Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN KASUS


CEDERA OTAK SEDANG (COS) DI RUANG IGD LT.1 RSUD DR.
SOETOMO SURABAYA

Disusun oleh

Firda Fauziyah

P27820717015

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan keperawatan gawat darurat dengan kasus cedera oak sedang (COS) di ruang
IGD lt.1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya dilakukan pada tanggal 01 Oktober 2020 – 13
Oktober 2020 telah dilaksanakan sebagai laporan praktik klinik keperawatan semester VII di
ruang IGD lt.1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya atas nama FIRDA FAUZIYAH
(P27820717015)

Surabaya, 13 Oktober 2020

Pembimbing Akademik

Irine Christiany, S.ST, M.Kes

NIP. 19640911 198803 2 002


LEMBAR BIMBINHAN

NAMA MAHASISWA : Firda Fauziyah

NIM : P27820717015

Hari/tanggal Pembimbing Evaluasi Paraf

Senin 12/10/2020 Irine Christiany, SST, M.Kes Preconference via daring


LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DENGAN DIAGNOSA CEDERA OTAK SEDANG (COS)

DISUSUN OLEH :

FIRDA FAUZIYAH P27820717015

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA OTAK SEDANG (COS)

A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala/otak yang terjadi baik
secara langsung maupun tidak langsung, salah satunya akibat insiden atau kecelakaan
(Anurogo dan Usman, 2014).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Tarwoto, 2013).
Cedera kepala sedang adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Padila, 2012).
Cidera otak sedang adalah cedera otak yang di pastikan dimana GCS 9-13,
Post Traumatic Amnesia (Takatelide, 2017).
B. Etiologi
1. Trauma tumpul
a. Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
b. Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
2. Trauma tembus
Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya
3. Jatuh dari ketinggian
4. Cedera akibat kekerasan
5. Cedera otak primer
Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung darik trauma,
dapat terjadi memar otak dan laserasi
1) Kulit       :  Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang     :  Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup
& terbuka).
3) Otak        :  Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi.
6. Cedera otak sekunder
Kelianan patologi otak disebabkan kelianan biokimia metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma (manshoer. 3005)
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
C. Klasifikasi

Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek, secara praktis


dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan:
1) Mekanisme cedera kepala
Cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera
kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil/motor, jatuh atau pukulan benda
tumpul.Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau
tusukan.Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah
suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
2) Beratnya cedera
Glascow Coma Scale (GCS) digunakan untuk menilai secara
kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam
deskripsi beratnya penderita cedera kepala.
a. Cedera kepala ringan (CKR)
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran
(pingsan) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia
retrograde.
b. Cedera kepala sedang (CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd
lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Cedera kepala berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan
kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3) Morfologi cedera
Secara morfologi, kejadian cedera kepala dibagi menjadi:
1. Fraktur cranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak,
dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka
atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan
pemeriksaan CT-Scan untuk memperjelas garis frakturnya.
Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak
menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain :
ekimosis periorbital (Raccoon eye sign), ekimosis retro
aurikuler (Battle`sign), kebocoran cairan serebrosspinal
(CSS) (rhonorrea, ottorhea) dan Parese nervus facialis ( N
VII)
2. Lesi intracranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus,
walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan. Cedera
otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT-Scan yang
normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat
buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada
dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus
dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik,
dan Cedera Aksonal Difus (CAD).
a. Perdarahan epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan
calvaria.Umumnya terjadi pada regon temporal atau
temporopariental akibat pecahnya arteri meningea
media (Sudiharto, 1998). Manifestasi klinik berupa
gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala
(interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul
oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan
neurologist unilateral yang diikuti oleh timbulnya
gejala neurologi yang secara progresif berupa pupil
anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi
transcentorial. Perdarahan epidural difossa posterior
dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika
terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan
kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan
paresis nervus kranialis. Ciri perdarahan epidural
berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
b. Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi dari pada
perdarahan epidural (kira-kira 30% dari cedera kepala
berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya
vena vena jembatan yang terletak antara kortek
cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara,
namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh
arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural
biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak
dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan
prognosisnya jauh lebih buruk dari pada perdarahan
epidural.
c. Kontusio dan perdarahan intraserebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan
lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian
otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio
cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari
atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan
intracerebral.
d. Cedera otak difus
Merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat
akselerasi dan deselerasi. Cedera ini merupakan
bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Berikut ini tabel penilaian tingkat kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS).

Tabel 1 Penilaian Tingkat Kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) (Asyrofi, 2018)
Aspek yang Dinilai Nilai
Respon Eye (E) Spontan 4
Dengan Perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak Buka Mata 1
Respon Verbal (V) Orientasi Baik 5
Bicara Kacau 4
Kata-Kata yang Tidak Sesuai 3
Suara yang Tidak Jelas 2
Tidak Ada 1
Respon Motorik Mengikuti Perintah 6
Melokalisasi Nyeri 5
Fleksi untuk Menghindari Nyeri 4
Fleksi Abnormal (Dekortikasi) 3
Ekstensi (Deserebrasi) 2
Tidak Ada 1

D. Manifestasi klinis
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
 kacau mental → koma
 gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
 pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
 Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
 Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
 Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
 Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
 perluasan massa lesi
 peningkatan TIK
 sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
 disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
 Nyeri kepala hebat
 Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial

Pada cedera kepala, kerusakan terbesar terjadi di otak bagian lobus frontal dan
temporalis. Keduanya adalah pusat emosi, memori, mental, kepribadian,
kemampuan merespon. Bila terganggu, maka penderita mudah lupa, bingung, emosi
labil.
Klien dengan cidera otak sedang mengalami kelemahan pada salah satu bagian
tubuh disertai kebingungan bahkan terjadi penurunan kesadaran hingga koma.
Terjadi abnormalitas pupil, terjadi defisit neurologis berupa gangguan penglihatan
dan pendengar berdasarkan letak lesi yang terdapat pada otak. Pasien akan
mengalami kejang otot dan gangguan pergerakan. Bila terjadi perdarahan dan
fraktur pada tengkorak maka akan terjadi hematoma yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial. Peningkatan TIK dapat menimbulkan nyeri atau
pusing pada kepala. (Andra & Yessie, 2012).

E. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan
dapat menyebabkan cidera kepala. Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi
segera setelah trauma. Cidera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan
laserasi. Cidera kepala ini dapat berlanjut menjadi cidera sekunder. Akibat trauma
terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan
terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis
menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan
darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma
kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan
pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012)
F. Pathway
G. Komplikasi

Menurut Andra & Yessie (2012) cidera kepala memiliki beberapa komplikasi, antara
lain:
1) Edema pulmonal
Edema paru terjadi akibat tubuh berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam
keadaan konstan. Peningkatan tekanan intra kranial dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah sistemik meningkat untuk mempertahankan perfusi otak secara adekuat.
Vasokontriksi menyebabkan peningkatan aliran darah ke paru sehingga perpindahan
cairan ke alveolus juga terganggu.
2) Kejang
Kejang timbul karena adanya gangguan pada neurologis. Resiko ini munjul pada fase
akut cidera otak sedang. Sehingga perawat perlu waspada terjadi kejang yang dapat
menimbulkan penutupan jalan nafas akibat lidah yang jatuh kebelakang.
3) Kebocoran cairan serebrospinal
Adanya fraktur pada area tulang tengkorak dapat merobek meningen sehingga CSS akan
keluar.
4) Infeksi
Luka terbuka pada area fraktur atau tanpa fraktur jika tidak dilakukan perawatan luka
secara benar akan menimbulkan infeksi sekunder pada cidera otak sedang. Infeksi ini
dapat terjadi pada area meningen yang disebut dengan meningitis.

H. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan neurologis
2) CT-Scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak.
3) Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma
4) X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema)
5) AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan intracranial
6) Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intracranial
I. Penatalaksanaan
Menurut Pedoman Tatalaksana Cidera Otak (2014)
Prinsip Tatalaksana Cedera Otak atau Trauma Otak
1. Penanganan cedera otak primer
2. Mencegah dan menamgani cedera otak sekunder
3. Optimalisasi metabolisme otak
4. Rehabilitasi
Langkah-langkah Tatalaksana Cedera Otak di Ruang Gawat Darurat
1. General precaution
a. Informed to Consent dan Informed Consent
b. Perlindungan diri
c. Persiapan alat dan sarana pelayanan
2. Stabilisasi Sistem Kardiorespirasi (Airway, Breathing, Circulation)
3. Survey sekunder (pemeriksaan status general terdiri dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik seluruh organ)
Anamnesis
Informasi yang diperlukan adalah:
– Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
– Keluhan utama
– Mekanisma trauma
– Waktu dan perjalanan trauma
– Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
– Amnesia retrograde atau antegrade
– Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang,
– vertigo
– Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
– Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala,
hipertensi dan diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah
Pemeriksaan fisik Umum

Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, serta

pemeriksaan khusus untuk menentukan kelainan patologis, dengan metode:

– Dari ujung rambut sampai dengan ujung kaki atau,

– Per organ B1 – B6 (Breath, Blood, Brain, Bowel, Bladder, Bone)

Pemeriksaan fisik yang berkaitan erat dengan cedera otak adalah:

1. Pemeriksaan kepala

Mencari tanda :

a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka,
luka tembus dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis
2. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang.
Mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulang
belakang dan cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas,
deformitas, status motorik, sensorik, dan autonomik

4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari :
a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS).
Cedera kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC
diklasifikasikan:
– GCS 14 – 15 : Cedera otak ringan (COR)
– GCS 9 – 13 : Cedera otak sedang (COS)
– GCS 3 – 8 : Cedera otak berat (COB)
b. Saraf kranial, terutama:
– Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya,
reflek konsensuil  bandingkan kanan-kiri
– Tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal
detachment.
d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda
lateralisasi.
e. Autonomis: bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek, reflek
tendon, reflek patologis dan tonus spingter ani.

5. Menentukan diagnosis klinis dan pemeriksaan tambahan


– Pemeriksaan foto polos kepala
– Pemeriksaan CT-Scan
6. Menentukan diagnosis pasti
7. Menentukan tatalaksana

Menurut Pedoman Tatalaksana Cidera Otak (2014) penatalaksanaan pasien dengan cidera
otak sedang sebagai berikut :
1. Stabilitasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace.
2. Atasi hipotensi dengan cairan isotonis, cari penyebabnya
3. Pemeriksaan darah (DL, BGA, GDA, cross match)
4. Bila tensi stabil, infus 0,9 NS 1,5 ml/kgBB/jam
5. Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis
6. Terapi Medikamentosa :
a. Cairan IV NS 0,9 1,5ml/kgBB/jam
b. Obat simtomatik melalui IV atau supp
c. Obat anti kejang
d. Obat analgesik
7. Bila telah stabil CT scan kepala, foto leher lat, thorak foto AP Pemeriksaan
radiologis lain atas indikasi
8. Pasang kateter, evaluasi produksi urine
9. Pembedahan dilakukan bila terjadi fraktur pada tulang tengkorak dan
laserasi
Menurut Pedoman Tatalaksana Cidera Otak (2014) penatalaksanaan pasien dengan cidera
otak berat sebagai berikut :

1. Resusitasiairway, breathing dansirkulasi


2. Bersihkan lendir, benda asing, jawthrust bila perlu, kepala tidak boleh hiperextensi,
hiperflexi atau rotasi, pasang orofaring atau nasofaring tube bila perlu. Bila ada
sumbatan jalan nafas akut dilakukan cricothyrotomi dan persiapan intubasi atau
tracheostomi
3. Intubasi+ kontrol ventilasi( PCO2 35 –40 mmhg,, PaO2 : 80 – 200 atauSpo2 >97 %)
, pasang pipa lambung
4. Pasang collar brace
5. Lihat gerakan nafas, auskultasi, palpasi, perkusi dada. Cari tanda tanda
pneumothorak, hematothorak, flail chest atau fraktur costa..
6. Bila shock, berikan cairan isotonis (RL, NaCl, atau koloid atau darah).
Caripenyebab, atasi, pertahankantensi> 90 mmHg.
7. Ada tanda-tanda TIK meningkat dantidak ada hipotensi atau gagal ginjal dan atau
gagal jantung, manitol 20% 200 ml bolus dalam 20 menit atau 5 ml/kgBB,
dilanjutkan 2 ml/ kgBB dalam 20 menit setiap 6 jam, jaga osmolalitas darah< 320
mOsm.
8. Bila kejang : Diazepam 10 mg iv pelan, dapat ditambah hingga kejang berhenti.
Awasi depresi nafas, dilanjutkan phenitoin bolus10-18 mg/kgBB encerkan dengan
aqua steril 20 ml iv pelan, dilanjutkan8 mg/kgBB
9. Bila telah stabil Infus cairan isotonis (NaCl0,9 %) 1,5 ml/kgBB/jam pertahankan
euvolume,pemasangan CVP atas indikasi.
10. Pemeriksaan: lab DL, BGA, GDA, cross match
11. Anamnesis: pemakaian obat-obatan, sedasi, narkotika, intake terakhir, alergi
12. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
13. Obat simptomatik IV atau supp dan antibiotika sesuai indikasi
14. Pasangkateter, catat keadaan dan produksi urine
15. Tanda vital stabil lanjut CT scan kepala, fotoleher lat, thorakfotAP,
16. Pemeriksaan radiologis lain atas indikasi
17. Pemeriksaan refleks batang otak. Hati-hati pada pemeriksaan reflekoculocephalik
18. Pasang ICP monitor, pertahankan tekanan <15 mmhg.atau<22 cm H2O pada pasien
yang tidak ada indikasi operasi lesi intrakranial. Bila ada lesi intrakranial indikasi
operasi, ICP monitor dipasang bersamaan saat operasi emergensi

J. Asuhan Keperawatan Teori Cedera Otak Sedang (COS)

1) Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada betuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapat
adalah sebagai berikut:
1. Identitas
a.Umur

Usia 20 – 40 tahun merupakan usia produktif dengan mobilitas yang tinggi


serta kurangnya kesadaran memakai alat pelindung diri atau keselamatan
berkendara (Suparmadi, 2002 dalam Awaloei, et al., 2016).
b. Jenis kelamin

Menurut Louis, et al (2010), cedera kepala Angka kejadian pada laki-laki


3 atau 4 kali lebih sering dibandingkan wanita.
c. Pendidikan
d. Alamat
e. Agama
f. Suku/bangsa
g. Keluhan yang sering menjadikan alasan klien meminta tolong kesehatan
tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan
tingkat kesehatan
2. Riwayat penyakit sekarang
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu
lintas. Jatuh dari ketinggian, dan trauma langsung. Pengkajian yang didapat
meliputi tingkat kesadaran menurun (GCS < 15), muntah, takipnea, luka
dikepala, paralisis.
Menurut Rendi dan Margareth (2012) Tingkat kesadaran/GCS (<15),
konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala, paralise, akumulasi sekret
pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riayat penyakit terdahulu
atau sebelum penyaki sekarang seperti hipertensi, riwayat cedera kepala
sebelumnya, diabetes, penyakit jantung, penggunaan obat anti koagulan,
konsumsi alkohol lebih.
4. Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji anggota keluarga adanya penyakit tertentu semisal menderita
hipertensi, diabetes dan lain sebagainya.
5. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-Tanda Vital
Suhu tubuh, respon infamasi dan cedera otak sangat erat kaitannya. Respon
terhadap cedera terutama respon neuroendokrin klasik terhadap cedera telah
secara luas diteliti. Respon ini dimanifestasikan dengan hipertermia.
Mekanisme peningkatan suhu tubuh pada penderita cedera otak risiko tinggi
berhubungan dengan respon neuroinflamasi dan terganggunya pusat
termolegulator di hipotalamus. Episode hipertermia

b. Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan
kesadaran (cidera kepala ringan GCS 13-15, cidera kepala sedang GCS
9-12, cidera kepala beratbila GCS kurang atau sama dengan 8) dan
terjadi perubahan pada tanda tanda vital (Muttaqin, 2011).
1) B1 Breathing
Perubahan system pernafasan tergantung pada gradasi dari perubahan
jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari
pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatkan.
(1) Inspeksi, di dapatkan pasien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi nafas. Terdapat retraksi dada,
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada menunjukkan
adanya etelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus,
fraktur tulang iga, pneumotoraks, atau penempatan endrotrakeal
dan tube trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi
ekspansi dada juga perlu di nilai reaksi dari otot interkostae,
substernal, pernafasan abdomen, dan retraksi abdomen saat
inspirasi. Pola nafas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal
tidak mampu menggerakkan dinding dada.
(2) Auskultasi, bunyi tambahan seperti berbunyi, stridor, ronchi,
pada pasien dengan peningkatan produksi skret dan
kemampuan batuk
yang menurun sering di dapatkan pada pasien cidera kepala
dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
(3) Palpasi, fremitus menurun di bandingkan dengan sisi yang lain
akan didapatkan bila melibatkan trauma di rongga thoraks.
(4) Perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks/ hemathotoraks (Muttaqin,
2011).
b) B2 Blood
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang
sering terjadi pada pasien dengan cidera kepala sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskuler pada pasien cidera kepala pada beberapa
keadaan dapat di temukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
brakikardi, nadi takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan
kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardi merupakan tanda perubahan
perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya perubahan
penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda awal dari syok. Pada beberapa
keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan
antidiuretik hormone (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh
untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus.
Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga
memberika resiko terjadinya ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada system lain (Muttaqin, 2011).
c) B3 Brain
Cidera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis trauma disebabkan
pengaruh penimgkatan TIK akibat adanya pendarahan, baik bersifat
intracranial, hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lengkap di
bandingkan pengkajian system lain (Muttaqin,2011) Pucat dan sianosis
pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Warna kuning pada pasien yang menggunakan respirator
dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan
Packed Red Cells (PRC) dalam jangka waktu lama. Pada pasien dengan
kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak terlalu jelas terlihat. Warna
kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi.
Intergritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dikubitus. Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan. Kehilangan sensori atau
paralisis/hemiplegia, mudah lebih menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dari istirahat (Muttaqin, 2011).
d) B4 Bladder
Kaji keadaan urin melalui warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat
jenis. Penurunan jumlah urin dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya fungsi ginjal. Setelah cidera kepala pasien mungkin
mengalami inkontensia urine konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk
menggunakan bantuan urinal karena kerusakan control motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol spincer urinarius external berkurang
(Muttaqin, 2011).
e) B5 Bowel
Didapatkan adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus. Adanya inkontenensia alvi yang menunjukkan neurologis
luas (Muttaqin, 2011).
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan
adanya dehidrasi.Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya
dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi peristaltic ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama kurang lebih 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal (Muttaqin, 2011).
f) B6 Bone
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu , kelembaban, dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir, dan membrane mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahan rendahnya kadar hemoglobin atau syok.

2) Diagnosa keperawatan yang sering muncul


a. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
(hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik; hipoksia
(hipovolemia, disritmia jantung)
b. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler (cedera  pada pusat pernapasan otak)
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan
nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS)
d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan transmisi dan/atau
integrasi (trauma atau defisit neurologis).
e. Perubahan proses pikir berhubungan dengan kerusakan presepsi atau kognitif
f. kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau
kognitif. penurunan kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan
keamanan, misal: tirah baring, imobilisasi. 
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien
(penurunan tingkat kesadaran). kelemahan otot yang diperlukan untuk
mengunyah, menelan. status hipermetabolik.

3) Intervensi
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik;
hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


aliran darah serebral meningkat
Kriteria hasil : (SLKI L.02014)
 Tingkat kesadaran meningkat
 Tekanan intrakranial menurun
 Sakit kepala menurun
 Gelisah menurun
 Agitasi menurun
 Nilai rata-rata tekanan darah membaik
 Kesadaran membaik

Intervensi : Manajemen peningkatan TIK (SIKI 1.06194)

Observasi

 Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis: lesi, gangguan


metabolisme, edema, serebral)
Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis: tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
 Monitor MAP (mean arterial pressure)
 Monitoer status pernapasan
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor cairan serebro-spinalis (mis: warna, konistensi)
Terapeutik

 Berikan posisi semi fowler


 Hindari manver valsava
 Cegah terjadinya kejang
 Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian sedasi dan anti konvulsa jika perlu


 Kolaborasi pemberian diuretik osmosis jika perlu

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera


pada pusat pernapasan otak)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan


pola napas membaik
Krieria hasil : Pola Napas (SLKI L.01004)
 Ventilasi semenit membaik
 Dispnea menurun
 Penggunaan otot bantu napas menurun
 Frekuensi napas membaik
 Kedalaman napas membaik

Intervensi : manajemen jalan napas (SIKI 1.01011)

Observasi

 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)


 Monitor bunyi napas tambahan (mis: gurgling, stridor, ronchi,dll)
 Monitor sputum

Terpeutik

 Pertahankan kepatenan jalan napas


 Posisikan semi fowler/fowler
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi

 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi


 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit
rusak, prosedur invasif. Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan
nutrisi. Respon inflamasi tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas
sistem tertutup (kebocoran CSS)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan tingkat


infeksi menurun (SLKI L.14137)

Kriteria hasil :
 Demam menurun
 Nyeri menurun
 Kadar sel darah putih membaik

Intervensi :

Observasi

 Monitor tanda dan gelaja infeksi sitemik dan loka;


Terapeutik

 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
 Pertahnkan tknik aseptik pada pasien yang beresiko tinggi
Edukasi

 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi


 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan


yang telah disusun pada tahap perencanaan. Setiadi (2012)

5. Evaluasi

Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan


terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga
kesehatan lainnya. Setiadi (2012)
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, D., & Usman, F. S. (2014). 45 Penyakit dan Gangguan Syaraf. Yogyakarta :
PustakaEa.

Bajamal, Abdul Hafid, dkk. 2014. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Surabaya: Tim
Nuerotrauma RSUD dr. Soetomo FK Universitas Airlangga Surabaya

Putri, A. I. Y. (2018). Asuhan Keperawatan Cedera Otak Sedang pada Tn. D dan Sdr. L
dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral di ruang
Kenanga RSUD dr. Haryoto Lumajang. Digital Repository Universitas Jember, 1–119.
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/87688
Suganda, R., Sutrisno, E., & Wardana, I. W. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SDR. P.P DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT RUMAH SAKIT PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG JOAQUIM.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Suripto, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Cidera Otak Sedang (COS) dengan
Masalah Nyeri Akut.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: CV Sagung Seto.


ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN KASUS CEDERA OTAK SEDANG (COS)

DI IGD LT.1 RSUD DR. SOETOMO SURABAYA

(VIA ONLINE)

KASUS:

Datang seorang pasien laki-laki dengan kondisi penurunan kesadaraan datang ke IGD diantar
oleh polisi sekitar pukul 02.00 dini hari pada tanggal 06/09/2019. Menurut kronologis dari
polisi pasien korban kecelakaan lalu lintas tunggal bermotor yaitu menabrak tong sampah dan
tiang listrik karena pengaruh alkohol (mabuk) TKP ada di Jl.Karah surabaya. Pasien berumur
kurang lebih 25 tahun karena tidak ditemukan identitas pada pasien karena saat diperiksa
pasien tidak membawa dompet dan hp nya pun remuk/rusak. Saat diperiksa kesadaraan
pasien GCS 3-4-4 delirium, berbicara kacau atau ngoceh-ngoceh sendiri, gaduh gelisah,
kacau, disorientasi serta meronta-ronta, sempat bangun berdiri lalu mau jalan tetapi langsung
ambruk akhirnya pasien di taruh kembali ke bed oleh dokter yang ada disana. Tanda-tanda
vital TD 110/80 mmHg, N:88x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,7 C. Pernafasan tidak ada cuping
hidung, nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, terdapat lebam pada wajah, terdapat
jejas pada thorax inferior sinistra, CRT >2dtk, suara jantung S1 dan S2 tunggal, terdapat
fraktur radius ulnaris 1/3 distal dan terdapat deformitas.

Nama mahasiswa : Firda Fauziyah

NIM : P27820717015

Ruangan : IGD Rsud Dr soetomo surabaya

No. Registrasi : 12.77.xx.xx

Pengkajian Tanggal : 06/09/2019 Pukul 05.00

Tanggal MRS : 06/09/2019

I. Identitas

Nama : Mr.X
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/bangsa : tidak dapat dikaji
Agama : tidak dapat dikaji
Pekerjaan : tidak dapat dikaji
Pendidikan : tidak dapat dikaji
Alamat : TKP Jl. Karah Surabaya
Keluhan utama : pasien mengalami penurunan kesadaran
Uapaya yang telah dilakukan : BGA evaluasi klinis, CT-Scan, terpasang terapi
IV nacl 0,9 % 500 cc
Terapi/operasi yang pernah dilakukan: tidak dapat dikaji
II. Riwayat keperawatan
1. Riwayat penyakit sebelumnya

Tidak dapat dikaji


2. Riwayat penyakit sekarang

Klien pengendara sepeda motor tunggal menabrak tong sampah dan tiang listrik
dicurigai klien dibawah pengaruh alkohol. Klien penurunan kesadaraan dan
curiga intoksikasi alkohol.
3. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak dapat dikaji


4. Keadaan kesehatan lingkungan

Tidak dapat dikaji


5. Alat bantu yang dipakai
a. Gigi palsu : tidak
b. Kaca mata : tidak
c. Pendegaran : tidak
III. Observasi dan pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum : Lemah GCS 3-4-4 (Delirium)
2. Tanda-tanda vital :

TD: 110/70 mmHg RR: 20x/menit


N: 88x/menit T : 36,7 C
3. Body system
a. Pernafasan (B1 Breathing)
Pernafasan tidak cuping hidung, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas
tambahan mis: ronchi, wheez dll, bentuk dada simetris
b. Cardiovaskuler (B2 Blood)
Terdapat jejas thorax inferior sinistra, CRT > 2 detik, akral hangat, kering,
kemerahan, bunyi jantung S1 dan S2 tunggal, tidak ada suara jantung
tambahan seperti gallop atau murmur.
c. Persarafan (B3 Brain)
Kesadaran klien gelisah dengan GCS 3-4-4 dengan total nilai 11, terdapat
lebam pada wajah, sklera mata berwarna putih tidak ikterus, tidak ada nyeri
tekan pada daerah leher, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
d. Perkemihan (B4 Bladder)
Produksi urine tidak terukur, klien tidak terpasang dower kateter dan tidak ada
masalah perkemihan
e. Pencernaan (B5 Bowel)
Membran umkosa kering, tidak ada syianosis, abdomen super, tidak ada
masalah defekasi dan eliminasi alvi
f. Tulang-otot-integumen (B6 Bone)
Terdapat fraktur radius ulnaris 1/3 distal sinisra terdapat deformitas. Pasien
kondisi delirium gelisah sempat mencoba berdiri tetapi ambruk jatuh dari
tempat tidur.
2 3

3 3

IV. Pemeriksaan penunjang

Ph 7,34 7,35-7,45
PCO2 39,000 mmHg 24-45
PO2 92,000 mmHg 80-100
HCO2 21,000 mmol/l 22,0-26,0
TCO2 22,200 mmol/l 23-30

V. Terapi yang dilakukan

Jumat 06/09/2019
Injeksi ranitidine 50 mg
Injeksi metamizole 1 gram
ANALISA DATA

NAMA/UMUR : Mr.X/ 25 Tahun

NO. REG : 12.77.xx.xx

DIAGNOSA : COS

RUANG : IRD Lt. 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya

NO. PENGELOMPOKKAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA PENYEBAB KEPERAWATAN
1. 06/09/2019 (05.00) Cidera otak Nyeri akut
DS : klien meringis
kesakitan
DO : klien tampak Ekstrakranial
meringis kesakitan
-klien gelisah
-tanda-tanda vital Terputusnya kontinouitas
TD: 110/70 mmHg jaringan kulit, otot dan
N : 88x/menit vaskuler
RR : 20x/menit
S : 36,7 C
Nyeri
P: nyeri diakibatkan luka
yang dialami
Q: -
R: -
S: 3
T: -

2. 06/09/2019 (05.00) Cedera otak Resiko perfusi jaringan


serebral tidak efektif
DS:- Elstrakranial
DO:
- GCS 3-4-4 Terputusnya kontinuitas
- Penurunan kesadaran
(delirium, gelisah)
- Tidak muntah jaringan kulit, otot dan
proyektil vaskuler
- Tidak ada kejang
Perdaraha,hematoma

Peningkatan TIK

Perfusi jaringan serebral


tidak efektif
3. 06/09/2019 (05.00) Cedera otak Gangguan mobilitas
DS: pasien penurunan fisik
kesadaran Elstrakranial
DO:
 Terdapat fraktur radius Terputusnya kontinuitas
ulnaris 1/3 distal sinisra
terdapat deformitas jaringan kulit, otot dan
 Tonus otot vaskuler

2 3
Perdaraha,hematoma
3 3

 Gerakan tidak Peningkatan TIK


terkoordinasi (pasien
delirium)
 Fisik lemah Girus medialis lobus

 GCS 3-4-4 temporalis tergeser

Herniasi unkus

Gangguan kesadaran
Imobilisasi

Gangguan mobilitas fisik

4. 06/09/2019 Cedera otak Gangguan presepsi


DS: sensori
DO: Elstrakranial
 Penurunan kesadaran
 GCS 3-4-4 delirium Terputusnya kontinuitas

 Pasien gelisah
 Respon tidak sesuai jaringan kulit, otot dan
vaskuler
 Kosentrasi buruk
 Disorientasi waktu,
Perdarahan, hematoma
tempat, orang dan
situasi.
Peningkatan TIK

Girus medialis lobus


temporalis tergeser

Herniasi unkus

Gangguan kesadaran /
defisit neurologis

Gangguan presepsi sensori


5. DS: Cedera otak Resiko jatuh
DO:
 Pasien penurunan Elstrakranial
kesadaran
 GCS 3-4-4 delirium, Terputusnya kontinuitas
Pasien sempat bangun
lalu berdiri tapi jaringan kulit, otot dan
langsung ambruk dan vaskuler
terjatuh dari bed.
 Pasien gelisah Perdarahan, hematoma
 Gerakan tidak
terkoordinasi Peningkatan TIK

Girus medialis lobus


temporalis tergeser

Herniasi unkus

Gangguan kesadaran /
defisit neurologis

Resiko jatuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN

NAMA/UMUR : Mr.X/ 25 Tahun

NO. REG : 12.77.xx.xx

DIAGNOSA : COS

RUANG : IRD Lt. 1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya

MASALAH MASALAH
No DIAGNOSA KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
TANGGAL PARAF TANGGAL PARAF
1. Nyeri akut b.d agen pencedera 06/09/2019 ff
fisik (trauma) d.d pasien tampak
meringis
2. Resiko perfusi jaringan serebral 06/09/2019 ff
tidak efektif b.d cedera kepala
d.d penurunan kesadaran
3 Resiko jatuh b.d penrunan 06/09/2019 ff
tingkat kesadaran d.d pasien
delirium, gaduh gelisah
4 Gangguan mobilitas fisik b.d 06/09/2019 ff
penurunan kesadaran d.d fisik
lemah, GCS 3-4-4
5. Gangguan presepsi sensori b.d 06/09/2019 ff
hipoksia serebral d.d respon
tidak sesuai
Defisit perawatan diri b.d
penurunan kesadaran
Ansietas
PERENCANAAN KEPERAWATAN

PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN & KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL
KEPERAWATAN
HASIL
1. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisik (trauma) d.d pasien tampak keperawatan selama 1x6 jam 1. Mengidentifikasi 1. Agar dapat mengetahui
meringis diharapkan nyeri berkurang karakteristik, durasi, karakteristik nyeri dan
Kriteria hasil: frekuensi,kualitas, intensitas menentukan intervensi
Skala nyerri berkurang 0-1 nyeri selanjutnya
Pasien tampak rileks dan 2. Mengidentifikasi skala nyeri 2. Agar dapat menentukan
nyaman Terapeutik intervensi selanjutnya
1. TTV dalam batas normal 3. Berikan teknik 3. Mengajakan teknik relaksasi
2. TD : 120/80 mmHg nonfarmakologi mengurangi dapat mengurangi nyeri
3. N : 60-100x/menit rasa nyeri 4. Memperlancar sirkulasi
4. RR: 16-20x/menit 4. Berikan posisi senyaman darah pada luka/nyeri
5. S: 36,5-367,5 mungkin 5. Mempertahankan
5. Pertahankan imobilisasi immobilisasi pada bagian
bagian yang sakit dengan yang sakit dapat mengurangi
tirah baring nyeri
Edukasi 6. Agar keluarga dan pasien
6. Berikan penjelasan pada tidak merasa cemas
pasien dan keluaarga tentang
penyebab nyeri
Kolaborasi 7. Obat analgetik untuk
7. Kolaborasi pemberian obat menurunkan nyeri atau
analgetik spasme otot
8. Observasi tanda-tanda vital 8. Untuk memonitor keadaan
klien
2. Resiko perfusi jaringan serebral Tujuan: setelah dilakukan Observasi
tidak efektif b.d cedera kepala tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab 1. Dapat mengetahui dan
d.d penurunan kesadaran 1x6jam diharapakan perfusi peningkatan TIK (mis: lesi, menetukan intervensi
serebral meningkat dengan gangguan metabolisme, edema, selanjutnya
Kriteria hasil serebral) 2. Untuk memonitor kondisi
1. Tingkat kesadaran 2. Monitor tanda/gejala klien
peningkatan TIK (mis: tekanan
meningkat 3. Tingkat kesadaran
darah meningkat, tekanan nadi
2. Tekanan intra kranial melebar, bradikardia, pola merupakan indikator
napas ireguler, kesadaran
menurun terbaik adanya perubahan
menurun)
3. Gelisah menurun 3. Kaji tingkat kesadaran dengan 4. Mengetahui nervus I, II,
GCS
4. Agitasi menurun III
4. Kaji pupil ukuran, respon
5. Nilai rata-rata tekanan terhadap cahaya dan gerakan 5. Gangguan motorik
mata
darah membaik sensorik dapat terjadi
5. Evaluasi keadaan motorik
akibat edema otak
pasien dan sensori pasien
6. Adanya perubahan tanda-
6. Monitor tanda-tanda vital tiap 1
tanda vital seperti
jam
7. Observasi adanya edema respirasi menunjukan
periorbital ekimosis diatas kerusakan pada batang
osmatoid, rhinorrhea. otak
Terapeutik 7. Identifikasi adanya fraktur
8. Pertahankan kepala tempat basilar
tidur 30-45 derajat 8. Memfasilitasi drainage
9. Cegah terjadinya kejang vena otak
Kolaborasi 9. Resiko terjadinya kejang
10. Kolaborasi dalam pemebrian dan akan membuat
terapi kondisi semakin parah
10. Pemberian obat untuk
memaksimalkan terapi
dan mempercepat
penyembuhan

3. Resiko jatuh b.d penrunan Setelah dilakukan tindakan Obserasi 1. Agar dapat mengeahui faktor
tingkat kesadaran d.d pasien keperaatan 1x6 jam 1. Identifikasi faktor resiko jatuh resiko penyebab dan
delirium, gaduh gelisah diharapkan resiko jatuh (mis usia < 65 tahun, penurunan menentukan intervensi
menurun tingkat kesadaran, dll) selanjutnya
Kriteria hasil Terapeutik 2. Mengunci roda bed dan kursi
Jatuh dari tempat tidur 2. Pastikan roda tempat tidur dan roda meminimaliris kejadian
menurun kursi roda selalu dalam kondisi cidera karena lingkungan
Jatuh saat dipindahkan terkunci 3. Nadrall tempat tidur
menurun 3. Pasang handrall tempat tidur melindungi pasien agar tidak
4. Atur tempat tidur mekanis terjauh dari tempat tidur
dalam posisi rendah 4. Tempat tidur dalam posisi
5. Tempatkan pasien beresiko rendah memudahkan pasien
tinggi jatuh dekat dengan unruk turun jika pasien tersebut
pemantauan nurse station bisa berjalan
Edukasi 5. Agar dapat dipantau denga
6. Anjurkan memanggil perawat ketat jika dekat denga nurse
jika membutuhkan bantuan statio
berpindah 6. Dibantu oleh perawat agar
memiimalisir terjadinya cidera.
Gangguan mobilitas fisik b.d Observasi
penurunan kesadaran d.d fisik Identifikasi adanya nyeri atau
lemah, GCS 3-4-4 keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Terapeutik
Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu

Gangguan presepsi sensori b.d


hipoksia serebral d.d respon
tidak sesuai
PELAKSANAAN KEPERAWATAN

NO DX TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN TTD


1 06/09/2019 Memberikan posisi senyaman mungkin
05.00 (respon: klien kurang kooperatif, klien gelisah)

Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit


dengan tirah baring
05.10 (respon: pasien tidak koopertaif, gelisah)

Mengobservasi tanda-tanda vital


05.15 TD: 110/70 mmHg
N: 88x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,7 C

06.00 Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik


Injeksi metamizole gram intravena
Injeksi ranitidine 50 mg intravena
2. 06/09/2019
05.29 Mengkaji tingkat kesadaran dengan GCS
(respon : GCS 3-44 pasien gelisah )

06.15 Memonitor tanda-tanda vital setiap 1 jam sekali TD:


108/75 mmHg
N: 92x/menit
RR: 20x/menit
S: 36,6 C
(respon klien kooperatf)

06.20 Mempertahankan posisi kepala tempat tidur 30-45


derajat
3. 06.25 Mengdentifikasi faktor resiko jatuh
Respon: pasien beresiko jatuh karena penurunan
kesadaran GCS 3-4-4 pasien delirium gelisah ,
gerakan tidak terkontrol, sempat mencoba berdiri
namun akhirnya ambruk.

06.30 Mempasikan roda tempat tidur dan kursi roda


selalu dalam kondisi terkunci
Respon: roda temapt tidur sudah terkunci

06.30 Memasang handrall tempat tidur


Respon: handrall sudah terpasang tetapi pasien
masih gelisah delirum

06.35 Menemempatkan pasien beresiko tinggi jatuh


dekat dengan pemantauan nurse station
Respon : pasien masih terlihat gelisah dan
delirium tetapi sudah dipantau ketat oleh perawat
dan doketer.
EVALUASI KEPERAWATAN

TANGGAL DIAGNOSA EVALUASI KEPERAWATAN & CATATAN PARAF


KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
06/09/2019 Nyeri akut b.d agen 06/09/2019
06.30 pencedera fisik S: klien meringis kesakitan
(trauma) d.d pasien O : klien tampak meringis
tampak meringis Klien gelisah
Tanda-tanda vital
TD: 112/75 mmHg
N: 96x/menit
RR: 2x/menit
S: 36,8 C

P: nyeri diakibatkan luka yang dialami


Q: -
R: -
S: 3
T: -
A: masalah nyeri akut belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
06/09/2019 Resiko perfusi jaringan S:-
06.30 serebral tidak efektif O: GCS 3-4-4
b.d cedera kepala d.d Klien penurunan kesadaran
penurunan kesadaran Kesadaran delirium (gelisah)
Tidak ada muntah proyektil
Tidak terjadi kejang

A: masalah resiko perfusi jaringan serebral tidak


efektif belum terjadi

P: intervensi diperthankan
06/09/2019 Resiko jatuh b.d penrunanS:
06.40 tingkat kesadaran d.d O: pasien penurnan kesadaran GCS 3-4-4,
pasien delirium, gaduh delirium, gelisah,
gelisah Pasien sempat jatuh karena kondisi kesadaraan
yang delirium tersebut

A: masalah resiko jatuh belum teratasi


P: intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai