Anda di halaman 1dari 29

TUGAS INDIVIDU PKKT

ASKEP GADAR

Disusun Oleh:

Tiya Adriana

(20141660092)

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Banyak istilah yang dipakai dalam menyatakan suatu trauma atau cedera pada kepala di
Indonesia. Beberapa Rumah Sakit ada yang memakai istilah cedera kepala dan cedera
otak sebagai suatu diagnosis medis untuk suatu trauma pada kepala, walaupun secara
harfiah kedua istilah tersebut sama karena memakai gradasi responds Glaso Coma Scale
(GCS) sebagai tingkat gangguan yang terjadi akibat suatu cedera di kepala.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan akibat trauma
yang mencederai kepala, maka perawat perlu mengenal neuruanatomi, neurofisiologi,
neuropatofisiologi dengan baik agar kelainan dari masalah yang dikeluhkan atau kelainan
dari pengkajian fisik yang didapat bias sekomprehensif mungkin ditanggapi perawat yang
melakukan asuhan pada klien dengan cedera kepala.
Cedera kepala meliputi trauma kepala,tengkorak, dan otak. Secara anatomis otak
dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit kepala, serta tulang dan tentorium atau helem
yang membungkusnya. Tanpa perlindungan ini otak akan mudah sekali terkena cedera
dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak tidak dapat diperbaiki lagi.
Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang.
Efek-efek ini harus dihindaridan ditemukan secepatnya oleh perawat untuk menghindari
rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik, bahkan kematian.
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologis yang paling serius diantara penyakit
neurologis, dan merupakan proporsi epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya.
Diperkirakan 2/3 korban dari kasus ini berusia dibawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki
lebih banyak dari wanita. Lebih dari setengah dari semua klien cedera kepala berat
mempunyai signifikan cedera terhadap bagian tubuh lainnya. Adanya syok hipovolemik
pada klien cedera kepala biasanya karena cedera pada bagian tubuh lainnya. Resiko
utama klien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau
pembengkakan otak sebagai responds terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan
tekanan intracranial.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Cedera kepala berat adalah cedera kepala dimana otak mengalami memar dengan
kemungkinan adanya daerah hemoragi , pasien berada pada periode tidak sadarkan diri
(Smeltzer & Bare, 2002).
Cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi baik secara langsung
atau tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi
neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanent.
(Irwana,2009).

2.2 Mekanisme cedera

Mekanisme cedera / trauma kepala, meliputi:

a. Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam
kemudian dipukul atau dilempar.
b. Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala yang
terbentur.

c. Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya
adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.

2.3 Klasifikasi Cedera Kepala


Cedera kepala dibagi menjadi:
a. Cedera Kepala terbuka
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pencahnya tengkorak atau luka
penetrasi. Besarnya cedera kepala pada tipe ini ditentukan oleh velositas, masa dan
bentuk dari benturan. Kerusakan otak juga dapat terjadi jika tulang tengkorak
menusuk dan masuk ke dalam jaringan otak dan melukai durameter saraf otak,
jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan. Cedera kepala terbuka
memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
b. Cedera Kepala Tertutup
Benturan cranium pada jaringan otak didalam tengkorak ialah goncangan yang
mendadak. Dampaknya mirip dengan sesuatu yang bergerak cepat, kemudian serentak
berhenti dan bila ada cairan dalam otak cairan akan tumpah. Cedera kepala tertutup
meliputi: komusio (gegar otak), kontusio (memar), dan laserasi (Brunner & Suddarth,
2001; Long,1990).
c. Berdasarkan Tingkat Keparahan
Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas GCS.
Dimana GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu:
 Reaksi membuka mata (E)

Reaksi membuka mata Nilai


Membuka mata spontan 4
Buka mata dengan rangsangan suara 3
Buka mata dengan rangsangan nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

 Reaksi Bicara

Reaksi Verbal Nilai


Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5
Bingung, disorientasi tempat, waktu, dan ruangan 4
Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3
Keluar suara tetapi tidak berbentuk kata-kata (erangan) 2
Tidak bersuara dengan rasangan apapun 1

 Reaksi gerakan

Reaksi Motorik Nilai


Mengikuti perintah 6
Melokalisir rangsangan nyeri 5
Menarik bagian tubuh yang diberi rangsangan nyeri 4
Reaksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3
Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2
Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan menjadi:

a. Cedera kepala ringan


Nilai GCS: 13-15, kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit. Ditandai dengan nyeri
kepala, muntah, vertigo dan tidak ada penyerta seperti pada fraktur tengkorak,
kontusio/hematoma.
b. Cedera kepala sedang
Nilai GCS: 9-12, kehilangan kesadaran antara 30 menit – 24 jam, dapat mengalami
fraktur tengkorak dan disorientasi ringan (bingung).
c. Cedera kepala berat
Nilai GCS: 3-8, hilang kesadaran lebih dari 24 jam, meliputi: kontusio serebral,
laserasi, hematoma dan edema serebral (Hudack dan Gallo, 1996).

2.4 Perdarahan yang sering ditemukan

1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah / cabang – cabang arteri meningeal media yang terdapat di
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu di lobus temporalis dan parietalis. Gejala-gejala yang terjadi: penurunan
tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesis, dilatasi pupil ipsilateral,
pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, penurunan nadi, peningkatan
suhu.
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena / jembatan vena yang biasanya
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam
48 jam – 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa
bulan. Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik
diri, berfikir lambat, kejang dan udem pupil. Perdarahan intracerebral berupa
perdarahan di jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya: nyeri kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan,
hemiplegia kontra lateral, dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital.
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat. Tanda dan gejala :
Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk.

2.5 Etiologi
a. Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan dengan
kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan atau
kecederaan kepada pengguna jalan raya.

b. Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke bawah
dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun maupun
sesudah sampai ke tanah.
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).

Selain itu penyebab lain terjadinya trauma kepala (Smeltzer, 2001:2210;

Long,1996:203), antara lain :

1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana merobek otak, misalnya
tertembak peluru atau benda tajam
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya
3. Cedera akselerasi
Peristiwa gonjatan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun
bukan dari pukulan
4. Kontak benturan (Gonjatan langsung)
Terjadi benturan atau tertabrak sesuatu objek
5. Kecelakaan lalu lintas
6. Jatuh
7. Kecelakaan industry
Serangan yang disebabkan karena olah raga
8. Perkelahian

2.6 Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan
cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung
dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala dengan suatu
benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala ( Gennarelli,
1996 dalam Israr dkk, 2009).
Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bias berupa perdarahan pada permukaan
otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada duramater, dan
dinamakan lesi kontusio. Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan
berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang
tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak
memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan
dari benturan (countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia
otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera
sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap kali
jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang dapat
diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa
perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium,
produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam
terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.
Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai
nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap
cedera metabolic bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan
sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan
iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak (Lombardo, 2003).

2.7 Manifestasi Klinis


1. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak
tegap,kehilangan tonus otot.
2. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
3. Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
4. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua fungsi.
5. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
6. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris) deviasi
pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan seperti
pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks tendon tidak
ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan,kehilangan
sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa
beristirahat, merintih.
8. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
9. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan warna,
adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan kognitif,
gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
10. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
11. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
12. Cemas,delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
13. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
14. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,gangguan pengecapan dan
penciuman.
15. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
16. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma,kesadaran
mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau edema
intestisium.
17. Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
18. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
timbul dengan segera atau secara lambat.
19. Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat. Hematoma ini
mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan detoriorasi yang cepat, sakit kepala,
kejang, koma dan hernia otak dengan kompresi pada batang otak.
20. Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan sakit
kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran, dan
peningkatan TIK. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi.
21. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
22. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertenai, depresi pernapasan).
23. Apabila meningkatnya tekanan intracranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas.

2.8 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2001) penatalaksanaan pada klien dengan cidera kepala antara lain.
a. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
b. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
c. Pemberian analgetik.
d. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
e. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
f. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama dari
terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
g. Pembedahan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Pengkajian Primer (Primery Survey) :
a) Air way
1) Ada atau tidak penumpukan secret
2) Refleks batuk menurun
3) Refleks menelan menurun
4) Snoring
5) Edema tracheal/faringeal
b) Breathing
1) Sesak nafas
2) RR > 29 x/menit
3) Menggunakan otot bantu pernafasan
4) Retraksi dinding dada asimitris
5) Irama nafas tidak teratur
6) Pernafasan cepat dan dangkal
c) Circulation
1) Nadi lemah frekuensi 120x/menit
2) TD meningkat atau menurun (hipotensi)
3) Distritmia
d) Disability
1) Kesadaran GCS menurun
2) Pupil
3) Mual / muntah
4) Gelisah
5) Nyeri dada

2. Pengkajian Sekunder (Secondary Survey) :


a) Aktifitas/istirahat
Gejala : Dispneu dengan aktifitas ataupun istirahat.
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardi, disritmia, irama jantung gallop, hipertensi/hipotensi,
DVJ.
c) Integritas ego
Tanda : Ketakutan, gelisah.
d) Makanan / cairan
Adanya pemasangan infus intravena.
e) Nyeri/kenyamanan
Gejala : tergantung ukuran/area terlibat : Nyeri yang diperberat oleh napas
dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu, abdomen.
Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi.
f) Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, Batuk, riwayat bedah dada/trauma.
Tanda : Takipnea, penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, retraksi
interkostal, Bunyi napas menurun dan fremitus menurun (pada sisi terlibat),
Perkusi dada : hiperresonan diarea terisi udara dan bunyi pekak diarea terisi
cairan.
Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik) bila
trauma, penurunan pengembangan (area sakit). Kulit : pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan.
3. Pengkajian Menyeluruh :
a. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa
yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan
effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada,
nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir
terutama pada saat batuk dan bernafas.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-
tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat
badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan
keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan
atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti
TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini
diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru,
asma, TB paru dan lain sebagainya.
f. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi
perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga
memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan.
Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol
dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi
timbulnya penyakit.
2) Pola nutrisi dan metabolism
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status
nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan defekasi sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan
umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest
sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan
pada saat aktivitas. Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena
merasa nyeri di dada.
5) Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi
juga dapat membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya
yang berbeda dengan lingkungan di rumah.
6) Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran
dalam keluarga ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit
pasien tidak lagi bisa mengurus anak dan suaminya.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai
seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa
penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap
dirinya.
8) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian
juga dengan proses berpikirnya.
9) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan
terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah
sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10) Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses
penyakitnya. Mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap
lebih tahu mengenai penyakitnya.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.
Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada cedera kepala tergantung
pada bentuk, lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya.
Anamnesis
Keluhan utama yang sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala yang di sertai dengan
penurunan tinngkat kesadaran.
1)    Riwayat penyakit saat ini
Pasien Tn Y mengalami trauma yang mengenai kepala akibat Kecelakaan Lalu Lintas.
terdapat penurunan tingkat kesadaran
2)    Riwayat penyakit terdahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, riwayat cedera
kepala sebelumnya, DM, penyakit jantung anemia, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang
berlebihan.
3)    Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan DM.
b.    Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respon emosi
klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga
serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari.
c.    Pola fungsi kesehatan (11 pola Gordon)
1)    Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Bila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau bidan. Bila sakit
ringan seperti masuk angin kadang – kadang klien membuat jamu sendiri. Klien tidak
pernah berobat ke dukun atau pengobatan alternatif lainnya. Klien mengatakan
kesehatan adalah hal yang penting dan ingin cepat sembuh agar bisa bekerja lagi.

2)    Pola Nutrisi/metabolic


Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas sehari.Sejak MRS
klien mengatakan tidak bisa makan dan minum karena mual-mual dan muntah. Sejak
kecelakaan sampai sekarang, klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-).
Siang ini klien sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah.
Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.
3)    Pola eliminasi
Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari ( ± 1200-1500
cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali dengan jumlah ± 200 cc
setiap kali BAK menggunakan pispot di atas tempat tidur. Sejak MRS klien belum
BAB.
4)    Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan perawatan diri    0    1    2    3    4
Makan/minum             x       
Mandi             x       
Toileting             x       
Berpakaian             x       
Mobilisasi di tempat tidur             x       
Berpindah             x       
Ambulasi ROM             x       

0: mandiri, 1: alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total.
5)    Pola tidur dan istirahat
Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur siang. Setelah
MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual dan sakit kepala serta situasi
rumah sakit yang ramai.
6)    Pola kognitif-perseptual
Klien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi jelas. Klien mengatakan
penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa membuka mata lama-lama karena masih
mengeluh pusing dan mual. Klien mengeluh telinga kiri terasa penuh berisi cairan
sehingga pendengaran agak terganggu. Tampak otore keluar dari telinga kiri. Klien
juga mengeluh sakit kepala seperti berdenyut-denyut terutama di bagian kanan dan
kadang-kadang disertai pusing-pusing. Klien tampak meringis terutama saat bergerak.
Skala nyeri 4-5 (sedang).
7)    Pola persepsi diri/konsep diri
Klien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di sebelahnya.
8)    Pola seksual dan reproduksi
Klien sudah menikah dan mempunyai anak.
9)    Pola peran-hubungan
Saat ini klien ditunggu oleh suaminya dan hubungan mereka terlihat baik. Keluarga
besar klien ada di Jawa. Di Bali klien punya beberapa famili dan teman-teman yang
sudah datang menjenguk klien tadi pagi.
10)    Pola manajemen koping stress
Bila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan minta pendapat dari
suami dan teman-teman. Suami mengatakan klien cukup terbuka terhadap masalah
yang dialaminya.
11)    Pola keyakinan-nilai
Klien dan suami beragama Islam dan biasa sholat setiap hari. Setelah MRS klien
hanya berdoa dari tempat tidur.
d.    Pemeriksaan fisik
Setelah melkukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
e.    Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami penurunan
kesadaran CKR atau COR dengan GCS 13-15, CKS dengan GCS 9-12, CKB dengan
GCS ≤ 8.

3.2 Diagnosa Keperawatan


(1) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral b/d aliran arteri dan atau vena
terputus
(2) Nyeri akut b/d agen injury fisik
(3) Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi
(4) Peningkatan TIK b/d proses desak ruang akibat penumpukan cairan/darah di
dalam otak
(5) Resiko tinggi infeksi b/d trauma/laserasi kulit kepala
(6) Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama
(7) Defisit self care b/d kelemahan fisik dan nyeri
3.3 Rencana Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1 Ketidakefektifan Perfusi NOC: Monitor Tekanan Intra
Jaringan Serebral b/d aliran1.   Status sirkulasi Karnial
arteri dan atau vena2.   Perfusi jaringan serebral 1.   Catat perubahan respon
terputus, klien terhadap
dengan batasan karakteristik setelah dilakukan tindakan stimulus/rangsangan
: keperawatan selama 1 × 242.   Monitor TIK klien dan
  Perubahan respon motoric jam, klien mampu respon neurologis
  Perubahan status mental mencapai terhadap aktivitas
  Perubahan respon pupil 1.   Status sirkulasi dengan3.   Monitor intake dan
  Amnesia retrograde indikator output
(gangguan memori)  Tekanan darah sistolik dan4.   Pasang restrain, jika
distolik dalam rentang yg perlu
diharapkan 5.   Monitor suhu dan angka
 Tidak ada ortostatik leukosit
hipotensi 6.   Kaji adanya kaku kuduk
 Tidak ada tanda-tanda7.   Kelolan pemberian
PTIK antibiotic
2.   Perfusi jaringan serebral,8.   Berikan posisi dengan
dengan indikator kepala elevasi 30-400
 Klien mampu dengan leher dalam
berkomunikasi dengan posisi netral
jelas dan sesuai9.   Meminimalkan stimulus
kemampuan dari lingkungan
 Klien menunjukan10.    Beri jarak antara
perhatian, kosentrasi dan tindakan keperawatan
orientasi untuk meminimalkan
 Klien mampu memproses peningkatan TIK
informasi 11.    Kelola obat-obat untuk
 Klien mampu membuat mempertahankan TIK
keputusan dengan benar dalam batas spesifik
 Tingkat kesadaran klien
membaik Monitoring Neurologis
  1.   Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
2.   Monitoring tingkat
kesadaran klien
3.   Monitoring tanda-tanda
vital
4.   Monitoring keluhan nyeri
kepala, mual, dan
muntah
5.   Monitoring respon klien
terhadap pengobatan
6.   Hindari aktivitas jika TIK
meningkat
7.   Observasi kondisi fisik
klien

Terapi Oksigen
1.   Bersihkan jalan nafas
dari secret
2.   Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3.   Berikan oksigen sesuai
instruksi
4.   Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan
humidifiler
5.   Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6.   Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7.   Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8.   Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan
tidur
2 Nyeri akut b/d agen injury NOC Manajemen nyeri
fisik, 1.   Nyeri terkontrol 1.   Kaji keluhan nyeri,
Dengan batasan2.   Tingkat nyeri lokasi, karekteristik,
karakteristik: 3.   Tingkat kenyamanan onset/durasi, frekuensi,
  Laporan nyeri kepala kualitas dan beratnya
secara verbal atau non setelah dilakukan asuhan nyeri
verbal keperawatan selama 1× 242.   Observasi respon
  Respon autonomy jam, klien dapat: ketidaknyaman secara
(perubahan vital sign, verbal dan non verbal
dilatasi pupil) 1.   Mengontrol nyeri dengan3.   Pastikan klien menerima
  Tingkahlaku ekspresif indikator perawatan analgetik dng
(gelisah, menangis, Mengenal faktor-faktor tepat
merintih) penyebab 4.   Gunakan strategi
  Fakta dari observasi  Mengenal onset nyeri komunikasi yang efektif
  Gangguan tidur (mata Tindakan pertolongan non u/ mengetahui respon
sayu,menyeringai, dll) farmakologi penerimaan klien
 Menggunakan analgetik terhadap nyeri
 Melaporkan gejala-gejala5.   Evaluasi keefetifan
nyeri kpd tim kes penggunaan control
 Nyeri terkontrol nyeri
2.   Menunjukan tingkat nyeri 6.   Monitoring perubahan
Dengan indikator : nyeri baik actual
 Melaporkan nyeri maupun potensial
 Frekuensi nyeri 7.   Sediakan lingkungan
 Lamanya episode nyeri yang nyaman
 Ekspresi nyeri; wajah 8.   Kurangi faktor-faktor
 Perubahan respirasi rate yang dapat menamba
 Perubahan tekanan darah ungkapan nyeri
 Kehilangan nafsu makan 9.   Ajarkan penggunaan
3.   Tingkat kenyaman, teknik relaksasi sebelum
Dengan indicator: atau sesudah nyeri
 Klien melaporkan berlangsung
kebutuhan tidur dan10.  Kolaborasi dengan tim
istrahat tercukupi kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain
obat untuk meringankan
nyeri
11.  Tingkatkan istrahat
yang adekuat untuk
meringankan nyeri

Manajemen pengobatan
1.      Tentukan obat yg
dibutuhkan klien dan
cara mengelola sesuai
dengan anjuran/dosis
2.      Monitor efek teraupetik
dan pengobatan
3.      Monitor tanda, gejala
dan efek samping obat
4.      Monitor interaksi obat
5.      Ajarkan pada
klien/keluarga cara
mengatasi efek samping
pengobatan
6.      Jelaskan manfaat
pengobatan yang dapat
mempengaruhi
gayahidup klien.

Pengelolaan analgetik
1.   Periksa perintah medis
tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik
2.   Periksa riwayat alergi
klien
3.   Pilih obat berdasarkan
tipe dan beratnya nyeri
4.   Pilih cara pemberian IV
atau IM u/ pengobatan,
jika mungkin
5.   Monitor vital sign
sebelum dan sesuda
pemberian analgetik
6.   Kelolah jadwal
pemberian analgetik
yang sesuai
7.   Evaluasi efektifitas dosis
analgetik observasi
tanda gejala efek
samping, missal depresi
pernapasan, mual,
muntah, mulut kering, &
konstipasi
8.   Kolaborasi dng dokter
untuk obat dosis & cara
pemberian yg di
indikasikan
9.   Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas,
dan keparahan sebelum
pengobatan
10.  Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
11.  Dokumentasikan
respon dari analgetik dan
efek yang tidak
diinginkan
3 Pola nafas tak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan
hipoventilasi  Status respirasi : pertukaran nafas
gas 1.   Monitor status respirasi
 Status respirasi : kepatenan dan oksigenasi
jalan nafas 2.   Bersihkan jalan napas
 Status respirasi : ventilasi 3.   Auskultasi suara
 Control aspirasi pernapasan
4.   Berikan oksigen sesuai
Clien Outcome : program
 Jalan napas paten NIC : suctioning air way
 Secret dapat di keluarkan 1.      Observasi secret yg
 Suara nafas bersih keluar
2.      Auskultasi sebelum dan
sesudah melakukan
suction
3.      Gunakan peralatan steril
pada saat melakukan
suction
4.      Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
tindakan suction
4 Kerusakan integritas kulit NOC Outcome : NIC : perawatan luka
b/d imobilitas yg lama  Integritas kulit dan pertahanan kulit
1.   Observasi lokasi
Clien Outcome : terjadinya kerusakan
 Integritas kulit utuh integritas kulit
2.   Kaji faktor resiko
kerusakan integritas
kulit
3.   Lakukan perawatan luka
4.   Monitor status nutrisi
5.   Atur posisi klien tiap 1
jam sekali
6.   Pertahankan kebersihan
alat tenun
5 Defisit self care b/d NOC : NIC:membantu
kelemahan fisik dan nyeri Perawatan diri: (mandi, perawatan diri klien
makan, toileting, mandi dan toileting
berpakaian) Aktifitas :
setelah dilakukan asuhan1.   Tempatkan alat-alat
keperawatan selama…× 24 mandi di tempat yang
jam, klien mengerti cara mudah dikenali dan
memenuhi ADL secara mudah dijangkau klien
bertahap sesuai2.   Libatkan klien dan
kemampuan dengan damping
kriteria: 3.   Berikan bantuan selama
 Mengerti secara sederhana klien masih mampu
cara mandi, makan, mengerjakan sendiri
toileting, dan berpakaian
serta mau mencoba secara NIC: ADL berpakaian
aman tanpa cemas Aktifitas:
 Klien mau berpartipasi 1.   Informasikan pada klien
Dng senang hati tanpa dalam memilih pakaian
keluhan dlm memenuhi selama perawatan
ADL 2.   Sediakan pakaian di
tempat yang mudah di
jangkau
3.   Bantu berpakaian yg
sesuai
4.   Jaga privky klien
5.   Berikan pakaian pribadi
yg digemari dan sesuai

NIC: ADL makan


1.   Anjurkan duduk dan
2.   berdoa bersama teman
3.   Damping saat makan
4.   Bantu jika klien belum
mampu dan beri contoh
5.   Beri rasa nyaman saat
makan
6 Resiko tinggi infeksi b/d NOC Outcome : NIC : kontol infeksi
trauma/laserasi kulit kepala  Status imunologi 1.   Pertahankan kebersihan
 Control infeksi lingkungan
 Control resiko 2.   Batasi pengunjung
3.   Anjurkan dan ajarkan
Clien Outcome : pada keluarga untuk cuci
 Bebas dari tanda-tanda tangan sebelum dan
infeksi sesudah kontak dengan
 Angka leukosit dalam batas klien
normal 4.   Gunakan teknik septik
 Vital sign dalam batas dan aseptic dan
normal perawatan klien
5.   Pertahankan intake
nutrisi yg adekuat
6.   Kaji adanya tanda-tanda
infeksi
7.   Monitor vital sign
8.   Kelola terapi antibiotik

NIC : pencegahan
infeksi
1.   Monitor vital sign
2.   Monitor tanda-tanda
infeksi
3.   Monitor hasil
laboratorium
4.   Manajemen lingkungan
5.   Manajeman pengobatan
7 PK: peningkatan TIK b/d setelah dilakukan asuhan1.   Pantau tanda dan gejala
proses desak ruang akibat keperawatan selama…× 24 peningkatan TIK
penumpukan cairan/darah di jam, dapat mencegah atau Kaji respon membuka
dalam otak meminimalkan komplikasi mata, respon motoric
Batasan karakteristik : dari peningkatan TIK, dan verbal, (GCS)
 Penurunan kesadaran dengan kriteria:  Kaji perubahan tanda-
(gelisa, disorientasi)  Kesadaran stabil (orientasi tanda vital
 Perubahan motoric dan baik)  Kaji respon pupil
persepsi sensasi  Pupil isokor, diameter 1mm Catat gejala dan tanda-
 Perubahan tanda vital (TD Reflek baik tanda: muntah, sakit
meningkat, nadi kuat dan Tidak mual kepala, lethargi, gelisah,
lambat)  Tidak muntah nafas keras, gerakan tak
 Pupil melebar, reflek pupil bertujuan, perubahan
menurun mental
 Muntah 2.Tinggikan kepala 30-40
 Klien mengeluh mual derajat jika tidak ada
 Klien mengeluh pandangan kontra indikasi
kabur dan diplopia 3.Hindari situasi atau
manuver sebagai
berikut :
 Masase karotis
 Fleksi dan rotasi leher
berlebihan
 Stimulasi anal dengan
jari, menahan nafas dan
mengejan
 Perubahan posisi yg
cepat
4.   Ajarkan klien untuk
ekspirasi selama
perubahan posisi
5.   Konsul dengan dokter
untuk pemberian
pelunak feses, jika perlu
6.   Pertahankan lingkungan
yg tenang
7.   Hindarikan pelaksanaan
urutan aktivitas yg dapat
meningkatkan TIK
8.   Batasi waktu
penghisapan pada tiap
waktu hingga 10 detik
9.   Hiperoksigenasi dan
hiperventilasi klien
sebelum dan sesudah
penghisapan
10.   Konsultasi dng dokter
untuk pemberian
lidokain profilaktik
sebelum penghisapan
11.   Pertahankan ventilasi
optimal melalui posisi
yang sesuai dengan
penghisapan yg teratur
12.   Jika diindikasik,
lakukan protocol atau
kolaborasi dng dokter
untuk terapi obat yg
mungkin termasuk
sebagai berikut:
 Sedasi, barbiturat
(menurunkan laju
metabolisme serebral)
 Antikonvulsan
(mencegah kejang)
 Diuretic osmotic
(menurunkan edema
serebral)
 Diuretic non osmotic
(mengurangi edema
serebral)

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Brain Injury Assosiation of America (2001) cedera kepala adalah suatu kerusakan
pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh
serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.
Diagnose keperawatan pada Head Injury adalaha sebagai berukut :
(1) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral b/d aliran arteri dan atau vena
terputus
(2) Nyeri akut b/d agen injury fisik
(3) Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi
(4) Peningkatan TIK b/d proses desak ruang akibat penumpukan cairan/darah di
dalam otak
(5) Resiko tinggi infeksi b/d trauma/laserasi kulit kepala
(6) Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama
(7) Defisit self care b/d kelemahan fisik dan nyeri

4.2 Saran

Setelah membaca makalah ini Adapun saran yang ingin penulis sampaikan, khususnya
pada mahasiswa S1 Keperawaatan yaitu disarankan untuk mengetahui dan memahami
tentang Trauma Kepala. Sehingga mahasiswa dapat mengerti tentang Trauma Kepala dan
dapat menghindari penyebab-penyebab dari Trauma Kepala. Mengetahui gejala dan tanda
Trauma Kepala untuk mencegah terjadinya efek lebih pada Trauma Kepala. Lebih memahami
komplikasi yang ditimbulkan dari Trauma Kepala dan mahasiswa diharapkan lebih berfikir
kritis terhadap suatu penyakit

Anda mungkin juga menyukai