Anda di halaman 1dari 18

KEPERAWATAN KRITIS

PADA PASIEN DENGAN CEDERA KEPALA BERAT

OLEH:

KELOMPOK 2

1. Anggriani Abd. Latif


2. Atika Parwati Kaharu
3. Dian Angriani Lalimbat
4. Djisamsul Malasandji
5. Desy Fransiska Radjak
6. Ikbal Oktavian Hasan
7. Muhamad Putra darmawan
8. Nur’ain Samu
9. Nursyafna Faluggah
10. Niftahudin Tuki
11. Surya Adi Putra Halid

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MANADO

TAHUN AJARAN 2022/2023

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


A. LATAR BELAKANG

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury pada kepala, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Cedera kepala merupakan keadaan yang serius dan perlu mendapat
penanganan yang cepat. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat dan mempertahankan
tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak bisa menghindarkan pasien dari cidera kepala
sekunder (Susilo, 2019).

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang di sertai
perdarahan interstitial dalam substansi otak, tanpa terputusnya kontinuitas otak
(Padila,2014). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan
eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan
kognitif, fungsi tingkah laku dan emosional (Bararah, 2013). Menurut penyebabnya cedera
kepala di bagi menjadi 3:

a. Trauma benda tumpul


Kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang menyebar. Berat ringannya cedera yang terjadi
tergantung pada proses akselerasi-deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi
internal dapat menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat otak
“bergeser” akan terjadi “pergesekan” antara permukaan otak dengan tonjolan- tonjolan yang
terdapat di permukaan dalam tengkorak laserasi jaringan otak sehingga mengubah integritas vaskuler
otak.
b. Trauma tajam
Di sebabkan oleh pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada fraktur tulang tengkorak. Kerusakan
tergantung pada kecepatangerak (velocity) benda tajam tersebut menacap ke kepala.
c. Coup dan contracoup
Pada cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan sedangkan pada cedera contracoup
kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan coup.

d. Trauma kepala terbuka


Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam jaringan otak. Jika
kondisi ini kemudian melukai atau menyobek dura mater, maka dapat menyebabkan
cairan serebrospinal merembes, kerusakan saraf otak, dan jaringan otak.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


e. Trauma kepala tertutup

Keadaan trauma kepala tertutup dapat mengakibatkan kondisi komosio, kontusio,


epidural hematoma, subdural hematoma, intrakranial hematoma (Susilo,2019)

Menurut krisanty paula (2014), cidera kepala ada 3 berdasarkan nilai GCS :

 Cedera kepala ringan

1) Nilai GCS 13- 15

2) Amnesia kurang dari 30 menit

3) Trauma sekunder dan trauma neurologis tidak ada

4) Kepala pusing beberapa jam sampai beberapa hari

 Cedera kepala sedang

1) Nilai GCS 9 – 12

2) Penurunan kesadaran 30 menit – 24 jam

3) Terdapat trauma sekunder

4) Gangguan neorologis sedang

 Cedera kepala berat

1) Nilai GCS 3- 8

2) Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam sampai berhari – hari

3) Terdapat cedera sekunder : kontusio, fraktur tengkorak, perdarahan dan atau


hematoma intrakranial.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


Glasgow coma scale (GCS)

Glasgow coma scale


(GCS)
Mata (Eye) Verba Motorik
l
- - - - Dengan perintah 6
- - Orientasi baik 5 Melokalisasi 5
nyeri
Spontan 4 Bicara 4 Menarik area 4
membingungkan, nyeri
jawaban tidak
tepat
Dengan 3 Bicara kacau/ 3 Fleksi abnormal 3
perintah tidak nyambung
(suara/ sentuh)
Rangsangan 2 Suara tidak 2 Ekstensi 2
nyeri dimengerti/ abnormal
rintihan
Tidak 1 Tidak berespon 1 Tidak berespon 1
berespon

Menurut Paula (2014), klasifikasi cedera kepala dibagi atas 5:

a. Scalp wounds (trauma kulit kepala)


Kulit kepala harus di periksa adalah bukti luka atau perdarahan akibat fraktur
tengkorak. Adanya objek yang berpenetrasi atau benda asing harus di angkat atau di
tutupi oleh kain steril, perawatan untuk tidak menekan area luka. Laserasi pada kulit
kepala cenderung menyebabkan perdarahan hebat dan harus di tangani dengan
pengablikasian penekanan langsung. Kegagalan mengontrol perdarahan hebat dapat
menyebabkan terjadinya syok.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


b. Fraktur tengkorak
Fraktur kalvaria (atap tengkorak) apabila tidak terbuka tidak memerlukan perhatian
segera. Yang lebih penting adalah keadaan intrakranialnya. Fraktur tengkorak tidak
memerlukan tindakan pengobatan istimewa apabila ada fraktur impresi tulang maka
operasi untuk mengembalikan posisi.Pada fraktur basis kranium dapat berbahaya
terutama karena perdarahan yang di timbulkan sehingga menimbulkan ancaman
terhadap jalan nafas. Pada fraktur ini, aliran cairan serebro spinal terhenti dalam 5- 6
hari dan terdapat hematom kacamata yaitu hematom sekitar orbita.
c. Komosio serebri (gegar otak)
Kehilangan kesadaran sementara (kurang dari 15 menit). Sesudah itu klien mungkin
mengalami disorientasi dan bingung hanya dalam waktu yang relatif singkat. Gejala
lain meliputi: sakit kepala, tidak mampu untuk berkonsentrasi, gangguan memoris
sementara, pusing dan peka. Beberapa klien mengalami amnesia retrograd.
Kebanyakan klien sembuh sempurna dan cepat, tetapi beberapa penderita lain
berkembang ke arah sindrom pasca gegar dan dapat mengalami gejala lanjut selama
beberapa bulan. Penderita tetap di bawa ke RS, karena kemungkinan cidera yang lain.
d. Kontusio serebri
Kehilangan kesadaran lebih lama. Dikenal juga dengan Diffuse Axonal Injury (DAI),
yang mempunyai prognosis lebih buruk.
e. Perdarahan intra kranial
Dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau perdarahan intrakranial.
Terutama perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut akan
menyebabkanpeningkatan tekanan intrakranial yang semakin berat.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


B. PATOFISIOLOGI
Suatu sentakan traumatik pada kepala menyebabkan cedera kepala. Sentakannya tiba-
tiba dan dengan kekuatan penuh, seperti jauh, kecelakaan kendaraan bermotor, atau kepala
terbentuk. Jika sentakan menyebabkan suatu trauma akselerasi- delerasi atau coup-
countercoup, maka kontusioserebri dapat terjadi. Trauma akselerasi- deselerasi dapat
terjadi langsung di bawah sisi yang terkena ketika otak terpantul kearah tengkorak dari
kekuatan suatu sentakan (suatu pukulan benda tumpul) ketika kekuatan sentakan
mendorong otak terpantul kearah sisi berlawanan tengkorak, atau ketika kepala terdorong
kedepan dan terhenti seketika. Otak terus bergerak dan terbentur kembali ke tengkorak
(akselerasi) dan terpantul (deselerasi) (Krisanty, 2014).

Trauma tumpul karena kekuatan benturan akan menyebabkan kerusakan yang


menyebar. Berat ringannya cedera yang terjadi tergantung pada proses akselerasi-
deselerasi, kekuatan benturan dan kekuatan rotasi internal. Rotasi internal dapat
menyebabkan perpindahan cairan dan perdarahan petekie karena pada saat otak “bergeser”
akan terjadi “pergeseran” antara permukaan otak dengan tojolan- tojolan yang terdapat di
permukaan dalam tengkorak laserasi jaringan otak sehingga mengubah integritas vaskuler
otak. Trauma benda tajam disebabkan oleh pisau atau peluru, atau fragmen tulang pada
fraktur tulang tengkorak. Kerusakan tergantung pada kecepatan gerak (velocity) benda
tajam tersebut menancap ke kepala atau otak. Kerusakan terjadi hanya pada area dimana
benda tersebut merobek otak (lokal). Obyek dengan vecolity tinggi (peluru) menyebabkan
kerusakan struktur otak yang luas. Adanya luka terbuka menyebabkan resiko infeksi. Pada
cedera coup kerusakan terjadi segera pada daerah benturan sedangkan pada cedera
contracoup kerusakan terjadi pada sisi yang berlawanan dengan cedera coup (Krisanty,
2014).

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


WOC

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS KEPERAWATAN KRITIS

1. Pengkajian Keperawatan

Pasien barnama Tn.Z, berusia 23 tahun, berjenis kelamin laki-laki, masuk


rumah sakit dengan diagnosa medis CKB GCS 8 + edema cerebri. Pasien masuk
melalui IGD pukul 04.40 WIB dengan penurunan kesadaran. Pasien mengalami
kecelakaan tunggal 22.00 WIB, terdapat luka dikepala, luka lecet pada tangan dan
kaki, dengan TD: 141/ 75 mmHg, nadi 97 kali/menit, pernafasan 42 kali/ menit dan
suhu 37˚c.
Pada saat dilakukan pengkajian pukul 13.00 WIB, keluarga mengatakan
pasien belum sadar, dari awal kejadian sampai sekarang, keluarga mengatakan pasien
tampak sesak nafas, kadang ujung kaki pasien teraba dingin dan pasien tampak
gelisah. Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Tn. Z didapatkan hasil sebagai
berikut: keadaan umum pasien tidak sadar dengan GCS 8 (E2M4V2) dengan tingkat
kesadaran delirium, tekanan darah 134/77 mmHg, nadi 116 kali/menit, pernafasan 30
kali/menit dan suhu tubuh 38˚c.
Pada pemeriksaan kepala terdapat luka di temporal bagian kanan di atas
telinga, konjungtiva tampak anemis, terdapat luka di pelipis mata kiri klien sepanjang
3 cm, dan tampak kotor, mulut pasien tampak kering dan pecah- pecah. Pada
ekstremitas atas terdapat luka lecet di punggung tangan kanan, CRT >2, kekuatan otot
tangan tidak dapat di nilai karena pasien gelisah dan terpasang restrain, esktremitas
bawah akral teraba dingin, CRT >2, kekuatan otot kaki tidak bisa di nilai karna
pasien gelisah.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


2. Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. Z maka diagnosa keperawatan yang
muncul adalah diagnosa

a. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret tertahan ditandai dengan bunyi nafas
ronki, produksi sputum berlebih, pola nafas abnormal, gelisah, penurunan kesadaran,
dispnea, diagnosa diagnosa

b. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan
tingkat kesadaran yang menurun, tekanan darah meningkat, pernafasan ireguler, nadi
meningkat dan terdapat luka di temporal kanan, dianosa

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi- Risiko


perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan tingkat
kesadaran yang menurun, tekanan darah meningkat, pernafasan ireguler, nadi meningkat
perfusi ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 meningkat, gelisa, pola nafas
abnormal, terjadinya penurunan kesadaran.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


NO
(SDKI) (SLKI) (SIKI)

1 Bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen jalan nafas :
tertahan selama 3x24 jam maka bersihan jalan napas
1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
meningkat
Definisi :
2. monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, mengi,
Krtiteria Hasil :
Kemampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan wheezing, ronkhi kering)
nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten 1. Batuk efektif meningkat
3. monitor sputum (jumlah, warna, aroma
2. Produksi sputum menurun
Penyebab:
3. Mengi wheezing menurun 4. pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
1. Spasme jalan napas dan chin-lift (jaw- thrust jika di curigai trauma servikal)
4. Dispnea menurun
2. Hipersekresi jalan napas 5. Gelisah menurun 5. posisikansemi fowler atau fowler
3. Disfungsi neuromuskuler 6. Frekuensi nafas membaik
6. lakukan fisioterapi dada
4. Benda asing dalam jalan napas 7. Pola nafas membaik
7. lakukan pengisapan lendir
5. Adanya jalan napas buatan
8. lakukan hiperoksigenasi sebelum pengisapan
6. Sekresi yang tertahan
endotrakeal
7. Hiperplasia dinding jalan naps
8. Proses infeksi

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


9. Respon alergi Penghisapan Jalan Nafas :

10. Efek agen farmakologis 1. Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan


Situasional :
2. Auskultasi sebelum dan sesudah penghisapan
1. Merokok aktif
3. monitor status oksigenasi, status neurologis (tekanan
2. Merokok pasif intrakranial, tekanan perfusi serebral)
3. Terpajan polutan
4. monitor catat jumlah dan konsistensi sekret, gunakan
Gejala tanda mayor : prosedurnsterildan disposibel

Subjektif : - 5. lakukan penghisapan lebih dari 15 detik

Objektf : 6. Lakukan penghisapan ETT dengan tekanan rendah,

1. Tidak mampu batuk hentikan penghisapan jika mengalami kondisi- kondisi


seperti bradikardi, penurunan saturasi.
2. Sputum berlebihan
3. Mengi, wheezing

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


2. Rrisiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajeman peningkatan tekanan intrakranial
dengan cedera kepala selama 3x24 jam maka bersihan jalan napas
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
meningkat
Definisi: 2. Monitor tanda dan gejala peningkatan TIK,
Krtiteria Hasil :
3. Kolaborasi dalam monitor MAP (Mean Arterial
Beresiko mengalami penurunan sirkulasi darah ke otak 1. Komunikasi verbal membaik Pressure)
faktor Resiko:
2. Kontrol resiko membaik 4. Kolaborasi dalam monitir CPP (Cerebral
Perpusion Pressure)
1. Penurunan kinerja ventrikel kiri 3. Memori meningkat
5. Kolaborasi dalam monitor gelombang ICP
2. Aterosklerosis aorta 4. Mibilitas fisik membaik
6. Monitor status pernapasan
3. Diseksi arteri 5. Status neurologis meningkat
7. Monitor intake dan output cairan
4. Fibrilasi atrium
8. Monitor cairan serebrospinalis
5. Stenosis karotis
Pemantauan neurologis:
6. Dilatasi kardiomiopati
1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
7. Embolisme raektifitas pupil
8. Cedera kepala 2. Monitor tingkat kesadaran (GCS),
Kondisi Klinis Terkait: 3. Monitor ingatan terakhir, rentang perhatian,
memori masa lalu, mood dan perilaku
1. Cedera kepala
. 4. Monitor reflek kornea
2. Embolisme
5. Monitor kekuatan pegangan
3. Diseksi arteri

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


4. Neoplasma otak 6. Monitor kesimetrisan wajah
5. Infeksi otak 7. Monitor karakteristik bicara, kelancaran, kefihan,
atau kesulitan mencari kata
8. Monitor respons babinski
9. Monitor respons cushing

3. Setelah dilakukan intervensi keperawatan Pemantauan Respirasi


Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
selama 3x24 jam maka bersihan jalan napas 1. Monitor frekuensi, irama dan upaya nafas
ketidakseimbangan ventilasi- risiko perfusi
meningkat
serebral tidak efektif. 2. Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
Krtiteria Hasil : takipnea, monitor kemampuan batuk
Definisi : efektif, monitor adanya produksi sputum
1. Adanya Keseimbangan asam-basa
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan eliminasi 2. Konservasi energi membaik 3. Monitor adanya sumbatan jalan nafas,

karbondioksida pada membran alveolus-kapiler palpasi kesimetrisan ekspansi paru,


3. Perfusi paru menurun
auskultasi bunyi nafas, monitor saturasi
Penyebab: 4. Adanya respons ventilasi mekanik
oksigen
5. Tingkat delirium menurun
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 4. Monitor nilai AGD.
Terapi oksigen:
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik
dan pastikan fraksi yang diberikan cukup

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


Gejala Tanda Mayor: 4. Monitor efektifitas terapi oksigen
5. Monitor tanda- tanda hipoventilasi
S:-
6. Monitor integritas mukosa hidung akibat
O:PCO2 meningkat/menurun
pemasangan oksigen\
PO2 menurun 7. Bersihkan sekret pada mulut, hidung jika
Takikardia perlu, pertahankan kepatenan jalan nafas.

Bunyi napas tambahan

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


4 Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

1. Bersihan jalan nafas Observasi : S:


berhubungan dengan sekret 1. Memonitor pola nafas (frekuensi,
- Keluarga pasien mengatan sesak nafas pasien sudah berkurang
tertahan kedalaman dan usaha nafas),
dan tidak ada air liur yang keluar jikapasien di miringkan
2. Memonitor adanya bunyi nafas
tambahan (gurgling, ronki, wheezing) O:
3. Memonitor sputum (jumlah, banyak,
- RR: 22 kali/ menit
warna),
4. Memposisikan pasien semi fowler - Tidak ada bunyi suara tambahan
dengan 30˚
- Sesak nafas sudah berkurang
5. Melakukan suction
6. Melakukan auskultasi sebelum dan - PO2: 95 mmHg, PCO2: 38 mmHg, TD: 108/ 61 mmHg, nadi:
sesudah pengisapan sekret 85 kali/ menit, tidak ada sputum.
7. Menggunakan teknik aseptik saat
A: Masalah bersihan jalan nafas teratasi sebagian
melakukan suction
8. Melakukukan menghisapan lebih dari P: Intervensi monitor kepatenan jalan nafas dilanjutkan
15 detik
9. Memonitor input uotput cairan.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


Rrisiko perfusi serebral Observasi : S:
2.
tidak efektif berhubungan 1. Memonitor tingkat GCS
- Keluarga mengatakan pasien sadar penuh dan sudah
dengan cedera kepala 2. Memonitor TTV banyak berbicara
3. Memonitor status pernafasan:
O:
frekuensi, irama, kedalaman, PO2,
PCO2, PH darah - Pasien sudah sadar penuh

4. Mengkolaborasi pemberian - TD: 110/ 70 mmHg, nadi: 80 kali/ menit, suhu: 36,5˚c,
diuretik osmotik manitol 3x 150g, pernafasan: 19 kali/menit, GCS 15, CRT < 2 detik.
monitor MAP A: Masalah risiko perfusi serebral tidak efektif teratasi
5. Memberikan Nacl 0,9% 3 kolf/24
sebagian
jam
P: Intervensi di anjurkan untuk dilakukan di rumah karena
6. Mengelevasikan kepala 30˚
7. Memonitor intake output pasien pulang.

8. Memonitor PT, APTT


Edukasi :
1. Memberikan penkes kepada
keluarga dan pasien sebelum
pulang
2. Memberikan penkes kepada

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


3. keluarga tentang tanda gejala
terjadinya peningkatan TIK pada
pasien seperti terjadinya sakit
kepala, adanya mual muntah
4. Menganjurkan keluarga untuk
selalu memperhatikan tingkat
kesadaran pasien, melatih ingatan
pasien, seperti tentang lingkungan
dan masa lalu
5. Menganjurkan keluarga untuk
memperhatikan tingkat kekuatan
otot seperti cara berjalan
6. Memberikan informasi tentang
kontrol kesehatan sesuai jadwal
yang telah di anjurkan
7. Mengajurkan keluarga untuk
memanfaatkan pelayanan kesehatan
dengan baik.

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2


3. 1. Memposisikan pasien semi
Rrisiko perfusi serebral S:
fowler - Keluarga mengatakan pasien sudah lebihbaik, tidak
tidak efektif berhubungan
2. Melakukan inspeksi pergerakan sesak nafas lag
dengan cedera kepala
dinding dada O:
3. Mengauskultasi suara nafas - Pernafasan 22 kali/ menit, tidak ada bunyi suara
4. Memonitor suara tambahan tambahan, sesak nafas sudah berkurang, pola nafas
5. Memonitor pola nafas tidak teratur, PO2: 95 mmHg, PCO2: 38 mmHg, TD:
6. Mengelola penggunaan oksigen 108/ 61mmHg, nadi: 85 kali/ menit.
7. Memonitor status pernafasan A: Masalah gangguan pertukaran gasteratasi sebagian
8. Memberikan oksigen NRM 10L/ P : Intervensi terapi oksigen dilanjutkan.
menit
9. Memonitor aliran oksigen,
membersihkan mulut dan
hidung
10. Mengamati tanda- tanda
hipoventilasi (mis: nafas pendek
atau cepat).

KEPERAWATAN KRITIS Kelompok 2

Anda mungkin juga menyukai