Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ARTHRITIS RHEUMATOID

DISUSUN OLEH :
NAMA : ASTRI HARPELI
NPM : 22.14901.15.07

Dosen Pembimbing:
Ns.HUSIN,S.Kep.,M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANBINA HUSADA
PALEMBANG TAHUN 2021
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

Artritis Rheumathoid

A. Pengertian
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis
sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada
usia 25-35 tahun.
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang
bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai
sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. ( Rasjad
Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165 )
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling
sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara
usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria
dengan perbandingan 3 : 1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi
kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar
dilutut, panggul serta pergelangan tangan.  (Muttaqin, 2006)
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama,
arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti
peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi.
Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit autoimun
dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki)
mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri
dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam
sendi (Gordon, 2002).

B. Anatomi dan Fisiologi


Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan
dari dua tulang bertemu, adanya pergerakan atau tidak
bergantung pada sambungannya. Persendian dapat
diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.
Klasifikasi Struktural Persendian
a. Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan
diperkokoh dengan jaringan ikat fibrosa.
b. Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan
diperkokoh dengan jaringan kartilago.
c. Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh
dengan kapsul dan ligamen artikular yang
membungkusnnya.

Klasifikasi Fungsional Persendian

a. Sendi sinartrosis atau sendi mati.


1) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan
ikat fibrosa rapat dan hanya ditemukan pada tulang
tengkorak. Contoh sutura adalah sutura sagital dan
sutura parietal.
2) Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya
dihubungkan dengan kartilago hialin. Salah satu
contohnya adalah lempeng epifisis sementara antara
epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang anak.
Saat sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian
tersebut dinamakan sinostosis.
b. Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang
memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respons
terhadap torsi dan kompresi.
1) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya
dihubungkan dengan diskus kartilago, yang menjadi
bantalan sendi dan memungkinkan terjadinya sedikit
gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis antara
tulang-tulang pubis dan diskus intervertebralis antar
badan vertebra yang berdekatan.
2) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang
berdekatan dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat
kolagen. Contoh sindesmosis dapat ditemukan pada
tulang yang terletak bersisian dan dihubungkan dengan
membran interoseus, seperti pada tulang radius dan
ulna, serts tibia dan fibula.

c. Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut


juga sendi sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang
berisi cairan sinovial, suatu kapsul sendi (artikular) yang
menyambung kedua tulang, dan ujung tulang pada sendi
sinovial dilapisi kartilago artikular.
Klasifikasi Persendian Sinovial

a. Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala


berbentuk bulat yang masuk dengan pas ke dalam rongga
berbentuk cangkir pada tulang lain. Memungkinkan rentang
gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah. Contoh sendi
sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
b. Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah
saja dan dikenal sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah
persendian pada lutut dan siku.
c. Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial
yang memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral,
misalnya persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar
prosesus odontoid aksis.
d. Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial,
yang memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan
setiap tulang. Contohnya adalah sendi antara tulang radius
dan tulang karpal.
e. Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang
termodifikasi sehingga memungkinkan gerakan yang sama.
Contohnya adalah persendian antara tulang karpal dan
metakarpal pada ibu jari.

f. Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin


terjadi dalam batas prosesus atau ligamen yang
membungkus persendian. Persendian semacam ini disebut
sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan
persendian antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang
tarsal.
C. Etiologi
Penyebab artritis reumatoid masih belum diketahui
secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit
ini telah terungkap. penyakit ini belum dapat dipastikan
mempunyai hubungan dengan faktor genetik. Namun, berbagai
faktor termasuk kecendrungan genetik bisa memengaruhi
reaksi autoimun. Faktor-faktor yang berperan antara lain adalah
jenis kelamin, infeksi (Price, 1995), keturunan (Price, 1995;
Noer S, 1996), dan lingkungan (Noer S, 1996).
7Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum
dapat dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor genetik
dengan faktor lingkungan. (Maini dan Feldmann, 1998: Blab et
al, 1999). Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme
imunitas (antigen – antibodi), factor metabolik dan infeksi virus
(Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

D. Tanda Dan Gejala

1. Tanda dan gejala setempat


a) Sakit persendian disertai kaku dan gerakan terbatas
b) Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c) Semuasendibisaterserang, panggul, lutut, pergelangan
tangan, siku, rahang dan bahu
2. Tanda dan gejala sistemik
- Lemah ,demam,tachikardi, berat badan turun, anemia
(Mansjoer, 2001)

E. Klasifikasi Artritis

Menurut Muttaqin (2008), artritis dapat diklasifikaikan menjadi


osteoartritis, dan artritis rheumatoid :
1. Osteoartritis
Osteoartritis atau penyakit degenerative merupakan
keadaan kronis yang menyebabkan degenerasi kartilago
tulang dan pembentukan tulang baru sebagai reaksi atas
degenerasi tersebut di daerah tepi serta daerah
subkrondrium sendi (Kowalak, 2011). Sedangkan menurut
Nurarif & Kusuma (2013), osteoartritis (OA) merupakan
penyakit sendi degenerative yang berkaitan dengan
kerusakan kartilago sendi, vertebra, panggul, lutut, dan
pergelangan kaki paling sering terkena OA.

2. Artritis Rheumatoid
Artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi
nonbacterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung
kronis yang menyerang berbagai system organ (Muttaqin,
2008). Sedangkan menurut McPhee & Ganong (2010),
artritis rheumatoid adalah suatu penyakit peradangan
sistemik kronik yang ditandai oleh peradangan simetris
menetap banyak sendi perifer.

Artritis rheumatoid merupakan penyakit inflamasi


sistemik yang kronis dan terutama menyerang persendian
perifer serta otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah
yang ada di sekitarnya (Kowalak, 2011).Selain itu Nurarif
&Kusuma (2013) mengatakan bahwa, artritis rheumatoid
merupakan penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi
serta jaringan ikat sendi secara simetris.
F. Pathway
Reaksi Faktor R dengan antibodi, faktor metabolik,infeksi
dengan kecenderungan fisik
Nyeri Reaksi peradangan

informasi tntg proses penyakit Sinovial Menebal

Panus Nodul Deformitas sendi Gg


body image

kurangnya pengetahuan Infiltrasi ke dlm os. subcondria

Hambatan nutrisi pd kartilago artikularis


Kerusakan kartilago & tulang
Kartilago nekrosis
Tendon & ligamen melemah
Erosi kartilago
Mudah luksasi
& subluksasi
Hilangnya kekuatan otot Adhesi pd permukaan sendi

Resiko cidera Ankilosis fibrosa ankilosis tulang

Kekuatan sendi Terbatasnya gerakan


sendi

Gg mobilitas fisik Defisit self care

G. Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial
seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi
selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.
Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago menentukan
tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat
luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena
jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi
lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan
osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang.
Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya
serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan
pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain.
terutama yang mempunyai faktor rhematoid (gangguan
rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.

H. Manifestasi Klinis
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli
artritis rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena
adalah sendi tangan, pergelangan tangan, sendi lutut, sendi
siku pergelangan kaki, sendi bahu serta sendi panggul dan
biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang
hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-
artikular. (Chairuddin, 2003).
1. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku
pada persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur
sampai sekurang-kurangnya 1 jam sebelum perbaikan
maksimal.
2. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan
lunak atau persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi,
bukan pembesaran tulang (hyperostosis). Terjadi pada
sekurang-kurangnya 3 sendisecara bersamaan dalam
observasi seorang dokter. Terdapat 14 persendian yang
memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal,
metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan
kaki, dan metatarsofalang kiri dan kanan.
3. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya
terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera
di atas.
4. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;
(tidak mutlak bersifat simetris) pada kedua sisi secara
serentak (symmetrical polyartritis simultaneously).
5. Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan
tulang atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular
dalam observasi seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal
faktor rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang
memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok control.
7. Terdapat perubahan gambaran radiologis yang khas pada
pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau
pergelangan tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi
atau dekalsifikasi tulang  yang berlokalisasi pada sendi atau
daerah yang berdekatan dengan sendi.

Diagnosis artritis reumatoid ditegakkan jika sekurang-


kurangnya terpenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1
sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu.
(Mansjoer, 2001).
I. Komplikasi
1. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah
gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama
penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat
pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab
mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
2. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran
jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular
dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan
mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan
neuropati iskemik akibat vaskulitis. (Mansjoer, 2001).
Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan
trombosis dan infark.
3. Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada
katup jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi
pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat
terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan
okular terbentuk pada mata.
4. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari , depresi, dan stres keluarga dapat menyertai
eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
5. Osteoporosis
6. Nekrosis sendi panggul.
7. Deformitaas sendi.
8. Kontraktur jaringan lunak.
9. Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).
J. Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien
artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis
hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis,
penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2. Protein C-reaktif biasanya positif.
3. LED meningkat.
4. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
5. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang
kronik.
6. Trombosit meningkaT
Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena,
tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan
biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena.
Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan
demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
penyempitan ruang sendi dan erosi. (Mansjoer, 2001).

K. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi
nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi
dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis
antara lain :
1. Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian
aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi,
NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian
corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi
dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses
autoimun.
2. Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur
merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit.
Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak
yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi
progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus
diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga
kekuatan otot dan pergerakan sendi.
3. Kompres panas dan dingin
Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan
efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres
hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
4. Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk
mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak
omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.Mengkonsumsi
makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan
buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan
mengurangi inflamasi.Hindari makanan yang banyak
mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan
anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan,
ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan kembangkol
karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.
5. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam
urat yang terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di
sendi. (NANDA, 2013).
6. Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk
mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal
serta mengurangi peradangan pada sendi.Adapun syarat–
syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak
sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan
dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata
asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari,
karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75%
dari kebutuhan energi total.
7. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah
mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan
arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau
total join replacement untuk mengganti sendi.
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena pergerakan, nyeri tekan, yang
memburuk dengan stress pada sendi; kekakuan sendi pada
pagi hari, biasanya terjadi secara bilateral dan simetris.
Keterbatasan fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup,
aktivitas istirahat, dan pekerjaan. Gejala lain adalah keletihan
dan kelelahan yang hebat.
Tanda : Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi otot,
kulit; kontraktur/kelainan pada sendi dan otot.
b. Kardiovaskuler
Gejala        : Fenomena Raynaud jari tangan/kaki, misal pucat
intermitten, sianotik, kemudian kemerahan pada jari sebelum
warna kembali normal.
c. Integritas Ego
Gejala        : Faktor-faktor stress akut/kronis, misal finansial,
pekerjaan, ketidak mampuan, faktor-faktor hubungan sosial.
Keputus asaan dan ketidak berdayaan. Ancaman pada konsep
diri, citra tubuh, identitas diri misal ketergantungan pada orang
lain, dan perubahan bentuk anggota tubuh.

d. Makanan/Cairan
Gejala        : Ketidak mampuan untuk
menghasilkan/mengkonsumsi makan/cairan adekuat; mual,
anoreksia, dan kesulitan untuk mengunyah.
Tanda        : Penurunan berat badan, dan membran mukosa
kering.
e. Hiegiene
Gejala        : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas
perawatan pribadi secara mandiri. Ketergantungan pada orang
lain.
f. Neurosensori
Gejala        : Kebas/kesemutan pada tangan dan kaki,
hilangnya sensasi pada jari tangan.
Tanda        : Pembengkakan sendi simetris.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala        : Fase akut dari nyeri (disertai/tidak disertai
pembengkakan jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis
dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
h. Keamanan
Gejala        : Kulit mengilat, tegang; nodus subkutaneus. Lesi
kulit, ulkus kaki, kesulitan dalam menangani
tugas/pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap,
kekeringan pada mata, dan membran mukosa.
i. Interaksi sosial
Gejala        : Kerusakan interaksi dengan keluarga/orang lain,
perubahan peran, isolasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator kimia (bradikinin).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot.
3. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas sendi.
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan gerak.
5. Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
pemajanan/mengingat.
C. Rencana Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan pelepasan mediator
kimia (bradikinin).
1. Tujuan
Dalam waktu 2 x 60 menit setelah diberikan tindakan
keperawatan skala nyeri berkurang
2. Kriteria Hasil
a. Skala nyeri berkurang
b. Pasien dapat beristirahat
c. Ekspresi meringis (-)
d. TTV dalam batas normal (TD : 120-140/60-80 mmHg, N :
60-100, RR : 16-24 x/menit, T : 36,5-37,5°C)
3. Intervensi
MANDIRI
a. Kaji keluhan nyeri, kualitas, lokasi, intensitas dan waktu.
Catat faktor yang mempercepat dan tanda rasa sakit
nonverbal.
R/ Membantu menentukan kebutuhan manajemen nyeri
dan keefektifan program.
b. Pantau TTV pasien.
R/ Mengetahui kondisi umum pasien
c. Berikan posisi nyaman waktu tidur/duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi.
R/ Penyakit berat/eksaserbasi, tirah baring diperlukan
untuk membatasi nyeri atau cedera sendi.
d. Pantau penggunaan bantal, karung pasir, bebat, dan
brace.
R/Mengistirahatkan sendi yang sakit dan
mempertahankan posisi netral. Catatan : penggunaan
brace menurunkan nyeri dan mengurangi kerusakan
sendi.
e. Berikan masase yang lembut.
R/ Meningkatkan relaksasi atau mengurangi ketegangan
otot.
f. Anjurkan mandi air hangat/pancuran pada waktu bangun.
Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang
sakit beberapa kali sehari.
R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas,
menurunkan rasa sakit dan kekakuan di pagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat hilang dan luka dermal
dapat sembuh.
KOLABORASI
g. Berikan obat sesuai petunjuk :
1) Asetilsalisilat (aspirin)
R/ ASA bekerja antiinflamasi dan efek analgesik ringan
mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
2) D-penisilamin
R/ Mengontrol efek sistemik reumatoid artritis jika terapi
lainnya tidak berhasil.
h. Bantu dengan terapi fisik, misal sarung tangan parafin.
R/ Memberi dukungan panas untuk sendi yang sakit.
i. Siapkan intervensi operasi (sinovektomi).
R/ Pengangkatan sinovium yang meradang mengurangi
nyeri dan membatasi progresif perubahan degeneratif.

2 . Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


penurunan kekuatan otot.
1. Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan
keperawatan kekuatan otot pasien meningkat
2. Kriteria Hasil
a. Mempertahankan fungsi posisi dengan pembatasan
kontraktur.
b. Mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
dari dan/atau kompensasi bagian tubuh.
c. Mendemostrasikan teknik/perilaku yang memungkinkan
melakukan aktivitas.
3. Intervensi
MANDIRI
a. Evaluasi pemantauan tingkat inflamasi/rasa sakit pada
sendi.
R/ Tingkat aktivitas atau latihan tergantung dari
perkembangan proses inflamasi.
b. Pertahankan tirah baring/duduk. Jadwal aktivitas untuk
memberikan periode istirahat terus-menerus dan tidur
malam hari.
R/ Istirahant sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut
dan seluruh fase penyakit untuk mencegah kelelahan,
mempertahankan kekuatan.
c. Bantu rentang gerak aktif/pasif, latihan resistif dan
isometrik.
R/ Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina.
d. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk
tinggi, berdiri serta berjalan.
R/ Memaksimalkan fungsi sendi, mempertahankan
mobilitas.
KOLABORASI
e. Konsul dengan ahli terapi fisik atau okupasi dan spesialis
vokasional.
R/ Memformulasi program latihan berdasarkan kebutuhan
individual dan mengidentifikasi bantuan mobilitas.
f. Berikan obat sesuai indikasi (Steroid)
R/ Menekan inflamasi sistemik

3. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas


sendi.
1. Tujuan
Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan tindakan
keperawatan pasien menerima perubahan tubuh.
2. Kriteria Hasil
a. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam
kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya
hidup dan kemungkinan keterbatasan.
b. Menerima perubahan tubuh dan mengintegrasikan ke
dalam konsep diri.
c. Mengembangkan keterampilan perawatan diri agar dapat
berfungsi dalam masyarakat.
3. Intervensi
MANDIRI
a. Dorong pengungkapan mengenai proses penyakit dan
harapan masa depan.
R/ Berikan kesempatan mengidentifiaksi rasa
takut/kesalahan konsep dan menhadapi secara langsung.
b. Bantu pasien mengekspresikan perasaan kehilangan.
R/ Untuk mendapatkan dukungan proses berkabung yang
adaptif.
c. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan
menyangkal/terlalu memperhatikan tubuh.
R/ Menunjukkan emosional/metode koping maladaptif
sehingga membutuhkan intervensi lebih lanjut/dukungan
psikologis.
d. Bantu dengan kebutuhan perawatan yang diperlukan.
R/ Mempertahankan penampilan yang meningkatkan citra
diri.
KOLABORASI
e. Rujuk pada konseling psikiatri (misal perawat spesialis
psikiatri, psikologi, pekerja sosial)
R/ Pasien/keluarga membutuhkan dukungan selama
berhadapan dnegan proses jangka panjang.
f. Berikan obat sesuai indikasi (misal antiansietas)
R/ Dibutuhkan saat munculnya depresi hebat sampai
pasien dapat menggunakan kemampuan koping efektif.

4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan


gerak.
1. Tujuan
Dalam waktu 1 x 60 menit setelah diberikan tindakan
keperawatan pasien dapat melaksanakan aktivitas
perawatan diri
2. Kriteria Hasil
a. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang
konsisten dengan kemampuan individual.
b. Mendemonstrasikan perubahan teknik atau gaya hidup
untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
c. Mengidentifikasikan sumber pribadi atau komunitas yang
dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.

3. Intervensi
MANDIRI
a. Kaji respons emosional pasien terhadap kemampuan
merawat diri yang menurun dan diberi dukungan
emosional.
R/ Perubahan kemampuan merawat diri dapat
membangkitkan perasaan cemas dan frustasi, dimana
dapat mengganggu kemampuan lebih lanjut.
b. Pertahankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan
program latihan.
R/ Mendukung kemandirian fisik dan emosional.
c. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri.
Identifikasi modifikasi lingkungan.
R/ Meningkatkan kemandirian yang akan meningkatkan
harga diri.
d. Beri dorongan agar berpartisipasi dalam merawat diri.
Aktivitas yang terjadwal memungkinkan waktu untuk
merawat diri.
R/ Partisipasi pasien dalam merawat diri meningkatkan
harga diri dan menurunkan perasaan ketergantungan.
KOLABORASI
e. Konsultasi dengan ahli terapi okulasi
R/ Menentukan alat bantu memenuhi kebutuhan individu.

5. Risiko cedera berhubungan dengan kontraktur sendi.


1. Tujuan
Setelah diberikantindakan keperawatan selama 1 x 60 menit
pasientidak menderita cidera
2. Kriteria Hasil
a. Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
b. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian
resiko
c. Mempersiapkan lingkungan yang aman
d. Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan resiko
cedera
e. Menghindari cedera fisik
3. Intervensi
a. Lindungi klien dari kecelakaan jatuh.
R/karena klien rentan untuk mengalami fraktur patologis
bahkan oleh benturan ringan sekalipun. Bila klien
mengalami penurunan kesadaran pasanglah tirali tempat
tidurnya.
b. Hindarkan klien dari satu posisi yang menetap, ubah
posisi klien dengan hati-hati.
R/ perubahan posisi berguna untuk mencegah terjadinya
penekanan punggung dan memperlancar aliran darah
serta mencegah terjadinya dekubitus.
c. Bantu klien memenuhi kebutuhan sehari-hari selama
terjadi kelemahan fisik.
R/ kelemahan yang dialami oleh pasien hiperparatiroid
dapat mengganggu proses pemenuhan ADL pasien.
d. Atur aktivitas yang tidak melelahkan klien.
R/ aktivitas yang berlebihan dapat memperparah penyakit
pasien.
e. Ajarkan cara melindungi diri dari trauma fisik seperti cara
mengubah posisi tubuh, dan cara berjalan serta
menghindari perubahan posisi yang tiba-tiba.
R/ mencegah terjadinya cedera pada pasien

6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar


nya Informasi
1. Tujuan
Dalam waktu 1 x 60 menit setelah diberikan tindakan
keperawatan pasien dan keluarga menunjukkan pemahaman
tentang kondisi dan perawatan.
2. Kriteria Hasil
a. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi dan perawatan.
b. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk
modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas
atau pembatasan aktivitas.
3. Intervensi
a. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa
depan.
R/ Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat
membuat pilihan berdasarkna informasi.
b. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan
proses sakit melalui diet, obat, latihan dan istirahat.
R/ Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan
inflamasi atau jaringan lain untuk mempertahankan fungsi
sendi dan mencegah deformitas.
c. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen
farmakoterapeutik.
R/ Keuntungan dari terpai obat tergantung pada ketepatan
dosis, misal : aspirin diberikan secara reguler untuk
mendukung kadar terapeutik darah 18 - 25 mg.
d. Berikan informasi mengenai alat bantu, misal : tongkat
atau palang keamanan.
R/ Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan
memungkinkan pasien ikut serta secara lebih nyaman
dalam aktivitas yang dibutuhkan.
e. Diskusikan menghemat energi, misal : duduk daripada
berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi
R/ Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan
perawatan diri dan kemandirian.
Daftar Pustaka

Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165


Maini dan Feldmann, 1998: Blab et al, 1999
Codenurman.blogspot.com)/2013/01/norman

Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008 Anonymus, Artritis Rematoid.


(online). http:// www. naturindonesia. com/ artikel-berbagai- penyakit-
degeneratif/ 449-artritis-reumatoid-.html, diakses tanggal 11 Maret
2013 pukul 12.30
Anonymus, 2012. Makalah Rematoid Artritis. (online). http://profesional-eagle.
blogspot. Com /2012/05/makalah- reumatoid- artritis-copast.html,
diakses tanggal 11 Maret 2013 pukul 12.40
Anonymus, 2012. Asuhan Keperawatan Rematoid Artritis. (online). http://www.
kapukonline.com/2012/01/askep-
asuhankeperawatanrheumatoidarthri.html, diakses tanggal 11 Maret
2013 pukul 12.50
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Kushariyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba
Medika : Jakarta.
Stanley, Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 2. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai