Anda di halaman 1dari 28

TUGAS INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Keperawatan
Departemen Bedah

Disusun oleh:
Rizki Taufikur Rahman
NIM. 190070300011028
KELOMPOK 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS

I. DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang sangat kompleks, membutuhkan perawatan
yang teratur karena DM penyakit seumur hidup sehingga perlu strategi perawatan yang baik,
dukungan orang-orang disekitarnya juga sangat penting untuk mencegah komplikasi dari
hiperglikemik yang tidak terkendali serta dapat meningkatkan intervensi DM (ADA, 2015)
DM adalah sekumpulan permasalahan dari berbagai faktor dimana terjadi defisiensi insulin
absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa DM
adalah penyakit kelainan fungsi insulin termasuk penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
dan memerlukan perawatan yang serius untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan intervensi
( Soegondo 2009 )
Diabetes melitus (DM) adalah sindrom metabolik serta gangguan metabolisme terutama hidrat
arang akibat kekurangan insulin yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah melebihi nilai
normal yaitu kadar gula darah sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl dan kadar gula darah puasa
sama atau lebih dari 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006; Sutedjo, 2010)

II. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus Tipe I / IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) DM tipe 1 ditandai
oleh penghancuransel-sel beta pankreas; factorgenetik; imunologi; dan mungkin pula
lingkungan (virus) diperkirakan turut menimbulkan distruksi sel beta.
a. Faktor genetik
Penderita DM tipe I mewarisi kecenderungan genetik kearahDM tipe I, kecenderungan
ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe HLA (Human Leucocyt Antigen)
tertentu.Resiko meningkat 20x pada individu yang memiliki tipe HLA DR3 atau DR4.
b. Faktor Imunologi
Respon abnormal dimana anti bodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi jaringan tersebut sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Virus / toksin tertentu dapat memacu proses yang dapat menimbulkan destruksi sel
beta.

2. DM tipe II / NIDDM
Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan sekresi insulinpada DM tipe II
masin belum diketahui. Faktor resiko yang berhubungan adalah obesitas, riwayat keluarga
Menurut American Diabetes Association (2016), faktor resiko DM tipe 2
sebagai berikut:
a. Aktivitas fisik yang kurang
b. Riwayat keluarga dengan diabetes
c. Wanita yang melahirkan bayi dengan BB >9
d. Wanita dengan riwayat diabetes gestasional
e. Hipertensi (≥140/90 atau pengobatan)
f. Obesitas

Faktor lain yang terkait dengan resiko diabetes mellitus tipe 2 , yakni :
a. Keturunan
Diabetes merupakan penyakit yang memiliki faktor resiko genetik artinya,
diabetes ada hubungannya dengan faktor keturunan.Seseorang yang kedua orang
tuanya menderita diabetes mellitus berisiko terkena diabetes. Faktor keturunan
merupakan faktor pemicu diabetes yang tidak dapat dimodifikasi artinya, faktor ini tidak
dapat nawar-menawar, dengan memiliki riwayat diabetes dalam keluarga, maka resiko
seseorang untuk terkena penyakit gula darah menjadi tinggi jika di bandingkan dengan
orang lain yang tidak memiliki riwayat kencing manis dalam keluarganya (Helmawati,
2014).
b. Gaya hidup yang salah
Setelah keturunan (genetik), faktor resiko diabetes selanjutnya adalah gaya
hidup. Gaya hidup dapat menentukaan besar kecilnya resiko seseorang untuk terkena
diabetes, karena hal ini berkaitan dengan pola makan dan aktivitas yang dilakukan
seseorang sebagai gaya hidupnya. Terbukti membawa dampak negatif dalam hal
kesehatan pada orang-orang masa kini, cenderung memiliki kesadaran yang rendah
terhadap pola makanan, orang lebih mencari makanan yang enak rasanya dari pada
makanan dengan kekayaan nutrisinya (Helmawati, 2014).
c. Obesitas atau kegemukan
Obesitas berisiko pada diabetes berkaitan dengan terjadinya resistensi
insulin.Artinya, obesitas dapat menyebabkan terjadinya resistensi insuin, dimana kondisi
resistensi insulin merupakan penyebab utama terjadinya diabetes, khususnya diabetes
tipe 2 (Helmawati, 2014).
d. Faktor usia
Faktor resiko diabetes selanjutnya adalah faktor usia sebagaimana faktor resiko
disebabkan keturunan, faktor usia merupakan faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau
direkayasa. Orang dengan usia 40 tahun mulai memiliki resiko terkena diabetes.
Selanjutnya dengan semakin bertambahnya usia maka semakin besar pula resiko
seseorang mengalami diabetes tipe 2 (Helmawati, 2014).
e. Rokok dan alkohol
Kaitannya rokok dengan diabetes ternyata merokok dapat meningkatkan resiko
seseorang untuk terserang diabetes mellitus tipe 2 dibandingkan dengan mereka yang
tidak merokok. Berdasarkan artikel yang pernah dirilis oleh Jurnal Of The Amerika
Medical Associaton. Merokok dan diabetes memiliki keterkaitan, merokok akan
menyebabkan diabetes dan merokok akan memperparah penyakit diabetes yang telah
diderita, sama halnya dengan rokok, alkohol juga memiliki efek yang tidak berbeda jauh,
Mengkonsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan resiko diabetes adalah daya
rusak alkohol terhadap organ-organ tubuh khususnya organ pankreas. Disamping dapat
menyebabkan timbulnya diabetes, alkohol juga dapat memperparah kondisi diabetes
yang telah diderita seseorang (Helmawati, 2014)..
f. Stress
Salah satu faktor resiko timbulnya penyakit diabetes, yaitu stres. Stres memang
faktor yang dapat membuat seseorang menjadi rentan dan lemah, bukan hanya secara
mental tetapi juga secara fisik, penelitian terbaru membuktikan komponen kecemasan,
depresi, dan gangguan tidur malam hari adalah faktor pemicu terjadinya penyakit
diabetes (Helmawati,2014).

3. Diabetes gestasional
Diabetes gestasional adalah diabetes yang menyerang pada kondisi kehamilan.Diabetes
gestasional menyebabkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup untuk
mengontrol gula darah pada tingkat yang aman bagi si Ibu dan janin. Diabetes gestasional
didiagnosis pada 24 sampai 28 minggu usia kehamilan dengan kondisi janin telah membentuk
organ tubuh.

III. TANDA DAN GEJALA


Menurut Helmawati,(2014), gejala penyakit diabetes mellitus tipe 1 dan diabetes mellitus
tipe 2 , dikenal dengan istilah 3P:
1. Poliuria (banyak kencing)
Poliuria adalah seringnya seseorang buang air kecil atau kencing.Penderita sering buang air
kecil, terutama pada malam hari, dan dengan volume yang banyak. Kondisi ini disebabkan
oleh tinnginya kadar gula dalam darah yang tidak bisa di toleransi oleh ginjal, dan agar urine
yang di keluarkan tidak terlalu pekat, ginjal harus menarik banyak cairan dari dalam tubuhn
(Helmawati, 2014).
2. Polidipsia (banyak minum)
Polidipsia adalah seringnya seseorang minum karena rasa haus yangbesar. Kondisi
polidipsia ini adalah akibat dari kondisi sebelumnya, yaitu poliuria. Ketika ginjal menarik
banyak cairan dari tubuh, maka secara otomatis tubuh akan merasa kehausan. Akibatnya,
penderita akan minum terus menerus untuk mengobati rasa hausnya (Helmawati, 2014).
3. Polifagia ( banyak makan )
Polifagia adalah seringnya seseorang makan karena rasa lapar yang besar. Orang yang
menderita diabetes sering merasa kelaparan karena gula darah tidak bisa masuk ke dalam
sel, akibatnya sel-sel akan mengirim sinyal lapar ke otak. Glukosa merupakan makanan
untuk sel-sel tubuh.Sel-sel tubuh yang tidak dapat menyerap glukosa mengakibatkan
kelaparan, sehingga tubuh secara keselurahan kekurangan energi dan menjadi
lemas.Kondisi ini membuat otak mengirim sinyal untuk menggerakkan penderita agar makan
terus-menerus. Biasanya pada fase ini penderita akan menunjukkan berat badan yang terus
naik atau bertambah gemuk (Helmawati, 2014).
Tanda gejala penyerta lainnya adalah sebagai berikut :
1. Kesemutan dan gatal-gatal pada tangan dan kaki
Kondisi ini disebabkan karena rusaknya urat saraf pada diabetes.Kandungan gula darah
yang tinggi menyebabkan rusaknya urat saraf. Gangguan inilah yang menyebabkan
terjadinya kesemutan & gatal-gatal pada tangan & kaki (Susilo, 2011).
2. Mudah lelah dan sering mengantuk
Kekurangan energi dan terganggunya metabolisme karbohidrat menyebabkan penderita DM
menjadi mudah lelah.Seseorang yang dalam waktu terus menerus sering merasa mudah
lelah dan sering mengantuk walaupun tidak melakukan aktivitas berat harus segera
kedokter untuk memeriksakan kesehatan (Susilo, 2011).
3. Penglihatan kabur
Kadar glukosa dalam darah mendadak tinggi, lensa mata menjadi cembung dan penderita
mengeluh penglihatan kabur. Biasannya penderita akan sering mengganti kacamata (Susilo,
2011).
4. Pusing dan mual
Seseorang yang sudah lama menderita DM, urat saraf pada lambung akan mengalami
kerusakan, sehingga mengakibatkan fungsi lambung akan menjadi lemah dan tidak
sempurna. Keadaan ini akan menimbulkan rasa mual, perut terasa penuh, kembung,
makanan tidak lekas turun serta kadang-kadang rasa sakit di ulu hati, namun apabila
ditangani dengan baik, keluhan-keluhan tersebut akan hilang dalam 10-20 hari (Susilo,
2011).

5. Koordinasi gerak anggota tubuh terganggu


Kadar glukosa yang tinggi akan merusak urat saraf. Kelainan urat saraf akibat DM disebut
neuropati diabetik.Rusaknya urat saraf ini menyebabkan koordinasi gerak tubuh menjadi
tidak normal seperti biasannya.Gangguan bisa berupa reaksi lambat atau tidak merespon
adannya aksi dari luar tubuh dan secara terus menerus dapat menganggu aktivitas
penderita DM (Susilo, 2011).
6. Berat badan menurun
Karena sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih sehingga mengalami penururnan
berat badan dan apabila tidak diimbangi dengan makan serta mengikuti pola aturan sehat
dan bergizi, penerita diabetes akan terus kehilangan berat badannya (Susilo, 2011)

IV. KLASIFIKASI
Klasifikasi diabetes melitus terbagi menjadi empat, yaitu:
a. Diabetes melitus Tipe 1
Diabetes tipe ini dapat terjadi karena rusaknya sel beta pankreas. Kerusakan pankreas
ini biasanya dapat menyebabkan defisiensi insulin yang jika dibiarkan dapat terjadi
defisiensi secara menyeluruh (ADA, 2013).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe ini dapat terjadi karena hasil dari gangguan atau kerusakan sekresi insulin
secara progresif sehingga menyebabkan terjadinya rekresi insulin. Gangguan sekresi
insulin dapat terjadi karena jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel
kurang hingga menyebabkan glukosa darah tidak mampu masuk kedalam sel dan glukosa
di dalam darah menjadi meningkat (Misnadiarly, 2006; ADA, 2013).
c. Diabetes Melitus Tipe Spesifik Lain
Diabetes ini dapat terjadi karena penyebab yang lain seperti gangguan genetik pada sel
beta, gangguan genetik pada kerja insulin, gangguan auto imun, kanker pankreas,
penyakit eksokrin pankreas seperti cystic fibrosis. Kondisi ini dapat dipicu oleh
penggunaan obat dan bahan kimia seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ serta infeksi yang disebabkan oleh rubela konginetal dan
sitomegalovirus (Rubenstein, et al., 2007; ADA, 2013).
d. Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes melitus gestasional adalah diabetes yang terdiagnosa selama masa
kehamilan. Sebagian wanita yang mengalami diabetes saat hamil memiliki kadar
homeostatis glukosa normal pada paruh pertama kehamilan dan berkembang menjadi
defisiensi insulin relatif pada paruh kedua kehamilan sehingga terjadi hiperglikemi.
Banyak wanita yang mengalami diabetes melitus gestasional sembuh saat postpartum
(melahirkan), tetapi ada beberapa wanita yang tidak demikian (Rubenstein, dkk., 2007;
ADA, 2013).

V. PATOFISIOLOGI
a. Diabetes melitus tipe 1
` DM tipe 1 ini karena ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin karena
dihancurkan oleh proses autoimun. Produksi glukosa darah yang cukup tinggi akan sampai
ke urin dan mengakibatkan ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar sehingga glukosa tersebut muncul dalam urin yang disebut glukosuria.
Seiring dengan glukosuria akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit berlebihan,
disebut diuresis osmosis sehingga penderita mengalami peningkatan saat berkemih
(poliuria) dan haus (polidipsia). Seiring dengan munculnya poliuria, penderita menjadi cepat
kelelahan dan mengakibatkan peningkatan makan (polifagia) tetapi berat badannya
cenderung mengalami penurunan. Pada insulin yang keadaannya normal akan
mengendalikan glikogenesis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain, namun pada
penderita DM tipe 1 mengalami defisiensi insulin maka akan terjadi hambatan dan
menimbulkan hiperglikemia. Selain hiperglikemia akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi keton (ketoasidosis). Peningkatan badan keton akan
menggangu keseimbangan asam-basa basa tubuh jika dalam jumlah yang banyak.
Gejala yang muncul biasanya nyeri abdomen, mual, muntah, nafas berbau aseton dan jika
tidak segera ditangani akan mengalami perubahan kesadaran hingga kematian.
Komponen terapi yang teratur dapat dilakukan seperti diet, latihan pemantauan kadar
glukosa darah dan pemberian insulin serta cairan elektrolit sesuai kebutuhan (Smaltzer &
Bare, 2002).
b. Diabetes melitus tipe 2
DM tipe 2 ini merupakan kelainan heterogen ditandai dengan adanya resistensi insulin
perifer, gangguan hepatic glucose production (HCP), dan penurunan fungsi sel beta dan
akhirnya menuju ke kerusakan sel beta. Awalnya pada stadium prediabetes timbul
resistensi insulin kemudian disusul dengan peningkatan sekresi insulin yang bertujuan
mengkompensasi resistensi insulin itu agar glukosa darah tidak meningkat. Lama kelamaan
sel beta tidak sanggup mengkompensasi resistensi insulin glukosa darah kemudian
semakin meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun secara progresif sehingga tidak
mampu lagi mengsekresi insulin dan terjadilah diabetes melitus tipe 2 (Suyono, 2009).
c. Gestational diabetes melitus
Gestational diabetes melitus (GDM) merupakan DM yang dialami wanita saat hamil.
keadaan ini perlu perhatian yang khusus karena pada diabetes yang tidak terkontrol akan
mengakibatkan makrosomia janin (bayi yang sangat besar > 4 kg), persalinan dan
kelahiran yang sulit, bedah cesar serta kelahiran mati, dan janin yang dilahirkan dengan ibu
hiperglikemia maka bayi akan lahir dengan hiperglikemia. Hiperglikemia bayi terjadi saat
pankreas bayi normal telah mensekresi insulin untuk mengimbangi keadaan hiperglikemia
ibu sehingga harus selalu dipantau.
GDM dapat menyerang wanita yang tidak mempunyai riwayat DM. Mereka hanya
mengalami hiperglikemia saat hamil karena sekresi hormon-hormon pada plasenta,
sehingga wanita hamil wajib menjalani skrining pada usia kehamila 24- 27 minggu untuk
mendeteksi kemingkinan diabetes. Penatalaksanaan pendahuluan dapat dilakukan dengan
diet dan pemantauan kadar glukosa. Obat hipoglikemia oral tidak dianjurkan untuk wanita
hamil. setelah melahirkan janinnya maka kadar glukosa darah akan kembali normal tetapi
banyak wanita dikemudian hari menderita DM tipe 2 sehingga semua wanita yang
menderita GDM harus mendapatkan konseling agar mempertahankan berat badannya dan
melakukan diet serta latihan secara teratur (Smeltzer & Bare,2002).
Kelainan sel B Pe↓ ambilan glukosa
pankreas
Gangguan sistem
imunitas (auto-imun)
Kelainan insulin Pe↑ metabolisme Pe↑ asam amino dan
(penurunan res-pon Defisiensi insulin HIPERGLIKEMI (DM)
protein glukoheogenesis
insulin)
Faktor ling-kungan
(infeksi, diet tinggi
KH, obesitas dan
kehamilan) Pe↓ berat badan Pe↑ lipolisis Pe↑ gliserol

Gangguan Terbentuk benda Pe↑ katabolisme


pemenuhan nutrisi keton gliserol

Pe↓ tingkat
Risiko tinggi cidera Ketoasidosis
kesadaran

Kehilangan kalori Glukosuria Pe↓ resbsorbsi Tubulus renal


gukosa

Rangsang haus
Diuresis osmotik Polidipsi
Kelemahan

Cairan keluar >> Gangguan


Poliuri keseimbangan cairan
Gangguan Kehilangan Na, dan elektrolit
pemenuhan ADL Cl, K, P

Rangsang lapar Polifagi


Risti gangguan Nefropati Pe↑ viskositas darah
eliminasi urine

Retinopati Risti gangguan Katarak


Sensori persepsi
Diare
Penumpukan
glukosa sel &
jaringan
Intestinal Pe↓ peristaltic intestin Pe↓ absorbsi cairan Feses cair

Gangguan sensorik Neuropati Glikosilasi Protein Glukosa


reduktase

Sensasi nyeri pada Gangguan motorik Angiopati Gangguan aliran


kaki me↓ darah ke kaki Sorbitol

Pe↓ nutrisi dan O2 sel Kerusakan & perubahan


Trauma tidak terasa Atrofi otot kaki Luka sulit sembuh
& jaringan fungsi sel & jaringan

Ulkus Perubahan titik Infeksi


tumpu Kematian jaringan

Ulserasi GANGREN

Risiko Tinggi Kerusakan


Penyebaran Infeksi Neurovaskuler

Gangguan Perfusi
Jaringan
VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Adanya kadar glukosa darah yang tinggi secara abnormal. Kadar gula darah
pada waktu puasa > 140 mg/dl. Kadar gula sewaktu >200 mg/dl.
b. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam PP
lebih dari 200 mg/dl
c. Tes toleransi glukosa. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam PP
lebih dari 200 mg/dl
d. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi Terdapat tumor
padapenyekresi GH di
e. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah >hipofisis
160- anterior
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:
+ nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang popular carik Kelebihanhormonpertumbu
celuk
han
memakai GOD
f. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
Peningkatanpemecahankar
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
bohidratdan protein
hidroksibutirat tidak terdeksi
g. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol,
HDL, LDL, Trigleserid), Ffungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet
cellantibody)

VII. PENATALAKSANAAN

a. Edukasi
Edukasi dengan cara melakukan pendidikan kesehatan untuk menambah
pengetahuan bagi penderita DM tentang DM dan dapat mencegah atau
mengantisipasi masyarakat yang belum terkena DM agar selalu menjaga
kesehatannya (Sari, 2012). Pendidikan kesehatan yang diberikan juga dapat
memicu tercapainya kesehatan yang optimal dan kualitas hidup
(Waspadji,2009).
Tujuan pemberian edukasi ini untuk mendukung penderita DM dalam
memahami perjalanan penyakitnya, pengelolaan dan mecegah komplikasi
yang akan timbul (Ndraha, 2014).
b. Pengaturan pola makan
DM sangat memerlukan pengontrolan makanan agar tercapai glukosa
darah yang normal. Pengontrolan makanan harus menghitung kebutuhan kalori
seseorang. Kalori yang diberikan harus didistribusikan ke dalam karbohidrat,
protein, serta lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 45-
60%, protein 10-20% dan lemak 20-25% (Ndraha, 2014). Dalam pemenuhan
kalori penderita DM juga harus memperhatikan jumlah kandungan kolesterol
dan serat. Kandungan kolesterol yaitu kurang dari 300 mg/hari dan
kandungan serat + 25 g/hari (Waspadji, 2009).
c. Latihan Jasmani
Latihan jasmani dianjurkan untuk dilakukan secara teratur yaitu 3-4 kali
dalam seminggu selama kurang dari 30 menit. Sifat dari latihan jasmani ini
sesuai CRIPE (Continuous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance
training) yaitu dengan latihan secara teratur, terus menerus dan diusahakan
menapai target sasaran 75- 85% denyut nadi maksimal disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penyakit penderita (Waspadji, 2009).
d. Intervensi farmakologi
Terapi farmakologi diberikan bersama dengan pengaturan makan dan
latihan jasmani, obat yang diberikan berupa obat oral dan suntikan seperti :

1.Obat hiperglikemik oral (OHO)


a. Sulfoniluria dan glinid
Obat sulfoniluria digunakan untuk meningkatkan sekresi insulin oleh beta
pankreas, digunakan untuk penderita DM yang mempunyai berat badan
mormal. Obat ini tidak dianjurkan untuk orang tua, gangguan hati, gangguan
ginjal dan malnutrisi. Obat ini merupakan pilihan utama untuk pasien yang
mempunyai berat badan normal dan kurang, namun masih boleh untuk pasien
yang mempunyai berat badan lebih (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
[PERKENI], 2011), sedangkan glinid adalah obat yang terdiri dari repaglinid
dan nateglinid bekerja sama dengan sulfoniluria dan dianjurkan untuk sekresi
pertama (Ndraha, 2014).
b. Biguanid
Golongan biguanid umtuk peningkatan sensitivitas insulin yang sering
digunakan adalah metformin. Metformin bekerja menurunkan glukosa darah
melalui pengaruhnya terhadap insulin di tingkat seluler. Obat ini digunakan
untuk penderita DM yang mempunyai berat badan berlebih atau gemuk.
c. Tiazolidindion
Obat ini digunakan untuk menurunkan resistensi insulin dengan
menigkatkan jumlah protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan
ambilan glukosa perifer dan digunakan pada penderita gagal jantung kelas I-IV
karena dapat meningkatkan retensi cairan (Konsensus Pengelolan dan
Perencanaan DM Tipe 2 di Indonesia,
d. Penghambat glukoneogenesis dan glukosidase alfa
Penghambat glukogenesisi adalah obat yang digunakan untuk
penghambat glukoneogenesis seperti metformin untuk mengurangi glukosa
hati. Metformin tidak mempunyai efek samping hipoglikemia. Metformin
mempunyai efek samping mual tetapi diatasi dengan pemberian sesudah
makan (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM Tipe 2, 2006),
sedangkan penghambat glukosidase alfa adalah obat yang bekerja untuk
menghambat enzim glukosidase alfa di dalam saluran cerna sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan hiperglikemia postprandial (Waspadji,
2009).

2. Pemberian suntikan insulin


Pemberian suntikan insulin diperlukan penderita DM sebanyak 20-25%
untuk mengendalikan glukosa darah. Pemberian suntikan insulin ini biasanya
digunakan untuk penderita DM yang glukosa darahnya tidak dapat turun
hanya dengan kombinasi sulfoniluria dan metformin. Pemberian insulin
sebanyak 3 kali sehari dengan memakai insulin kerja cepat, Insulin kerja
menengah 2 kali sehari, insulin campuran yaitu kerja cepat dan menengah.
Pemberian disesuaikan dengan respons kadar glukosa darah (Waspadji,
2009).

VIII. KOMPLIKASI
DM dapat menimbulkan komplikasi antara lain komplikasi akut dan komplikasi
kronis :
a. Komplikasi akut
Terjadi kenaikan dan penurunan glukosa darah secara tajam dalam waktu
singkat. Komplikasi akut ini antara lain :
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai sengan keadaan gula darah dibawah nilai normal.
Kadar gula darah kurang dari 50 mg/dl. Penyebab hipoglikemia adalah
penggunaan obat hipoglikemik oral seperti sufoniluria khususnya
klorpropamida dan glibenklamida. Gejala-gejala yang mungkin timbul lapar,
tekanan darah turun, lemah, lesu, kesulitan menghitung sederhana, keringat
dingin dan tidak sadar (koma) dengan atau tanpa kejang (Boedisantoso,
2009).
2. Ketosidosis diabetik atau koma diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah suatu keadaan yang sangat kekurangan
insulin dan terjadi mendadak. Tingginya glukosa darah sehingga dapat
memenuhi energi dalam tubuh dan mengakibatkan metabolisme tubuh
berubah. Kebutuhan energi tubuh akan terpenuhi setelah sel lemak pecah dan
membentuk senyawa keton. Keton akan terbawa di dalam urin dan baunya
dapat tercium saat bernafas sehingga akan mengakibatkan kerusakan
jaringan tubuh bahkan tejadi ketidak sadaran diri atau koma. Komplikasi ini
disebabkan oleh infeksi dan kelalaian dalam pemberian suntikan insulin pada
penderita (Sari, 2012).

3. Koma hiperosmoler non ketotik (KHNK)


Koma hiperosmoler non ketotik adalah keadaan tubuh yang tidak ada
penimbunan lemak sehingga pernafasan menjadi cepat dan dalam
(kussmaul).Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma. Biasanya
mempunyai gejala seperti dehidrasi yang berat, hipotensi, dan menimbulkan
shock (Sari, 2012 & Boedisantoso 2009).
4. Koma laktoasidosis
Koma laktoasidosis adalah keadaan asam laktat di dalam tubuh tidak
dapat mengubah menjadi bikarbonat sehingga mengakibatkan
hiperlaktatemia dan akhirnya terjadi koma. Penyebab dari komplikasi ini
karena infeksi gangguan faal hepar dan ginjal (Sari, 2012).

b. Komplikasi kronis diabetes melitus


1. Retinopati diabetika (RD)
Retinopati diabetika ditandai dengan penglihatan yang secara
mendadak buram dan perlu bantuan kacamata. Glukosa darah yang
tinggi bisa merusak pembuluh darah di retina sehingga menyebabkan
kekeruhan pada lensa mata (Ndraha, 2014).

2. Nefropati diabetika (ND)


Ginjal bekerja selama 24 jam untuk membersihkan darah dari racun.
Ginjal yang terdapat racun, protein yang seharusnya dipertahankan ginjal
bocor keluar. Penderita DM akan mengalami tekanan darah tinggi yang
sangat mempengaruhi kerusakan ginjalnya (Ndraha, 2014).
3. Neuropati diabetic
Neuropati diabetik merupakan ketidakmampuan saraf untuk mengirim
pesan-pesan salah satu impuls saraf, salah kirim dan lambat kirim. Pada
penderita DM glukosa darah yang lama tidak terkendali akan melemahkan
dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf
sehingga terjadi kerusakan saraf (Ndraha, 2014).
4. Gangrene
Gangrene adalah kondisi jaringan tubuh yang mati akibat tidak
mendapat pasokan darah yang cukup atau akibat infeksi bakteri yang berat.
Kondisi serius ini umumnya terjadi di tungkai, jari kaki, atau jari tangan,
namun juga bisa terjadi pada otot serta organ dalam. Gangrene adalah
kondisi serius yang bisa mengarah ke amputasi hingga kematian.
IX. Konsep DM Gangren
1. Pengertian
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001).
2. Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wagner, Ulkus diabetik dibagi atas 6 derajat
berdasarkan kedalaman luka dan luas jaringan nekrotik (Frykberg, 2002)
a. Derajat 0, yaitu tidak terdapat lesi, kulit utuh tetapi ada kelainan bentuk
kaki akibat neuropati, eritema pada area penekanan, atau
hiperkeratosis.
b. Derajat I, yaitu ulkus superfisial, terbatas pada kulit tanpa perluasan ke
lapisan subkutan, infeksi superfisial dengan atau tanpa selulitis dapat
terjadi.
c. Derajat II, yaitu ulkus dalam, penetrasi dari lapisan subkutan hingga
tendon atau kapsul persendian tanpa abses atau osteomielitis.
d. Derajat III, yaitu ulkus dengan abses, osteomielitis, sepsis sendi,
plantar abses, dan infeksi hingga tendon.
e. Derajat IV, yaitu gangren pada lokasi tertentu pada kaki seperti jari
kaki, punggung kaki, atau tumit.
f. Derajat V, yaitu gangren atau nekrosis seluruh kaki atau sebagian
tungkai bawah.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi
dua golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
b. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan
dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan,
mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba
baik.
3. Penyebab
Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi
menjadi endogen dan faktor eksogen.
a. Faktor endogen :
 Genetik, metabolik
 Angiopati diabetik
 Neuropati diabetik
b. Faktor eksogen :
 Trauma
 Infeksi
 Obat
4. Patofisiologi
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat
hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada
sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa
insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis
secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan
enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan
tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan
dan perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada
semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya
proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan
semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD
adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor
penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya
sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa
terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien.
Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki.
Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih
besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah
yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam
hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan
nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan
luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi
yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati,
sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap
penyembuhan atau pengobatan dari KD.

5. Komplikasi
a. Osteomyelitis
b. Sepsis
c. Kematian
6. Penatalaksanaan
a. Kering
 Istirahat di tempat tidur
 Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
 Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi
dengan indikasi yang sangat jelas
 Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat
anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
b. Basah
 Istirahat di tempat tidur
 Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
 Debridement
 Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
 Beri “topical antibiotic”
 Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic spectrum
luas
 Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik lain
 Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-obat
anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau pentoxyvilin)
 Pembedahan
 Amputasi segera
 Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang
dapat diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft
X. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
2. Keluhan Utama , Riwayat kesehatan saat ini dan terdahulu, riwayat keluarga
3. Pemeriksaan Fisik
4. Fokus pengkajian
Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan
pengaruh pada fungsi organ :
1. Aktifitas/Istirahat
 Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
 Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.
 Disorentasi, koma.
2. Sirkulasi
 Ada riwayat hipertensi, IMA.
 Kebas & kesemutan pada extrimitas.
 Kebas pada kaki.
 Takikardia/nadi yang menurun/tak ada.
 Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas ego
 Stress, tergantung orang lain.
 Peka terhadap rangsangan.
4. Eliminasi
 Poliuria, nokturia
 Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
 Nyeri tekan abdomen
 Diare, bising usus lemah/menurun.
5. Makanan/cairan
 Hilang nafsu makan, mual/muntah, BB menurun, haus.
 Kulit kering/bersisik, turgor jelek, distensi abdomen.
6. Neurosensori
 Pusing/pening, sakit kepala.
 Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot.
 Gangguan penglihatan.
 Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.

7. Nyeri/kenyamanan
 Abdomen tegang/nyeri
 Wajah meringis, palpitasi.
8. Pernapasan
 Batuk, bernapas bau keton
9. Keamanan
 Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
 Demam, diaforesis
 Menurunnya kekuatan/rentang gerak.

XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN BATASAN KARAKTERISTIK

1. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa


darah Faktor risiko
Stres berlebihan, penambahan berat badan berlebihan, penurunan berat
badan berlebihan, pemantauan glukosa darah tidak adekuat, manajemen
medikasi tidak efektif, manajemen diabetes tidak tepat , asupan diet
kurang, kurang pengetahuan tentang penyakitnya
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
a. Batasan karakteristik :
Tidak ada nadi perifer, perubahan karakteristik kulit, CRT lebih dari 3
detik, penurunan nadi perifer, kelmbatan penyembuhan luka, edema,
nyeri ekstremitas, parastesia, warna kulit pucat
b. Kondisi terkait
Diabetes melitus , Hipertensi, trauma
3. Kerusakan Intergritas jaringan
a. Batasan karakteristik :
Nyeri akut, perdarahan, jaringan rusak, hematoma, area lokal panas,
kemerahan dan kerusakan jaringan
b. Faktor yang berhubungan
Agen cedera kimiawi, status nutrisi tidka seimbang, kekurangan volume
cairan,
c. Kondisi terkait
Ganggua metabolisme, gangguan sensasi, gangguan sirkulasi,
hambatan mobilitas fisik, neuropati perifer,
4. Resiko
Syok
Kondisi
terkait
Hipotensi, hipovolemi, hipoksia, infeksi dan sepsis
INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan


1. Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah Setelah dilakukan intervensi dalam waktu 2x Manajemen Hiperglikemia
berhubungan dengan 8 jam kadar glukosa berada dalam rentang Observasi:
Penyebab: normal. 1. Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
Hiperglikemia Dengan kriteria 2. Identifikasi situasi yang menyebabkan kebutuhan
1. Disfungsi pangkreas 1. Koordinasi meningkat insulin meningkat
2. Resistensi insulin 2. Kesadaran meningkat 3. Monitor kadar glukosa darah
3. Gangguan toleransi glukosa 3. Mengantuk menurun 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
darah 4. Pusing menurun 5. Monitor intake dan output cairan
4. Gangguan glukosa darah 5. Lelah/lesu menurun 6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
puasa 6. Keluhan lapar menurun elektrolit, tekanan darah ortostatik dan frekuensi
Hipoglikemia 7. Gemetar menurun nadi
1. Penggunaan insulin 8. Berkeringat menurun Terapeutik:
2. Hiperinsulinemia 9. Mulut kering menurun 1. Berikan asupan cairan oral
3. Endokrinopati 10.Rasa Haus menurun 2. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
4. Disfungsi Hati 11.Perilaku aneh menurun hiperglikemia tetap ada atau memburuk
5. Disfungsi Ginjal Kronik 12.Kesulitan bicara menurun 3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipotensi ortostatik
6. Efek Agen Farmakologis 13.Kadar glukosa dalam darah membaik Edukasi:
7. Tindakan pembedahan 14.Kadar glukosa dalam urin membaik 1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
Neoplasma 15.Palpitasi membaik glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
8. Gangguan Metabolik Bawaan 16.Perilaku membaik 2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara
17.Jumlah urine membaik mandiri
3. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
4. Anjurkan indikasi dan pentingnya pengujian keton
urin
5. Anjurkan pengelolaan diabetes
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian insulin
2. Kolaborasi pemberian cairan IV
3. Kolaborasi pemberian kalium
Manajemen Hipoglikemia
Observasi:
1. Identifikasi tanda dan gejala hipoglikemia
2. Identifikasi kemungkinan penyebab hipoglikemia
Terapeutik:
1. Berikan karbohidrat sederhana, jika perlu
2. Berikan glukagon, jika perlu
3. Berikan karbohidrat kompleks &protein sesuai diet
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
5. Pertahankan akses IV, jika perlu
6. Hubungi layanan medis darurat, jika perlu
Edukasi:
1. Anjurkan membawa karbohidrat sederhana setiap
saat
2. Anjurkan memakai identitas darurat yang tepat
3. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
4. Anjurkan berdiskusi dengan tim perawatan
diabetes tentang penyesuaian program
pengobatan
5. Jelaskan interaksi antara diet, insulin/agen oral,
dan olahraga
6. Ajarkan pengelolaan hipoglikemia
7. Ajarkan perawatan mandiri untuk mencegah
hipoglikemia
Kolaburasi:
1. Kolaborasi pemberian dekstrose, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian glukagon, jika per
2 Defisit Nutrisi berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi dalam wakti 3x Manajemen Nutrisi
Penyebab : 8 jam Keadekuatan asupan nutrisi untuk Observasi
1. Ketidakmampuan menelan memenuhi kebutuhan metabolisme membaik 1. Identifikasi status nutrisi
makanan 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
2. Ketidakmampuan mencerna Dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi makanan disukai
makanan 1. Porsi makan yang dihabiskan 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
3. Ketidakmampuan meningkat 5. Identifikasi perlunya pengunaan selang
mengabsorbsi nutrient 2. Kekuatan otot pengunyah meningkat nasogastric
4. Peningkatan kebutuhan 3. Kekuatan otot menelan meningkat 6. Monitor asupan makanan
metebolisme 4. Serum albumin meningkat 7. Monitor berat badan
5. Faktor ekonomi (mis. 5. Verbalisasi keinginan untuk 8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Finansial tidak mencukupi) meningkatkan nutrisi meningkat Terapeutik
6. Faktor psikologi (mis.stres, 6. Pengetathuan tetang pilihan makanan 1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
keenganan untuk makan) yang sehat meningkat 2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis,
7. Pengetahuan tentang pilihan minuman piramida makanan)
yang sehat meningkat 3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
8. Pengetahuan tetang standar asupan sesuai
nutrisi yang tepat meningkat 4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
9. Penyiapan dari penyimpanan makanan konstipasi
yang aman meningkat 5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
10. Penyiapan dari penyimpanan minuman 6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
yang aman meningkat 7. Hentikan pemberian makanan melalui selang
11. Sikap terhadap makanan/minuman nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
sesuai dengan tujuan kesehatan Edukasi
meningkat 1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
12. Perasaan cepat kenyang menurun 2. Ajarkan diet yang diprogramkan
13. Nyeri abdomen menurun Kolaborasi
14. Sariawan menurun 1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
15. Rambut rontok menurun (mis.pereda nyeri,antiemetic), jika perlu.
16. Diare menurun 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
17. Berat badan membaik jumlah kalori dan jenis nutrient yang
18. Indeks masa tubuh (IMT) membaik dibutuhkan,jika perlu.
19. Frekuensi makan membaik
20. Nafsu makan membaik
21. Bising usus membaik
22. Tebal lipatan kulit trisep membaik
23. Membran mukosa membaik

3 Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama 2x 8 Manajemen Energi Observasi


b.d (penyebab) jam, maka toleransi aktivitas meningkat Observasi
1. Ketidak seimbangan antara dengan kriteria hasil sebagai berikut: 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
suplai dan kebutuhan oksigen 1. Frekuensi nadi meningat mengalami kelelahan
2. Tirah baring 2. Saturasi oksigen meningkat 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Kelemahan 3. Kemudahan dalam melakukan 3. Monitor pola dan jam tidur
4. Imobilisasi aktivitas sehari-hari meningkat 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
5. Gaya hidup monoton 4. Kecepatan berjalan meningkat melakukan aktivitas
5. Jarak berjalan meningkat Terapeutik
6. Kekuatan tubuh bagian atas 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
meningkat stimulasi (mis cahaya, suara dan kunjungan)
7. Kekuatan tubuh bagian bawah 2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
meningkat aktif
8. Toleransi dalam menaiki tangga 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
meningkat 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak
9. Keluhan lelah menurun dapat berpindah atau berjalan
10. Dispnea saat beraktivitasmenurun Edukasi
11. Duspnea setelah aktivitasmenurun 1. Anjurkan tirah baring
12. Perasaan lemah menurun 2. Anjurkan aktivitas secara bertahap
13. Aritmia saat aktivitas menurun 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
14. Aritmia setelah aktivitas menurun dan gejala kelelahan tidak berkurang
15. Sianosis menurun 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
16. Warna kulit membaik kelelahan
17. Tekanan darah membaik  Kolaborasi
18. Frekuensi nafas membaik 1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
19. EKG iskemia membaik meningkatkan asupan makanan
1. Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis ambulasi,
mobilisasi dan perawatan diri) sesuai
kebutuhan
2. Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan aktu, energi atau gerak
3. Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
4. Tingkatkan aktifitas fisik untuk memelihara
berat badan
5. Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi
otot
6. Fasilitasi aktivitas dengan komponen dalam
aktivitas relaksasi dan diverifikasi untuk
menurunkan kecemasan (mis vokal grup,
bola voli, tenis meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan sederhana,
tugas rutin, tugas rumah tangga, perawatan
diri dan teka-teki dan kartu)
7. Libatkan keluarga dalam aktivitas
8. Fasilitasi pengembangan motivasi dan
penguatan diri
9. Fasilitasi pasien dan kelurga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
10. Jadwalkan aktivitas dalam sehari-hari
11. Berikan penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
DAFTAR PUSTAKA

ADA, 2016.American Diabetes Association.Standarts of medical care in diabetes 2016.


Diabetes care. 2013;39 (suppl1):s1-S106. http;//www.ndei.org/ADA
diabetesmanagement guidelinnes-diagnosis-A1C-testing.aspx.html
Bulechek dkk,2013, Nursing Interventions Classifications, Elsevier, United Kingdom
Chusmeywati , 2016 , Hubungan dukungan keluarga terhadap kualitas hidup
penderitan DM di
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta , UMY Repository Yogyakarta
Ernawati, 2013.Penatalaksanaan Keperawatan Diabetes Mellitus Terpadu.
Jakarta:Penerbit Mitra Wacana Media
Helmawati, H. 2014, Hidup Sehat tanpa Diabetes. Yogyakarta: Notebook LeMone dkk,
Buku Ajar Keperawatan Medika Bedah, EGC Jakarta
Siregar , Henrianto karolus , 2015 , pengetahuan pasien diabetes tentang komplikasi DM
D RSUD Pirngadi Medan , USU Repository , Medan
ADA, 2016.American Diabetes Association.Standarts of medical care in diabetes 2016.
Diabetes care. 2013;39 (suppl1):s1-S106. http;//www.ndei.org/ADA
diabetesmanagement guidelinnes-diagnosis-A1C-testing.aspx.h
Corwin , Elizabeth J 2012 .Buku Saku Patofisiologi , Jakarta : EGC Semarang : CV Agung
Hasdianah. 2012. Mengenal Diabetes Mellitus Pada Orang Dewasa dan Anak – Anak
Dengan Solusi Herbal. Yogyakarta : Nuha Medika
Riyadi, S., & sukarmin, 2011. Asuhan Keperawatan pada pasien dengan gangguan
eksokrin dan endokrin pada pancreas. Yogyakarta: graha Ilmu
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1: Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Soegondo,S.,Soewondo, P., subekti, I ,2011. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai