Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS (RA)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3:

NO NAMA NIM

1 MUTIA ZAHARA 201101025

2 NOVIANTI SASTRA DEWI 201101027

3 SAHALA MARTUA HASIBUAN 201101029

4 SITI MUHARROMAH 201101031

5 WIKA OCTAVIA BALQHIS 201101033

DOSEN PENGAMPU :

Eqlima Elfira., S.Kep., Ns., M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatnya, kami
mempunyai kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini yang berjudul Asuhan pasien
dengan rheumatoid arthritis secara mandiri dan berkelompok. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas kelompok dari Ibu Eqlima Elfira., S.Kep., Ns., M.Kep sebagai dosen
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, kami berharap semoga makalah ini
memberi manfaat dan berguna bagi kami dan bagi para pembaca.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eqlima Elfira., S.Kep., Ns., M.Kep
karena telah membimbing kami dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II.

Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan.
Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami perlukan guna membangun semangat kami
dalam membuat makalah lainnya.

Medan, 28 Februari 2022

Penyusun

PEMBAHASAN

Dasar Pengetahuan ilmiah:

A. Definisi Rheumatoid Arthritis


Artritis rheumatoid merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan semua
kelompok ras dan etnik di dunia.Penyakit ini merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai
dengan terdapatnya sinovitis erosive simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan
persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainya yang disertai nyeri dan kaku pada sistem
otot (musculoskeletal) dan jaringan ikat/connective tissue (Sudoyo, 2007).

Lebih mudahnya artritis rheumatoid diartikan sebagai penyakit yang menyerang sendi, otot,
dan jaringan tubuh (Utami, 2005). Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah
penyakit autoimun sistemik merupakan salah satu kelainan multisistem yang etiologinya belum
diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit
ini merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang
simetris (Dipiro, 2008). Penyakit rematik meliputi cakupan luas dari penyakit yang
dikarakteristikkan oleh kecenderungan untuk mengefek tulang, sendi, dan jaringanlunak (Soumya,
2011).

Penyakit RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang
berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana, 2012). Penyakit
rematik dapat digolongkan kepada 2 bagian, yang pertama diuraikan sebagai penyakit jaringan ikat
karena ia mengefek rangka pendukung (supporting framework) tubuh dan organ-organ internalnya
(NIAMS, 2008) apabila sistem imun yang biasanya memproteksi tubuh dari infeksi danpenyakit,
mulai merusakkan jaringan-jaringan tubuh yang sehat (NIAMS, 2008) Berdasarkan defenisi di
atas, penulis menarik kesimpulan bahwa penyakit Reumatik adalah penyakit sendi yang
disebabkan oleh peradangan pada persendian sehingga tulang sendi mengalami destruksi dan
deformitas serta menyebabkan jaringan ikat akan mengalami degenerasi yang akhirnya semakin
lama akan semakin parah.

B. Etiologi

Etiologi Rheumatoid Arthritis (RA) RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya
dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan lingkungan (Suarjana,
2009)

a. Genetik, berupa hubungan dengangen HLA-DRB1dan faktor ini memiliki angka kepekaan dan
ekspresi penyakit sebesar 60%, (Suarjana, 2009).

b. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental Corticotraonin Releasing
Hormoneyang mensekresi dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting dalam
sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral
(TH2) dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada Rheumatoid Arthritis (RA) respon TH1
lebih dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini, (Suarjana, 2009).

c. Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang (host) dan
merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya penyakit Rheumatoid Arthritis
(RA), (Suarjana, 2009).

d. Heat Shock Protein (HSP), merupakan protein yang diproduksi sebagai respon terhadap stres.
Protein ini mengandung untaian (sequence) asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena
kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop HSP pada agen infeksi dan sel
Host. Sehingga bisa menyebabkan terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga
mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2009).

e. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah cuaca yang dingin (Longo, 2012)

C. Manifestasi Klinis

Rheumatoid Arthritis (RA) dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendon, tetapi
paling sering di tangan. Rheumatoid Arthritis (RA) juga dapat menyerang sendi siku, kaki,
pergelangan kaki dan lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang
diikuti oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010).

Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada Rheumatoid Arthritis (RA) yaitu
(Nasution, 2011):

a. Stadium sinovitis. Artritis yang terjadi pada Rheumatoid Arthritis (RA) disebabkan oleh
sinovitis, yaitu inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang terlibat
umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini menyebabkan erosi
permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan fungsi (Nasution, 2011). Sendi
pergelangan tangan hampir selalu terlibat, (Suarjana, 2009).

b. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi kerusakan pada jaringan
sinovial (Nasution, 2011).

c. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap (Nasution, 2011).

Manifestasi klinis Rheumatoid Arthritis (RA) terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi
artikular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).

Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi, bursa, dan sarung
tendon yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan
(Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri, bengkak, kemerahan dan
teraba hangat mungkin ditemukan pada awal atau selama kekambuhan, namun kemerahan
dan perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada Rheumatoid Arthritis (RA) kronik
(Surjana, 2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis
tetap, meskipun sendi-sendi ini mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-
tahun dari onset terjadinya (Longo, 2012).
Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada Rheumatoid Arthritis (RA)
(Syamsyuhidajat, 2010). Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian
tubuh. Manifestasi ekstraartikular pada Rheumatoid Arthritis (RA), meliputi (Longo,
2012):

1) Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa Rheumatoid Arthritis (RA). Tanda
dan gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3. Kelelahan (fatigue), malaise, depresi
dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum merefleksi derajat inflamasi dan
kadang mendahului terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo, 2012).
2) Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level tertinggi aktivitas penyakit
ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat periosteum, tendo atau bursa.
Nodul ini juga bisa terdapat di paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya
benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren (Longo, 2012).

3) Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung yang disebabkan oleh
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri koreoner
atau disfungsi diastol (Longo, 2012).

4) Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan penyakit RA yang sudah
kronis (Longo, 2012).

5) Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated trombocytopenia dan keadaan


dengan trias berupa neutropenia, splenomegaly, dan nodular Rheumatoid Arthritis (RA) sering
disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita Rheumatoid Arthritis (RA)
tahap akhir (Longo, 2012).

Tanda Dan Gejala Rheumatoid Arthritis (RA) Menurut (Nasution, 2011)

Kelemahan otot
Peradangan dan bengkak pada sendi
Kekakuan sendi
Kejang dan kontraksi otot
Gangguan fungsi sendi
Sendi berbunyi(krepitasi)
Sendi goyah
Timbunya perubahan bentuk
Timbulnya benjolan nodul
Kesemutan pada sendi

D. Patofisiologi

RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi autoimun terjadi
dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan fibroblas
sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel
kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh
bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannusakibat terjadinya pertumbuhan yang
iregular pada jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan
merusak rawan sendi dan tulang Respon imunologi melibatkan peran sitokin,
interleukin,proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan
komplikasi sistemik (Surjana, 2009).

Lamanya rheumatoid arthritis berbeda dari tiap orang. Di tandai dengan masa adanya
serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Dan ada juga klien terutama yang mempunyai faktor rheumatoid
(seropositif gangguan rheumatoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif (Mujahidullah,
2012).
E. Pemeriksaan Penunjang / Laboratorium

1. Studi laboratorium

Tidak ada tes patognomonik tersedia untuk mengonfirmasi diagnosis rheumatoid arthritis,
melainkan dibuat menggunakan klinis, laboratorium dan fitur imaging.

1) Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan dengan aktivitas penyakit. Selain itu,
nilai CRP dari waktu ke waktu berkolerasi dengan kemajuan radiografi.

2) Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan analisis cairan synovial.

Profil sel darah lengkap anemia, trombositosis, trombositopenia, leukositosis dan


leukopenia.
Analisis cairan synovial: inflamasi cairan synovial, dan dominasi neutrofil (60-80%).
WBC count (>2000/uL) hadir dengan sejumlah WBC umumnya dari 5.000-50.000/uL.
Parameter imunologi: faktor rheumatoid hadir pada sekitar 60-80% pasien dengan
rheumatoid arthritis.

2. Studi imaging

1) Radiografi: perhatikan bahwa erosi mungin ada pada kaki, bahkan tanpa adanya rasa sakit
dan tidak adanya erosi ditangan.

2) MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan kelainan tulang belakang
leher, pengenalan awal erosi berdasarkan Citra MRI telah cukup divalidasi.

3) Ultrasonografi: modalitas ini memungkinkan pengakuan evolusi pada sendi yang tidak
mudah diakses (misalnya sendi pinggul dan sendi bahu pada pasien obesitas) dan kista (kista
baker).

4) Bone scanning: temuan dapat membantu membedakan inflamasi dari perubahan yang bisa
menyebabkan peradangan pada pasien dengan minimal pembengkakan.

5) Densitometri: temuan yang berguna untuk membantu mendiagnosis perubahan dalam


kepadatan mineral tulang mengindikasikan osteoporosis.

3. Pengujian lain

HLA-DR4 (shared apitop) dapat merupakan penanda yang dapat membantu membedakan
arthritis di awal.

4. Prosedur

Bersama aspirasi, artroskopi diagnostik (histologi) dan biopsi (misalnya, kulit, saraf, lemak,
rektum, ginjal) dapat dipertimbangkan jika vaskulitis atau amiloidosis ditemukan.

F. Penatalaksanaan
A. Keperawatan

1) Medika mentosa

2) Tidak ada pengobatan medika mentosa yang spesifik, hanya bersifat simtomatik. Obatanti
inflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja hanya sebagai analgesic dan mengurangi peradangan, tidak
mampu menghentikan proses patologis

3) Istirahatkan sendi yang sakit, dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.

4) Mandi dengan air hangat untuk mengurangi rasa nyeri

5) Lingkungan yang aman untuk melindungi dari cedera

6) Dukungan psikososial

7) Fisioterapi dengan pemakaian hangat, serta program latihan yang tepat

8) Diet untuk mnurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan

9) Kompres dengan air hangat

B. Medis

1. Obat obatan, Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis, oleh
karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa
sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon
steroid bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat
memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.

2. Perlindungan sendi, Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena mekanisme tubuh yang
kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat,
alat-alat listrik yang dapat memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut
berlebihan karena kakai yang tertekuk (pronatio).

3. Diet, untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus menjadi program
utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali dapat mengurangi timbulnya
keluhan dan peradangan.

4. Dukungan psikososial, diperlukan pasien osteoartritis oleh karena sifatnya yang menahun dan
ketidak mampuannya yang ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan penyakitnya. Pasien
osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat pembantu karena faktor-faktor
psikologis.

5. Persoalan seksual, gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis terutama pada
tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini harus dimulai dari dokter karena
biasanya pasien enggan mengutarakannya.

6. Fisioterapi, berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis, yang meliputi pemakaian panas
dan dingin dan program latihan ynag tepat. Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum
latihan untk mengurangi rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi
dingin dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber panas dapat
dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic, inframerah, mandi paraffin dan mandi
dari pancuran panas.

7. Operasi, perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan kerusakan sendi yang nyata
dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi. Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy
untuk mengoreksi ketidak lurusan atau ketidak sesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan
fragmen tulang rawan sendi.

Dasar Pengetahuan Keperawatan:

Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 51 tahun
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jalan Bilal No. 18 B Kelurahan Sari Rejo, Kecamatan
Medan Polonia
Tanggal Pengkajian : 12 juni 2017
Diagnosa Medis : Rheumatoid
Arthritis

I. KELUHAN UTAMA
Ny. S mengatakan nyeri pada kaki, kaku, kesemutan, dan linu pada kedua
kakinya.
II. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
A. Provocative/palliative
1. Apa Penyebabnya
Ny. S mengatakan nyeri timbul pada saat terlalu banyak melakukan
aktivitas sehari-hari,jika terkena dingin dan jarang minum air putih.
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan:
Ny. S mengatakan, keluhan yang dialaminya akan berkurang jika klien
beristirahat dan minum obat dari pelayanan kesehatan.
B. Quantity/quality
1. Bagaimana Dirasakan
Ny. S mengatakan merasa kurang nyaman ketika lutut dan pergelangan kaki
terasa nyeri seperti ditusuk- tusuk.
2. Bagaimana Dilihat
Ny. S terlihat meringis dan tampak memegangi kakinya.
C. Region
1. Dimana Lokasinya
Ny. S mengatakan nyeri terjadi dibagian lutut dan pergelangan kaki.
2. Apakah menyebar
Ny. S mengatakan nyeri tidak menyebar.
D. Severity
Ny. S mengatakan nyeri pada bagian lutut dan pergelangan kaki seperi
ditusuk- tusuk dengan skala nyeri 6 diukur dengan menggunakan numeric
rating scale (0-10).
E. Time
Ny. S mengatakan bahwa waktu datangnya nyeri tidak menentu dan kadang-
kadang sakit timbul pada pagi hari.
III. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
A. Penyakit yang Pernah Dialami
Ny. S sering pening.
B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan
Ny. S dibawah keluarganya berobat kerumah sakit dan minum obat.
C. Pernah dirawat/dioperasi
Ny. S pernah dirawat di rumah sakit internasional hospital.
D. Lama dirawat
Ny. S dirawat dirumah sakit internasional hospital selama 10 hari.
E. Alergi
Ny. S mengatakan tidak memiliki alergi.
F. Imunisasi
Ny. S mengatakan tidak mengetahui apakah sudah diimunisasi apa tidak.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


A. Orang Tua
Ayah Ny. S pernah menderita penyakit diabetes mellitus.
Nenek Ny. S pernah menderita penyakit stroke ringan.
B. Saudara Kandung
Tidak ada yang memiliki riwayat penyakit.
C. Penyakit Keturunan yang Ada
Penyakit rematik.
D. Anggota Keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Tidak ada.
E. Anggota Keluarga yang Meninggal
Tidak ada.
F. Penyebab Meninggal
Tidak ada.
V. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL
A. Persepsi Klien Tentang Penyakitnya
Ny. S percaya dengan penyakitnya karena penyakit rematik yang ada pada
dirinya terjadi akibat dirinya kurang menjaga pola makan dan banyak
melakukan aktivitas sehari-hari.
B. Konsep Diri
- Gambaran diri: Ny. S mengatakan syukur untuk apa yang diberikan Tuhan
pada dirinya.
- Ideal diri: Ny. S mengatakan yakin dirinya akan sembuh dari penyakit
rematik.
- Harga Diri: Ny. S mengatakan keluarganya mendukungnya dan berada
disisinya dalam menghadapi penyakit yang dideritanya.
- Peran Diri: Ny. S berperan sebagai ibu rumah tangga.
- Identitas: Ny. S merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
C. Keadaan Emosi
Ny. S adalah orang yang sabar dan tenang dalam menghadapi masalah.
D. Hubungan Sosial
- Orang yang berarti: Ny. S mengatakan kalau keluarganya sangat berarti
yaitu suami dan anaknya.
- Hubungan dengan keluarga: Harmonis, Tidak ada masalah sama sekali
dalam keluarga.
- Hubungan dengan orang lain: Baik dan tidak ada masalah.
- Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Tidak ada masalah.
E. Spritual
- Nilai dan keyakinan: Ny. S beragam Kristen protestan dan mengikuti
keyakinan sesuai ajaran agamanya.
- Kegiatan ibadah: Ny. S Rajin mengikuti ibadah minggu digereja dan
persekutuan rohani.
VI. STATUS MENTAL
- Tingkat Kesadaran: Klien tampak sadar penuh (compos mentis).
- Penampilan: Ny. S menggunakan pakaian yang rapi dan bersih.
- Alam Perasaan: Ny. S tampak lesu.
- Pembicaraan: Ny. S berbicara dengan nada yang normal dan tidak cepat.
- Afek: Ekspresi klien sesuai dengan pembicaraan.
- Interaksi selama wawancara: Ny. S tampak kooperatif dan memberikan
respon yang baik.
- Waham: Tidak ada waham pada klien.
- Persepsi: Klien mengatakan keadaannya sekarang adalah proses hidup yang
harus dilalui tanpa harus mengeluh.
- Memori: Tidak ada gangguan pada memori klien.
- Proses Pikir: Tidak ada masalah pada proses pikir Ny. S.
- Isi Pikir: Tidak ada masalah dalam pikirannya.
VII. PEMERIKSAAN FISIK
A. Keadaan Umum: Keadaan klien compos mentis, tampilan sesuai dengan usia,
wajah akral hangat, badan tampak bersih.
B. Tanda-Tanda Vital:

- Suhu tubuh : 36,5°C


- Tekanan darah : 120/80 mmhg
- Nadi : 82x/menit
- Pernafasan : 22x/menit
- Skala nyeri :6
- TB : 160 cm
- BB : 75 kg
C. Pemeriksaan Head To Toe
1. Kepala dan rambut:
Bentuk : Bulat dan simetris.
Ubun-ubun : Datar dan tidak ada benjolan.
Kulit kepala : Bersih dan berwarna sawo matang
2. Rambut:
Penyebaran dan keadaan rambut: Rambut lurus dan hitam panjang dan
penyebaran merata.
Bau : Rambut klien berbau vitamin rambut.
Warna kulit : Warna kulit klien tampak berwarna sawo
matang.
3. Wajah:
Warna kulit : Berwarna sawo matang.
Struktur wajah : Simetris kiri dan kanan.
4. Mata:
Kelengkapan mata dan kesimetrisan: Klien memiliki dua buah bola mata
lengkap yang simatris.
Palpebra : Tidak ditemukan adanya kelainan.
Konjungtiva dan sclera : Konjungtiva tidak anemis dan
sclera tidak ikterik.
Pupil : Normal, Berbentuk bulat, letak
sentral dan isokor.
Kornea dan iris : Normal.
Visus : Pandangan baik dan masih dapat
membedakan warna.
5. Hidung:
Tulang hidung dan posisi septum nasi: Normal. Tulang hidung tepat di
garis tengah wajah.
Lubang hidung : Simetris, lengkap dan tidak ada lesi.
Cuping hidung : Tidak ada pegerakan saat bernafas.
6. Telinga:
Bentuk telinga : Simetris kanan dan kiri.
Ukuran telinga : Ukuran telinga normal simetris
kanan dan kiri.
Lubang telinga : Bersih dan tidak ada serumen.
Ketajaman pendengaran : Ny. S dapat mendengarkan dengan
baik.
7. Mulut dan Faring:
Keadaan bibir : Bibir lembab, simetris.
Keadaan gusi dan gigi : Gusi dan gigi terlihat bersih.
Keadaan lidah : Lidah tampak bersih.
Orofaring : Tidak ditemukan adanya kelainan.
8. Leher:
Posisi trachea : Posisi trachea normal di bagian
medical.
Thyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid.
Suara : Terdengar suara klien normal.
Kelenjar limfe : Tidak ditemukan adanya
pembengkakan pada kelenjar
limfe.
Vena jugularis : Tidak ditemukan adanya kelainan
pada peradaan vena jugularis.
Denyut nadi karotis : Denyut nadi teraba.
9. Pemeriksaan Integument:
Kebersihan : Klien tampak bersih.
Kehangatan : Suhu tubuh klien dalam keadaan
normal.
Warna : Kulit berwarna sawo matang.
Turgor : Kembali < 2 detik.
Kelembaban : Kulit tampak kering.
Kelainan pada kulit : Tidak ditemukan adanya kelainan
pada kulit.
10. Pemeriksaan payudara dan ketiak:
Ukuran dan bentuk : Simetris kiri dan kanan.
Warna payudara dan areola : Warna payudara sama
dengan warna kulit dan areola berwarna
coklat.
Kondisi payudara dan putting : Normal.
Produksi ASI : Tidak dikaji.
Aksilla dan Clavicula : Tidak dikaji.
11. Pemeriksaan thoraks / dada:
Inspeksi thoraks : Bentuk dada normal.
Pernafasan (frekuensi, irama) : 22x/menit, irama regular.
Tanda Kesulitan Bernafas : Tidak ada kesulitan bernafas
dan tidak ada tidak ada sesak nafas.
12. Pemeriksaan paru:
Palpasi getaran suara : Getaran terasa saat klien
mengucapkan kata-kata.
Perkusi : Nada sonor.
Auskultasi : Suara nafas
bronkovesikuler,suara ucapan normal,
dan tidak ada suara tambahan.
13. Pemeriksaan jantung:
Inspeksi : Warna kulit dada normal,
tidak sianosis dan tidak ada
pembengkakan.
Palpasi : Denyutan teraba, tidak ada
massa atau benjolan.
Perkusi : Terdengar bunyi dullness.
Auskultasi : Tidak ada bunyi tambahan.
14. Pemeriksaan Abdomen:
Inspeksi (bentuk, benjolan) : Normal, bentuk simetris dan
tidak ada benjolan.
Auskultasi : Bising usus 16 kali/menit.
Palpasi : Ginjal tidak teraba.
Perkusi : Ada nyeri tekan pada ginjal
kiri.

15. Pemeriksaan kelamin dan daerah sekitarnya:


Genitalia (rambut pubis, lubang uretra): Ny. S mengatakan kebersihan baik,
penyebaran rambut pubis merata, berwarna hitam dan tidak ada kelainan.
Anus dan perineum : Tidak ada kelainan.
16. Pemeriksaan muskuloskletal/ekstremitas (kesimetrisa, kekuatan otot,
edema):
Kesimetrisan : Ekstremitas atas simetris
dan ekstremitas bawa simetris.
Kekuatan otot : Kekuatan otot ekstremitas
atas dan bawah 4 (dapat bergerak dan
dapat melawan hambatan yang ringan).
Edema : Kaki agak sedikit
membengkak.
17. Pemeriksaan Neurologi (Nervus Cranialis):
NI/Olfaktorius: Ny.S mampu membedakan bau-bauan dengan
baik.
NII/Optikus: Pandangan masih baik dan mampu membedakan warna.
NIII/Okulomotorius: Mampu mengangkat kelopak mata, tidak terdapat
edema pada kelopak mata.
NV/Trigeminus: Nn. S mampu mengunyah dan mampu menggerakkan
rahang, mampu membedakan rasa panas dan dingin, mampu merasakan
nyeri, ada reflex berkedip NVII/Fasialis: Wajah simetris, mampu
menggerakkan otot wajah dan mulut.
NVIII/Vestibulocochlearis: Keseimbangan klien terjaga saat bergerak.
NIX/Glosofaringeus: Proses menelan normal, pengecapan Normal.
NXI/Asesorius: Gerakan bahu simetris kiri dan kanan.
NXII/ Hipoglosus: Gerakan lidah klien normal.
18. Fungsi motorik:
Cara berjalan: Pada saat berjalan kaki sebelah kanan klien agak sedikit
terangkat.
Romberg test: Dapat berdiri tegak
Pronasi-supinasi test: Mampu mengubah posisi telungkup secara mandiri.
Supinasi baik, mampu menekuk kaki secara mandiri.
19. Fungsi sensorik:
Identifikasi sentuhan ringan: Klien mampu menyatakan area kulit yang
disentuh.
Tes tajam-tumpul: Klien mampu membedakan benda tajam ataupun benda
tumpul yang disentuhkan dikulitnya.
Tes panas dingin: Klien mampu membedakan sensasi panas dan dingin
yang disentuhkan ke kulitnya.
Tes getaran: Klien merasakan getaran yang disentuhkan padanya.
20. Refleks:
Refleks bisep: Terangsang dengan baik pada motorik atas baik kanan atau
kiri.
Refleks trisep: Terangsang dengan baik pada motorik atas baik kanan atau
kiri.
Refleks patellar: Terangsang dengan baik pada motorik bawah baik kanan
atau kiri.
Refleks tendon Achilles: Terangsang dengan baik pada motorik bawah baik
kanan atau kiri.
Refleks plantar: Terangsang dengan baik pada motorik atas baik kanan atau
kiri.
VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
1. Pola makan dan minum:
Frekuensi makan : Klien mengatakan makan 3 x sehari
Nafsu/ selera makan : Klien mengatakan selalu selera untuk
makan.
Nyeri ulut hati : Klien mengatakan tidak adanya merasakan
sakit di ulu hati.
Alergi : Klien mengatakan tidak memiliki alergi
Mual dan muntah : Klien mengatakan tidak ada
mengalami mual dan muntah saat
makan.

Waktu pemberian makan : Pagi jam 08.00 WIB, siang jam 13.00
WIB dan malam jam 20.00 WIB.
Masalah makan dan minum (kesulitan menelan, mengunyah):
Klien mengatakan tidak mengalami kesulitan untuk mengunyah.
2. Perawatan diri/personal hygiene:
Kebersihan tubuh : Klien tampak bersih. Klien mandi 2
kali sehari.
Kebersihan gigi dan mulut : Gigi dan mulut klien tampak bersih,
Klien menyikat gigi 2 kali sehari.
Kebersihan kuku kaki dan tangan: Baik dan bersih.
3. Pola Kegiatan/ Aktivitas:
Ny.S dapat melakukan aktivitas secara mandi, makan, eliminasi dan ganti
pakaian secara mandiri.
4. Pola Eliminasi:
1. BAB:
Pola BAB : Klien mengatakan 1 hari sekali
untuk BAB.
Karakter feses : Klien mengatakan feses berbentuk
lunak.
Riwayat perdarahan : Klien mengatakan tidak pernah
mengalami perdarahan.
BAB terakhir : Pagi jam 06.30 WIB.
Diare : Klien mengatakan tidak mengalami
diare.
Penggunaan Laksatif : Klien mengatakan tidak
menggunakan laksatif.
2. BAK:
Pola BAK : 7-8 kali/hari. Klien mengatakan
pola BAK sering tidak ada hambatan.
Karakter urine : Klien mengatakan warna dari urine
adalah kuning bening.
Nyeri BAK : Klien mengatakan tidak merasakan
adanya nyeri.
Riwayat penyakit ginjal : Klien mengatakan tidak ada
mengalami penyakit ginjal.
Penggunaan diuretic : Klien mengatakan tidak
menggunakan diuretik.
Upaya mengatasi masalah: Tidak ada masalah.
5. Mekanisme Koping:
Adaptif: Ny.S dapat berbicara dengan orang lain misalnya keluarga bila ada
masalah seperti masalah kesehatan dirinya.
2.1.1 ANALISA DATA

No Data Penyebab Masalah


Keperawatan
1. DS : Peradangan sendi Nyeri
- Klien mengeluhkan nyeri pada
pergelangan kaki dan lutut. Kelainan pada tulang
- Klien mengatakan nyeri seperti
ditusuk-tusuk. Erosi tulang dan
- klien mengatakan nyeri timbul pada kerusakan pada
saat banyak melakukan aktivitas tulang rawan
sehari-hari, jika terkena dingin dan
Ruptur tendon secara
jarang minum air putih.
parsial/ total
DO :
- Skala nyeri : 6 dari NRS (0-10).
Nyeri
- Klien tampak meringis dan tampak
memegangi kakinya.
- kaki klien agak sedikit
membengkak.
- Pemeriksaan TTV
- TD : 120/80 mmHg
- HR : 82 kali/menit
- RR : 22 kali/menit
- T : 36, 5°C
2. DS : Deformitas skeletal Kerusakan mobilitas
- Klien mengatakan pergelangan kaki fisik
terasa linu dan kesemutan pada saat
Nyeri pada
melakukan aktivitas.
ekstremitas bawah
DO :
- Klien tampak mengurut kakinya.
Penurunan kekuatan
- Kaki agak sedikit membengkak.
otot
- Pada saat berjalan kaki sebelah
kanan agak sedikit terangkat.
Keterbatasan
aktivitas
Kerusakan mobilitas
fisik

2.1.2 RUMUSAN MASALAH


Masalah Keperawatan
1. Nyeri
2. Kerusakan mobilitas fisik

Diagnosa Keperawatan (Prioritas)


1. Nyeri akut berhubungan dengan peradangan sendi ditandai dengan pasien tampak
meringis,memegangi kakinya, pasien mengatakan sakit dibagian lutut dan pergelangan kaki,
intensitas nyeri skala 6 diukur dengan menggunakan numeric rating scale (0-10), nyeri
timbul pada saat klien banyak melakukan aktivitas sehari-hari, jika terkena dingin dan jarang
minum air putih.

2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Deformitas skeletal pada persendian


ditandai dengan klien mengatakan pergelangan kaki terasa linu dan kesemutan pada saat
melakukan aktivitas dan pada saat berjalan kaki sebelah kanan agak sedikit terangkat.
2.1.3 PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan NOC NIC


1. Nyeri akut berhubungan - Pain level Pain manajemen
dengan peradangan sendi. - Pain kontrol 1. Lakukan pengkajian
- Konfort level nyeri secara komperensif
Defenisi : pengalaman
termasuk lokasi,
sensori dan emosional yang
Kriteria Hasil: karakteristik, durasi,
tidak menyenangkan yang
 Mampu mengontrol frekuensi, kualitas dan
muncul akibat kerusakan
nyeri (tahu penyebab faktor presipitasi.
jaringan yang actual atau
nyeri, mampu 2. Observasi reaksi
potensial atau gambaran
menggunakan teknik nonverbal dari ketidak
dalam hal kerusakan
nonfarmakologi untuk nyamanan.
sedemikian rupa
mengurangi nyeri, 3. Gunakan teknik
(internasional asosiation mencari bantuan). komunikasi terapetik
for studi of pain ) :
 Melaporkan bahwa untuk mengetahui
awitan yang tiba-tiba atau
nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien.
lambat dari intensitas ringan
dengan menggunakan 4. Kaji kultur yang
sehingga berat dengan akhir
manajemen nyeri. mempengaruhi respon
yang dapat di antisipasi atau
 Mampu mengenali nyeri.
di prediksi dan berlangsung
nyeri (skala intensitas, 5. Evaluasi pengalaman
<6 bulan.
frekuensi dan tanda nyeri masa lampau.
Batas karakteristik :
nyeri). 6. Evaluasi bersama pasien
 Perubahan selera  Menyatakan rasa dan tim kesehatan lain
makan. nyaman setelah nyeri tentang ketidak efektifan
 Perubahan tekanan berkurang. kontrol nyeri masa
darah. lampau.
 Perubahan frekuensi 7. Bantu pasien dan
jantung. keluarga untuk mencari
 Perubahan frekuensi dan menemukan
pernafasan. dukungan.
 Laporan isyarat. 8. Kontrol lingkungan yang
 Diaphoresis. dapat mempengaruhi
 Prilaku distraksi nyeri seperti suhu
(misal, berjalan, ruangan, pencahayaan dan
mondar-mandir kebisingan.
mencari aktivitas 9. Kurang faktor presipitasi
yang berulang). nyeri.
 Mengekspresikan 10. Pilih dan lakukan
prilaku (misal, penanganan nyeri
gelisah, merengek, (farmakologi, non
menangis). farmakologi dan
 Masker wajah (misal, interpersonal).
mata kurang 11. Kaji tipe dan sumber
bercahaya, tampak nyeri untuk menentukan
kacau, gerakan mata intervensi.
berpancar atau tetap 12. Ajarkan tentang teknik
pada satu fokus non farmakologi.
meringis). 13. Berikan anakgetik
 Sikap melindungi area untuk mengurangi nyeri
nyeri. 14. Evaluasi keefektifan
 Fokus menyempit kontrol nyeri.
(misal, gangguan 15. Tingkatkan istirahat.
persepsi nyeri 16. Kolaborasikan dengan
hambatan proses dokter jika ada keluhan
berpikir, penurunan dan tindakan nyeri tidak
interaksi dengan berhasil.
orang dan 17. Monitor penerimaan
lingkungan). pasien tentang manajemen
 Indikasi nyeri yang nyeri.
dapat diamati.
Analgesic Administration
 Perubahan posisi
untuk menghindari 1. Tentukan lokasi,

nyeri. karakteristik, kualitas dan


derajat nyeri sebelum
 Sikap tubuh
melindungi. pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
 Dilatasi pupil.
 Melaporkan nyeri tentang jenis obat, dosis,
secara verbal. frekuensi.
 Gangguan tidur. 3. Cek riwayat alergi.
4. Pilih analgesik yang
Faktor yang berhubungan: diperlukan atau kombinasi
 Agen cedera (misal, dari analgesik ketika
biologis, zat kimia, pemberian lebih dari satu.
fisik, psikologis). 5.Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
6. Tentukan analgesik
pilihan , rute pemberian,
dan dosis optimal.
7. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
8. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali.
9. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat.
10. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala.
2. Kerusakan mobilitas fisik. - Joint Exercise
Movement: active therapy :
Defenisi : keterbatasan pada
- MobilityLevel ambulation
pergerakan fisik tubuh atau
- Self Care: ADLs 1. Monitoring vital sign
satu atau lebih ekstremitas
- Transfer sebelum/ sesudah latihan
secara mandiri dan terarah.
performanc dan lihat respon pasien
e saat latihan.
2. Konsultasikan dengan
Batasan karakteristik: Kriteria Hasil :
terapi fisik tentang
 Penurunan waktu reaksi.  Klien meningkat rencana ambulasi sesuai
 Kesulitan membolak balik dalam aktivitas fisik.
dengan kebutuhan.
posisi.  Mengerti tujuan 3. Bantu klien untuk
 Melakukan aktivitas lain dari peningkatan menggunakan tongkat saat
sebagai pengganti pergerakan. mobilitas.
berjalan dan cegah
 Dispnea setelah beraktivitas.  Memverbalisasika terhadap cedera.
 Perubahan cara berjalan. n perasaan dalam 4. Ajarkan pasien atau
 Gerakan bergetar. meningkatkan
tenaga kesehatan lain
 Keterbatasan kemempuan kekuatan dan
tentang teknik ambulasi.
melakukan keterampilan kemampuan
5. Kaji kemampuan klien
motorik halus. berpindah.
dalam mobilisasi.
 Keterbatasan kemempuan  Memperagakan
6. Latih pasien dalam
keterampilan motorik kasar. penggunaan alat
pemenuhan kebutuhan
 Keterbatasan rentang bantu untuk
ADLs secara mandiri
pergerakan sendi. mobilisasi (walker).
sesuai kemampuan.
 Tremor akibat pergerakan. 7. Dampingi dan bantu
 Ketidakstabilan postur. pasien saat mobilisasi dan
 Pergerakan lambat. bantu penuhi kebutuhan
 Pergerakan tidak ADLs.
terkoordinasi. 8. Berikan alat bantu jika
klien memerlukan.
Faktor yang berhubungan:
9. Ajarkan pasien
 Intoleransi aktivitas.
bagaimana merubah posisi
 Perubahan dan berikan bantuan jika
metabolisme selular.
diperlukan.
 Ansietas.
 Indeks masa tubuh
diatas perentil ke-75
sesuai usia.
 Gangguan kognitif.
 Konstraktur.
 Kepercayaan budaya
tentang aktivitas
sesuai usia.
 Fisik tidak bugar.
 Penurunan ketahan
tubuh.
 Penurunan kendali
otot.
 Penurunan masa otot.
 Malnutrisi.
 Gangguan
muskuloskletal.
 Gangguan
neuromuskular, nyeri.
 Agens obat.
 Penurunan kekuatan
otot.
 Kurang pengetahuan
tentang aktivitas fisik.
 Keadaan mood
depresif.
 Keterlambatan
perkembangan.
 Ketidaknyamanan.
 Disuse, kaku sendi.
 Kurang dukungan
lingkungan (misal,
fisik atau sosial).
 Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskuler.
 Kerusakan integritas
struktur tulang.
 Program pembatasan
gerak.
 Keengganan memulai
pergerakan.
 Gaya hidup monoton.
 Gangguan sensori
perseptual.
2.1.4 Implementasi dan Evaluasi
Pelaksanaan Keperawatan
Hari/ Tanggal NO. Implementasi Evaluasi
DX Keperawatan (SOAP)
Selasa I 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
13 juni 2017 secara komperensif termasuk -Klien mengatakan masih
lokasi, karakteristik, durasi, merasakan nyeri pada
frekuensi, kualitas dan faktor kaki di bagian lutut dan
presipitasi. pergelangan kaki. Saat
2. Mengobservasi reaksi beraktivitas nyeri tidak
nonverbal dari dirasakan, tetapi saat
ketidaknyamanan gunakan duduk baru merasakan
teknik komunikasi terapetik nyeri.
untuk mengetahui pengalaman - Klien mengatakan
nyeri pasien. mengerti dan akan
3. Mengkaji tipe dan sumber mencoba menggunakan
nyeri untuk nyeri untuk kompres hangat untuk
menentukan intervensi. mengurang nyeri.
4. Mengajarkan tentang - Klien mengatakan
manajemen nyeri: kompres nyeri dirasakan skala 6
hangat. (Sedang), munculnya
5. Mengevaluasi keefektifan nyeri tidak pasti.
kontrol nyeri dan O:
meningkatkan istirahat. TD : 130/90 mmHg
HR : 82 x/i
RR : 24 x/i
T : 36,5°C
- P : Banyak melakukan
aktivitas sehari-hari,jika
terkena dingin dan jarang
minum air putih.
- Q : Ditusuk- tusuk.
-R:Tutut dan pergelangan
kaki.
- S: 6.
- T : Tidak menentu dan
kadang- kadang sakit
timbul pada pagi hari.
- Klien tampak mengerti
manajemen nyeri
(kompres hangat).
- Klien tampak belum
bisa mengontrol nyeri
dan belum bisa
melakukan manajemen
nyeri yang diajarkan.
A:
Masalah sebagian
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.

Selasa II 1. Memonitoring vital sign


13 juni 2017 sebelum/ sesudah latihan dan S:
melihat respon klien saat -Klien merasa sulit untuk
latihan, dan kaji kemampuan beraktivitas akibat nyeri
klien dalam mobilisasi. rasakan.
2.Melatih pasien dalam O:
pemenuhan kebutuhan ADLs TD : 120/80 mmHg
secara mandiri sesuai HR : 80 x/i
kemampuan. RR : 22 x/i
3. Membantu klien saat T : 36,7°C
mobilisasi dan bantu penuhi - Klien tampak mengurut
kebutuhan ADLs. kakinya.
-Kaki agak sedikit
membengkak.
- Pada saat berjalan kaki
sebelah kanan agak
sedikit terangkat.
Kekuatan otot : 4 (dapat
bergerak dan dapat
melawan hambatan yang
ringan).
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan.

Rabu I 1. Melakukan pengkajian nyeri


S:
14 juni 2017 secara komperensif termasuk
- Klien mengatakan
lokasi, karakteristik, durasi,
masih merasakan nyeri
frekuensi, kualitas dan faktor
pada kaki di bagian lutut
presipitasi.
dan pergelangan kaki.
2. Mengobservasi reaksi
Bila dibawa istirahat
nonverbal dari
(tidur) nyeri berkurang.
ketidaknyamanan gunakan
- Klien mengatakan
teknik komunikasi terapetik
mengerti dan akan
untuk mengetahui pengalaman
mencoba menggunakan
nyeri pasien.
kompres hangat untuk
3. Mengkaji tipe dan sumber
mengurang nyeri.
nyeri untuk nyeri untuk
O:
menentukan intervensi.
TD : 130/90 mmHg
4. Mengajarkan tentang
HR : 82 x/i
manajemen nyeri: kompres
RR : 24 x/i
hangat.
T : 36,5°C
5. Mengevaluasi keefektifan
Skala nyeri : 5
kontrol nyeri dan
- Klien tampak mengerti
meningkatkan istirahat.
manajemen nyeri
(kompres hangat) dan
bisa melakukan
manajemen nyeri yang
diajarkan.
- Klien sudah bisa
mengontrol nyeri.
A:
Masalah sebagian
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.

Rabu II 1. Memonitoring vital sign


14 Juni 2017 sebelum/ sesudah latihan dan S:
melihat respon klien saat -Klien merasa sulit untuk
latihan, dan kaji kemampuan beraktivitas akibat nyeri
klien dalam mobilisasi. rasakan.
2.Melatih pasien dalam O:
pemenuhan kebutuhan ADLs TD : 120/80 mmHg
secara mandiri sesuai HR : 80 x/i
kemampuan. RR : 22 x/i
3. Membantu klien saat T : 36,7°C
mobilisasi dan bantu penuhi Kekuatan otot : 4 (dapat
kebutuhan ADLs. bergerak dan dapat
melawan hambatan yang
ringan).
A:
Masalah belum teratasi
P:
Intervensi dilanjutkan.
Kamis I 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
15 Juni 2017 secara komperensif termasuk -Klien mengatakan masih
lokasi, karakteristik, durasi, merasakan nyeri pada
frekuensi, kualitas dan faktor kaki di bagian lutut dan
presipitasi. pergelangan kaki. Bila
2. Mengobservasi reaksi dibawa istirahat (tidur)
nonverbal dari nyeri berkurang.
ketidaknyamanan gunakan - Klien mengatakan
teknik komunikasi terapetik sudah mengerti dan
untuk mengetahui pengalaman mencoba menggunakan
nyeri pasien. kompres hangat dan tarik
3. Mengkaji tipe dan sumber nafas dalam untuk
nyeri untuk nyeri untuk mengurangi nyeri.
menentukan intervensi. O:
4. Mengajarkan tentang TD : 130/90 mmHg
manajemen nyeri: kompres HR : 82 x/i
hangat. RR : 24 x/i
5. Mengevaluasi keefektifan T : 36,5°C
kontrol nyeri dan Skala nyeri : 5
meningkatkan istirahat. - Klien tampak mengerti
manajemen nyeri
(kompres hangat) teknik
relaksasi dan distraksi.
- Klien sudah bisa
mengontrol nyeri dan
bisa melakukan
manajemen nyeri yang
diajarkan.
A:
Masalah sebagian
teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.
Kamis II 1. Memonitoring vital sign S:
15 Juni 2017 sebelum/ sesudah latihan dan -Klien merasa sulit untuk
melihat respon klien saat beraktivitas akibat nyeri
latihan dan kaji kemampuan rasakan.
klien dalam mobilisasi. O:
2.Melatih pasien dalam TD : 120/80 mmHg
pemenuhan kebutuhan ADLs HR : 80 x/i
secara mandiri sesuai RR : 22 x/i
kemampuan. T : 36,7°C
3. Membantu klien saat Kekuatan otot : 4 (dapat
mobilisasi dan bantu penuhi bergerak dan dapat
kebutuhan ADLs. melawan hambatan yang
ringan).
A:
Masalah belum teratasi.
P:
Intervensi dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai