Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS

OLEH

SITTI HOTIJAH

NIM.20204663088

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang
etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi
sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling
umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA
ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang
berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012).
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang
sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana
persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi
pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan sekelompok penyakit jaringan
penyambung difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya.
Biasanya terjadi destrukti sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat
mengalami masa remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan
pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada
wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi
kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta
pergelangan tangan. (Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra–artikuler.
(Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya
mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi.

2
Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan menyebar ke struktur sendi disekitarnya,
termasuk kartilago artikular dan kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon
mengalami. Inflamasi ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen,
fagositosis ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis,
membran sinovial mengalami hipertropi dan menebal sehingga menyumbat aliran
darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan respon inflamasi. Sinovium yang
menebal menjadi ditutup oleh jaringan granular inflamasi yang disebut panus. Panus
dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan
jaringan parut lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan
nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).

B. ETIOLOGI
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya dikorelasikan
dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana,
2009)
1. Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2)
dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih
dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan
terhadap perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
3. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA (Suarjana, 2009).
4. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino
homolog. Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel
T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa
menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009)

3
C. PATOFISIOLOGI
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari
proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau
sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang iregular
pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan
merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin,
interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi
sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009).

D. MANFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular
dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).
1. Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa,
dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan
sendi, serta hidrops ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi
berupa nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada
awal atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat
mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana, 2009). Sendi-sendi besar,
seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-
sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari
onset terjadinya (Longo,2012).

4
Gambar 6. Sendi Metacarpopalangeal dan proksimal interfalangeal yang
bengkak pada penderita artritis reumatoid (Longo, 2012).
Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidak semua sendi
proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi,
misalnya sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana, 2009).
2. Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat,
2010). Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh.
Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012):
a) Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan
gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3 oc , kelelahan
(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang
secara umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya
gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo, 2012).
b) Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi
aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan
dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru,
pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan
diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren (Longo, 2012).
c) Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary sjogren’s
syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry
eyes) atau xerostomia (Longo, 2012).

5
d) Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan
penyakit paru interstitial (Longo, 2012).
e) Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang
disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti
arteri koreoner atau disfungsi diastol (Longo, 2012).
f) Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan penyakit
RA yang sudah kronis (Longo, 2012).
g) Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated trombocytopenia
dan keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dan nodular RA
sering disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA
tahap akhir (Longo, 2012).
h) Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar
dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell lymphoma
sercara luas (Longo, 2012). Beberapa keadaan yang diasosiakan dengan
mordibitas dan mortalitas pada pasien RA adalah penyakti kardiovaskuler,
osteoporosis dan hipoandrogenisme (Longo, 2012).
E. KLASIFIKASI
Buffer (2010) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan
gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam
waktu 3 bulan.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya
proses inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes

6
ini berguna untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap
pengobatan (NHMRC, 2009).
2. Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin
mengindikasikan penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu). Pada
beberapa kasus RA, tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini
terdeteksi positif pada sekitar 60-70% pasien RA. Level RhF jika
dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat menunjukkan tingkat
keparahan penyakit (NHMRC, 2009).
3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk
mendiagnosis rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru
menunjukkan bahwa tes tersebut memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes
RhF, akan tetapi spesifisitasnya jauh lebih tinggi dan merupakan prediktor
yang kuat terhadap perkembangan penyakit yang erosif (NHMRC, 2009).
4. Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai inflamasi dan anemia yang berguna sebagai indikator prognosis
pasien (NHMRC, 2009).
5. Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis
ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya
yang meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut),
untuk kemudian diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya (Shiel,
2011).
6. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya
erosi dan memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan
dengan jenis artritis yang lain, seperti osteoarthritis (Shiel, 2011).
7. MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan X-
Ray (Shiel, 2011).
8. USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya cairan
abnormal di jaringan lunak sekitar sendi (Shiel, 2011).
9. Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi pada
tulang (Shiel, 2011).
10. Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang
mengindikasikan terjadinya osteoporosis (Shiel, 2011).
11. Tes Antinuklear Antibodi (ANA) (Shiel, 2011).

7
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) PENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIS
Terapi dimulai dengan edukasi,istirahat dan olahraga yang seimbang ,dan
perujukan ke lembaga komunityas untuk mendapat dukungan.
a. Arthritis rheumatoid dini : penatalaksanaan medikasi mencakup dosis
terpeutik Sali-silat atau NSAID termasuk penyekat enzim COX-2 yg
baru,antimalaria,gold,penisilamin,atau zulfasalazin metotreksat
pemodifikasi respons biologic serta inbibitor faktor nekrosis tumor-
alfa(TNF-oc) merupakan agen analgesic yg bermanfaat untuk periode
nyeri yg ekstrem.
b. Artritiis rheumatoid moderat yg erosif: program terapi okupasional dan
terapi fisik yg formal imunosupresan seperti siklosporin dapat
ditambahkan.
c. Arthritis reumotoid persisten yg erosive:pembedahan rekosnstruktif dan
kortisteroid
d. Arthritis reumotoid lanjut yg tidak sembnuh: agens imunosupresif seperti
metotreksat,siklosfamid,azatioprin,dan leflunomida (sangat toksik, dapat
menyebabkan supresi sumsum tulang anemia,gangguan saliuran GI, dan
ruam)
e. Pasien arthritis reumotoid sering kali mengalami anoreksia,penurunan
berat badan,dan anemia memrlukan riwayat yang cermat untuk
mengedentifikasi ke stimulasi nafsu makan dan menyebabkan
penambahan berat badan.
f. Obat antidepresan dosis rendah (amitriptilin) digunakan untuk
mengembalikan pola tidur yg adekuat dan meredakan nyeri.
2) PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
a. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal
penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu
dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus
diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan
otot dan pergerakan sendi.
b. Kompres panas dan dingin

8
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih
efektive daripada kompres dingin.
c. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur
dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat
dalam minyak ikan.
d. Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging,
memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan
mengurangi inflamasi. Hindari makanan yang banyak mengandung
purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden,
herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam,
asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan
asam urat dipersendian.
e. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang
terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA,
2013).
f. Gizi. Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi
peradangan pada sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid
adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan
disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat
diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
g. Pembedahan. Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis
sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan
arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join
replacement untuk mengganti sendi.

9
WOC (WEB OF CAUSATION)

Inflamasi non bacterial disebabkan oleh


infeksi, endokrin, autoimun, metabolic dan
factor genetic serta faktor lingkungan Perikarditis,
Endokarditis & radang
Gambaran khas katup jantung
nodul subkutan Arthritis Rheumatoid

Inflamasi
keluar ekstra
Sinovitis Tensosinovilis Kelainan pada tulang Kelainan pada jaringan artikular
ekstraartikular

Hiperemia Erosi tulang &


Invasi kalogen
dan kerusakan pada Miopati sistemik Kelenjar saraf
pembengkak tulang rawan
limfe
an

Atrofi Anemia
Ruptur Tendon Spleno
Nekrosis dan Instabilitas dan otot Osteoporosis
secara parsial megali
kerusakan deformitas Generalisata
atau total
dalam ruang
sendi Neuropati
perifer
Kelemahan
Gangguan mekanis
Nyeri Gangguan Fisik
dan fungsional Gangguan
Mobilitas Fisik
pada sendi Sensorik

Defisit Resiko Cidera


Gambaran Perubahan Bentuk Perawatan
Khas nodul Tubuh Pada Tulang diri
subkutan dan sendi

Gangguan
Ansietas Kurang
Konsep Diri,
informasi
Citra Diri

10
ASUHAN KEPRAWATAN PADA REUMATHOID ATHRITIS
A. Pengkajian
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung jawab. Data dasar
pengkajian penerima manfaat tergantung pada keparahan dan keterlibatan organ-
organ lainnya (misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya
eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis
lainnya.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit Rematik adalah
klien mengeluh nyeri
3) Riwayat penyakit sekarang
Meliputi Berupa uraian pada mengenal penyakit yang diderita oleh klien dari mulai
timbulnya keluhan yang dirasakan
4) Riwayat Penyakit keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.
5) Riwayat penyakit Sebelumnya
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya,
Riwayat penyakit kesehatan yang dulu sperti riwayat penyakit musculoskeletal
sebelumnya riwayat Operasi cidera dan catatan osteomuskuloskeletal , apakah pernah
terjadi trauma/cedera tulang dan persendian, pembedahan tulang dan apakah pernah
dirawat dirumah sakit
3) Anamnesis
- Apakah ada kemerahan, lecet, bengkak pada sendi sendi tulang ekstremitas
- mempunyai kesulitan dalam Berjalan
- merasakan gerakan terbatas
- merasakan butuh bantuan dan dukungan dalam bergerak dan berjalan
- mengalami nyeri saat beraktivitas
- Kultur dan kepercayaan
- Presepsi keluarga tentang penyakit

11
4) Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital:
-Suhu : 36,5-37,5 C (Hipertermi)
-Nadi : 60-100 x/menit
-TD : systole >139 mmHg, diastole >89 mmHg
-Pernafasan : 16 – 24x/menit

2. Keadaan Umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari
terjadinya rheumatoid arthritis.
a. Inspeksi
Adanya kemerahan, iritasi / lecet dan bengkak pada daerah persendian, Adanya
benjolan atau Adanya obesitas atau kurang gerak.
b. Palpasi
Adanya massa atau nyeri tekan Teraba benjolan tumor daerah persendian tulang
kaki
5) Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Gordon (11 Pola)
1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Respon pasien terhadap penyakit adalah pasien terlihat lemah dan merasa takut untuk
bergerak dan gerakannya terbatas. Pasien tidak tahu apa yang harus dilakukannya
terkadang pasien membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

2) Pola Nutrisi

NO KEGIATAN DIRUMAH
1. NUTRISI
BB : - Kg
TB : - cm
Frekuensi Makanan 3x sehari
Jenis Makanan Nasi,sayuran
Makanan yang disukai Tahu, Tempe
Makanan yang tidak disukai Makanan manis
Makanan pantangan : Tidak ada
Nafsu makan Baik
Rasa mual/muntah Tidak ada mual
Kebutuhan kalori Kurang tercukupi
Jenis diet Tidak diet
Intake cairan/minuman ± 5 x 200ml ( air putih & Teh pahit )
Kesulitan lain Tidak ada

12
IMT -

Penderita dengan Rematik tidak memiliki gangguan pada nutrisi saat sebelum dan
setelah mengalami sakit pasien makan dan minum sesuai porsi dan sehari 3 kali
dengan komposisi 4 sehat
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
3) Pola Eliminasi

4) Aktivitas dan Latihan

Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4

Kemampuan melakukan ROM √

Kemampuan Mobilitas di tempat tidur √

Kemampuan makan/minum √

Kemampuan toileting √

Kemampuan Mandi √

Kemampuan berpindah  √

Kemampuan berpakaian √

13
Ket. : 0 = Mandiri 1= Menggunakan alat bantu, 2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat 4 = Tergantung Total
Masalah keperawatan : tidak ada masalah

Keluhan saat beraktivitas:berjalan dengan tertatih-tatih. Sebelumnya,


pasien menggunakan tongkat untuk berjalan.

Kekuatan Otot : 5555 555

333 333

5) Tidur dan Istirahat


Pada pasien pada penyakit ini biasanya mengalami nyeri di malam hari sehingga
sering terbangun pada malam hari dan mengganggu waktu tidur
Masalah keperawatan : gangguan pola tidur
6) Sensori, Persepsi dan Kognitif
Pasien tidak mengalami disorientasi tempat dan waktu. Semua alat indera pasien
masih berfungsi dalam batas normal.
Data Subyektif: Asesment Nyeri
P : Nyeri Sendi
Q : nyeri seperti panas terbakar
R : Daerah kaki ektremitas bawah
S : Skala 7
T : hilang timbul dan ketika digerakkan

Data Obyektif:
Pemeriksaan fisik yang menunjang (IPPA)
I : terdapat kemerahn di lutut dan kaki
P: terlihat bengkak ada benjolan

Masalah Keperawatan : Nyeri Akut


7) Konsep diri
Pasien tidak mengalami gangguan pada konsep dirinya

14
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
8) Sexual dan Reproduksi
Klien berkeluarga
9) Pola Peran Hubungan
Interaksi dengan keluarga dan lingkungan baik.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
10) Manajemen Koping Stress
Pasien jika merasa ada masalah berdoa dan berdzikir
Masalah keperawatan : tidak ada masalah
11) Sistem Nilai dan Keyakinan
pasien beragama islam .
Masalah keperawatan : tidak ada masalah

12) Indeks Katz

INDEKS KATZ
SKORE KRITERIA
A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke
kamar kecil, berpakaian dan mandi
B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian,ke kamar kecil dan satu fungsi
tambahan
F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, berpindah, dan satu fungsi
tambahan
G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut
Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak
dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E, F dan G

Berdasarkan data diatas, maka memperoleh skor B. Maka lansia tsb mempunyai
Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut
Analisis Hasil :

15
1. Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAK/BAB), berpindah,
kekamar kecil, mandi dan berpakaian.
2. Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi tersebut
3. Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan
4. Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi
tambahan
5. Nilai E : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil,
dan satu fungsi tambahan.
13 ) Pengkajian status kognitif / afektif (status mental)/ MMSE

NILAI NILAI
NO ASPEK KOGNITIF KRITERIA
MAKS KLIEN

1. Orientasi 5 3 Menyebutkan dengan benar:

·   Tahun

·   Musim

·   Tanggal

·   Hari

·   Bulan

2. Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada?

·   Negara Indonesia

·   Propinsi Jawa Timur

·   Kota Surabaya

3. Registrasi 3 3 Sebutkan nama 3 objek (oleh


pemeriksa) detik untuk
mengatakan masing-masing
objek. Kemudian tanyakan
kepada klien ke3 objek tadi
(untuk disebutkan)

16
·   Buku

·   Gelas

·   Sendok

4. Perhatian dan 5 3 Minta klien untuk memulai dari


kalkulasi angka 10 kemudian dikurang7
sampai 5 kali/ tingkat

·      93

·      86

·      79

·      72

·      65

5. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi


ke 3 objek pada no 2 (registrasi)
tadi, bila benar 1 point untuk
masing-masing objek

6. Bahasa 9 1 Tunjukan pada klien suatu


benda dan tanyakan namanya
pada klien

·     (buku)

·     (meja)

Minta klien untuk mengulang


kata berikut : “tak ada, jika, dan,
ada, atau, tetapi” bila benar nilai
satu point

Minta klien untuk mengikuti


perintah berikut yang terdiri dari
3 langkah : “ambil kertas
ditangan anda, lipat dua dan

17
taruh dilantai”

·   Ambilkertas ditangan anda

·   Lipat dua

·   Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal


berikut (bila aktifitas sesuai
perntah nilai satu point)

·   Tutup mata anda

Perintahkan pada klien untuk


menulis satu kalimat dan
menyalin gambar

·   Tulis satu kalimat

·  Menyalin gambar

18 Kerusakan aspek f/ mental


Total nilai ringan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah
dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang
sering muncul yaitu:
1. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan sendi
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
4. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN & INTERVENSI


. KEPERWATAN KRITERIA HASIL KEPERAWATAN

18
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Managemen Nyeri
tindakan keperawatan Observasi :
berhubungan  Identifikasi lokasi,
selama 1x24 jam
dengan perubahan diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
berkurang. frekuensi, kualitas,
patologis oleh intensitas nyeri
artritis rhematoid Dengan Kriteria Hasil:  Identifikasi skala
a. Tingkat Nyeri : nyeri
 Keluhan nyeri  Identifikasi
Menurun. respons nyeri non verbal
 Identifikasi factor
 Ekspresi meringis yang memperberat dan
menurun. memperingan nyeri
 Gelisah menurun  Identifikasi
 Frekuensi nadi pengetahuan dan
membaik. keyakinan
(SLKI.Hal. 145) tentang nyeri
b. Kontrol Nyeri :  Identifikasi
 Melaporkan nyeri pengaruh budaya terhadap
terkontrol meningkat. respon nyeri
 Kemampuuan  Identifikasi nyeri
mengenali onset nyeri pada kualitas hidup
meningkat.  Monitor
 Kemampuan keberhasilan terapi
mengenali penyebab komplementer yang sudah
nyeri meningkat. diberikan
a. Kemampuan  Monitor efek
samping penggunaan
menggunakan analgetik
teknik non Terapeutik
 Berikan teknik
farmakologis nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
meningkat.
 Kontrol
lingkungan yang
memperberat nyeri
 Fasilitasi istirahat
dan tidur
 Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
 Jelaskan penyebab
nyeri, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri

19
 Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
m,engurangi nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi:
tindakan keperawatan Observasi :
Mobilitas fisik
selama 3 X 24 jam  identifikasi adanya nyeri
berhubungan diharapkan tingkat atau keluhan fisik lainnya
mobilisasi meningkat  identifikasi toleransi fisik
dengan kelemahan
melakukan pergerakan
sendi Dengan kriteria hasil:  monitor frekuensi jantung
 Pergerakan ektremitas dan tekanan darah sebelum
meningkat memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum
 Kekuatan otot selama melakukan
meningkat mobilisasi
 Rentang gerak Terapeutik:
meningkat  fasilitasi aktivitas
mobilisisai dengan alat
 Nyeri menurun. bantu (pagar tempat tidur,
 Kecemasan menurun tongkat dan kruk)
 kaku sendi menurun  fasilitasi melakukan
 Kelemahan fisik pergerakan, jika perlu
menurun  libatkan keluarga untuk
 gerakan terbatas membantu pasien dalam
menurun peningkatan gerakan
 gerakan tidak Edukasi:
terkordinasi menurun  Jelaskan tujuan dan
procedure mobilisasi
 anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan 1. kaji hal-hal yang


berhubungan tindakan keperawatan mempengaruhi pola tidurnya

20
dengan kurang selama 1x24 jam 2. ciptakan lingkan dan fasilitas
kontrol tidur masalah gangguan pola yang nyaman pada pasien
tidur teratasi dengan 3. ajarkan pasien atau keluarga
kriteria hasil : pasien tentang teknik tidur yang
1. jumlah jam tidur benar
dalam batas normal yaitu 4. kolaborsi pemberian obat tidur
6-8 jam jika diperlukan
2. pasien mengatakan
tidak terbangun pada
malam hari untuk
berkemih
3. pola dan kualitas tidur
pasien normal
4. Resiko cidera Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi :
Observasi :
tindakan keperawatan
 identifikasi adanya nyeri
selama 1X24 jam tinbgat atau keluhan fisik lainnya
cidera tidk terjadi degan  identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
criteria hasil  monitor frekuensi jantung
kriteria hasil : dan tekanan darah sebelum
memulai mobilisasi
 Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik:
 fasilitasi aktivitas
mobilisisai dengan alat
bantu (pagar tempat tidur,
tongkat dan kruk)
 fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
peningkatan gerakan
Edukasi:
 Jelaskan tujuan dan
procedure mobilisasi
 anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan ( duduk di tempat

21
tidur, duduk di sisi tempat
tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

DAFTAR PUSTAKA
Bilotta, Kimberly A.J. 2011. Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan Edisi 2.
Jakarta: EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges, E Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Kusuma, Hardhi dan Amin Huda N. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2 2013. Yogyakarta: Media hardy.

Lukman dan Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskletal. Jakarta: Salemba Medika.

Mansjoer, arif. Dkk.2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media aesculapius.

Muttaqin, arif. 2005. Ringkasan Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Muttaqin, arif. 2006. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem


Muskuloskeletal. Banjarmasin: Unpublished.

Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Edisi 8. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta: EGC.

http://en.m.wikipedia.org/wiki/Rheumatoidarthritis

22

Anda mungkin juga menyukai