Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA “REMATOID ARTRITIS”

KONSEP DASAR MEDIS


A. Definisi Rematik
Rematik adalah orang yang menderita rheumatism (Encok), arthritis (radang
sendi) ada 3 jenis arthritis yang paling sering diderita adalah osteoarthritis ,arthritis goud,
dan rheumatoid artirtis yang menyebabkan pembengkakan benjolan pada sendi atau
radang pada sendi secara serentak (Utomo.2005:60).
Penyakit rematik meliputi cakupan luas dari penyakit yang dikarakteristikkan
oleh kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan jaringan lunak (Soumya, 2011).
Penyakit rematik dapat digolongkan kepada 2 bagian, yang pertama diuraikan sebagai
penyakit jaringan ikat karena ia mengefek rangka pendukung (supporting framework)
tubuh dan organ-organ internalnya. Antara penyakit yang dapat digolongkan dalam
golongan ini adalah osteoartritis, gout, dan fibromialgia. Golongan yang kedua pula
dikenali sebagai penyakit autoimun karena ia terjadi apabila sistem imun yang biasanya
memproteksi tubuh dari infeksi danpenyakit, mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh
yang sehat. Antara penyakityang dapat digolongkan dalam golongan ini adalah
rheumatoid artritis, spondiloartritis, lupus eritematosus sistemik dan skleroderma
(NIAMS, 2008).
Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun
sistemik (Symmons, 2006). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang
etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis
(Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum
ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit RA ini
merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang berlangsung
kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012)
Berdasarkan defenisi di atas, penulis menarik kesimpulan bahwa penyakit
Reumatik adalah penyakit sendi
yang disebabkan oleh peradangan pada persendian sehingga tulang sendi mengalami
destruksi dan deformitas serta menyebabkan jaringan ikat akan mengalami degenerasi
yang akhirnya semakin lama akan semakin parah.

5
B. Etiologi
Etiologi RA belum diketahui dengan pasti, namun kejadiannya dikorelasikan
dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan faktor lingkungan (Suarjana,
2009)
1. Genetik, berupa hubungan dengangen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%(Suarjana, 2009).
2. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental Corticotraonin
Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan
substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan
progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat respon imun selular
(TH1). Pada RA respon TH1 lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron
mempunyai efek yang berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini (Suarjana,
2009).
3. Faktor Infeksi, beberapaagen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host)
dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit RA
(Suarjana, 2009).
4. Heat Shock Protein(HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon
terhadap stres. Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog.
Diduga terjadi fenomena kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali
epitop HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya
reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga mencetuskan reaksi imunologis
(Suarjana, 2009).
C. Manifestasi Klinis Artritis Reumatoid
RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di
tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku,kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovial
sendi, sarung tendon, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti oleh erosi tulang dan
destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010).
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu (Nasution,
2011) :
1. Stadium sinovitis
Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis, yaitu inflamasi pada
membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat umumnya simetris,
meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi permukaan
sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi (Nasution, 2011). Sendi

6
pergelangan tangan hampir selaluterlibat, termasuk sendi interfalang proksimal dan
metakarpofalangeal (Suarjana, 2009).
2. Stadium destruksi
Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
(Nasution, 2011).
3. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution, 2011).
Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular dan
manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).
Manifestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan
sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops
ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan
dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan,
namunkemerahan dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana,
2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap,
meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari
onset terjadinya (Longo, 2012).
Distribusi sendi yang terlibat dalam RA cukup bervariasi. Tidak semua sendi
proporsinya sama, beberapa sendi lebih dominan untuk mengalami inflamasi, misalnya
sendi sendi kecil pada tangan (Suarjana, 2009).
Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat, 2010).
Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi
ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012) :
1. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda dan gejalanya
berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan (fatigue), malaise, depresi
dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum merefleksi derajat inflamasi
dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo, 2012).
2. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi aktivitas
penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat periosteum,
tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan
peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi
dan gangren (Longo, 2012).

7
3. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary sjogren’s syndrome.
Sjogren’s syndromeditandai dengan keratoconjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia
(Longo, 2012).
4. Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti dengan penyakit
paru interstitial (Longo, 2012).
5. Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang
disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri
koreoner atau disfungsi diastol (Longo, 2012).
6. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan penyakit RA yang
sudah kronis (Longo, 2012).
7. Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated trombocytopeniadan
keadaan dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly,dan nodular RA sering disebut
dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita RA tahap akhir (Longo,
2012).
8. Limfoma, resikoterjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar dibanding
populasiumum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell lymphomasercara luas (Longo,
2012).Beberapa keadaan yangdiasosiakan dengan mordibitas dan mortalitas pada
pasien RA adalah penyakti kardiovaskuler, osteoporosis dan hipoandrogenisme (Longo,
2012).
D. Patofisiologi Artritis Reumatoid
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi
autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi
makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi
proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada
sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi.
Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang iregular pada jaringan
sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak
rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin,
proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan
komplikasi sistemik (Surjana, 2009).
Sel T dan sel B merupakan respon imunologi spesifik. Sel T merupakan bagian
dari sistem immunologi spesifik selular berupa Th1, Th2, Th17, Treg, Tdth, CTL/Tc,
NKT. Sitokin dan sel B merupakan respon imunologi spesifik humoral, sel B berupa
IgG, IgA, IgM, IgE, IgD (Baratwidjaja, 2012).

8
Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share
epitop dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptida pada
antigen-presenting cell (APC) pada sinovium atau sistemik. Dan peran sel B dalam
imunopatologis RA belum diketahi secara pasti (Suarjana, 2009).
E. Penatalaksanaan Reumatik
Tujuan utama terapi adalah:

1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan


2. Mempertahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang merupakan
sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang
diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran cerna
terhadap terapi obat
c. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari 
mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan
kebutuhan steroid yang diperlukan.
d. Garam emas
e. Kortikosteroid
5. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih.
Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan
dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan
indikasinya sebagai berikut :
1. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan
fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
2. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
3. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
4. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada persendian.

9
F. Pencegahan
1. Hindari kegiatan tersebut apabila sendi sudah terasa nyeri ,sebaiknya berat badan
diturunkan, sehingga bila kegemukan mengakibatkan beban pada sendi lutut atau
tulang pinggul terlalu berat.
2. Istrahat yang cukup pakailah kaus kaki atau sarung tangan sewaktu tidur pada malam
hari dan kurangi aktivitas berat secara perlahan lahan.
3. Hindari makanan dan segala sesuatu secara berlebihan atau terutaman segala sesuatu
yang mencetus reumatik. Kurangi makanan yang kaya akan purin misalnya : daging ,
jeroan (seperti kikil), babat,usus,hati , ampela dll.
G. Komplikasi
Komplikasi penyakit dapat mempersingkat hidup beberapa tahun pada beberapa
individu, meskipun rheumatoid arthritis itu sendiri tidak fatal. Secara umum, rheumatoid
arthritis bersifat progresif dan tidak dapat disembuhkan, tetapi pada beberapa pasien
penyakit ini secara bertahap menjadi kurang agresif dan gejala bahkan dapat meningkat.
Jika terjadi kerusakan tulang dan ligament serta perubahan bentuk, maka efeknya akan
permanen. Efek ini meliputi :
1. Anemia
Anemia pada penderita rheumatoid arthritis dapat disebabkan oleh adanya peradangan
kronis yang terjadi atau efek samping dari penggunaan Obat Anti Inflamasi Non-
Steroid (OAINS) jangka panjang seperti pendarahan internal atau tukak lambung.
2. Infeksi
Pasien dengan rheumatoid arthritis memiliki resiko lebih besar untuk infeksi. Obat
imunosupresif akan lebih meningkatkan resiko.
3. Masalah Gastro Intestinal
Pasien dengan rheumatoid arthritis mungkin mengalami gangguan perut dan usus,
kanker perut dan kolorektal dalam tingkat yang rendah telah dilaporkan pada pasien
rheumatoid arthritis.
4. Osteoporosis
Kondisi ini lebih umum dari pada rata-rata pada wanita post menopause dengan
heumatoid arthritis, pinggul yang sangat terpengaruh. Resiko osteoporosis tampaknya
lebih tinggi dari pada rata-rata pada pria dengan rheumatoid arthritis yang lebih tua
dari 60 tahun.
5. Penyakit Paru-Paru
Sebuah studi kecil menemukan prevalensi tinggi peradangan paru dan fibrosis pada

10
pasien yang baru didiagnosis rheumatoid arthritis, namun temuan ini dapat
dikaitkan dengan merokok.
6. Penyakit Jantung
Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi pembuluh darah dan meningkatkan resiko
penyakit jantung iskemik koroner.
7. Sindrom Felty
Kondisi ini ditandai dengan pembesaran kelenjar limfa, jumlah sel darah putih rendah
dan infeksi bakteri berulang. Ini mungkin merespon Disease Modifying Antirheumatic
Drugs (DMARDs).
8. Limfoma dan Kanker Lainnya
Rheumatoid arthritis terkait perubahan sistem kekebalan tubuh mungkin memainkan
peran. Pengobatan yang agresif untuk rheumatoid arthritis dapat membantu
mencegah kanker tersebut (Shiel Jr., 2011).

KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
2. Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui
dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna
kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
a. Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
b. Catat bila ada krepitasi
c. Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
a. Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
b. Ukur kekuatan otot
4. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
C. RIWAYAT PSIKO SOSIAL
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi
apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan

11
adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek
body image dan harga diri klien.
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah
dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering
muncul yaitu:
1. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh, sendi,
bengkok, deformitas.
2. Nyeri berhubungan dengan perubahan patologis oleh artritis rhematoid.
3. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot, rasa nyeri.
4. Gangguan mobilitas sehari-hari berhubungan dengan terbatasnya gerakan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

E. RENCANA KEPERAWATAN
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Gangguan body image NOC: NIC :
berhubungan dengan:  Body image Body image enhancement
Biofisika (penyakit kronis),  Self esteem a. Kaji secara verbal dan
kognitif/persepsi (nyeri Setelah dilakukan nonverbal respon klien
kronis), kultural/spiritual, tindakan keperawatan terhadap tubuhnya
penyakit, krisis situasional, selama …. gangguan b. Monitor frekuensi mengkritik
trauma/injury, pengobatan body image dirinya
(pembedahan, kemoterapi, pasien teratasi dengan c. Jelaskan tentang pengobatan,
radiasi) kriteria hasil: perawatan, kemajuan dan
DS:  Body image positif prognosis penyakit
a. Depersonalisasi bagian  Mampu d. Dorong klien mengungkapkan
tubuh mengidentifikasi perasaannya
b. Perasaan negatif tentang kekuatan personal e. Identifikasi arti pengurangan
tubuh  Mendiskripsikan melalui pemakaian alat bantu
c. Secara verbal menyatakan secara faktual f. Fasilitasi kontak dengan
perubahan gaya hidup perubahan fungsi individu lain dalam kelompok
DO : tubuh kecil
a. Perubahan aktual struktur  Mempertahankan
dan fungsi tubuh interaksi sosial

12
b. Kehilangan bagian tubuh
c. Bagian tubuh tidak
berfungsi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
Agen injuri (biologi, kimia,  Pain control, secara komprehensif termasuk
fisik, psikologis), kerusakan  Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
jaringan Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
tinfakan keperawatan presipitasi
DS: selama …. Pasien tidak 2. Observasi reaksi nonverbal dari
a. Laporan secara verbal mengalami nyeri, dengan ketidaknyamanan
DO: kriteria hasil: 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
a. Posisi untuk menahan  Mampu mengontrol mencari dan menemukan
nyeri nyeri (tahu penyebab dukungan
b. Tingkah laku berhati-hati nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang dapat
c. Gangguan tidur (mata menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti
sayu, tampak capek, sulit nonfarmakologi untuk suhu ruangan, pencahayaan dan
atau gerakan kacau, mengurangi nyeri, kebisingan
menyeringai). mencari bantuan) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
d. Terfokus pada diri sendiri  Melaporkan bahwa nyeri 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
. berkurang dengan untuk menentukan intervensi
e. Fokus menyempit menggunakan 7. Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi manajemen nyeri farmakologi: napas dala,
waktu, kerusakan proses  Mampu mengenali nyeri relaksasi, distraksi, kompres
berpikir, penurunan (skala, intensitas, hangat/ dingin
interaksi dengan orang frekuensi dan tanda 8. Berikan analgetik untuk
dan lingkungan) nyeri) mengurangi nyeri: ……...
f. Tingkah laku distraksi,  Menyatakan rasa 9. Tingkatkan istirahat
contoh : jalan-jalan, nyaman setelah nyeri 10. Berikan informasi tentang
menemui orang lain berkurang nyeri seperti penyebab nyeri,
dan/atau aktivitas,  Tanda vital dalam berapa lama nyeri akan
aktivitas berulang-ulang). rentang normal berkurang dan antisipasi
g. Respon autonom (seperti  Tidak mengalami ketidaknyamanan dari
diaphoresis, perubahan gangguan tidur prosedur.
tekanan darah, perubahan 11. Monitor vital sign sebelum dan
nafas, nadi dan dilatasi sesudah pemberian analgesik
pupil). pertama kali
h. Perubahan autonomic

13
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku).
i. Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah) .
j. Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Risiko trauma NOC : NIC :
1. Knowledge : Personal
Faktor-faktor risiko Safety Environmental Management safety
Internal: 2. Safety Behavior : Fall 1. Sediakan lingkungan yang aman
Kelemahan, penglihatan Prevention untuk pasien
menurun, penurunan sensasi 3. Safety Behavior : Fall 2. Identifikasi kebutuhan keamanan
taktil, penurunan koordinasi occurance pasien, sesuai dengan kondisi
otot, tangan-mata, 4. Safety Behavior : fisik dan fungsi kognitif pasien
kurangnya edukasi Physical Injury dan riwayat penyakit terdahulu
keamanan, keterbelakangan 5. Tissue Integrity: Skin pasien
mental and Mucous Membran 3. Menghindarkan lingkungan yang
Setelah dilakukan berbahaya (misalnya
Eksternal: tindakan keperawatan memindahkan perabotan)
Lingkungan selama….klien tidak 4. Memasang side rail tempat tidur
mengalami trauma 5. Menyediakan tempat tidur yang
dengan kriteria hasil: nyaman dan bersih
a. Pasien terbebas dari 6. Menempatkan saklar lampu
trauma fisik ditempat yang mudah dijangkau
pasien.
7. Membatasi pengunjung
8. Memberikan penerangan yang
cukup
9. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien.
10. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
11. Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan

14
12. Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
 Joint Movement : Exercise therapy : ambulation
Berhubungan dengan :
Active 1. Monitoring vital sign
a. Gangguan metabolisme
 Mobility Level sebelm/sesudah latihan dan
sel
 Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
b. Keterlembatan
 Transfer performance 2. Konsultasikan dengan terapi
perkembangan
Setelah dilakukan fisik tentang rencana ambulasi
c. Pengobatan
tindakan keperawatan sesuai dengan kebutuhan
d. Kurang support
selama….gangguan 3. Bantu klien untuk
lingkungan
mobilitas fisik teratasi menggunakan tongkat saat
e. Keterbatasan ketahan
dengan kriteria hasil: berjalan dan cegah terhadap
kardiovaskuler
 Klien meningkat cedera
f. Kehilangan integritas
dalam aktivitas fisik 4. Ajarkan pasien atau tenaga
struktur tulang
 Mengerti tujuan dari kesehatan lain tentang teknik
g. Terapi pembatasan
peningkatan mobilitas ambulasi
gerak
 Memverbalisasikan 5. Kaji kemampuan pasien dalam
h. Kurang pengetahuan
perasaan dalam mobilisasi
tentang kegunaan
meningkatkan 6. Latih pasien dalam pemenuhan
pergerakan fisik
kekuatan dan kebutuhan ADLs secara
i. ndeks massa tubuh
kemampuan mandiri sesuai kemampuan
diatas 75 tahun
berpindah 7. Dampingi dan Bantu pasien
percentil sesuai dengan
 Memperagakan saat mobilisasi dan bantu
usia
penggunaan alat penuhi kebutuhan ADLs ps.
j. Kerusakan persepsi
Bantu untuk 8. Berikan alat Bantu jika klien
sensori.
mobilisasi (walker) memerlukan.
k. Tidak nyaman, nyeri
9. Ajarkan pasien bagaimana
l. Kerusakan
merubah posisi dan berikan
muskuloskeletal dan
bantuan jika diperlukan
neuromuskuler
m. Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
n. Depresi mood atau
cemas

15
o. Kerusakan kognitif
p. Penurunan kekuatan
otot, kontrol dan atau
masa.
q. Keengganan untuk
memulai gerak
r. Gaya hidup yang
menetap, tidak
digunakan,
deconditioning
s. Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan merubah
posisi
c. Keterbatasan motorik
kasar dan halus
d. Keterbatasan ROM
e. Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
f. Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
g. Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Tujuan dan Kriteria
Masalah Kolaborasi Intervensi
Hasil
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Kowlwdge : disease 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
keterbatasan kognitif, process dan keluarga
interpretasi terhadap  Kowledge : health 2. Jelaskan patofisiologi dari
informasi yang salah, Behavior penyakit dan bagaimana hal ini
kurangnya keinginan untuk Setelah dilakukan berhubungan dengan anatomi
mencari informasi, tidak tindakan keperawatan dan fisiologi, dengan cara yang
mengetahui sumber-sumber selama …. pasien tepat.
informasi. menunjukkan 3. Gambarkan tanda dan gejala
pengetahuan tentang yang biasa muncul pada
proses penyakit dengan penyakit, dengan cara yang tepat
DS: Menyatakan secara kriteria hasil: 4. Gambarkan proses penyakit,
verbal adanya masalah  Pasien dan keluarga dengan cara yang tepat
DO: ketidakakuratan menyatakan 5. Identifikasi kemungkinan

16
mengikuti instruksi, pemahaman tentang penyebab, dengan cara yang
perilaku tidak sesuai penyakit, kondisi, tepat
prognosis dan program 6. Sediakan informasi pada pasien
pengobatan tentang kondisi, dengan cara
 Pasien dan keluarga yang tepat
mampu melaksanakan 7. Sediakan bagi keluarga
prosedur yang informasi tentang kemajuan
dijelaskan secara pasien dengan cara yang tepat
benar 8. Diskusikan pilihan terapi atau
 Pasien dan keluarga penanganan
mampu menjelaskan 9. Dukung pasien untuk
kembali apa yang mengeksplorasi atau
dijelaskan perawat/tim mendapatkan second opinion
kesehatan lainnya dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10.Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara
yang tepat

17

Anda mungkin juga menyukai