Anda di halaman 1dari 10

Definisi DM

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Henderina, 2010). Menurut PERKENI (2011)
seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria,
polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula darah sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.

Klasifikasi DM
1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014).
Canadian Diabetes Association (CDA) 2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis,
memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara maju
maupun di negara berkembang (IDF, 2014).
2) Diabetes tipe
2 Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa
tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di
seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan
dan kurangnya aktivitas fisik (WHO, 2014).
3) Diabetes gestational
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama kehamilan (ADA, 2014) dengan
ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan
diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki
risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
4) Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya kerusakan pada pankreas yang
memproduksi insulin dan mutasi gen serta mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan
dalam menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom hormonal yang dapat
mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik.

Etiologi & Faktor Risiko DM


1) Faktor risiko yang dapat diubah
a) Gaya hidup
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji,
olahraga tidak teratur dan minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu terjadinya DM tipe
2 (ADA, 2015).
b) Diet yang tidak sehat
Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji
(Abdurrahman, 2014).
c) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk terjadinya penyakit DM. Menurut Kariadi (2009) dalam
Fathmi (2012), obesitas dapat membuat sel tidak sensitif terhadap insulin (resisten insulin). Semakin banyak
jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubuh
terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity).
d) Tekanan darah tinggi
Menurut Kurniawan dalam Jafar (2010) tekanan darah tinggi merupakan peningkatan kecepatan denyut jantung,
peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah.
2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang
dewasa setengah baya, paling sering setelah usia 45 tahun (American Heart Association [AHA], 2012).
Meningkatnya risiko DM seiring dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi fisiologis
tubuh.
b) Riwayat keluarga diabetes melitus
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai
anggota keluarga yang juga terkena penyakit tersebut (Ehsa, 2010). Fakta menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi
jika memiliki ayah penderita DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko terkena DM
sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi (Sahlasaida, 2015).
c) Ras atau latar belakang etnis
Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam, penduduk asli Amerika, dan Asia (ADA, 2009).
d) Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe
2 (Ehsa, 2010).

Manifestasi Klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:
1) Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul
sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi
pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
2) Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh
merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).
3) Timbul rasa lapar (Polifagia) Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena
glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
4) Peyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil
dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).

Patofisiologi DM
1) Patofisiologi diabetes tipe 1
Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas
(ADA, 2014). Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan ditemukannya anti insulin atau
antibodi sel antiislet dalam darah (WHO, 2014). National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases
(NIDDK) tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi limfositik dan kehancuran islet pankreas.
Kehancuran memakan waktu tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa hari sampai
minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta
pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan terapi insulin, dan
tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat oral.
2) Patofisiologi diabetes tipe 2
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu
memproduksi insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau
defisiensi insulin resistensi insulin perifer (ADA, 2014). Resistensi insulin perifer berarti terjadi kerusakan pada
reseptor-reseptor insulin sehingga menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan biokimia
menuju sel-sel (CDA, 2013). Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini, ketika obat oral gagal untuk merangsang
pelepasan insulin yang memadai, maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.
3) Patofisiologi diabetes gestasional
Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis insulin yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini
menyebabkan keadaan resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan kemungkinan adanya
reseptor insulin yang rusak (NIDDK, 2014 dan ADA, 2014).
Komplikasi DM
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain:
1) Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga macam yang berhubungan dengan
gangguan keseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek, diantaranya:
a) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi diabetes yang disebabkan karena
pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer & Bare, 2008).
b) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam
tubuh sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis (Soewondo, 2006).
c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar glukosa
serum lebih dari 600 mg/dl (Price & Wilson, 2006).
2) Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada
pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:
a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu:
(1) Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).
(2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200 ih/menit)
minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal terminal.
(3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik) Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan
pada pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf
(Subekti, 2009).
b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner.
(1) Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard yang
terkadang tidak disertai dengan nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction) (Widiastuti,
2012).
(2) Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala
yang ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo,
gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare, 2008).

Pemeriksaan Penunjang (Diagnosis)


Menurut American Diabetes Association (2013) dan Perkeni (2011), kriteria diagnosis DM adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan HbA1c (≥6,5%) dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi
b. Gejala klasik diabetes melitus ditambah glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L). Glukosa plasma
sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir
c. Gejala klasik diabetes melitus ditambah kadar glukosa darah plasma puasa ≥ 126 mg/dL (7,0 mmol/L). Puasa
diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
d. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral (TTGO) ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang
dilarutkan ke dalam air.

Penatalaksanaan
Dalam Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 di Indonesia Tahun 2011, terdapat empat pilar
penatalaksanaan DM, yaitu (Perkeni, 2011):
a. Edukasi
Edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi dibutuhkan untuk memberikan pengetahuan
mengenai kondisi pasien dan untuk mencapai perubahan perilaku. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda, dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
b. Terapi nutrisi medis
Terapi nutrisi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Prinsip pengaturan makanan
penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada pasien diabetes perlu ditekankan
pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada pasien yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Diet pasien DM yang utama adalah pembatasan
karbohidrat kompleks dan lemak serta peningkatan asupan serat.
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani berupa aktivitas fisik sehari-hari dan olahraga secara teratur 3-4 kali seminggu selama 30 menit.
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
insulin. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai,
joging, dan berenang. Latihan jasmani disesuaikan dengan usia dan status kesehatan.
d. Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Terapi berupa suntikan
insulin dan obat hipoglikemik oral, diantaranya adalah metformin dan gibenklamid. Metformin adalah obat
golongan biguanid yang berfungsi meningkatkan sensitivitas reseptor insulin. Selain itu, metformin juga mencegah
terjadinya glukoneogenesis sehingga menurunkan kadar glukosa dalam darah. Masa kerja metformin adalah 8 jam
sehingga pemberiannya 3 kali sehari atau per 8 jam. Metformin digunakan untuk menjaga kadar glukosa sewaktu
tetap terkontrol (Wicaksono, 2013). Glibenklamid adalah golongan sulfonilurea yang mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal ataupun kurang. Penggunaan obat golongan sulfonilurea lebih efektif untuk mengontrol kadar gula
2 jam setelah makan (Wicaksono, 2013).

Pengkajian
Keluhan utama pasien saat ini
a. Nutrisi : peningkatan nafsu makan, mual, muntah, penurunan atau peningkatan berat badan, banyak minum
dan perasaan haus.
b. Eliminasi : perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, kesulitan berkemih, diare.
c. Neurosensori : nyeri kepala, parasthesia, kesemutirn pada ekstreinitas, penglihatan kabur, gangguan
penglihatan.
d. Integumen : gatal pada kulit, gatal pada sekitar penis dan vagina, luka gangreng.
e. Muskuluskeletal : kelemahan dan keletihan.
f. Fungsi seksual : ketidakmampuan ereksi. (impoten), regiditas, penurunan libido, kesulitan orgasme pada
wanita.
Riwayat penyakit sekarang
a. Sejak kapan pasien mengalami tanda dan gejala penyakit diabetes militus dan apakah sudah dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut.
b. Apakah pernah melahirkan bayi dengan berat badan lebih dari 4 kg.
c. Apakah pernah mengalami penyakit pankreas seperti pankreatitis, neoplasma, trauma/panreatectomy,
penyakit infeksi seperti kongenital rubella, infeksi citomegalovirus serta sindrom genetik diabetes seperti
Sindrom Down.
d. Penggunaan obat-obatan atau zat kimia seperti glukokortikoid, hormon tiroid, dilantin, nicotinic acid.
e. Hipertensi lebih dari 140/90 mmHg atau hiperlipidemia kolesterol atau tringkiserida lebih dari 150 mg/dI.
f. Perubahan bola makan, minum dan eliminasi urin.
g. Apakah ada riwayat keluarga dengan penyakit DM.
h. Adakah riwayat luka yang lama sembuh.
i. Penggunaan obat DM sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.
b. Riwayat ISK berulang.
c. Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
d. Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan integumen
 Kulit kering dan kasar
 Gatal-gatal pada kulit dan sekitar alat kelamin
 Luka gangren
b. Muskuloskeletal
 Kelemahan otot
 Nyeri tulang
 Kelainan bentuk tulang
 Adanya kesemutan, paresthesia dan kram ektreminta
 Osteomilitis
c. Sistem persarafan
 Menurunnya kesadaran
 Kehilangan memori, iritabilitas
 Paresthesi pada jari-jari tangan dan kaki
 Neuropati pada ekstreritas
 Penurunan sensasi dengan pemeriksaan monofilament
 Penurunan reflex tendon dalam
d. Sistem pernapasan
 Napas bau keton
 Perubahan pola napas
e. Sistem kardiovaskuler
 Hipotensi atau hipertensi
 Takikardia, palpitasi
f. Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus
lemah/menurun.
g. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).
h. Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita

Asuhan Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya produksi
insulin.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria hasil
Ø Pasien mengungkapkan tidak ada mual dan nafsu makan baik
Ø Berat badan pasien dalam rentang ideal
Ø Intake makanan sesuai dengan kebutuhan tubuh, indeks masa Tubuh (BMI)
Ø Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Ø Nilai HB dalam batas normal
Ø Kadar glukosa tubuh dalam retang toleransi
Data yang mungkin muncul
Ø Mual dan tidak nafsu makan
Ø Intake kalori kurang dari kebutuhan tubuh
Ø Berat badan 10 sampai 20 % di bawah berat badan ideal
Ø Hiperglikemia
Ø Hb kurang dari Normal

Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi pasien Menentukan kebutuhan nutrisi Pasien
2. Timbang berat berat pasien dan lakukan secara Berat badan indikator status nutrisi pasien. Dapat
berkala 3 hail sekali atau sesuai indikasi menentukan Basal Massa Indeks dan merencanakan
terapi nutrisi.
2. Ukur BMI pasien Kebutuhan nutrisi tubuh ditentukan juga oleh BMI
3. Identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Banyak faktor yang mempengaruhi status nutrisi
status nutrisi pasien sehingga perlu diketahui penyebab kurang nutrisi dan
merencanakan pemenuhan nutrisi
4. Monitoring gula darah pasien scam periodik Perubahan kadar gula darah
sesuai indikasi dapat terjadi setiap saat serta dapat menentukan
perencanaan kebutuhan kalori
6. Monitor nilai laboratorium yang terkait dengan Penurunan albumin ndikasi penurunan protein,
status nutrisi seperti albumin HB, Transfering, penurunan Hb indikasi penurunan eritrosit, darah,
Elektrolit penurunan transferring indikasi penurunan serum
protein. Kadar otassium dan sodium menurun pada
malnutrisi.
7. Monitor kadar serum lipid seperti, kolesterol Peningkatan kadar lemak dapat meningkatkan resiko
total, low density lipoprotein (LDL) kolesterol, high penyakit jantung dan stroke.
density lipoprotrin (HDL) kolesterol dan tringliserida.
8. Kaji pengetahuan pasien dan keluarga tentang Pasien DM rentan terjadi komplikasi sehingga pasien dan
diet diabetic. keluarga harus memahami komplikasi akut dan kronik.
9. Kaji pola makan dan aktivitas pasien. Aktivitas latihan yang rutin membantu menurunkan
komplikasi penyakit jantung dan menurunkan kadar gula
darah
10. Konsultasikan dengan ahli diet untuk Bagaimanapun juga ahli gizi lebih kompeten dalam
mengidentifikasi dan merencanakan kebutuhan penentukan dan merencanakan kebutuhan
nutrisi pasien nutrisi pasien.
11. Libatkan pasien dan keluarga dalam Keluarga dan pasien merupakan subjek dan yang dapat
merencanakan kebutuhan nutrisi menentukan sesuai dengan sumber yang dimiliki dan
memberikan keyakinan rencana program nutrisi dapat di
laksanakan
12. Laksanakan program terapi seperti Pengobatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan
pemberian obat anti diabetik atau insulin dan peningkatan status pasien
13. Monitoring tanda-tanda adanya Pembenan obat antidiabetik atau insulin dapat
hipoglikemia menimbulkan hipoglikemia
14. Berikan pendidikan kesehatan tentang diet Pasien komperatif dalam program pemulihan status
DM, obat-obatan dan resiko tidak mentaati apa yang nutrisi
sudah di ajarkan.
15. Berikan dukungan yang positif jika pasien Memberikan ,motivasi dan percaya diri pasien untuk
mampu melaksanakan program nutrisi dengan tetap melaksanakan program diet
benar

2. Resiko ketikseimbangan cairan berhubungan dengan hiperglikemi dan polyuria.


Tujuan : Pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan.
Kriteria Hasil :
Ø Pola BAK normal
Ø Tidak ada tabda-tanda dehidrasi
Ø Konsentrasi urine normal
Ø Berat badan pasien stabil atau tidak ada penurunan berat badan
Ø Intake cairan 1500-3000 ml perhari
Ø Kadar gula darah dalam rentan toleransi
Data yang mungkin muncul
Ø Pasien sering BAK
Ø Pasien sering haus dan minum
Ø Konsentrasi urine meningkat
Ø Penurunan berat badan
Ø Kulit keying, turgor Wit kurang
Ø Kadar gula darah meningkat
Ø Menurunan tekanan darah
Ø Peningkatan nadi

Intervensi Rasional
1. Kaji pola eliminasi urin pasien, Konsentrasi Menentukan status cairan tubuh
urin, keadaan turgor kulit pasien
2. Timbang berat badan pasien setiap hari Penurunan berat badan mudah sekali terjadi pada pasien
dengan kehilangan cairan.
3. Monitor intake dan output cairan pasien Menentukan kebutuhan dan keseimbangan cairan tubuh
Defisit Volume cairan menunjukkan penurunan filtrasi
glomerulus dan aliran darah ke ginjal yang dapat
mengakibatkan Gliguria atau anuria
5. monitoring tanda vital Kekurangan cairan dapat menurunkan tekanan darah, sinus
takikardia dapat terjadi pada hipovolemia
6. monitor keadaan albumin dan elektrolit Penurunan albumin indikasi penurunan protein penurunan
HB indikasi penurunan eritrosit darah penurunan
trabnsferrring indikasi penurunan serum protein, kadar
potasium dan sodium menurun pada malnutrisi
7. Laksanakan program pengobatan Menurunkan kadar gula darah sehingga efektif dalam
pemberian insulin atau obat antidiabetik mengatasi poiluria.

3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan neuropati sensori perifer, defisit fungsi motorik
neuropati otonomik.
Tujuan : pasen dapat ,mempertahankan integritas kulit.
Krteria Hasil :
Ø Keadaan jaringan kulit utuh
Ø Neuropati tidak ada
Ø Tidak terjadi luka atau ulkus diabetikus
Ø Vaskularisasi perifer baik
Ø Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Ø Kebersihan kulit baik, keadaan kuku baik dan utuh
Ø Keadaan kaki utuh
Data Yang Mungkin Muncul
Ø Neuropati prefier
Ø Vaskularisasi prefier kurang
Ø Gangguan fungsi motorik
Ø Adanya tanda kaki Charcot

Intervensi Rasional
1. Kaji penampilan keadaan dari kebersihan kaki Kaki merupakan bagian tubuh yang sering mengalami
pasien gangguan integritas kulit pada pasien DM
2. Kaji keadaan kuku pasien Pasien DM sering mengalami gangguan imunitas
sehingga infeksi jamur mudah terjadi termasuk pada
kuku
3. Kaji integritas kulit pasien, catat warna kulit ada Autonomic neuropati menyebabkan kulit menjadi
atau tidaknya ulserasi, dermatitis kering, kulit mudah pecah serta terjadi infeksi
4. Kaji keadaan dan bentuk kaki apakah ada Neuropati motorik menyebabkan kelemahan otot dan
bentuk kaki chorcot, cacat adanya pembentukan atropi sehingga terjadi perubahan bentuk kaki. Tekanan
kalus pada kaki yang berlebihan menimbulkan kalus yang
akan mudah menjadi luka
5. Kaji status sirkulasi vaskuler kaki dengan Pasien DM mudah menimbulkan arteriosklerosis
palpasi, pulpasi ultrasound dopler. sehingga terjadi penurunan suplai darah ke kaki
6. Kaji adanya edema Keadaan edema mempermudah terjadinya luka
7. Kaji keadaan sensasi dengan menggunakan Gangguan sensasi merupakan resiko tinggi terjadi luka
monofilament
8. Anjurkan kepada pasien untuk menjaga Mengurangi resiko infeksi dan terjadi perlukan
kebersihan kulit
9. Anjurkan pasien untuk menjaga kelembaban Kulit kaki yang kering beresiko terjadi luka
kulit kaki dengan menggunakan lotion
10. Anjurkan pasien untuk melakukan latihan Meningkatkan sirkulasi dan terjadi perlukan
senam kaki DM
11. Anjurkan pasien untuk menggunakan alas Mengurangi trauma dan terjadi perlukan
kaki yang lebih lembut atau sepatu yang tidak keras
12. Intruksikan kapada pasien untuk Mengurangi resiko trauma karena gangguan sensasi
menghindari resiko terjadi trauma seperti neuropati
penggunaan kompres hangat, minum minuman
yang panas

4. Resiko tidak efektifnya regimen terapeutik berhubungan dengan baru terpapar DM, pengobatan medik dan
kurang pengetahuan tentang diabetes dan pengobatannya.
Tujuan : Pasien dapat memperlihatkan kemampuan untuk mempertahankan gula darah dalam rentang toleransi
dan dapat memunjukkan pengetahuan tentang perawatan diri pada pasien DM.
Kriteria Hasil :
Ø Pasien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala DM
Ø Pasien memahami penyebab dan perjalanan penyakit DM
Ø Pasien memahami kriteria penyakit DM
Ø Pasien memahami resiko atau komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien DM
Ø Pasien memahami cara pengukuran gula darah
Ø Pasien mengerti terapi yang di berikan
Ø Pasien memahami perawatan pasien dengan DM
Data yang mungkin muncul
Ø Pasien pertama kali mengalami DM
Ø Pasien mengatakan tidak mengetahui penyakit DM, pengobatan dan perawatannya.
Ø Pasien mengalami komplikasi penyakit DM.
Intervensi Rasional
1. Kaji latar belakang pendidikan pasien dan · Memahami dan mengukur kemampuan apa saja
pengetahuan pasien tentang penyakit DM. yang harus di sampaikan kepada pasien.
2. Kaji factor resiko penyakit DM yang dialami · Informasi awal yang penting untuk perencanaan
pasien. intervensi lebih lanjut.
3. Kaji komplikasi yang mungkin timbul pada pasien · Informasi adanya komplikasi pada pasien DM
DM seperti hipertensi, penyakit jantung, ginjal, merupakan indicator pasien mengalami DM pada
stroke, gangguan penglihtan dan gangguan seksual. masa yang lama.
4. Kaji adanya neuropati sensorik, neuropati · Mengetahui resiko terjadinya luka diabetic.
motoric dan otonom.
5. Eksplorasi pengetahuan pasien tanda dan gejala · Menggali kemampuan pasien dalam mengenal
DM, penyebab, pengobatan, cara pengukuran gula tanda dan gejala, pengobatan dan cara pengukuran
darah. gula darah.
6. Jelaskan kepada pasien dan keluarga tanda dan · Memberikan informasi yang jelas kepada pasien.
gejala DM, penyebab, pengobatan, cara
pengukuran gula darah.
7. Jelaskan kepada pasien tentang aktivitas atau · Latihan dapat menurunkan kadar HbA 1c,
olahraga pada pasien DM. meningkatkan sensivitas insulin, menurunkan
resiko penyakit jantung dan ,e,pertahankan berat
badan.
8. Jelaskan tentang diet pasien DM. · Diet dapat membantu menurunkan dan
mengatur kadar glukosa darah.
9. Jelaskan tentang obat-obatan DM. · Dosis obat dan resiko pemberian obat
antidiabetes penting disampaikan kepada pasien
agar lebih kooperatif dalam perawatan dan gula
darah dapat terkontrol.
10. Ajarkan kepada pasien cara mengukur gula · Pasien DM harus dapat mengontrol gula darah
darah secara mandiri. secara mandiri sehingga dapat mengantisipasi
resiko komplikasi.
11. Ajarkan kepada pasien cara penanggulangan · Pasien terhindar dari resiko komplikasi.
resiko komplikasi seperti resiko terjadinya luka.
12. Lakukan evaluasi tentang diet, latihan, · Mengetahui kesehatan pasien terhadap
pemberian obat. program yang sudah di lakukan.

Anda mungkin juga menyukai