Cedera kepala adalah suatu rudapaksa (trauma) yang menimpa struktur kepala sehingga
dapat menimbulkan kelainan struktural dan gangguan fungsional jaringan otak. Menurut
Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah kerusakan pada kepala, yang
tidak bersifat kongenital atau degeneratif, tetapi oleh serangan atau benturan fisik dari
luar.1
1. Cedera yang disebabkan adanya benturan pada kepala atau Akselerasi-deselerasi
yang tiba – tiba dari otak di dalam rongga tengkorak.
2. Adanya gangguan fungsi saraf yang terjadi segera. Secara klinis gangguan fungsi
saraf dapat berupa berbagai bentuk, namun kehilangan kesadaran sering kali
merupakan gambaran utama.
Untuk kepentingan klinis, perlu ditegaskan kasus-kasus mana yang dapat digolongkan
kepada kasus kranioserebral. Menurut penelitian cedera kepala di Scottish
Hospital,yang digolongkan kedalam kasus cedera kepala adalah :2
1. Adanya riwayat benturan pada kepala.
2. Laserasi kulit kepala atau dahi.
3. Penurunan kesadaran walaupun singkat.
3. Kepala yang tidak dapat bergerak karena menyender pada benda lain, dibentur
oleh benda yang bergerak (kepala tergencet). Pada kepala yang tergencet pada
awalnya dapat terjadi retak atau hancurnya tulang tengkorak. Bila tekanannya
hebat, akan mengakibatkan cedera otak.
Pergeseran otak. Benturan pada kepala menyebabkan otak bergeser mengikuti arah
gaya benturan. Gerakan geseran lurus ini disebut juga gerakan translasional. Geseran ini
dapat menimbulkan lesi bila permukaan dalam tengkorak kasar seperti yang terdapat di
dasar tengkorak. Kelambanan otak karena konsistensinya yang lunak menyebabkan
gerakannya tertinggal terhadap gerakan tengkorak. Di daerah seberang gerakan otak
akan membentur tulang tengkorak dengan segala akibatnya
Rotasi otak . Pada tahun 1865 Alquie pada percobaannya pada mayat dan hewan telah
mengetahui bahwa pada saat benturan kepala, otak mengalami rotasi sentrifugal yang
mengakibatkan benturan otak pada tabula interna tengkorak. Holbourn (1943)
mengatakan bahwa rotasi otak dapat terjadi pada bidang sagital, horizontal, koronal dan
kombinasinya. Gerakan berputar ini tampak disemua daerah kecuali di daerah frontal
dan temporal.
Di daerah dimana otak dapat bergerak, kerusakan otak yang terjadi sedikit atau tidak
ada, Kerusakan terbesar terjadi di daerah yang tidak dapat bergerak atau terbatas
gerakannya, yaitu daerah frontal di fossa serebri anterior dan daerah temporal di fossa
serebri media. Karena sulit bergerak, jaringan otak di daerah ini mengalami regangan
yang mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dan serat-serat saraf. Kombinasi
gerakan rotasi dan translasional disebut gerakan angular
b. Lesi intrakranium.7
Dapat digolongkan menjadi :
Lesi fokal :
Lesi difus :
• Perdarahan epidural
• Perdarahan subdural
• Perdaraha intraserebral
• Komosio ringan
• Komosio klasik
• Cedera akson difus
1. Management of acute severe traumatic brain injury - UpToDate [Internet]. 2019
[dikutip 31 Oktober 2019]. Tersedia pada:
https://www.uptodate.com/contents/management-of-acute-severe-traumatic-brain-
injury
2. Zafonte RD. Traumatic brain injury: an enduring challenge. The Lancet Neurology.
Oktober 2017;16(10):766–8.
3. Newgard CD, Meier EN, Bulger EM, Buick J, Sheehan K, Lin S, dkk. Revisiting
the “Golden Hour”: An Evaluation of Out-of-Hospital Time in Shock and
Traumatic Brain Injury. Annals of Emergency Medicine. Juli 2015;66(1):30-41.e3.
5. Lindsay KW; B Ian; Fuller, Geraint, Bone I, Lindsay KW. Neurology and
Neurosurgery Illustrated (5th Edition). Elsevier Health Sciences; 2010.
7. Blennow K, Brody DL, Kochanek PM, Levin H, McKee A, Ribbers GM, dkk.
Traumatic brain injuries. Nature Reviews Disease Primers. 17 November
2016;2(1):1–19.