Anda di halaman 1dari 6

Laporan Pendahuluan – Hiperemesis Gravidarum

Definisi
Hiperemesis gravidarum dalah mual dan muntah berlebihan pada wanita hamil, sampai
mengganggu pekerjaan sehari-hari karena keadaan umumnya menjadi buruk, sebagai
akibatnya terjadilah dehidrasi (Ratna Hidayati, 2009).
Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mual dan muntah
berlebihan, lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga menggganggu
kesehatan dan pekerjaan sehari – hari (Arief. B., 2009).

Etiologi
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa
penyakit ini disebabkan oleh factor toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia.
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang menjadi penyebab Hiperemesis
Gravidarum adalah:
1. Faktor konsentrasi human chorionic gonadothropin (HCG) yang tinggi: sering terjadi
pada kehamilan primigravida, Molahidatidosa, kehamilan ganda, dan hidramnion.
2. Faktor organik, karena masuknya vili khoriales ke dalam sirkulasi maternal dan
perubahan metabolik.
3. Faktor Psikologis: keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut pada
kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya (Ratna Hidayati,
2009).
4. Faktor endokrin lainnya: hipertiroid, diabetes, dsb.
5. Faktor gizi / anemia meningkatkan terjadinya hiperemesis gravidarum. (Manuaba, dkk:
2007).

Tanda & Gejala


Batas mual dan muntah berapa banyak yang disebut Hiperemesis gravidarum tidak ada
kesepakatan. Ada yang mengatakan bila lebih dari sepuluh kali muntah. Akan tetapi apabila
keadaan umum ibu terpengaruh dianggap sebagai Hiperemesis gravidarum. Menurut berat
ringannya gejala dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
1) Tingkatan I (ringan)
- Mual muntah terus-menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita
- Ibu merasa lemah
- Nafsu makan tidak ada
- Berat badan menurun
- Merasa nyeri pada epigastrium
- Nadi meningkat sekitar 100 per menit
- Tekanan darah menurun
- Turgor kulit berkurang
- Lidah mengering
- Mata cekung
2) Tingkatan II (sendang)
- Penderita tampak lebih lemah dan apatis
- Turgor kulit mulai jelek
- Lidah mengering dan tampak kotor
- Nadi kecil dan cepat
- Suhu badan naik (dehidrasi)
- Mata mulai ikterik
- Berat badan turun dan mata cekung
- Tensi turun, hemokonsentrasi, oliguri dan konstipasi
- Aseton tercium dari hawa pernafasan dan terjadi asetonuria
3) Tingkatan III (berat)
- Keadaan umum lebih parah (kesadaran menurun dari somnolen sampai koma)
- Dehidrasi hebat
- Nadi kecil, cepat dan halus
- Suhu badan meningkat dan tensi turun
- Terjadi komplikasi fatal pada susunan saraf yang dikenal dengan enselopati wernicke
dengan gejala nistagmus, diplopia dan penurunan mental
- Timbul ikterus yang menunjukkan adanya payah hati.

Faktor Resiko
1) Maternal
Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi nervus ke-6,
nistagmus, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis
korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh
karena itu, untuk hiperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan
(Prawirohardjo, 2010).
Melalui muntah dikeluarkan sebagian cairan lambung serta elektrolit, natrium, kalium, dan
kalsium. Penurunan kalium akan menambah beratnya muntah, sehingga makin berkurang
kalium dalam keseimbangan tubuh serta makin menambah berat terjadinya muntah.
Muntah yang berlebihan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler pada
lambung dan esophagus, sehingga muntah bercampur darah (Manuaba, 2010).

2) Fetal
Menurut Tiran (2008) " Wanita yang memiliki kadar HCG di bawah rentang normal lebih
sering mengalami hasil kehamilan yang buruk, termasuk keguguran, pelahiran prematur,
atau retardasi pertumbuhan intrauterus (IUGR)". Selain itu, penurunan berat badan yang
kronis akan meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR)
(Prawirohardjo, 2010).
Muntah yang berlebihan menyebabkan dapat menyebabkan cairan tubuh makin
berkurang, sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) yang dapat memperlambat
peredaran darah yang berarti konsumsi O2 dan makanan ke jaringan berkurang.
Kekurangan makanan dan O2 ke jaringan akan menimbulkan kerusakan jaringan yang
dapat menambah beratnya keadaan janin dan wanita hamil (Manuaba, 2010).
Patofisiologi
Perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen yang biasa terjadi pada
trimester I. bila perasaan terjadi terus-menerus dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang
tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseto-asetik, asam hidroksida
butirik dan aseton darah. Muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga caira ekstraseluler dan
plasma berkurang. Natrium dan klorida darah turun. Selain itu dehidrasai menyebabkan
hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini menyebabkan
jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan berkuang pula tertimbunnya zat metabolik
yang toksik. Disamping dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Disamping
dehidraasi dan gangguan keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput
lendir esofagus dan lambung (sindroma mollary-weiss), dengan akibat perdarahan
gastrointestinal.

Pathway
Komplikasi
1) Dehidrasi berat
2) Takikardi
3) Ensefalopati Wernicke dengan gejala nistagmus
4) diplopia dan perubahan mental
5) Alkalosis
6) Ikterik
7) payah hati dengan gejala timbulnya ikterus (Arif, 2000).

Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan antara lain:
1) Hospitalisasi
Menurut Runiari (2010), Manifestasi klinik yang ditimbulkan dari kasus hiperemesis
gravidarum menjadikan klien harus dirawat di rumah sakit, indikasinya adalah sebagai
berikut:
- Memuntahkan semua yang dimakan dan yang diminum, apalagi bila telah
berlangsung lama
- Berat badan turun lebih dari 10% dari berat badan normal
- Dehidrasi yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering
- Adanya aseton dalam urin.
Tujuan penatalaksanaan hiperemesis gravidarum, saat ibu dihospitalisasi, adalah
merehidrasi ibu, memperbaiki gangguan elektrolit dan hematologis lain, mencegah
komplikasi dan memindahkan ibu ke rumah sakit dengan segera, meskipun banyak wanita
memiliki angka yang tinggi untuk masuk kembali ke rumah sakit. Penyebab muntah yang
terjadi secara berlebihan harus diidentifikasi, bukan semata-mata untuk membuat
diagnosis banding, tetapi juga untuk mempertimbangkan faktor lain seperti masalah
psikologis, yang dapat menambah keparahan ibu (Tiran,2008).

2) Obat-obatan Sedativa: Phenobarbital, Vitamin: Vitamin C, B1 dan B6 atau B kompleks,


Anti histamine: dramamin, avomin, Anti emetik (pada keadaan lebih berat): Dislikomin
hidrokloride atau khlorpromasine. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat
perlu dikelola di rumah sakit

3) Cairan parenteral: cairan yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan
glukosa 5% dalam cairan fisiologis (2–3 liter/hari), dapat ditambah kalium yang diperlukan
untuk kelancaran metabolisme dan vitamin (vitamin B komplek, vitamin C), bila kekurangan
protein dapat diberiakan asam amino secara intravena, bila dalam 24 jam penderita tidak
muntah dan keadaan umum membaik dapat diberikan minuman dan lambat laun makanan
yang tidak cair. Dengan penanganan diatas, pada umumnya gejala–gejala akan berkurang
dan keadaan akan bertambah baik (Wiknjosastro, 2005).
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan sebagai berikut:
1) Isolasi dan Terapi Psikologis
- Isolasi di ruangan yang dilakukan dengan baik dapat meringankan gravidarum karena
perubahan suasana rumah tangga.
- Konseling dan edukasi (KIE) tentang kehamilan yang dilakukan untuk menghilangkan
factor psikis rasa takut.
- Memberikan informasi tentang diet ibu hamil dengan makan tidak sekaligus banyak,
tetapi dalam porsi yang sedikit namun sering.
- Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, karena akan membuat ibu hamil
mengalami pusing, mual, dan muntah (Ratna Hidayati, 2009).
2) Terapi psikologika
Perlu diyakinkan kepeda penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa
takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik.
3) Terapi Alternatif
Ada beberapa macam pengobatan alternatif bagi hiperemesis gravidarum, antara lain:
a. Vitamin B6
Vitamin B6 merupakan koenzim yang berperan dalam metabolisme lipid, karbohidrat dan
asam amino. Peranan vitamin B6 untuk mengatasi hiperemesis masih kontroversi. Dosis
vitamin B6 yang cukup efektif berkisar 12,5 - 25 mg per hari tiap 8 jam. Vitamin B6
merupakan ko-enzim berbagai jalur metabolisme protein dimana peningkatan kebutuhan
protein pada trimester I diikuti peningkatan asupan vitamin B6. Vitamin B6 diperlukan
untuk sintesa serotonin dari tryptophan. Defisiensi vitamin B6 akan menyebabkan kadar
serotonin rendah sehingga saraf panca indera akan semakin sensitif yang menyebabkan ibu
mudah mual dan muntah. Pada wanita hamil terjadi peningkatan kynurenic dan xanturenic
acid di urin. Kedua asam ini diekskresi apabila jalur perubahan tryptophan menjadi niacin
terhambat. Hal ini dapat juga terjadi karena defisiensi vitamin B6. Kadar hormon estrogen
yang tinggi pada ibu hamil juga menghambat kerja enzim kynureninase yang merupakan
katalisator perubahan tryptophan menjadi niacin, yang mana kekurangan niacin juga dapat
mencetuskan mual dan muntah (Ary Widayana, dkk: 2013).
b. Jahe (zingiber officinale)
Pemberian dosis harian 250 mg sebanyak 4 kali perhari lebih baik hasilnya dibandingkan
plasebo pada wanita dengan hiperemesis gravidarum. Salah satu studi di Eropa
menunjukan bubuk jahe (1 gram per hari) lebih efektif dibandingkan plasebo dalam
menurunkan gejala hiperemesis gravidarum. Belum ada penelitian yang menunjukan
hubungan kejadian abnormalitas pada fetus dengan jahe. Namun, harus diperhatikan
bahwa akar jahe diperkirakan mengandung tromboksan sintetase inhibitor dan dapat
mempengaruhi peningkatan reseptor testoteron fetus (Ary Widayana, dkk :2012).
c. Aromaterapi
Aromaterapi adalah salah satu pengobatan alternatif yang dapat diterapkan dengan
menggunakan minyak esensial tumbuhan dan herbal. Penggunaan minyak esensial sejak
zaman dahulu telah digunakan di Mesir, italia, india, dan cina. Kimiawan Prancis, Rene
Maurice Gattefosse menyebutnya dengan istilah aromaterapi pada tahun 1937, ketika ia
menyaksikan kekuatan penyembuhan minyak lavender pada kulit dengan luka bakar.
Setiap minyak esensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti anti bakteri, antivirus,
diuretik, vasodilator, penenang dan merangsang adrenal. Minyak atsiri dapat digunakan
dirumah dalam bentuk uap yang dapat dihirup atau pernafasan topikal. Penghirupan uap
sering digunakan untuk kondisi pernafasan dan mengurangi mual. inhalasi uap dilakukan
dengan cara menambahkan 2-3 tetes minyak esensial eucalyptus, rosemary, pohon teh,
atau minyak kedalam air panas. Beberapa tetes minyak esensial juga dapat ditambahkan
untuk mandi, kompres atau pijat (Runiari, 2010).

Pemeriksaan Penunjang
1) USG (dengan menggunakan waktu yang tepat)
2) Pemeriksaan darah lengkap
3) Kadar gula darah
4) Analisis gas darah
5) Urinalisis: kultur, mendeteksi bakteri, BUN (Blood Urea Nitrogen)
6) Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH (Hazlynpotc, 2013)

Anda mungkin juga menyukai