Disusun oleh
Firda Fauziyah
P27820717015
JURUSAN KEPERAWATAN
Pembimbing Akademik
NIM : P27820717015
DISUSUN OLEH :
A. Definisi
Cedera kepala adalah cedera yang mengenai kepala/otak yang terjadi baik
secara langsung maupun tidak langsung, salah satunya akibat insiden atau kecelakaan
(Anurogo dan Usman, 2014).
Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai
atau tanpa disertai pendarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak (Tarwoto, 2013).
Cedera kepala sedang adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik
dari luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan
kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik (Padila, 2012).
Cidera otak sedang adalah cedera otak yang di pastikan dimana GCS 9-13,
Post Traumatic Amnesia (Takatelide, 2017).
B. Etiologi
1. Trauma tumpul
a. Kecepatan tinggi : tabrakan motor dan mobil
b. Kecepatan rendah : terjatuh atau dipukul
2. Trauma tembus
Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya
3. Jatuh dari ketinggian
4. Cedera akibat kekerasan
5. Cedera otak primer
Adanya kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung darik trauma,
dapat terjadi memar otak dan laserasi
1) Kulit : Vulnus, laserasi, hematoma subkutan, hematoma subdural.
2) Tulang : Fraktur lineal, fraktur bersih kranial, fraktur infresi (tertutup
& terbuka).
3) Otak : Cedera kepala primer, robekan dural, contusio (ringan,
sedang, berat), difusi laserasi.
6. Cedera otak sekunder
Kelianan patologi otak disebabkan kelianan biokimia metabolisme, fisiologi yang
timbul setelah trauma (manshoer. 3005)
1) Oedema otak
2) Hipoksia otak
3) Kelainan metabolic
4) Kelainan saluran nafas
5) Syok
C. Klasifikasi
Tabel 1 Penilaian Tingkat Kesadaran dengan Glasgow Coma Scale (GCS) (Asyrofi, 2018)
Aspek yang Dinilai Nilai
Respon Eye (E) Spontan 4
Dengan Perintah 3
Dengan Nyeri 2
Tidak Buka Mata 1
Respon Verbal (V) Orientasi Baik 5
Bicara Kacau 4
Kata-Kata yang Tidak Sesuai 3
Suara yang Tidak Jelas 2
Tidak Ada 1
Respon Motorik Mengikuti Perintah 6
Melokalisasi Nyeri 5
Fleksi untuk Menghindari Nyeri 4
Fleksi Abnormal (Dekortikasi) 3
Ekstensi (Deserebrasi) 2
Tidak Ada 1
D. Manifestasi klinis
a. Berdasarkan anatomis
1) Gegar otak (comutio selebri)
a) Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran
b) Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa
detik/menit
c) Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntah
d) Kadang amnesia retrogard
2) Edema Cerebri
a) Pingsan lebih dari 10 menit
b) Tidak ada kerusakan jaringan otak
c) Nyeri kepala, vertigo, muntah
3) Memar Otak (kontusio Cerebri)
a) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi
tergantung lokasi dan derajad
b) Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahan
c) Peningkatan tekanan intracranial (TIK)
d) Penekanan batang otak
e) Penurunan kesadaran
f) Edema jaringan otak
g) Defisit neurologis
h) Herniasi
4) Laserasi
a) Hematoma Epidural
Talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan,
merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa
jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda
hernia):
kacau mental → koma
gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi
pupil isokhor → anisokhor
b) Hematoma subdural
Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid,
biasanya karena aselerasi, deselerasi, pada lansia, alkoholik.
Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan
epidural
Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan
berbulan-bulan
Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)
perluasan massa lesi
peningkatan TIK
sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang
disfasia
c) Perdarahan Subarachnoid
Nyeri kepala hebat
Kaku kuduk
b. Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)
1) Cidera kepala Ringan (CKR)
a) GCS 13-15
b) Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menit
c) Tidak ada fraktur tengkorak
d) Tidak ada kontusio celebral, hematoma
2) Cidera Kepala Sedang (CKS)
a) GCS 9-12
b) Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari
24 jam
c) Dapat mengalami fraktur tengkorak
3) Cidera Kepala Berat (CKB)
a) GCS 3-8
b) Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jam
c) Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial
Pada cedera kepala, kerusakan terbesar terjadi di otak bagian lobus frontal dan
temporalis. Keduanya adalah pusat emosi, memori, mental, kepribadian,
kemampuan merespon. Bila terganggu, maka penderita mudah lupa, bingung, emosi
labil.
Klien dengan cidera otak sedang mengalami kelemahan pada salah satu bagian
tubuh disertai kebingungan bahkan terjadi penurunan kesadaran hingga koma.
Terjadi abnormalitas pupil, terjadi defisit neurologis berupa gangguan penglihatan
dan pendengar berdasarkan letak lesi yang terdapat pada otak. Pasien akan
mengalami kejang otot dan gangguan pergerakan. Bila terjadi perdarahan dan
fraktur pada tengkorak maka akan terjadi hematoma yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra kranial. Peningkatan TIK dapat menimbulkan nyeri atau
pusing pada kepala. (Andra & Yessie, 2012).
E. Patofisiologi
Trauma yang disebabkan oleh benda tumpul dan benda tajam atau kecelakaan
dapat menyebabkan cidera kepala. Cidera otak primer adalah cidera otak yang terjadi
segera setelah trauma. Cidera kepala primer dapat menyebabkan kontusio dan
laserasi. Cidera kepala ini dapat berlanjut menjadi cidera sekunder. Akibat trauma
terjadi peningkatan kerusakan sel otak sehingga menimbulkan gangguan autoregulasi.
Penurunan aliran darah ke otak menyebabkan penurunan suplai oksigen ke otak dan
terjadi gangguan metabolisme dan perfusi otak. Peningkatan rangsangan simpatis
menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler sistematik dan peningkatan tekanan
darah. Penurunan tekanan pembuluh darah di daerah pulmonal mengakibatkan
peningkatan tekanan hidrolistik sehingga terjadi kebocoran cairan kapiler. Trauma
kepala dapat menyebabkan odeme dan hematoma pada serebral sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial. Sehingga pasien akan mengeluhkan
pusing serta nyeri hebat pada daerah kepala (Padila, 2012)
F. Pathway
G. Komplikasi
Menurut Andra & Yessie (2012) cidera kepala memiliki beberapa komplikasi, antara
lain:
1) Edema pulmonal
Edema paru terjadi akibat tubuh berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam
keadaan konstan. Peningkatan tekanan intra kranial dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah sistemik meningkat untuk mempertahankan perfusi otak secara adekuat.
Vasokontriksi menyebabkan peningkatan aliran darah ke paru sehingga perpindahan
cairan ke alveolus juga terganggu.
2) Kejang
Kejang timbul karena adanya gangguan pada neurologis. Resiko ini munjul pada fase
akut cidera otak sedang. Sehingga perawat perlu waspada terjadi kejang yang dapat
menimbulkan penutupan jalan nafas akibat lidah yang jatuh kebelakang.
3) Kebocoran cairan serebrospinal
Adanya fraktur pada area tulang tengkorak dapat merobek meningen sehingga CSS akan
keluar.
4) Infeksi
Luka terbuka pada area fraktur atau tanpa fraktur jika tidak dilakukan perawatan luka
secara benar akan menimbulkan infeksi sekunder pada cidera otak sedang. Infeksi ini
dapat terjadi pada area meningen yang disebut dengan meningitis.
H. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan neurologis
2) CT-Scan (dengan/tanpa kontras)
Mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran
jaringan otak.
3) Aniografi Cerebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma
4) X-Ray
Mengidentifikasi atau mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis (perdarahan/edema)
5) AGD (Analisa Gas Darah)
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernapsan (oksigenisasi) jika terjadi
peningkatan intracranial
6) Elektrolit
Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebgai akibat peningkatan tekanan
intracranial
I. Penatalaksanaan
Menurut Pedoman Tatalaksana Cidera Otak (2014)
Prinsip Tatalaksana Cedera Otak atau Trauma Otak
1. Penanganan cedera otak primer
2. Mencegah dan menamgani cedera otak sekunder
3. Optimalisasi metabolisme otak
4. Rehabilitasi
Langkah-langkah Tatalaksana Cedera Otak di Ruang Gawat Darurat
1. General precaution
a. Informed to Consent dan Informed Consent
b. Perlindungan diri
c. Persiapan alat dan sarana pelayanan
2. Stabilisasi Sistem Kardiorespirasi (Airway, Breathing, Circulation)
3. Survey sekunder (pemeriksaan status general terdiri dari anamnesa dan
pemeriksaan fisik seluruh organ)
Anamnesis
Informasi yang diperlukan adalah:
– Identitas pasien: Nama, Umur, Sex, Suku, Agama, Pekerjaan, Alamat
– Keluhan utama
– Mekanisma trauma
– Waktu dan perjalanan trauma
– Pernah pingsan atau sadar setelah trauma
– Amnesia retrograde atau antegrade
– Keluhan : Nyeri kepala seberapa berat, penurunan kesadaran, kejang,
– vertigo
– Riwayat mabuk, alkohol, narkotika, pasca operasi kepala
– Penyakit penyerta : epilepsi, jantung, asma, riwayat operasi kepala,
hipertensi dan diabetes melitus, serta gangguan faal pembekuan darah
Pemeriksaan fisik Umum
1. Pemeriksaan kepala
Mencari tanda :
a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka,
luka tembus dan benda asing.
b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula
d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis
2. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang.
Mencari tanda adanya cedera pada tulang servikal dan tulang
belakang dan cedera pada medula spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas,
deformitas, status motorik, sensorik, dan autonomik
4. Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan status neurologis terdiri dari :
a. Tingkat kesadaran : berdasarkan skala Glasgow Coma Scale (GCS).
Cedera kepala berdasar GCS, yang dinilai setelah stabilisasi ABC
diklasifikasikan:
– GCS 14 – 15 : Cedera otak ringan (COR)
– GCS 9 – 13 : Cedera otak sedang (COS)
– GCS 3 – 8 : Cedera otak berat (COB)
b. Saraf kranial, terutama:
– Saraf II-III, yaitu pemeriksaan pupil : besar & bentuk, reflek cahaya,
reflek konsensuil bandingkan kanan-kiri
– Tanda-tanda lesi saraf VII perifer.
c. Fundoskopi dicari tanda-tanda edema pupil, perdarahan pre retina, retinal
detachment.
d. Motoris & sensoris, bandingkan kanan dan kiri, atas dan bawah mencari tanda
lateralisasi.
e. Autonomis: bulbocavernous reflek, cremaster reflek, spingter reflek, reflek
tendon, reflek patologis dan tonus spingter ani.
Menurut Pedoman Tatalaksana Cidera Otak (2014) penatalaksanaan pasien dengan cidera
otak sedang sebagai berikut :
1. Stabilitasi airway, breathing dan sirkulasi (ABC), pasang collar brace.
2. Atasi hipotensi dengan cairan isotonis, cari penyebabnya
3. Pemeriksaan darah (DL, BGA, GDA, cross match)
4. Bila tensi stabil, infus 0,9 NS 1,5 ml/kgBB/jam
5. Anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan neurologis
6. Terapi Medikamentosa :
a. Cairan IV NS 0,9 1,5ml/kgBB/jam
b. Obat simtomatik melalui IV atau supp
c. Obat anti kejang
d. Obat analgesik
7. Bila telah stabil CT scan kepala, foto leher lat, thorak foto AP Pemeriksaan
radiologis lain atas indikasi
8. Pasang kateter, evaluasi produksi urine
9. Pembedahan dilakukan bila terjadi fraktur pada tulang tengkorak dan
laserasi
Menurut Pedoman Tatalaksana Cidera Otak (2014) penatalaksanaan pasien dengan cidera
otak berat sebagai berikut :
1) Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem
persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada betuk, lokasi, jenis
injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapat
adalah sebagai berikut:
1. Identitas
a.Umur
b. Keadaan umum
Pada keadaan cedera kepala umumnya mengalami penurunan
kesadaran (cidera kepala ringan GCS 13-15, cidera kepala sedang GCS
9-12, cidera kepala beratbila GCS kurang atau sama dengan 8) dan
terjadi perubahan pada tanda tanda vital (Muttaqin, 2011).
1) B1 Breathing
Perubahan system pernafasan tergantung pada gradasi dari perubahan
jaringan serebral akibat trauma kepala. Pada beberapa keadaan hasil dari
pemeriksaan fisik dari system ini akan didapatkan.
(1) Inspeksi, di dapatkan pasien batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan
peningkatan frekuensi nafas. Terdapat retraksi dada,
pengembangan paru tidak simetris. Ekspansi dada menunjukkan
adanya etelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada bronkus,
fraktur tulang iga, pneumotoraks, atau penempatan endrotrakeal
dan tube trakeostomi yang kurang tepat. Pada observasi
ekspansi dada juga perlu di nilai reaksi dari otot interkostae,
substernal, pernafasan abdomen, dan retraksi abdomen saat
inspirasi. Pola nafas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal
tidak mampu menggerakkan dinding dada.
(2) Auskultasi, bunyi tambahan seperti berbunyi, stridor, ronchi,
pada pasien dengan peningkatan produksi skret dan
kemampuan batuk
yang menurun sering di dapatkan pada pasien cidera kepala
dengan penurunan tingkat kesadaran atau koma.
(3) Palpasi, fremitus menurun di bandingkan dengan sisi yang lain
akan didapatkan bila melibatkan trauma di rongga thoraks.
(4) Perkusi, adanya suara redup sampai pekak pada keadaan
melibatkan trauma pada thoraks/ hemathotoraks (Muttaqin,
2011).
b) B2 Blood
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang
sering terjadi pada pasien dengan cidera kepala sedang dan berat. Hasil
pemeriksaan kardiovaskuler pada pasien cidera kepala pada beberapa
keadaan dapat di temukan tekanan darah normal atau berubah, nadi
brakikardi, nadi takikardi, dan aritmia. Frekuensi nadi cepat dan lemah
berhubungan dengan homeostatis tubuh dalam upaya menyeimbangkan
kebutuhan oksigen perifer. Nadi brakikardi merupakan tanda perubahan
perfusi jaringan otak. Kulit kelihatan pucat menandakan adanya perubahan
penurunan kadar hemoglobin dalam darah. Hipotensi menandakan adanya
perubahan perfusi jaringan dan tanda awal dari syok. Pada beberapa
keadaan lain akibat dari trauma kepala akan merangsang pelepasan
antidiuretik hormone (ADH) yang berdampak pada kompensasi tubuh
untuk melakukan retensi atau pengeluaran garam dan air oleh tubulus.
Mekanisme ini akan meningkatkan konsentrasi elektrolit sehingga
memberika resiko terjadinya ganguan keseimbangan cairan dan elektrolit
pada system lain (Muttaqin, 2011).
c) B3 Brain
Cidera kepala menyebabkan berbagai deficit neurologis trauma disebabkan
pengaruh penimgkatan TIK akibat adanya pendarahan, baik bersifat
intracranial, hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lengkap di
bandingkan pengkajian system lain (Muttaqin,2011) Pucat dan sianosis
pada pasien yang menggunakan ventilator dapat terjadi akibat adanya
hipoksemia. Warna kuning pada pasien yang menggunakan respirator
dapat terjadi akibat penurunan aliran darah portal akibat dari penggunaan
Packed Red Cells (PRC) dalam jangka waktu lama. Pada pasien dengan
kulit gelap, perubahan warna tersebut tidak terlalu jelas terlihat. Warna
kemerahan pada kulit dapat menunjukkan adanya demam dan infeksi.
Intergritas kulit untuk menilai adanya lesi dan dikubitus. Adanya
kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan. Kehilangan sensori atau
paralisis/hemiplegia, mudah lebih menyebabkan masalah pada pola
aktivitas dari istirahat (Muttaqin, 2011).
d) B4 Bladder
Kaji keadaan urin melalui warna, jumlah, dan karakteristik, termasuk berat
jenis. Penurunan jumlah urin dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi
akibat menurunnya fungsi ginjal. Setelah cidera kepala pasien mungkin
mengalami inkontensia urine konfusi, ketidakmampuan
mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidak mampuan untuk
menggunakan bantuan urinal karena kerusakan control motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol spincer urinarius external berkurang
(Muttaqin, 2011).
e) B5 Bowel
Didapatkan adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan
peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah
nutrisi. Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltic usus. Adanya inkontenensia alvi yang menunjukkan neurologis
luas (Muttaqin, 2011).
Pemeriksaan rongga mulut dengan melakukan penilaian ada
tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukkan
adanya dehidrasi.Pemeriksaan bising usus untuk menilai ada atau tidaknya
dan kualitas bising usus harus dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen.
Bising usus menurun atau hilang dapat terjadi peristaltic ileus dan
peritonitis. Lakukan observasi bising usus selama kurang lebih 2 menit.
Penurunan motilitas usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang
berasal dari sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal (Muttaqin, 2011).
f) B6 Bone
Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh
ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu , kelembaban, dan turgor kulit. Adanya
perubahan warna kulit warna kebiruan menunjukkan adanya sianosis
(ujung kuku, ekstermitas, telinga, hidung, bibir, dan membrane mukosa).
Pucat pada wajah dan membran mukosa dapat berhubungan dengan
rendahan rendahnya kadar hemoglobin atau syok.
3) Intervensi
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan penghentian aliran
darah (hemoragi, hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik;
hipoksia (hipovolemia, disritmia jantung)
Observasi
Observasi
Terpeutik
Kriteria hasil :
Demam menurun
Nyeri menurun
Kadar sel darah putih membaik
Intervensi :
Observasi
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
Pertahnkan tknik aseptik pada pasien yang beresiko tinggi
Edukasi
4. Implementasi
5. Evaluasi
Anurogo, D., & Usman, F. S. (2014). 45 Penyakit dan Gangguan Syaraf. Yogyakarta :
PustakaEa.
Bajamal, Abdul Hafid, dkk. 2014. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Surabaya: Tim
Nuerotrauma RSUD dr. Soetomo FK Universitas Airlangga Surabaya
Putri, A. I. Y. (2018). Asuhan Keperawatan Cedera Otak Sedang pada Tn. D dan Sdr. L
dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral di ruang
Kenanga RSUD dr. Haryoto Lumajang. Digital Repository Universitas Jember, 1–119.
https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/87688
Suganda, R., Sutrisno, E., & Wardana, I. W. (2013). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
SDR. P.P DENGAN CEDERA KEPALA SEDANG DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT RUMAH SAKIT PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG JOAQUIM.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Suripto, Y. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Cidera Otak Sedang (COS) dengan
Masalah Nyeri Akut.
Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
(VIA ONLINE)
KASUS:
Datang seorang pasien laki-laki dengan kondisi penurunan kesadaraan datang ke IGD diantar
oleh polisi sekitar pukul 02.00 dini hari pada tanggal 06/09/2019. Menurut kronologis dari
polisi pasien korban kecelakaan lalu lintas tunggal bermotor yaitu menabrak tong sampah dan
tiang listrik karena pengaruh alkohol (mabuk) TKP ada di Jl.Karah surabaya. Pasien berumur
kurang lebih 25 tahun karena tidak ditemukan identitas pada pasien karena saat diperiksa
pasien tidak membawa dompet dan hp nya pun remuk/rusak. Saat diperiksa kesadaraan
pasien GCS 3-4-4 delirium, berbicara kacau atau ngoceh-ngoceh sendiri, gaduh gelisah,
kacau, disorientasi serta meronta-ronta, sempat bangun berdiri lalu mau jalan tetapi langsung
ambruk akhirnya pasien di taruh kembali ke bed oleh dokter yang ada disana. Tanda-tanda
vital TD 110/80 mmHg, N:88x/menit, RR: 20x/menit, S: 36,7 C. Pernafasan tidak ada cuping
hidung, nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan, terdapat lebam pada wajah, terdapat
jejas pada thorax inferior sinistra, CRT >2dtk, suara jantung S1 dan S2 tunggal, terdapat
fraktur radius ulnaris 1/3 distal dan terdapat deformitas.
NIM : P27820717015
I. Identitas
Nama : Mr.X
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Suku/bangsa : tidak dapat dikaji
Agama : tidak dapat dikaji
Pekerjaan : tidak dapat dikaji
Pendidikan : tidak dapat dikaji
Alamat : TKP Jl. Karah Surabaya
Keluhan utama : pasien mengalami penurunan kesadaran
Uapaya yang telah dilakukan : BGA evaluasi klinis, CT-Scan, terpasang terapi
IV nacl 0,9 % 500 cc
Terapi/operasi yang pernah dilakukan: tidak dapat dikaji
II. Riwayat keperawatan
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Klien pengendara sepeda motor tunggal menabrak tong sampah dan tiang listrik
dicurigai klien dibawah pengaruh alkohol. Klien penurunan kesadaraan dan
curiga intoksikasi alkohol.
3. Riwayat kesehatan keluarga
3 3
Ph 7,34 7,35-7,45
PCO2 39,000 mmHg 24-45
PO2 92,000 mmHg 80-100
HCO2 21,000 mmol/l 22,0-26,0
TCO2 22,200 mmol/l 23-30
Jumat 06/09/2019
Injeksi ranitidine 50 mg
Injeksi metamizole 1 gram
ANALISA DATA
DIAGNOSA : COS
Peningkatan TIK
2 3
Perdaraha,hematoma
3 3
Herniasi unkus
Gangguan kesadaran
Imobilisasi
Pasien gelisah
Respon tidak sesuai jaringan kulit, otot dan
vaskuler
Kosentrasi buruk
Disorientasi waktu,
Perdarahan, hematoma
tempat, orang dan
situasi.
Peningkatan TIK
Herniasi unkus
Gangguan kesadaran /
defisit neurologis
Herniasi unkus
Gangguan kesadaran /
defisit neurologis
Resiko jatuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA : COS
MASALAH MASALAH
No DIAGNOSA KEPERAWATAN DITEMUKAN TERATASI
TANGGAL PARAF TANGGAL PARAF
1. Nyeri akut b.d agen pencedera 06/09/2019 ff
fisik (trauma) d.d pasien tampak
meringis
2. Resiko perfusi jaringan serebral 06/09/2019 ff
tidak efektif b.d cedera kepala
d.d penurunan kesadaran
3 Resiko jatuh b.d penrunan 06/09/2019 ff
tingkat kesadaran d.d pasien
delirium, gaduh gelisah
4 Gangguan mobilitas fisik b.d 06/09/2019 ff
penurunan kesadaran d.d fisik
lemah, GCS 3-4-4
5. Gangguan presepsi sensori b.d 06/09/2019 ff
hipoksia serebral d.d respon
tidak sesuai
Defisit perawatan diri b.d
penurunan kesadaran
Ansietas
PERENCANAAN KEPERAWATAN
PERENCANAAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
NO TUJUAN & KRITERIA RENCANA TINDAKAN RASIONAL
KEPERAWATAN
HASIL
1. Nyeri akut b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi
fisik (trauma) d.d pasien tampak keperawatan selama 1x6 jam 1. Mengidentifikasi 1. Agar dapat mengetahui
meringis diharapkan nyeri berkurang karakteristik, durasi, karakteristik nyeri dan
Kriteria hasil: frekuensi,kualitas, intensitas menentukan intervensi
Skala nyerri berkurang 0-1 nyeri selanjutnya
Pasien tampak rileks dan 2. Mengidentifikasi skala nyeri 2. Agar dapat menentukan
nyaman Terapeutik intervensi selanjutnya
1. TTV dalam batas normal 3. Berikan teknik 3. Mengajakan teknik relaksasi
2. TD : 120/80 mmHg nonfarmakologi mengurangi dapat mengurangi nyeri
3. N : 60-100x/menit rasa nyeri 4. Memperlancar sirkulasi
4. RR: 16-20x/menit 4. Berikan posisi senyaman darah pada luka/nyeri
5. S: 36,5-367,5 mungkin 5. Mempertahankan
5. Pertahankan imobilisasi immobilisasi pada bagian
bagian yang sakit dengan yang sakit dapat mengurangi
tirah baring nyeri
Edukasi 6. Agar keluarga dan pasien
6. Berikan penjelasan pada tidak merasa cemas
pasien dan keluaarga tentang
penyebab nyeri
Kolaborasi 7. Obat analgetik untuk
7. Kolaborasi pemberian obat menurunkan nyeri atau
analgetik spasme otot
8. Observasi tanda-tanda vital 8. Untuk memonitor keadaan
klien
2. Resiko perfusi jaringan serebral Tujuan: setelah dilakukan Observasi
tidak efektif b.d cedera kepala tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab 1. Dapat mengetahui dan
d.d penurunan kesadaran 1x6jam diharapakan perfusi peningkatan TIK (mis: lesi, menetukan intervensi
serebral meningkat dengan gangguan metabolisme, edema, selanjutnya
Kriteria hasil serebral) 2. Untuk memonitor kondisi
1. Tingkat kesadaran 2. Monitor tanda/gejala klien
peningkatan TIK (mis: tekanan
meningkat 3. Tingkat kesadaran
darah meningkat, tekanan nadi
2. Tekanan intra kranial melebar, bradikardia, pola merupakan indikator
napas ireguler, kesadaran
menurun terbaik adanya perubahan
menurun)
3. Gelisah menurun 3. Kaji tingkat kesadaran dengan 4. Mengetahui nervus I, II,
GCS
4. Agitasi menurun III
4. Kaji pupil ukuran, respon
5. Nilai rata-rata tekanan terhadap cahaya dan gerakan 5. Gangguan motorik
mata
darah membaik sensorik dapat terjadi
5. Evaluasi keadaan motorik
akibat edema otak
pasien dan sensori pasien
6. Adanya perubahan tanda-
6. Monitor tanda-tanda vital tiap 1
tanda vital seperti
jam
7. Observasi adanya edema respirasi menunjukan
periorbital ekimosis diatas kerusakan pada batang
osmatoid, rhinorrhea. otak
Terapeutik 7. Identifikasi adanya fraktur
8. Pertahankan kepala tempat basilar
tidur 30-45 derajat 8. Memfasilitasi drainage
9. Cegah terjadinya kejang vena otak
Kolaborasi 9. Resiko terjadinya kejang
10. Kolaborasi dalam pemebrian dan akan membuat
terapi kondisi semakin parah
10. Pemberian obat untuk
memaksimalkan terapi
dan mempercepat
penyembuhan
3. Resiko jatuh b.d penrunan Setelah dilakukan tindakan Obserasi 1. Agar dapat mengeahui faktor
tingkat kesadaran d.d pasien keperaatan 1x6 jam 1. Identifikasi faktor resiko jatuh resiko penyebab dan
delirium, gaduh gelisah diharapkan resiko jatuh (mis usia < 65 tahun, penurunan menentukan intervensi
menurun tingkat kesadaran, dll) selanjutnya
Kriteria hasil Terapeutik 2. Mengunci roda bed dan kursi
Jatuh dari tempat tidur 2. Pastikan roda tempat tidur dan roda meminimaliris kejadian
menurun kursi roda selalu dalam kondisi cidera karena lingkungan
Jatuh saat dipindahkan terkunci 3. Nadrall tempat tidur
menurun 3. Pasang handrall tempat tidur melindungi pasien agar tidak
4. Atur tempat tidur mekanis terjauh dari tempat tidur
dalam posisi rendah 4. Tempat tidur dalam posisi
5. Tempatkan pasien beresiko rendah memudahkan pasien
tinggi jatuh dekat dengan unruk turun jika pasien tersebut
pemantauan nurse station bisa berjalan
Edukasi 5. Agar dapat dipantau denga
6. Anjurkan memanggil perawat ketat jika dekat denga nurse
jika membutuhkan bantuan statio
berpindah 6. Dibantu oleh perawat agar
memiimalisir terjadinya cidera.
Gangguan mobilitas fisik b.d Observasi
penurunan kesadaran d.d fisik Identifikasi adanya nyeri atau
lemah, GCS 3-4-4 keluhan fisik lainnya
Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
Terapeutik
Fasilitasi melakukan pergerakan,
jika perlu
P: intervensi diperthankan
06/09/2019 Resiko jatuh b.d penrunanS:
06.40 tingkat kesadaran d.d O: pasien penurnan kesadaran GCS 3-4-4,
pasien delirium, gaduh delirium, gelisah,
gelisah Pasien sempat jatuh karena kondisi kesadaraan
yang delirium tersebut