama/ ketuban meningkat lingkungan pasien
pecah sebelum 10. Kadar sel darah Rasional : untuk
waktunya/merokok/statis putih membaik memutus mata rantai
cairan tubuh 11. Kultur area luka penyebaran infeksi
6. Ketidakadekuatan membaik 3. Berikan perawatan kulit
pertahanan tubuh 12. Kadar sel darah di area edema
putih membaik Rasional : agar daerah
sekunder (penurunan
sekitar edema tidak
hemoglobin/ infeksi
immunosupresi/leukopen 4. Batasi jumlah
ia/ supresi respon pengunjung
inflamasi/vaksinasi tidak Rasional : agar
adekuat) mengurangi
kontaminasi silang

Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
Rasional: memberi
pengetahuan dasar
tentang tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan etika batuk :
Rasional : mengurangi
resiko penyebaran
infeksi
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Rasional : untuk
mempertahankan
asupan dalam tubuh

Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi,jika perlu
Rasional : tidak perlu
diberikan imunisasi

4. Implementasi
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang pesifik. Tahap Implementasi dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor -faktor yang mempengaruhi
masalah kesehatan klien. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan
kesehatan. pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi
koping perencanaan asuhan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik,
jika klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam implementasi
keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan,
rencana intervensi,dan implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan
melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan.

6. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan Pasien


Dalam menangani kasus DM seorang perawat harus mampu berfikir
kritis dalam memberikan asuhan sehingga dapat memberikan pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien. Seperti hal nya dalam proses diet untuk para
penderita DM yang terkadang lalai dalam menjalanan prosedur diet karena
merasa bahwa diet yang dijalani cukup membosankan. Dalam kasus ini
seorang perawat harus bisa meyakinkan pasien pentingnya menjalani diet ini,
karena dengan diet pasien bisa mengatur kembali pola makan yang terkadang
tidak teratur, serta membantu pasien untuk mengurangi berat badannya.
Dalam memberikan pendidikan kesehatan seorang perawat harus mampu
memberikan pendidikan yang bisa membantu pasien mencapai harapannya,
maka dari itu seorang perawat harus mampu berfikir kritis, yaitu mencari cara
agar pasien mendapat kepuasan atas pelayanan yang diberikan tentunya.
Sehingga perawat harus memikirkan langkah atau tindakan selanjutnya yang
mendukung perkembangam kesehatan pasien, seperti dengan menyarankan
pasien untuk mulai berolahraga secara teratur.
Perawat juga harus mampu mendorong pasien DM untuk tetap
semangat dalam menjalani semua prosedur yang akan diberikan selama
asuhan keperawatan diberikan. Dalam konsep berpikir kritis, seorang perawat
diharapkan mampu memberi inovasi terbaru dalam memberikan asuhan
keperawatan, yang bertujuan untuk menigkatkan kinerja dari seorang perawat
dengan pertimbangan yang tidak merugikan pasien maupun diri sendiri. Maka
dari itu perawat harus memahami terlebih dahulu apa saja konsep dari
berpikir kritis. Konsep berpikir kritis dapat di tingkatkan dengan cara
simulasi, simulasi diyakini dapat meningkatkan kemampuan berpikir
seseorang dan juga dapat meningkatkan kepercayaan diri seseorang.
Kemudian ada metode ronde, konferensi klinis, demonstrasi model, dan yang
terakhir peta konsep. Konsep konsep diatas diyakini mampu meningkatkan
pola pikir seseorang, seperti demontrasi model, dengan skenario simulasi
diyakini dapat meningkatkan kepercayaan diri dan mengembangkan penilaian
klinis selama proses debriefing. Sedangkan konferensi klinis, digunakan
untuk mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah,
meningkatkan penalaran dan penilaian klinis. Maka dari itu, perawat
diharapkan mampu menguasasi konsep berpikir kritis agar bisa meningkatkan
kepercayaaan diri dalam melakukan tindakan, dapat berpikir secara rasional
atas tindakan yang akan di berikan kepada pasien dengan memikir dengan
memikirkan efek kemungkinan yang terjadi kepada pasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI. (2017). Standar Diagnosisi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Tim
Prokja SDKI DPP PPNI..
Wilkinson, J. M. (2017). Diagnosis Keperawatan edisi 10. Jakarta: EGC.
Sari, N. P., & Sari, M. (2020). Pengaruh Pemberian Topikal Madu Kaliandra
Terhadap Pengurangan Jaringan Nekrotik pada Luka Diabetes Melitus.
JHeS (Journal of Health Studies), 4(2), 33–37.
https://doi.org/10.31101/jhes.1056
Varena, M. M. (2019). Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam
menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan Di STIKes
Perintis Padang.
D.Fatmawaty. (2019). Patofisiologi Diabetes. Eprints.Umpo, 9–51.
IM.Rizki. (2019). Pemeriksaan Diagnostik Diabetes. Eprints.Poltekkes Jogja, 8–
22.
L.Maryani. (2020). Komplikasi Diabetes. Eprints.Poltekkes Jogja, 8–31.
REISCHA.DELFI.OCTAVIA. (2020). LITERATUR REVIEW ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIABETES.

Anda mungkin juga menyukai