Anda di halaman 1dari 19

Telah disetujui/diterima Pembimbing

Hari/Tanggal :
Tanda Tangan :

KEPERAWATAN GERONTIK DALAM KONTEKS KELUARGA

PROGRAM PROFESI NERS

LAPORAN PENDAHULUAN

ARTHRITIS REUMATOID

DISUSUN OLEH :

KEZIA VISILLIA SAIKOKO S.Kep


736080719065

PEMBIMBING : Ns.Isna Aglusi Badri, M.Kep

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


INSTITUSI KESEHATAN MITRA BUNDA PERSADA BATAM
TAHUN 2020
1 Konsep Penyakit Arthritis Reumatoid

1.1 Definisi

Arthritis rheumatoid adalah penyakit autoimun yang disebabkan

karena adanya peradangan atau inflamasi yang dapat menyebabkan

kerusakan sendi dan nyeri. Nyeri dapat muncul apabila adanya suatu

rangsangan yang mengenai reseptor nyeri. Penyebab arthritis

rheumatoid belum diketahui secara pasti, biasanya hanya kombinasi

dari genetik, lingkungan, hormonal, dan faktor sistem reproduksi.

Namun faktor pencetus terbesar adalah faktor infeksi seperti bakteri,

mikroplasma dan virus (Yuliati, et.a., 2013)

Arthritis rheumathoid merupakan penyakit inflamasi sistemik

kronis yang menyerang beberapa sendi, sinoviom adalah bagian yang

terjadi pada proses peradangan yang menyebabkan kerusakan pada

tulang sendi (Khitchen, 2011)

Arthritis rhematoid adalah suatu penyakit autoimun dimana pada

lapisan persendian mengalami peradangan sehingga menyebabkan rasa

nyeri, kekakuan, kelemahan, kemerahan, bengkak dan panas, penyakit

ini terjadi antara umur 40-60 tahun keatas (Yusriani, 2015)


Gambar 2.1 : Penderita Arthrithis Reumatoid

1.2 Etiologi

Etiologi RA belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya

dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan

lingkungan (Suarjana, 2012)

a. Genetik, berupa hubungan dengangen HLA-DRB1dan faktor ini

memiliki angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%

(Suarjana, 2012)

b. Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari

Placental Corticotraonin Releasing Hormoneyang mensekresi

dehidropiandrosteron (DHEA), yang merupakan substrat penting

dalam sintesis estrogen plasenta. Dan stimulasi esterogen dan

progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan menghambat

respon imun selular (TH1). PadaRA respon TH1 lebih dominan

sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek

yangberlawanan terhadap perkembanganpenyakit ini (Suarjana,

2012).
c. Faktor Infeksi, beberapaagen infeksi diduga bisa menginfeksi sel

induk semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T

sehingga muncul timbulnyapenyakitRA (Suarjana, 2012).

d. Heat Shock Protein(HSP), merupakan protein yang diproduksi

sebagai respon terhadap stres. Protein ini mengandung untaian

(sequence)asam amino homolog. Diduga terjadi fenomena

kemiripan molekul dimana antibodi dan sel T mengenali epitop

HSP pada agen infeksi dan sel Host. Sehingga bisa menyebabkan

terjadinya reaksi silang Limfosit dengan sel Host sehingga

mencetuskan reaksi imunologis (Suarjana, 2012).

e. Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok (Longo,

2012)

Namun adapun faktor penyebab RA antara lain jenis kelamin

perempuan, ada riwayat keluarga yang menderita RA, umur lebih

tua, paparan salisilat dan merokok. Resiko juga mungkin terjadi

akibat konsumsi kopi lebih dari tiga cangkir sehari, khusunya kopi

decaffeinated (suarjana, 2012).


1.3 Anatomi Fisiologi Sendi

Gambar 2.2 : Gambar persendian pada manusia

Sendi merupakan pertemuan dua tulang, tetapi tidak semua pertemuan

tersebut memungkinkan terjadinya pergerakan. Ada tiga jenis sendi

pada manusia dan gerakan yang dimungkinkannya, yaitu sendi fibrosa,

kartilaginosa, dan sinoval (Roger, 2008 dalam Riyanto, 2018)

Gambar 2.3: Macam-macam sendi


a. Sendi fibrosa atau sendi mati

Terjadi bila batas dua buah tulang bertemu membentuk cekungan

yang akurat dan hanya dipisahkan oleh lapisan tipis jaringan

fibrosa. Sendi seperti ini terdapat di antara tulang-tulang kranium

b. Sendi kartilaginosa atau sendi yang bergerak sedikit (sendi tulang

rawan)

Sendi tulang rawan terjadi bila dua permukaan tulang dilapisi tulang

rawan hialin dan dihubungkan oleh sebuah bantalan fibrokartilago

dan ligamen yang tidak membentuk sebuah kapsul sempurna

disekeliling sendi tersebut. Sendi tersebut terletak diantara badan-

badan vertebradan antara manubrium dan badan sternum

c. Sendi sinovial atau sendi yang bergerak bebas

Terdiri dari dua atau lebih tulang yang ujung-ujungnya dilapisi

tulang rawan hialin sendi. Terdapat rongga sendi yang mengandung

cairan sinovial, yang memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang

tidak mengandung pembuluh darah dan keseluruhan sendi tersebut

dikelilingi kapsul fibrosa yang dilapisi membran sinovial

Membran sinovial ini melapisi seluruh interior sendi, kecuali ujung-

ujung tulang, meniskus, dan diskus. Tulang-tulang sendi sinovial

juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen dan sejumlah gerakan

selalu bisa dihasilkan pada sendi sinovial meskipun terbatas,

misalnya gerak luncur (gliding) antara sendi-sendi metakarpal.

Adapun jenis-jenis Sendi Sinovial :


1. Sendi pelana (hinge) memungkinkan gerakan hanya pada satu

arah; misalnya sendi siku

2. Sendi pivot memungkinkan putaran (rotasi), misalnya antara

radius dan ulna pada daerah siku dan antara vertebra servikalis I

dan II yang memungkinkan gerakan memutar pada pergelangan

tangan dan kepala

3. Sendi kondilar merupakan dua pasang permukaan sendi yang

memungkinkan gerakan hanya pada satu arah, tetapi permukaan

sendi bisa berada dalam satu kapsul atau dalam kapsul yang

berbeda, misalnya sendi lutut.

4. Sendi bola dan mangkuk (ball and socket) sendi ini dibentuk

oleh sebuah kepala hemisfer yang masuk kedalam cekungan

berbentuk mangkuk; misalnya sendi pinggul dan bahu.

5. Sendi plana merupakan gerakan menggelincir dibatasi oleh

ligamen dan tonjolan tulang, misalnya sendi-sendi tulang karpal

dan tarsal

Di beberapa sendi sinovial, kavum dapat dibagi oleh sebuah

diskusatau meniskus artikularis, yang terdiri dari fibrokartilago

yang membantu melumasi sendi, mengurangi keausan

permukaan artikular,dan memperdalam sendi

d. Pergerakan sendi

Gerakan sendi bisa dibagi menjadi tiga macam yaitu :


1. Gerakan meluncur, seperti yang diimplikasikan namanya,

tanpa gerakan menyudut atau memutar

2. Gerakan menyudut menyebabkan peningkatan atau

penurunan sudut diantara tulang. Gerakan ini mencakup

fleksi (membengkok) dan ekstensi (melurus), dan juga

abduksi (menjauhi garis tengah) dan aduksi (mendekati garis

tengah).

3. Gerakan memutar memungkinkan rotasi internal (memutar

suatubagian pada porosnya mendekati garis tengah) dan

rotasi eksternal (menjauhi garis tengah). Sirkumduksi adalah

gerakan ekstremitas yang membentuk suatu lingkaran.

Istilah supinasi dan pronasi merujuk pada gerakan memutar

telapak tangan keatas dan kebawah.

1.4 Patofisiologi

Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena

inflamasi dan degenerasi yang terlihat pada penyakit rematik. Inflamasi

akan terlihat pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit rematik

inflamatori, inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang

terjadi merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan

pannus (proliferasi jaringan synovial). Inflamasi merupakan akibat dari

respon imun. Hambatan nutrisi dalam kartilago artikularis

menyebabkan nekrosis pada kartilago dan terjadi erosi. Terjadinya

adhesi pada permukaan sendi menyebabkan tendon melemah ,


kekakuan sendi dan hilangnya atau menurunnya kekuatan otot ,

terbatasnya gerakan sendi (Nugroho, 2012).

PATHWAY

1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi

artikular dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2012).


1.5.1 Manfestasi artikular

Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi

sendi, bursa, dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri,

bengkak, dan kekakuan sendi, serta hidrops ringan

(Sjamsuhidajat,2010). Tanda kardinal inflamasi berupa nyeri,

bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan

pada awalatau selama kekambuhan, namunkemerahan dan

perabaan hangat mungkin tidak dijumpai pada RA kronik

(Surjana, 2012). Sendi-sendi besar, seperti bahu dan lutut, sering

menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini

mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun

dari onset terjadinya (Longo, 2012).

1.5.2 Manifestasi ekstraartikular

Manfestasi artikular jarang ditemukan pada RA

(Syamsyuhidajat,2010). Secara umum, manifestasi RA

mengenai hampir seluruh bagian tubuh. Manifestasi

ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012) :

a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa

RA. Tanda dan gejalanya berupa penurunan berat badan,

demam >38,3oc , kelelahan (fatigue), malaise, depresi dan

pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara umum

merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului

terjadinya gelaja awal pada kerusakan sendi (Longo, 2012).


b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya

merupakan level tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat

dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut, dan dekat

periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di

paru-paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul

bisanya benign (jinak), dan diasosiasikan dengan infeksi,

ulserasi dan gangren (Longo, 2012).

c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki

secondary sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai

dengan kerato conjutivitis sicca (dry eyes) atau xerostomia

(Longo, 2012).

d. Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura

kemudian diikuti dengan penyakit paru interstitial (Longo,

2012).

e. Jantung (cardiac) pada<10% penderita. Manifestasi klinis

pada jantung yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis,

kardiomiopati, miokarditis, penyakti arteri koreoner atau

disfungsi diastol (Longo, 2012).

f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita

dengan penyakit RA yang sudah kronis (Longo, 2012).

g. Hematologiberupa anemia normositik, immmune mediated

trombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa

neutropenia, splenomegaly,dan nodular RAsering disebut


dengan felty syndrome. Sindrom ini terjadi pada penderita

RA tahap akhir (Longo, 2012).

h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4

kali lebih besar dibanding populasiumum. Hal ini

dikarenakan penyebaran B-cell lymphoma sercara luas

(Longo, 2012)

1.6 Komplikasi

Dapat menimbulkan perubahan pada jaringan lain, seperti adanya

proses granulasi di bawah kulit yang disebut subcutan nodulee. Pada

otot dapat terjadi myosis , yaitu proses granulasi jaringan otot. Pada

pembuluh darah terjadi tromboemboli, dan terjadi splenomegali

(Maryam, 2010)

1.7 Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Tamher (2010), Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

a. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang

berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista

tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan

osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

b. Scan radionuklida : mengidentifikasi peradangan sinovium

c. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan

irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi.


d. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih

besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning

(respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi

SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).

e. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan

perkembangan panas.

f. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle

Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena

mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan

sendi yang normal.

g. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis

yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan

kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila

ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada

foto rontgen

1.8 Penatalaksanaan

Terapi non-farmakologi

Terapi non-farmakologi melingkupi terapi modalitas dan terapi

komplementer. Terapi modalitas berupa diet makanan (salah satunya

dengan suplementasi minyak ikan cod), kompres panas dan dingin

serta massase untuk mengurangi rasa nyeri, olahraga dan istirahat.

Terapi komplementer berupa obat-obatan herbal, accupressure, dan

relaxasi progressive (Afriyanti, 2009).


2. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Rematik

Keperawatan keluarga adalah proses pemberian pelayanan kesehatan sesuai

kebutuhan keluarga dalam lingkup praktik keperawatan. Pelayanan keperawatan

keluarga merupakan pelayanan holistic yang menempatkan keluarga dan

komponennya sebagai focus pelayanan dan melibatkan anggota keluarga dalam tahap

pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi tindakan keperawatan.

2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan keluarga dapat menggunakan metode observasi,

wawancara dan pemeriksaan fisik (Maglaya, 2009). Variabel data dalam

pengkajian keperawatan keluarga mencakup :

a. Data umum/Identitas keluarga mencakup nama kepala keluarga,

komposisi anggota keluarga, alamat, agama, suku, bahasa

sehaari- hari, jarak pelayanan kesehatan terdekat dan alat

transportasi.

b. Kondisi kesehatan semua anggota keluarga terdiri dari nama,

hubungan dengan keluarga, umur, jenis kelamin, pendidikan

terakhir, pekerjaan saat ini, status gizi, tanda-tanda vital, status

imunisasi dasar, dan penggunaan alat bantu atau protesa serta

status kesehatan anggota keluarga saat ini meliputi keadaan

umum, riwayat penyakit/alergi.

c. Data pengkajian individu yang mengalami masalah kesehatan

(Saat ini sedang sakit) meliputi nama individu yang sakit,

diagnosis medis, rujukan dokter atau rumah sakit, keadaan

umum, sirkulasi, cairan, perkemihan, pernafasan,


musculoskeletal, neurosensori, kulit, istirahat dan tidur, status

mental, komunikasi dan budaya, kebersihan diri, perawatan diri

sehari-hari. Keluhan yang ditemukan pada pasien dengan

arthtritis biasanya nyeri dan kemerahan pada sendi kedua lutut

dan pergelangan kaki, sulit bergerak/beraktivitas.

d. Data kesehatan lingkungan mencakup sanitasi lingkungan

pemukiman antara lain ventilasi, penerangan, kondisi lantai,

tempat pembuangan sampah dll.

e. Struktur keluarga ; struktur keluarga mencakup struktur peran,

nilai (value), komunikasi, kekuatan.

f. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga. Variabel ini akan

menjawab tahap perkembangan keluarga, tugas perkembangan

keluarga.

g. Fungsi keluarga terdiri dari aspek instrumental dan ekspresif.

Aspek instrumental fungsi keluarga adalah aktivitas hidup

sehari-hari seperti makan, tidur, pemeliharaan kesehatan. Aspek

ekspresif fungsi keluarga adalah fungsi emosi, komunikasi,

pemecahan masalah, keyakinan dan lain-lain

2.2 Diagnosis Keperawatan Keluarga

1. Nyeri akut b.d ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang

sakit
2. Kurang pengetahuan b.d ketidakmampuan keluarga tentang mengenal

penyakit Arthritis reumatoid

3. Resiko cedera b.d ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan

2.3 Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi


Keperawatan (TU) (TK)
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji skala nyeri
ketidakmampuan asuhan selama 5 hari asuhan keperawatan dengan 2. Ajarkan keluarga
keluarga merawat kunjungan, pemberian terapi kompres jahe khususnya pasien
anggota keluarga diharapkan keluarga untuk klien dengan arthritis teknik relaksasi
mampu merawat reumatoid, diharapkan klien dan distraksi
yang sakit
pasien dalam mampu : 3. Ajarkan dan
memperbaiki 1. Mampu mengontrol anjurkan keluarga
kesehatan nyeri dengan untuk membantu
penanganan non pasien mandi air
farmakologi (terapi hangat, dan
kompres jahe) massase lembut
2. Melaporkan nyeri bagian yang nyeri
berkurang 4.Anjurkan keluarga
menggunakan mengkompres
manajemen nyeri bagian tubuh
3. Mampu mengenali pasien yang nyeri
nyeri dengan kompres
4. Menyatakan rasa parutan jahe
nyaman setelah nyeri
berkurang
Kurang Setelah dilakukan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat
pengetahuan b.d asuhan selama 5 hari keperawatan penyuluhan pengetahuan
ketidakmampuan kunjungan, penyakit arthritis reumatoid keluarga
keluarga tentang diharapkan dan cara mengatasi nyeri, 2. Berikan
pengetahuan klien diharapkan klien mampu : pendidikan
mengenal
dan keluarga 1. Menyatakan kesehatan tentang
penyakit Arthritis mengenai penyakit pemahaman mengenai rematik
reumatoid meningkat penyakit 3. Evaluasi tingkat
2. Klien mampu pengetahuan
menjelaskan kembali keluarga
apa yang di jelaskan
perawat secara benar

Resiko cedera b.d Setelah dilakukan Setelah dilakukan tindakan 1. Diskusikan


ketidakmampuan asuhan selama 5 hari asuhan keperawatan keluarga lingkungan yang
keluarga kunjungan, khusunya klien dengan aman bagi keluarga
memodifikasi diharapkan keluarga arthritis reumatoid, diharapkan dengan rematik
lingkungan mampu keluarga mampu : 2. Identifikasi dengan
memodifikasi 1. Menyebutkan keluarga
lingkungan dengan lingkungan yang aman lingkungan yang
aman untuk mencegah ada dalam keluarga
injury 3. Bantu keluarga
2. Melakukan modifikasi memodifikasi
lingkungan yang aman lingkungan yang
bagi keluarga dengan aman bagi keluarga
rematik dengan rematik
4. Beri kesempatan
keluarga
menunjukkan
kemampuannya
dalam
memodifikasi
lingkungan rumah
5. Lakukan
kunjungan rumah
yang tidak di
rencanakan
6. Beri pujian bila
keluarga mampu
mempertahankan
lingkungan rumah
yang aman
DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi,et al.2000.Beberapa masalah penyakit pada Usia


Lanjut. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC.

Maryam, siti dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :
Salemba Medika

Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.

Nugroho, Wahjudi SKM. 1995. Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC

Parsudi, Imam A. (1999). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: FKUI

Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses


penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih
Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC

Sahar juniati (2001). keperawatan gerontik, coordinator keperawatan komunitas,


fakultas ilmu keperawatan UI. Jakarta

Setiabudhi, Tony. 1999. Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek


Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

Anda mungkin juga menyukai