Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia
lanjut pada semua organ dan jaringan tubuh. Keadaan demikian itu tampak
pula pada semua sistem muskuloskeletal dan jaringan lain yang ada kaitannya
dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan reumatik. Salah satu
golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut yang
menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah reumatoid artritis.
Kejadian penyakit

tersebut akan

makin

meningkat sejalan

dengan

meningkatnya usia manusia.


Menguntip pendapat Sjamsuhidajat (1997), artritis reumatoid merupakan
penyakit autoimun dari jaringan ikat terutama sinovial dan kausanya
multifaktor. Penyakit ini ditemukan pada semua sendi dan sarung sendi
tendon, tetapi paling sering di tangan. Selain menyerang sendi tangan, dapat
pula menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Artritis kronik
yang terjadi pada anak yang menyerang satu sendi atau lebih, dikenal dengan
artitis reumatoid juvenil.
Biasanya reumatoid artritis timbul secara sistemik. Gejala yang timbul berupa
nodul subkutan yang terlihat pada 30% penderita. Nodul sering terdapat di
ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis reumatoid, yang merupakan
manisfestasi ekstraartikuler. Bila penyakit ini terjadi bukan pada sendi, seperti

bursa, sarung tendon, dan lokasi lainnya dinamakan reumatoid ektraarikuler.


Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik
cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri.
Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat
terungkap sebagai keluhan atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga
keluhan utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku)
dan kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi.,
kelemahan otot, dan gangguan gerak. (Soenarto, 1982Reumatik dapat terjadi
pada semua umur dari kanak kanak sampai usia lanjut, atau sebagai
kelanjutan sebelum usia lanjut. Pucak dari reumatoid artritis terjadi pada umur
dekade keempat, dan penyakit ini terdapat pada wanita 3 kali lebih sering dari
pada laki- laki. Terdapat insiden familial ( HLA DR-4 ditemukan pada 70%
pasien ). Untuk itu akan dibahas lebih lanjut pada makalah tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan reumatoid artritis.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum

Untuk

menerapkan

Rheumatoid Artritis
2. Tujuan Khusus

Asuhan

Keperawatan

Pada

Klien

dengan

a. Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada klien

dengan Rheumatoid Artritis


b. Mampu menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan

Rheumatoid Artritis
c. Mampu menerapkan rencana asuhan keperawatan pada klien dengan

Rheumatoid Artritis
d. Mampu melaksanakan rencana keperawatan pada klien dengan

Rheumatoid Artritis
e. Mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang

dilaksanakan rencana keperawatan pada klien dengan Rheumatoid


Artritis
f.

Mampu melakukan dokumentasi keperawatan terhadap asuhan


keperawatan yang sudah dievaluasi pada klien dengan Rheumatoid
Artritis

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar
1. Pengertian Rheumatoid Artritis

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti
sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti
radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit

autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami


peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002).
Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan
ikat sendi secara simetris. Artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang
menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dan
sekelompok penyakit jaringan penyambung difus yang diperantai oleh
imunitas dan tidak diketahui sebab-sebabnya. Biasanya terjadi destrukti
sendi progesif, walaupun episode peradangan sendi dapat mengalami masa
remisi.
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering
ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60
tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3 : 1.
Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki
dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.
(Muttaqin, 2006)
Arthritis rheumatoid adalah penyakit sistemik dengan gejala ekstra
artikuler. (Smeltzer, 2001).
Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung
yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran
sinovial, yang melapisi sendi. Pada RA, inflamasi tidak berkurang dan
menyebar ke struktur sendi disekitarnya, termasuk kartilago artikular dan

kapsul sendi fibrosa. Akhirnya, ligamen dan tendon mengalami. Inflamasi


ditandai oleh akumulasi sel darah putih, aktivasi komplemen, fagositosis
ekstensif, dan pembentukan jaringan parut. Pada inflamasi kronis,
membran

sinovial

mengalami

hipertropi

dan

menebal

sehingga

menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi nekrosis sel dan
respon inflamasi. Sinovium yang menebal menjadi ditutup oleh jaringan
granular inflamasi yang disebut panus. Panus dapat menyebar ke seluruh
sendi sehingga menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan parut
lebih lanjut. Proses ini secara lambat merusak tulang dan menimbulkan
nyeri hebat serta deformitas. (Corwin, 2009).

