Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN PADA KLIEN


Tn.A DENGAN CEDRA KRANIOSEREBRAL BERAT DI RUANG IGD

RSUD dr. DARSONO PACITAN

Disusun guna memenuhi tugas praktik klinik keperawatan


kegawatdaruratan dan manjemen prodi S1 Ilmu Keperawatan

DI SUSUN OLEH:

NAMA: ELLYSHA PEPRIYANA

NIM: M16010017

PROGAM STUDI SI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2019
CEDERA KEPALA

A.      PENDAHULUAN
1.    Latar belakang
Tengkorak sebagai pelindung jaringan otak mempunyai
daya elastisitas untuk mengatasi trauma bila dipukul atau terbentur
benda tumpul. Namun pada benturan, beberapa mili detik akan
terjadi depresi maksimal dan diikuti osilasi. Trauma pada kepala
dapat menyebabkan fraktur pada tengkorak dan trauma jaringan
lunak/otak atau kulit seperti kontusio/memar otak, oedem otak,
perdarahan dengan derajat yang bervariasi tergantung pada luas
daerah trauma.
Sehingga apabila terjadi cedera kepala memerlukan
penatalaksanaan yang cepat, tepat dan asuhan keperawatan yang
benar. Sehingga efek sekunder dari cedera kepala dapat
diminimalkan dan penyembuhan dapat maksimal.

2.    Tujuan

Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :

1) Mengetahui dan memahami mengenai trauma dan cedera


kepala, patofisiologi, tanda dan gejala serta
penatalaksanaannya.
2) Mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien dengan cedera kepala.
3) Mampu menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan cedera kepala.
B.       KONSEP TEORI 
PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak
tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedera kepala meliputi trauma
kulit kepala, tengkorak dan otak. Cedera otak terdapat dibagi dalam dua
macam yaitu :
a) Cidera otak primer:
Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari
trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi.
b) Cidera otak sekunder:
Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia,
metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma.

KLASIFIKASI

Beratnya cedera kepala saat ini didefinisikan oleh The Traumatik


Coma Data Bank berdasarkan Skore Scala Coma Glascow (GCS).
Penggunaan istilah cedera kepala ringan, sedang dan berat berhubungan
dari pengkajian parameter dalam menetukan terapi dan perawatan. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut :
1.    Cedera Kepela Ringan
     Nilai GCS 13-15 yang dapat terjadi kehilanga kedaran atau
amnesia akan tetapi kurang dari 30 menit. Tidak terdapat fraktur
tengkorak serta tidak ada kontusio serebral dan hematoma.
2.    Cedera Kepala Sedang
     Nilai GCS 9-12 yang dapat terjadi kehilangan kesadaran atau
amnesia lebih dari 0 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat
mengalami fraktur tengkorak.
3.    Cedera Kepala Berat
     Nilai GCS 3-8 yang diikuti dengan kehilangan kesadaran atau
amnesia lebih dari 24 jam meliputi kontusio serebral, laserasi atau
hematoma intrakranial.
 Tabel 1. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)
1.         Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2.         Respon Verbal
Orientasi baik 5
orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
 Tidak ada respon 1
3.         Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15
ETIOLOGI
a.    Kecelakaan
b.    Jatuh
c.    Trauma akibat persalinan.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses
primer dan proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya
fisika yang berkaitan dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan
bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak. Walaupun kontusio
dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-
tanda jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson
difus pada substasi alba subkortex adalah penyebab utama kehilangan
kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan pemulihan yang
tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera
kepala traumatik berat.
Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera
primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson
difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang diakibatkan oleh
benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung pada kuat dan
arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak,
perdarahan segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan
kematian langsung pada daerah yang terkena.
Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma
menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari
intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan hipotensi
merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi menurunnya tekanan
perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark otak.
Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor
seperti kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak
metabolisme otak, gangguan hormonal, pengeluaran bahan-bahan
neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf proses primer atau
sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.
Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian belakang
lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi lain. Gejala-
gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui setelah penderita
sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai ganguan sensibilitas
kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus frontalis mengakibatkan
timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi lobus temporalis.
Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera kepala
disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus. Kerusakan dibagian
depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi di regio optika berakibat
timbulnya edema paru karena kontraksi sistem vena. Retensi air, natrium
dan klor yang terjadi pada hari pertama setelah trauma tampaknya
disebabkan oleh terlepasnya hormon ADH dari daerah belakang
hipotalamus yang berhubungan dengan hipofisis.
Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan
melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya
menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga disebabkan
keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi metabolisme
karbohidrat didalam batang otak.
Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena benturan
atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan serviks
medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena penekanan oleh
herniasi unkus.
Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang
terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus,
regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber, lengan
dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam fleksi
pada siku  terjadi bila hubungan batang otak dengan korteks serebri
terputus.
Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.
Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang
menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang
dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan timbulnya
Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada gangguan setinggi
diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi respiratorik.

TANDA DAN GEJALA


a.    Gangguan kesadaran
b.    Konfusi
c.    Abnormalitas pupil
d.   Awitan tiba-tiba defisit neurologi
e.    Perubahan tanda vital
f.     Gangguan penglihatan dan pendengaran
g.    Disfungsi sensory
h.    Kejang otot
i.      Sakit kepala
j.      Vertigo
k.    Gangguan pergerakan
l.      Kejang
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan
ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak
2. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
3. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perdarahan/edema), fragmen tulang
4. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenasi) jika peningkatan tekanan intracranial.
5. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial 

PENGKAJIAN
BREATHING
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung,
sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun
iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi,
stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi
peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

BLOOD:
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi.
Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan
parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat,
merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

BRAIN
Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya
gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia
seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada
ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi
gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi :
 Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).
 Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan
sebagian lapang pandang, foto fobia.
 Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

 Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh.


 Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus
menyebabkan kompresi spasmodik diafragma.
 Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah
satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan.
BLADER
Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia
uri, ketidakmampuan menahan miksi.

BOWEL
Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah
(mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan
menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

BONE
Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada
kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula
terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi
karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks
pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Kerusakan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan adanya edema
serebri
b) Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan akumulasi sekresi dan
sumbatan jalan napas
c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilitas yang lama
d) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif
dan penurunan kekuatan/tahanan.
e) Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan luka pembedahan dan tindakan
invasif

PERENCANAAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


KEPERAWATAN
1. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Circulatory Mengetahui adanya
perfusi - Perfusi jaringan care resiko peningkatan
jaringan cerebral 1. Monitor vital TIK
serebral - Balance cairan sign
2. Moniror Peningkatan aliran
Client Outcome : status vena dari kepala
- Vital sign membaik neurologi menyebabkan
- Fungsi motorik 3. Monitor penurunan TIK
sensorik membaik status Mengurangi edema
hemodinamik cerebri
4. Posisikan
kepela klien
head Up 30o
5. Kolaborasi
pemberian
manitol
6. sesuai order

2. Ketidakefektifan NOC Outcome : NIC : Manajemen Mengetahui kepastian


jalan napas - Status respirasi : jalana napas dan kepatenan
pertukaran  Gas 1. 1.Monitor kebersihan jalan napas
- Status respirasi : status
kepatenan   jalan respirasi dan
napas 2. Oksigenasi
- Status respirasi : 3. Bersihkan
ventilasi jalan napas
- Kontrol aspirasi
4. Auskultasi
Client Outcome : suara
- Jalan napas paten pernapasan Membebaskan jalan
- Sekret dapat napas terhadap
dikeluarkan 5. Berikan akumulasi sekret guna
- Suara napas bersih Oksigen terpenuhinya
sesuai kebutuhan oksigenasi
6. Program klien

NIC : Suctioning air


way
1. Observasi
sekret yang
keluar
2. Auskultasi
seblum dan
sesudah
3. melakukan
suction
4. Gunakan
pealatan
steril pada
5. saat
melakukan
suction
6. Informasikan
pada klien
dan
7. keluarga
tentang
tindakan 
8. suction

3. Kerusakan NOC Outcome : NIC : Perawatan Mengetahui seberapa


integritas kulit - Integritas jaringan luka dan pertahanan luas kerusakan
kulit integritas kulit klien
Client Outcome : 1. Observasi lokasi
- Integritas kulit utuh terjadinya kerusakan
integritas kulit
2. Kaji faktor resiko
kerusakan integritas Mencegah terjadinya
kulit penekanan pada area
3. Lakukan dekubibus
perawatan luka
4. Monitor status
nutrisi
5. Atur posisi klien
tiap 1 jamSekali
6. Pertahankan
kebersihan alat
Tenun

4. Intolerasi aktivitas NOC Outcome : NIC : Terapi latihan Dengan latihan


- Pergerakan sendi (pergerakan sendi) pergerakan akan
aktif 1. Observasi KU mencegah terjadinya
- Tingkat mobilisasi klien kontraktur otot
- Perawatan ADLs 2. Tentuka
ketebatasan gerak
Client Outcome :  Klien
- Peningkatan 3. Lakukan ROM
kemampuan sesuai Kemampuan
  dan kekuatan otot 4. Kolaborasi
dalam dengan terapis dalam
  bergerak melaksanakan Meminimalkan
- Peningkatan latihan terjadinya kerusakan
aktivitas fisik mobilitas fisik
NIC : Terapi latihan
(kontrol otot)
1. Evaluasi fungsi
sensori
2. Tingkatkan
aktivitas
motorik sesuai
kemampuan
3. Gunakan sentuhan
guna meminimalkan
spasme otot

5. Resiko terjadi NOC Outcome : NIC : Kontrol Meminimalkan invasi


infeksi
- Status imunologi infeksi mikroorganisme
- Kontrol infeksi 1. Pertahankan penyebab infeksi
- Kontrol resiko kebersihan kedalam tubuh
Lingkungan
Client Outcome : 2. Batasi pengunjung
- Bebas dari tanda- 3. Anjurkan dan
tanda Infeksi ajarkan pada
- Angka lekosit dalam keluarga untuk cuci
batas Normal tangan sebelum dan
- Vital sign dalam sesudah kontak
batas  normal dengan klien
4. Gunakan teknik
septik dan aseptik
dalam perawatan
klien
5. Pertahankan
intake nutrisi yang Mencegah terjadinya
adekuat infeksi lanjutan
6. Kaji adanya
tanda-tanda infeksi
7. Monitor vital sign Memberikan
8. Kelola terapi perlindungan pada
antibiotika klien tehadap paparan
mikroorganisme
NIC : Pencegahan penyebab infeksi
infeksi Memastikan
1. Monitor vital sign pengobatan yang
2. Monitor tanda- diberikan sesuai
tanda infeksi program
3. Monitor hasil
laboratorium
4. Manajemen
lingkungan
5. Manajemen
pengobatan
KEPUSTAKAAN
Arif Mansjoer, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aeusculapius
FK-UI, Jakarta

Doenges M.E. at al., 1992,  Nursing Care Plans,  F.A. Davis Company,


Philadelphia

Hudak C.M., 1994,  Critical Care Nursing, Lippincort Company, Philadelphia.

Kuncara, H.Y, dkk, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth, EGC, Jakarta

Joane C. Mc. Closkey, Gloria M. Bulechek, 1996, Nursing Interventions


Classification (NIC), Mosby Year-Book, St. Louis

Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby


Year-Book, St. Louis

Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification


2001-2002,  NANDA

Anda mungkin juga menyukai