2. Anatomi Fisiologi
a. Tulang

Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif,
proteksi alat-alat didalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme
kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik (setiyohadi, 2006).
Tulang matur terdiri dari 30% materi organic (hidup) dan 70%
deposit garam. Materi oranik disebut matriks, dan terdiri atas lebih
dari 90% serabut kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan (protein
plus polisakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan
fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium.
Garam menutupi matriks dan berikatan dengan serabut kolagen

melalui proteoglikan. Matriks organik menyebabkan tulang memiliki


kekuatan tensil (resistensi terhadap tarikan yang meregangkan).
Garam tulang menyebabkan tulang memiliki kekuatan kompresi
(kemampuan menahan kompresi) (Corwin, 2009).
Sama dengan jaringan penyambung lainnya, tulang terdiri dari
komponen selular, zat dasar, dan komonen fibrosa. Fibroblast dan
fibrosit diperlukan untuk produksi kolagen. Komponen selular terdiri
atas osteoblast, osteoklas, dan osteosit. Osteoblas merupakan lapisan
terluar dari tulang, yang terbentuk dari sel osteoprogenitor. Osteosid
merupakan sel tulang yang matur. Osteoklas memungkinkan untuk
resopsi tulang. Zat dasar, merupakan sejenis zat berbentuk jeli yang
terdiri dari cairan ekstraseluler dan proteoglikan, kondroitin sulfat,
dan asam hialuronik yang membantu mengatur deposisi dari garam
kalsium (Copstead & banasik, 2005).
1). Pembentukan tulang
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerus dan dapat
berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan
tulang ditentukan oleh stimulasi hormonal, faktor makanan, dan
banyaknya stress yang dibebankan pada tulang, dan terjadi akibat
aktivitas sel pembentuk tulang, osteoblas.
Osteoblas dijumpai pada permukaan luar dan bagian dalam tulang.
Osteoblas

berespon

terhadap

berbagai

sinyal

kimia

untuk

menghasilkan matriks organik. Ketika pertama kali dibentuk,


matriks organic disebut osteoid. Dalam beberapa hari, garam

kalsium mulai mengendap pada osteoid dan tulang mulai mengeras.


Sebagian osteoblas tetap menjadi bagian osteoid, dan disebut
osteosit atau sel tulang sejati. Ketika tulang terbentuk, osteosit di
matriks membentuk tonjolan kesetiap tulang yang lain sehingga
membentuk sistem kanal mikroskopik (kanalikuli) di tulang.
2). Penguraian tulang
Penguraian tulang (resorpsi), terjadi bersamaan dengan tumbuhnya
tulang dan juga berlangsung seumur hidup. Resorpsi tulang terjadi
akibat aktivitas sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalah sel
pagosit besar multinukleus yang berasal dari monosit yang terdapat
di tulang. Osteoklas mensekresi berbagai asam dan enzim yang
mencerna tulang dan memudahkan fagositosisnya. Osteoklas juga
mensekresi berbagai sitokin yang lebih lanjut menstimulasi resorpsi.
Osteoklas biasanya hanya terdapat pada satu bagian kecil tulang
pada satu waktu, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit. Setelah
selesai di suatu daerah, osteoklas menghilang dan osteoblas muncul.
Osteoblas mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang
yang baru. proses ini memungkinkan tulang tua yang melemah
diganti dengan tulang baru yang lebih kuat.
3). Remodeling
Merupakan keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas
yang menyebaban tulang terus-menerus diperbaharui atau mengalami
remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi
aktivitas osteoklas sehingga menyebabkan penebalan dan pemanjangan

skelet. Pada masa dewasa, aktivitas osteoblas dan aktivitas osteoklas


biasanya seimbang sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada
usia pertengahan aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas dan
densitas tulang mulai berkurang. Dominasi aktivitas osteoklas dapat
menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga mudah patah.
Tulang diklasifikasikan sebagai tulang panjang, pendek, pipih, dan
atau tidak beraturan. Tulang panjang terdiri atas batang tebal panjang,
yang disebut diafis, dan dua ujung yang disebut epifisis. Disebelah
proksimal dari setiap epifisis terdapat metafisis. Diantara epifisis dan
metafisis terdapat daerah kartilago yang tumbuh, yang disebut
lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh
dengan cara mengakumulasi kartilago di lempeng epifisis. Kartilago
digantikan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Pada akhir usia
remaja, kartilago habis, lempeng epifisis berhenti berfusi, dan tulang
berhenti tumbuh. Tulang panjang dapat ditemukan di ekstremitas,
sedang kan tulang pendek dijumpai dipergelangan kaki dan tangan.
Tulang pipih ditemukan ditengkorak dan selubung iga. Tulang tidak
beraturan mencakup vertebra, tulang wajah, dan rahang.
b. Sendi
Sendi adalah daerah tempat dua tulang menyatu (Corwin, 2009)

Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan


tulang-tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain, maupun tidak
dapat bergerak satu sama lain (sumariyono & wijaya, 2005).
Secara anatomic, sendi dibagi 3, yaitu sinartrosis, diartrosis, dan
amfiartrosis. Sinartrosis adalah sendi yang tidak memungkinkan
tulang-tulang yang berhubungan dapat bergerak satu sama lain.
Diantara tulang yang saling berhubungan tersebut terdapat jaringan
yang dapat berupa jaringan ikat, seperti pada tulang tengkorak, antara
gigi dan rahang, antara radius dengan ulna, dll; atau jaringan tulang
rawan misalnya antara kedua os. Pubika pada orang dewasa.
Diartrosis adalah sambungan antara dua tulang atau lebih yang
memungkinkan tulang-tulang tersebut bergerak satu sama lain.
Diantara tulang-tulang bersendi tersebut terdapat rongga yang disebut
kavum artikulare. Diatrosis disebut juga sendi synovial, sendi ini
tersusun atas bonggol sendi (kapsul artikulare), bursa sendi dan ikat
sendi (ligamentum). Berdasarkan bentuknya, diartrosis dibagi dalam
beberapa sendi, yaitu: sendi engsel (interfalang, humeroulnaris,
talokruralis),

sendi

telur

(radiokarpea),

sendi

pelana

(karpometakarpal), sendi peluru (glenohumeral) dan sendi buah pala


(coxae). Ampiartrosis merupakan sendi yang memungkinkan tulangtulang yang saling berhubungan dapat bergerak secara terbatas,
misalnya sendi sarkoiliaka dan sendi korpus vertebra.

Pada

sendi

synovial

(diartrosis),

tulang-tulang

yang

saling

berhubungan dilapisi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan


avaskular dan juga tidak memiliki jaringan saraf, berfungsi sebagai
bantalan terhadap beban yang jatuh kedalam sendi.

Rawan sendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrisit) dan matriks rawan
sendi. Kondrosit berfungsi menyintesis dan memelihara matriks rawan
sehingga fungsi bantalan rawan sendi tetap terjaga dengan baik. Matriks
rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan, dan kolagen.
Proteoglikan merupakan molekul yang kompleks yang tersusun atas inti
protein dan molekul glikosominoglikan. Glikosominoglikan yang
menyusun proteoglikan terdiri dari keratin sulfat, kondroitin-6-sulfat dan
kondroitin-4-sulfat. Bersama-sama dengan asam hialuronat, proteoglikan
membentuk agregat yang dapat menghisap air dari sekitarnya sehingga
mengembang sedemikian rupa dan membentuk bantalan yang baik sesuai
dengan fungsi rawan sendi. Rawan sendi merupakan jaringan yang
avaskuler, oleh karena itu makanan didapatkan dengan jalan difusi. Beban
yang intermiten pada rawan sendi sangat baik bagi fungsi difusi nutrien
untuk rawan sendi.
Sendi dilapisi oleh suatu jaringan avaskular yang disebut membrane
synovial. Membran synovial melapisi permukaan dalam kapsul sendi,
tetapi tidak melapisi permukaan rawan sendi. Membrane ini licin dan
lunak, berlipat-lipat sehingga dapat menyesuaikan diri pada setiap
gerakan sendi dan perubahan tekanan intra-artikular. Membrane synovial
tersusun atas 1-3 lapis sel-sel synovial (sinoviosit) yang menutupi
jaringan subsinovial dibawahnya, tanpa dibatasi oleh membrane basalis.
Walaupun banyak pembuluh darah dan limfe didalam jaringan

subsinovial, tetapi tidak satupun yang mencapai lapisan sinoviosit.


Jaringan pembuluh darah ini berperan dalam transfer konstituen darah ke
dalam rongga sendi dan pembentukan cairan sendi.
Sel sinoviosit terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sinoviosit tipe A yang
mempunyai banyak persamaan dengan makrofag dan sinoviosit tipe B
yang mmepunyai banyak persamaan dengan fibroblast. Sel sinoviosit tipe
A berfungsi melepaskan debris-debris sel dan material khusus lainnya ke
dalam rongga sendi. Sel sinoviosit B berperan menyintesis dan
mensekresikan hialuronat yang merupakan zat aditif dalam cairan sendi
yang berperan dalam mekanisme lubrikasi. Cairan sendi yang normal
bersifat jernih, kekuningan dan viscous, hanya beberapa ml volumenya
dalam sendi yang normal.

3. Etiologi

Hingga kini penyebab Remotoid Artritis (RA) tidak diketahui, tetapi


beberapa hipotesa menunjukan bahwa RA dipengaruhi oleh faktor-faktor
:
a. Mekanisme IMUN ( Antigen-Antibody) seperti interaksi antara IGC

dan faktor Reumatoid


b. Gangguan Metabolisme
c. Genetik

d. Faktor lain : nutrisi dan faktor lingkungan (pekerjaan dan

psikososial)
Penyebab penyakit Reumatoid arthritis belum diketahui secara pasti,
namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigenantibodi), faktor metabolik, dan infeksi virus (Suratun, Heryati,
Manurung & Raenah, 2008).
Adapun Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis
reumatoid adalah;
a. Jenis Kelamin.
Perempuan lebih

mudah

terkena

AR

daripada

laki-laki.

Perbandingannya adalah 2-3:1.


b. Umur.
Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun.
Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak
(artritis reumatoid juvenil)
c. Riwayat Keluarga.
Apabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis
Reumatoid maka anda kemungkinan besar akan terkena juga.
d. Merokok.
Merokok dapat meningkatkan risiko terkena artritis reumatoid.

4. Patofisiologi

Sebelum memahami patofisiologi penyakit reumatik penting untuk


memahami lebih dahulu tentang anatomi normal dan fisiologi
persendian diartrodial atau sinovial. Fungsi persendian sinovial adalah
gerakan. Setiap sendi sinovial memiliki kisaran gerak tertentu kendati

masing-masing orang tidak mempunyai kisaran gerak yang sama pada


sendi-sendi yang dapat digerakkan.
Pada sendi sinovial yang normal, kartilago artikuler membungkus ujung
tulang pada sendi dan menghasilkan permukaan yang licin serta ulet
untuk gerakan. Membran sinovial melapisi dinding dalam kapsula
fibrosa dan mensekresikan cairan ke dalam ruangan antar-tulang. Cairan
sinovial ini berfungsi sebagai peredam kejut dan pelumas yang
memungkinkan sendi untuk bergerak secara bebas dalam arah yang
tepat.
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan
degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi
pada persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori,
inflamasi merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi
merupakan proses sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus
(proliferasi jaringan sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon
imun.
Kartilago artikuler memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam
fisiologi sendi. Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan
penahan beban yang licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial,
membuat gesekan (friksi) yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua,
kartilago akan meneruskan beban atau tekanan pada tulang sehingga
mengurangi stres mekanis. Kartilago artikuler maupun tulang dapat
normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh berat tubuh) berlebihan
pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau beban pada sendi

secara fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau tulangnya


tidak normal. (muttaqin, 2005).
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama

terjadi

dalam

jaringan

sinovial.

Proses

fagositosis

menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan


memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial
dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang
rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya
permukaan sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut
terkena karena serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002).
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema,
kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus,
atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub
chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan
gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.
Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara
permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan
ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari

persendian.

Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan

osteoporosis setempat.
Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang
yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat
ditandai dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi
vaskulitis yang difus (Long, 1996).

5. Klasifikasi

Buffer (2010) mengklasifikasikan reumatoid arthritis menjadi 4 tipe,


yaitu:
a. Reumatoid arthritis klasik

pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
b. Reumatoid arthritis defisit

pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.
c. Probable Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6
minggu.

d. Possible Reumatoid arthritis

pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang
harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3
bulan.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
a.

Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak

maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.


b. Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi
juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon.
c. Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali,
deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.

6. Tanda dan Gejala

Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu
serta sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi
kadang-kadang hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid
mono-artikular. (Chairuddin, 2003).
Kriteria dm American Rheumatism Association (ARA) yang di revisi
1987, adalah:

a. Kaku pada pagi hari (morning stiffness). Pasien merasa kaku pada

persendian dan di sekitarnya sejak bangun tidur sampai sekurangkurangnya 1 jam sebelum perbaikan maksimal.
b. Arthritis pada 3 daerah. Terjadi pembengkakan jaringan lunak atau

persendian (soft tissue swelling) atau lebih efusi, bukan pembesaran


tulang

(hyperostosis).

Terjadi

pada

sekurang-kurangnya

sendisecara bersamaan dalam observasi seorang dokter. Terdapat 14


persendian yang memenuhi criteria, yaitu interfalang proksimal,
metakarpofalang, pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki, dan
metatarsofalang kiri dan kanan.
c. Arthritis pada persendian tangan. Sekurang-kurangnya terjadi

pembengkakan satu persendian tangan seperti tertera di atas.


d. Arthritis simetris. Maksudnya keterlibatan sendi yang sama;(tidak

mutlak

bersifat simetris) pada

kedua sisi secara

serentak

(symmetrical polyartritis simultaneously).


e.

Nodul rheumatoid, yaitu nodul subkutan pada penonjolan tulang


atau permukaan ektensor atau daerah jukstaartikular dalam observasi
seorang dokter.

f.

Faktor rheumatoid serum positif. Terdapat titer abnormal faktor


rheumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan
hasil positif kurang dari 5% kelompok control.

g. Terdapat

perubahan

gambaran

radiologis

yang

khas

pada

pemeriksaan sinar rontgen tangan posteroanterior atau pergelangan


tangan, yang harus menunjukkkan adanya erosi atau dekalsifikasi

tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan


dengan sendi.

7. Komplikasi

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan


ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan
penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang
menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis
reumatoid.
a. Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,

sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi


neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer, 2001). Vaskulitis (inflamasi sistem vaskuler)
dapat menyebabkan trombosis dan infark.
b.

Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup


jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan
jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus
yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.

c.

Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari


,depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit.
(Corwin, 2009).

d. Osteoporosis.
e.

Nekrosis sendi panggul.

f.

Deformitaas sendi.

g.

Kontraktur jaringan lunak.

h.

Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).

8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri,
mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan
fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
a.

Pemberian terapi
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin
untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk
mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk
memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk
menghambat proses autoimun.

b. Pengaturan aktivitas dan istirahat


Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal
penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang
terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat

membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun


istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap
menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
c.

Kompres panas dan dingin


Kompres panas dan dingin digunakan untuk mendapatkan efek
analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih
efektive daripada kompres dingin.

d.

Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur
dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang
terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging,
memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan
mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari
minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan,
kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam, asparagus, dan
kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat
dipersendian.

e. Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang


terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi. (NANDA,
2013).
f.

Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi
peradangan pada sendi. Adapun syaratsyarat diet atritis rheumatoid
adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral,
cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata
rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 2 L/hari, karbohidrat
dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 75% dari kebutuhan energi
total.

g. Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai
tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk
menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk
mengganti sendi.

9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi

anemia dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita


b. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada

jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang


berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
c.

Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan synovium

d. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan

irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi


e.

Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih


besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning
( respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif );
elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3
dan C4 ).

f.

Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan


perkembangan panas.

g. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle

Aspiration) atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena


mengandung banyak leukosit dan kurang kental dibanding cairan
sendi yang normal.
h. Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis

yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan

kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila


ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada
foto rontgen
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada penegakan
diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid, inflamasi sendi yang
ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan peninggian laju endap darah dan
factor Reumatoid yang positif sekitar 70%; pada awal penyakit faktor ini
negatif. Jumlah sel darah merah dan komplemen C4 menurun. Pemeriksaan
C- reaktifprotein (CRP) dan antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan
hasil yang positif. Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang
keruh, berwarna mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel
inflamasi, seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2002).
Pemeriksaan sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan
memantau perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi
tulang yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam
perjalanan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2002).

B. Asuhan Keperawatan Teoritis


1. Pengkajian
a. Identitas
Pengkajian merupakan awal dalam proses keperawatan, meliputi
identitas klien ( nama, alamat, no .MR, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, data penanggung

jawab dan lain lain

(Muttaqin. 2011).

b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)

Biasanya
penyebab

Pada
yang

reumatoid.Penyakit

pengkajian

ini,ditemukan

mendukung
tertentu

seperti

kemungkinan

terjadinya

artritis

penyakit

diabetes

menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid.Masalah

lain yang perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat


dengan masalah yang sama.Sering klien ini menggunakan obat
antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat
yang digunakan(NSAID,antibiotik,dan analgesik).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)

Biasanya stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan


keadaan umum berupa malaise,penurunan berat badan,rasa
capek,sedikit panas,dan anemia. klien dengan rheumatoid
artritis mengeluh nyeri sendi dan nyeri tekan disertai dengan
kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak sekitar sendi.
Klien juga mengeluh susah untuk menggerakkan kakinya..
Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan,nyeri,dan
gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji
kapan gangguan sensorik muncul.Gejala awal terjadi pada
sendi.Persendian yang paling sering terkena adalah sendi
tangan,pergelangan tangan,sendi lutut,sendi siku,pergelangan
kaki,sendi bahu,serta sendi panggul, dan biasanya bersifat
bilateral/simetris.Akan tetapi,kadang artritis

reumatoid dapat

terjadi hanya pada satu sendi.


P : Provokatif (Sebab Masalah)
Apakah yang menyebabkan klien merasa nyeri pada sendi yang
disertai dengan kemerahan dan bengkak pada jaringan lunak.
Biasanya Hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
peradangan.

Q : Quality (Kualitas, kuantitas masalah)


Kaji tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien, apakah nyeri
yang dirasakan :
Ringan : 0 3
Sedang : 3 7
Berat : 7 10
Dan apakah selama aktivitas daat melakukan kesehariannya.
Biasanya Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat
menusuk.
R : Reagent (Tempat, area yang dirasakan )
Tanyakan pada pasien, apakah dapat menunjukkan letak lokasi
nyeri yang dirasakan ?
Biasanya Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi
di sendi yang mengalami masalah.
S : Sifikti & Skill (Usaha yang dilakukan)
Tanyakan usaha apakah yang telah dilakukan oleh pasien untuk
mengatasi nyeri ?
T : Time (Waktu)
Berapa lama rasa nyeri yang dialami pasien biasanya ?
(Obat dapat menuntaskan penyakitnya / rasa nyeri hanya dalam
jangka waktu sementara)
3) Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK)

Tanyakan pada pasien, apakah ada keluarga yang menderita


penyakit AR ? atau penyakit turunan lainnya misalnya DM, HT,

atau Riwayat penyakit keluarga lain yang berhubungan dengan


penggunaan makanan, vitamin, riwayat perikarditis lesi katup,
dll ?
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan TTV
a) Keadaan umum klien lemah, letih
b) Tingkat kesadaran : Biasanya Compos metis, Pada kasus

yang lebih parah,klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.


2). Kepala
a) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
b) Mata

: Biasanya konjungtiva tidak anemis dan skleritis

c) Hidung : Biasanya tidak ada pembengkakkan polip


d) Bibir

: Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut,

e) Gigi

: Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.

2) Leher

: Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid

atau kelenjar getah bening, biasanya klien nyeri tenggorokan/nyeri


menelan
3) Dada / Thorak
a) Inspeksi : Biasanya simetris kiri dan kanan
b) Palpasi

: Biasanya fremitus kiri dan kanan

c) Perkusi : Biasanya Sonor


d) Auskultasi : Biasanya vesicular
4) Jantung
a) Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat

b) Palpasi : Biasanya ictus Cordis tidak teraba


c) Perkusi : Biasanya pekak
d) Auskultasi : Biasanya ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak

ada murmur
5) Perut / Abdomen
a) Inspeksi :Biasanya tidak acites
b) Auskultasi : Biasanya bising usus normal, berkisar antara

5-35 kali/menit
c) Palpasi : Biasanya tidak adanya pembesaran
d) Perkusi : Biasanya tympani
6) Genitourinaria

Biasanya tidak terjadi penurunan frekuensi urine, adanya mual


7) Muskuloskletal

Look

: Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa

(abnormal ),deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan


kaki,dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan.Adanya
degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan,atrofi
otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi
sendi.Sering ditemukan nodul subkutan multipel.
Feel

: Nyeri tekan pada sendi yang sakit.

Move : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan


manifestasi nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien sering

mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup


sehari-hari.

Pemeriksaan fisik pada sistem musculoskeletal meliputi:


Inspeksi pada saat diam
Inspeksi pada saat gerak
Palpasi
a

Gaya berjalan yang abnormal pada pasien RA yaitu pasien

akan segera mengangkat tungkai yang nyeri atau deformitas,


sementara tungkai yang nyeri akan lebih lama diletakkan dilantai,
biasanya diikuti oleh gerakan lengan yang asimetris, disebut gaya
berjalan antalgik.
b

Sikap/fostur badan, pasien akan berusaha mengurangi tekanan

artikular pada sendi yang sakit dengan mengatur posisi sendi


tersebut senyaman mungkin, biasanya dalam posisi pleksi.
c

Deformitas, akan lebih terlihat pada saat bergerak

Perubahan kulit, kemerahan disertai deskuamasi pada kulit di

sekitar sendi menunjukkan adanya inflamasi pada sendi.


e

Kenaikan suhu sekitar sendi, menandakan adanya proses

inflamasi di daerah sendi tersebut


f

Bengkak sendi, bisa disebabkan oleh cairan, jaringan lunak,

atau tulang.
g

Nyeri raba

Pergerakan, sinovitis akan menyebabkan berkurangnya luas

gerak sendi pada semua arah.


i

Krepitus, merupakan bunyi berderak yang dapat diraba

sepanjang gerakan struktur yang diserang.

Atropi dan penurunan kekuatan otot

Nodul, sering ditemukan pada berbagai atropi, umumnya

ditemukan pada permukaan ekstensor (punggung tangan, siku,


tumit belakang, sacrum)

8) Sistem Integumen

Biasanya Kulit nampak mengkilat, Turgor, tekstur (penebalan pada


kulit), Integritas (lecet, kemerahan, luka, gengguan siikulasi ke
ekstremitas).
9) System Neurologi
Biasanya saraf jeratan, seperti pada saraf median di carpal, lesi
vasculitik, multipleks mononeuritis, dan myelopathy leher rahim
dapat menyebabkan konsekuensi serius neurologis.
d.

Data Pola Kebiasaan Sehari-hari


1)

Nutrisi
a) Makanan

Biasanya nafsu makan klien menurun, Kesulitan untuk


mengunyah dan Terjadi penurunan berat badan.
b) Minum

Biasanya klien Nampak penurunan / masukan cairan yang


tidak adekuat, Terjadi kekeringan pada membran mukosa

2)

Eliminasi
a) Miksi

Biasanya tidak terjadi penurunan


b) Defekasi

Biasanya tidak mengalami gangguan


c) Istirahat dan tidur

Biasanya

klien

dengan

nyeri

sendi,

nyeri

tekan,

menyebabkan pasien sulit untuk istirahat tidur yang disertai


karena adanya pengaruh gaya hidup atau pekerjaan.
d) Aktivitas sehari-hari dan perawatan diri

Biasanya Klien membatasi kegiatan yang berlebihan,


biasanya pada klien dengan artritis reumatoid berhubungan
dengan keterbatasn rentang gerak, atrofi otot, kulit kontraktur
/ kelainan pada sendi dan otot, yang dapat berpengaruh besar
bagi kegiatan kesehariannya. Biasanya klien dengan penyakit
semacam ini akan mengalami kesulitan melaksanakan
aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan pada orang lain.
e. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :
1) Tanda peradangan, seperti LED dan CRP, berhubungan

dengan aktivitas penyakit, selain itu, nilai CRP dari


waktu ke waktu berkorelasi dengan kemajuan radiografi.
2) Parameter hematologi termasuk jumlah CBC dan

analisis cairan sinovial.

3) Jumlah sel darah lengkap (anemia, trombositopenia,

leukositosis, leucopenia.
4) Analisis cairan sinovial
a) Inflamasi cairan sinovial (WBC count> 2000/L)

hadir dengan jumlah WBC umumnya dari 5,00050,000 / uL.


b) Biasanya, dominasi neutrofil (60-80%) yang

diamati dalam cairan sinovial (kontras dengan


dominasi sel mononuklear di sinovium).
Pemeriksaan Penunjang
a

Radiografi: mungkin terjadi erosi ada pada kaki, bahkan tanpa


adanya rasa sakit dan tidak adanya erosi di tangan.

MRI: modalitas ini digunakan terutama pada pasien dengan


kelainan tulang belakang leher; pengenalan awal erosi berdasarkan
citra MRI telah cukup divalidasi.

Ultrasonografi: ini memungkinkan pengakuan efusi pada sendi


yang tidak mudah diakses (misalnya, sendi pinggul, sendi bahu
pada pasien obesitas) dan kista.

Scanning tulang: dapat membantu membedakan inflamasi yang


disebabkan peradangan atau hal lain pada pasien yang mengalami
pembengkakan.

Densitometri: Temuan berguna untuk membantu mendiagnosa


perubahan dalam kepadatan mineral tulang yang mengindikasikan
osteoporosis.

2. Diagnosa Keperawatan

Setelah dilakukan pengkajian, data-data yang didapatkan dalam


pengkajian

tersebut

dianalisa

dan

dapat

ditegakkan

diagnose

keperawatannya sesuai dengan masalah yang sedang dihadapi klien,


maka, Kemungkinan diagnosa yang mungkin muncul pada klien
dengan Rheumatoid Artritis yaitu :
a. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan

oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.


b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas

skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot


c. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran

berhubungan

dengan

perubahan

kemampuan

untuk

melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan


energi, ketidakseimbangan mobilitas

3. Intervensi Keperawatan
No.
1.

Diagnosa
Nyeri

Control

berhubungan
dengan

NOC

NIC
nyeriPain management (Manajemen nyeri)

Indicator:
Aktivitas:
Mengakui factor penyebab1. Lakukan pengkajian nyeri secara

agen
Mengetahui

nyeri

komprehensif

obat

karakteristik,

termasuk

lokasi

pencedera,
Menggunakan

durasi,

frekuensi,

distensi
analgesic
jaringan

oleh

kualitas, dan factor presipitasi


2. Observasi reaksi non verbal dari

akumulasi

Menjelaskan

gejala

nyeri

ketidaknyamanan
teknik

komunikasi

terapeutik

mengetahui

3. Gunakan

cairan/ proses Melaporkan control nyeri


inflamasi,

untuk

yang telah dilakukan


pengalaman nyeri pasien

destruksi sendi.

4. Kaji budaya yang mempengaruhi

Level nyeri

respion nyeri
5. Determinasi akibat nyeri terhadap

Indicator :
Ekspresi nyeri
Frekuensi nyeri
Ekspresi wajah terhadap

kualitas hidup
6. Bantu pasien dan keluarga untuk

mencari

dan

menemukan

dukungan

nyeri

7. Control

ruangan

yang

dapat

mempengaruhi nyeri
8. Kurangi factor presipitasi nyeri
9. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
10. Ajarkan pasien untuk memonitor
nyeri
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
analgetik

12. Berikan

untuk

mengurangi nyeri
13. Evaluasi keefektifan control nyeri
14. Tingkatkan istirahat
15. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Citra

Tubuh

Perbaikan

Citra

Tubuh

Indicator:

Aktivitas:
1. Menentukan dugaan citra tubuh

Gambaran internal tubuh


Keseimbangan
antara
realita,

ideal

dan

pasien,

sesuai

dengan

perkembangannya
pasien

2. Membantu

penampilan

untuk

tubuh
mendiskusikan perubahan yang

Kepuasan

penmapilan
terjadi

akibat

penyakit

dan

tubuh
Pengaturan
fisik

pembedahan
penampilan 3. Membantu pasien
tubuh

memelihara

perubahan tubuh
pasien

4. Membantu

Pengaturan

untuk

perubahan
membedakan penampilan fisik

fungsi tubuh
dari perasaan yang beharga
pasien
untuk

5. Membantu

menentukan akibat dari persepsi


yang sama penampilan tubuh.
6. Monitoring pandangan diri secara

berkala
7. Monitoring apakah pasien melihat
perubahan pada bagian tubuh
pernyataan tentang

8. Montoring

persepsi identitas diri sehubungan


denagn bagian tubuh dan berat
badan
9. Membantu

pasien

mengidentifikasi

dalam
penampilan

yang akan meningkat

4.

Implemetasi Keperawatan

Implementasi

merupakan

langkah

keempat

dalam

tahap

proses

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan ( tindakan


keperawatan) yang telah

direncanakan

dalam

rencana

tindakan

keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak.
6. Dokumentasi Keperawatan
Secara keseluruhan askep dapat dievaluasi sesuai dengan tujuan yang
diharapkan dan
didokumentasikan secara tepat dan benar dalam status
klien sebagai bahan pertanggung jawaban atas tindakan yang telah
dilakukan dan studi kasus untuk perkembangan ilmu pengetahuan
selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hirmawan, Sutisna., 1973. PATOLOGI. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 437, 1

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : EGC. 2002.
Kumar, V., Cotran, R. S., Robbins, S. L., 2007. BUKU AJAR PATOLOGI Edisi 7.
Jakarta : EGC
Mansjoer, A., Suprohaita, Wardhani, Wahyu I., Setiowulan, W., 2000. KAPITA
SELEKTA KEDOKTERAN Edisi Ketiga Jilid Kedua. Jakarta : Media
Aesculapius
Nasution..1996.Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor) Buku Ajar
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses
Penyakit bag 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai