Makalah ini di ajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi I dan
Toxicologi
Dosen Pengampu:
Arif Santoso, S.Farm.,Apt
Disusun oleh :
S1 FARMASI SEMESTER IV
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
KARYA PUTRA BANGSA TULUNGAGUNG
2017
KATA PENGANTAR
1
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan dan hambatan itu
bisa teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga
bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami sudah berusaha menyempurnakan isi makalah ini. Tapi menurut kami
makalah ini masih belum sempurna baik dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita
semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI........................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang. ............................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 6
1.3 Manfaat........................................................................................................... 6
1.4 Tujuan............................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dari antihistamin atau anti alergi................................................ 7
2.2 Pengertian dari serotonin dan anti serotonin................................................ 30
2.3 Reseptor dan obat antihistamin.................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PENDAHULUAN
4
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat
masuknya suatu zat asing. Sering kali kita mengalami alergi, misal alergi kulit
yang menjadi merah, gatal dan bengkak sampai alergi yang membuat sesak
nafas. Penyebab demikian adanya senyawa/zat dalam tubuh kita (senyawa
endogen) yang disebut dengan autokoid. Autokoid adalah zat yang dihasilkan
oleh sel tertentu dalam tubuh yang dapat menimbulkan suatu efek fisiologis baik
dalam keadaan normal maupun patologik. Adapun jenis-jenis autokoid antara lain
histamin dan serotonin.
Sedangkan serotonin adalah Sebuah vasokonstriktor , dibebaskan oleh
trombosit darah , yang menghambat sekresi lambung dan merangsang otot polos ,
hadir dalam konsentrasi yang relatif tinggi di beberapa daerah dari sistem saraf
pusat ( hipotalamus , ganglia basal ) , dan terjadi di banyak jaringan perifer dan
sel-sel dan tumor karsinoid . Sekitar 80 persen dari total serotonin tubuh
manusia terletak di selenterochromaffin dalam usus, di mana ia digunakan untuk
mengatur gerakan usus. Sisanya disintesis di neuron serotonergik di SSP di
mana ia memiliki berbagai fungsi, termasuk regulasi suasana hati, nafsu
makan, tidur, kontraksi otot, dan beberapa fungsi kognitif termasuk memori dan
belajar, dan dalam trombosit darah di mana ia membantu untuk
mengatur hemostasis dan darah pembekuan. Serotonin juga berkontribusi
dalam pertumbuhan beberapa jenis sel yang turut berperan dalam penyembuhan
luka. Diantara semua fungsi itu, fungsi utama serotonin adalah
sebagai neurotransmitter pada susunan saraf pusat di otak. Bila tingkat
serotonin di otak berubah, perilaku seseorang juga akan berubah. Konsep ini
akan menjadi salah satu dasar ditemukannya berbagai obat yang saat ini sering
dikonsumsi seperti parasetamol, aspirin, sampai morfin.
5
1.3 Manfaat
Dengan selesainya penulisan makalah ini penulis mempunyai harapan
pada masa yang akan datang semoga makalah ini mudah mudahan bermanfaat
untuk menambah ilmu pengetahuan tentang Histamin dan serotonin,
menambah wawasan tentang anti alergi dan anti serotonin serta penerapannya
didalam kefarmasian.
1.4 Tujuan
6
BAB II
PEMBAHASAN
2.4 Pengertian dari antihistamin atau anti alergi
Antihistamin merupakan salah satu obat yang paling banyak digunakan,
karena antihistamin adalah obat yang paling bermanfaat untuk mengatasi penyakit
ahtihistamin dianggap sebagai obat yang cukup aman, namun efek samping sedasi
sebab itu, untuk penanganan penyakit alergi gunakan antihistamin yang aman dan
efektif.
Antihistamin (antagonis histamin) adalah zat yang mampu mencegah
menjelaskan antagonis histamin yang mana pun, namun seringkali istilah ini
digunakan untuk merujuk kepada antihistamin klasik yang bekerja pada reseptor
histamin H1.
Antihistamin ini biasanya digunakan untuk mengobati reaksi alergi, yang
seperti serbuk sari tanaman. Reaksi alergi ini menunjukkan penglepasan histamin
a. Kimia
7
Struktur dasar AH1 adalah sebagai berikut :
b. Farmakologi
ANTAGONISME TERHADAP HISTAMIN
AH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus dan
bermacam-macam otot polos; selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati
reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan
histamin endogen berlebihan.
Otot polos. Secara umum AH1 efektif menghambat kerja histamin
pada otot polos (usus, bronkus). Bronkokonstriksi akibat histamin dapat
dihambat oleh AHt pada percobaan dengan marmot.
Permeabilitas kapiler. Peninggian permeabilitas kapiler dan udem
akibat histamin, dapat dihambat dengan efektif oleh AH1.
Reaksi anafilaksis dan alergi. Reaksi anafilaksis dan beberapa
reaksi alergi refrakter terhadap pemberian AH1, karena di sini bukan
histamin saja yang berperan tetapi autakoid lain juga dilepaskan.
Efektivitas AH1 melawan reaksi hipersensitivitas berbeda-beda,
tergantung beratnya gejala akibat histamin.
Kelenjar eksokrin. Efek perangsangan histamin terhadap sekresi
cairan lambung tidak dapat dihambat oleh AH1. AH1 dapat mencegah
asfiksi pada marmot akibat histamin, tetapi hewan ini mungkin mati
karena AH1 tidak mencegah perforasi lambung akibat hipersekresi cairan
8
lambung. AH1 dapat menghambat sekresi saliva dan sekresi kelenjar
eksokrin lain akibat histamin.
Susunan saraf pusat. AH1 dapat merangsang maupun menghambat
SSP. Efek perangsangan yang kadang-kadang terlihat dengan dosis AH1
biasanya ialah insomnia, gelisah dan eksitasi. Efek perangsangan ini juga
dapat terjadi pada keracunan AH1. Dosis terapi AH1 umumnya
menyebabkan penghambatan SSP dengan gejala misalnya kantuk,
berkurangnya kewaspadaan dan waktu reaksi yang lambat. Golongan
etanolamin misalnya difenhidramin paling jelas menimbulkan kantuk,
akan tetapi kepekaan pasien berbeda-beda untuk masing-masing obat.
Antihistamin yang relatif baru misalnya terfenadin, astemizol, tidak atau
sangat sedikit menembus sawar darah otak sehingga pada kebanyakan
pasien biasanya tidak menyebabkan kantuk, gangguan koordinasi atau
efek lain pada SSP. Obat-obat tersebut digolongkan sebagai antihistamin
nonsedatif. Dalam golongan ini termasuk juga loratadin, akrivastin,
mequitazin, setirizin yang data klinisnya masih terbatas. AH1 juga efektif
untuk mengobati mual dan muntah akibat peradangan labirin atau sebab
lain. Difenhidramin dapat mengatasi paralisis agitans, mengurangi
rigiditas dan memperbaiki kelainan pergerakan.
Anestesi lokal. Beberapa AH1 bersifat anestetik lokal dengan
intensitas berbeda. AH1 yang baik sebagai anestesi lokal ialah
prometazin dan pirilamin. Akan tetapi untuk menimbulkan efek tersebut
dibutuhkan kadar yang beberapa kali lebih tinggi dari pada sebagai
antihistamin.
Antikolinergik. Banyak AH1 bersifat mirip atropin. Efek ini tidak
memadai untuk terapi, tetapi efek antikolinergik ini dapat timbul pada
beberapa pasien berupa mulut kering, kesukaran miksi dan impotensi.
Terfenadin dan astemizol tidak berpengaruh terhadap reseptor
muskarinik.
9
Sistem kardiovaskular. Dalam dosis terapi, AH1 tidak
memperlihatkan efek yang berarti pada sistem kardiovaskular. Beberapa
AH1 memperlihatkan sitat seperti kuinidin pada konduksi miokard
berdasarkan sifat anestetik lokalnya.
Tabel 18.1.Penggolongan Antihistamin (AH1) dengan Masa Kerja,
Bentuk Sediaan dan Dosisnya
Golongan Obat dan Masa Bentuk Dosis
Tunggal
Contohnya Kerja Sediaan Dewasa
1. ETANOLAMIN
Difenhidramin HCl 4-6 Kapsul 25 mg dan 50 50 mg
mg. Eliksir 5 mg
10 mg/5 ml, Larutan
suntikan 10 mg/ml
Tablet 50 mg, Larutan
suntikan 50 mg/ml
Tablet 4 mg, Eliksir 5
mg/5 ml 50 mg
2. ETILENDIAMIN
Tripelenamin HCl 4-6 Tablet 25 mg dan 50 50 mg
mg Krem 2%,
salep 2% Eliksir
37,5 mg/5 ml Kapsul
75 mg; Tablet 25 mg
dan 50 mg
10
3. ALKILAMIN
Bromfeniramin 4-6 Tablet 4 mg, Eliksir 2 4 mg
maleat mg/5 ml
Tablet 4 mg, sirop 2,5
mg/5 ml
Klorfeniramin
maleat Tablet 4 mg
4-6 2-4 mg
4. PIPERAZIN
Klorsiklizin HCl 8-12 Tablet 25 mg dan 50 50 mg
mg Tablet 50 mg;
Supositoria 50 mg
Siklizin HCl 4-6 dan 100 mg 50 mg
50 100
Siklizin laktat 4-6 Larutan 50 mg
mg
suntikan 50 mg/ml
Tablet 25 mg Sirop 10
mg/5 ml
11
7. LAIN-LAIN
Azatadin + 12 Tablet 1 mg, Sirop 0,51 mg
mg/5 ml
Tablet 4 mg, sirop 2 mg/5
ml
Tablet 50 mg
Siproheptadin +6 4 mg
c. Farmakokinetik.
d. Efek Samping.
12
menguntungkan bagi pasien yang dirawat di RS atau pasien yang perlu
banyak tidur. Tetapi efek ini mengganggu bagi pasien yang memerlukan
kewaspadaan tinggi sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya
kecelakaan. Pengurangan dosis atau penggunaan AH1 jenis lain
mungkin dapat mengurangi efek sedasi ini. Astemizol, terfenadin, loratadin
tidak atau kurang menimbulkan sedasi.
Efek samping lain yang mungkin timbul oleh AH1 ialah mulut
kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat dan lemah pada
tangan. Insidens efek samping karena efek antikolinergik tersebut
kurang pada pasien yang mendapat antihistamin nonsedatif.
13
lain makrolld dapat memperpanjang interval QT dan mencetuskan
terjadinya aritmia ventrikel. Hal ini juga dapat terjadi pada pasien dengan
gangguan fungsi hati yang berat dan pasien-pasien yang peka terhadap
terjadinya perpanjangan interval QT (seperti pasien hipokalemia).
Kemungkinan adanya hubungan kausal antara penggunaan antihistamin non
sedatif dengan terjadinya aritmia yang berat perlu dibuktikan lebih lanjut.
Golongan piperazin pada hewan percobaan dapat menimbulkan efek
teratogenik; dan sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil.
f. Pengobatan.
14
gangguan yang berat dan tekanan darah dapat dipertahankan secara baik.
Bila terjadi gagal napas, maka dilakukan napas buatan, tindakan ini lebih
baik daripada memberikan analeptik
g. Perhatian.
h. Indikasi.
15
merupakan tambahan dari epinefrin yang merupakan obat terpilih.
Pada angioudem berat dengan udem laring, epinefrin juga paling baik
hasilnya. Epinefrin merupakan obat terpilih untuk mengatasi krisis alergi
karena epinefrin : (1) lebih efektif daripada AH1; (2) efeknya lebih cepat; (3)
merupakan antagonis tisiologik dari histamin dan autakoid lainnya. Artinya
epinefrin mengubah respons vasodilatasi akibat histamin dan autakoid lain
menjadi vasokonstriksi. Demikian pula AH1 dapat melawan efek
bronkokonstriksi oleh histamin tetapi tidak bersifat bronkodilatasi seperti
yang diperlihatkan epinefrin.
16
a. Simetidin Dan Ranitidin
Farmakodinamik.
Farmakokinetik
17
dalam 1-3 jam setelah penggunaan 150 mg ranitidin secara oral, dan yang
terikat protein plasma hanya 15%. Ranitidin mengalami metabolisme lintas
pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberianvral.
Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya
melalui tinja. Sekitar 70% dari ranitidin yang diberikan IV dan 30% dari
yang diberikan secara oral diekskresi dalam urin dalam bentuk asal.
Efek samping
Interaksi Obat
18
dapat bekerja dan menjadi kurang efektif pada pH lebih tinggi yang terjadi
pada pasien yang juga mendapat AH2.
19
demensia dapat timbul pada penggunaan simetidin bersama obat psikotropik
atau sebagai efek samping simetidin. Ranitidin menyebabkan gangguan SSP
ringan, mungkin karena sukarnya melewati sawar darah otak.
Posologi
Simetidin tersedia dalam bentuk tablet 200, 300 dan 400 mg. Dosis
yang dianjurkan untuk pasien tukak duodeni dewasa ialah 4 kali 300 mg,
bersama makan dan sebelum tidur; atau 200 mg bersama makan dan
400 mg sebelum tidur. Simetidin juga tersedia dalam bentuk sirup 300 mg/5
ml, dan larutan suntik 300 mg/2 ml.
Indikasi
20
Tetapi yang lebih penting adalah efek penghambatannya selama 24 jam.
Simetidin 1000 mg/ hari menyebabkan penuruvan kira-kira 50% dan
ranitidin 300 mg/hari menyebabkan penurunan 70% sekresi asam lambung;
sedangkan terhadap sekresi asam malam hari, masing- masing menyebabkan
penghambatan 70 dan 90%.
21
AH2 juga bermanfaat untuk hipersekresi asam lambung pada
sindrom Zollinger-Ellison. Dalam hal ini mungkin lebih baik digunakan
ranitidin untuk mengurangi kemungkinan timbutnya efek samping obat
akibat besarnya dosis simetidin yang diperlukan. Ranitidin juga
mungkin lebih baik dari simetidin untuk pasien yang mendapat banyak obat
(terutama obat-obat yang metabolismenya dipengaruhi oleh simetidin),
pasien yang refrakter terhadap simetidin, pasien yang tidak tahan efek
samping simetidin dan pada pasien usia lanjut.
b. Famotidin
Farmakodinamik.
Indikasi.
Efek Samping
22
Efek samping famotidin biasanya ringan dan jarang terjadi,
misalnya sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare. Seperti halnya dengan
ranitidin, famotidin nampaknya lebih baik dari simetidin karena belum
pernah dilaporkan terjadinya efek antiandrogenik. Famotidin harus
digunakan hati-hati pada wanita menyusui karena belum diketahui
apakah obat ini disekresi kedalam air susu ibu.
Interaksi Obat
Sampai saat ini interaksi yang bermakna dengan obat lain belum
dilaporkan meskipun baru diteliti terhadap sejumlah kecil obat. Famotidin
tidak mengganggu oksidasi diazepam, teofilin, warfarin atau fenitoin di
hati. Ketokonazol membutuhkan pH asam untuk bekerja sehingga
kurang efektif bila diberikan bersama AH2.
Farmakokinetik
Dosis
23
asam lambung, dosis harus diindividualisasi. Dosis awal per oral yang
dianjurkan 20 mg tiap 6 jam.
c. Nizatidin
Farmakodinamik.
Indikasi.
Efek Samping
24
Pada tikus nizatidin dosis besar berefek antiandrogenik, tetapi efek tersebut
belum terlihat pada uji klinik. Nizatidin dapat menghambat alkohol
dehidrogenase pada mukosa lambung dan menyebabkan kadar alkohol
yang lebih tinggi dalam serum. Dalam dosis ekuivalen simetidin, nizatidin
tidak menghambat enzim mikrosom hati yang memetabolisme obat. Pada
sukarelawan sehat tidak dilaporkan terjadinya interaksi obat bila nizatidin
diberikan bersama teofilin, lidokain, wartarin, klordiazepoksid, diazepam
atau lorazepam. Penggunaan bersama antasid tidak menurunkan absorpsi
nizatidin secara bermakna. Ketokonazol yang membutuhkan pH asam
menjadi kurang efektif bila pH lambung lebih tinggi pada pasien yang
mendapat AH2.
Farmakokinetik
Dosis
Oral: untuk orang dewasa dengan tukak duodenum aktif dosis 300
mg sekali sehari pada seat akan tidur atau 150 mg 2 kali sehari, tukak
sembuh pada 90% kasus setelah 8 minggu pengobatan. Pada pasien
tukak peptik tanpa komplikasi dan bersihan kreatinin kurang dari 10
ml/menit dosis awal harus dikurangi 50%. Untuk pengobatan pemeliharaan
tukak duodenum, dosis 150 mg pada saat akan tidur lebih efektif dari pada
plasebo.
25
Untuk pasien dewasa dengan tukak lambung aktif digunakan dosis
yang sama dengan pasien tukak duodenum, akan tetapi masih diperlukan
pembuktian lebih lanjut mengenai hal tersebut.
3. Pemilihan Sediaan
3. Antialergi lain
AH1 tidak sepenuhnya etektif untuk pengobatan simtomatik reaksi
hipersensitivitas akut. Hal ini disebabkan oleh fungsi histamin yang
sebenarnya merupakan pemacu untuk dibentuk dan dilepasnya autakoid lain.
Baru kemudian histamin dan autakoid lain ini bersama-sama menimbulkan
simtom alergi. Untuk menghambat semua efek ini diperlukan penghambat
berbagai autakoid tersebut, hal ini pada kenyataannya sulit dicapai, sebab
belum tersedia penghambat untuk semua autakoid. Itutah sebabnya
26
pengobatan reaksi alergi lebih ditujukan pada penggunaan antagonis
fisiologis misalnya epinefrin pada anafilaksis dan kortikosteroid pada gejala
alergi yang tidak berespons terhadap AH1. Tetapi terapi ini, seperti halnya
penghambat autakoid, tidak tertuju pada penyebabnya.
Salah satu terapi hipersensitivitas lain ialah secara profilaksis yaitu
menghambat produksi atau penglepasan autakoid dari sel mast dan basofil
yang telah disensitisasi oleh antigen spesifik.
a. Natrium Kromolin
Natrium kromolin
Farmakodinamik
27
bekerja pada sel mast paru-paru, yaitu sasaran primer dalam reaksi
hipersensitivitas tipe cepat. Kromolin tidak menghambat ikatan IgE
dengan sel mast atau interaksi antara kompleks sel IgE dengan antigen
spesifik, tetapi menekan respons sekresi akibat reaksi tersebut.
Farmakokinetik
Toksisitas
Sediaan
28
yang dianjurkan sekali semprot 3-6 kali sehari. Juga tersedia pula larutan
kromolin 4% untuk tetes mata dengan dosis 4-6 kali 1-2 tetes/ hari:
Indikasi
b. Ketotifen
Farmakokinetik
Efek Samping
29
Efek samping ketotitert sama seperti efek samping AH1. Pernah
dilaporkan ketotifen meningkatkan nafsu makan dan menambah berat
badan. Kombinasi ketotifen dengan antidiabetik oral telah
dilaporkan dapat menurunkan jumlah trombosit secara
reversible, karena itu kombiliasi kedua obat itu harus dihindarkan.
Ketotifen harus diberikan secara hati-hati pada penderita yang alergi
terhadap obat ini.
Indikasi
Sediaan
30
otak. Misalnya LSD, yang terkenal sebagai obat psikotomimetik yang sangat
kuat. Kadar normal serotonin dalam darah 0,1-0,3 pg/ml, sedangkan pada
pasien karsinoid 0,5-2,7 g/ml
b. Farmakologi
Fungsi.
Pernapasan.
31
Serotonin menyebabkan bronkokonstriksi pada berbagai hewan dan pasien
asma. Hal ini terutama didasarkan perangsangan langsung otot polos
bronkus dan sebagian kecil karena refleks. Serotonin jarang menyebabkan
kematian karena cepat terjadi takifilaksis.
Sistem kardiovaskular.
Efek 5-HT pada sistem kardiovaskular secara umum serupa dengan efek
histamin atau bradikinin. Efek ini dilangsungkan lewat reseptor 5-HT1 dan 5-
HT2.
Vasokonstriksi.
Stimulasi reseptor 5-HT menyebabkan konstriksi arteri, vena dan venula.
Efek ini umumnya dilangsungkan lewat reseptor 5-HT2 tetapi pada arteri
basilaris dilangsungkan lewat reseptor 5-HT1 khususnya 5-HT1D. Organ
yang terutama terkena ialah alat kelamin, ginjal, paru-paru dan otak. Di
samping efek langsung, 5-HT juga memperkuat efek kontraksi oleh
norepinefrin, histamin atau angiotensin II. Efek ini dianggap memperkuat kerja
trombosit dalam proses hemostasis.
Vasodilatasi.
Tekanan darah.
32
5-HT agaknya tidak mempengaruhi tekanan darah dalam keadaan
normal. Tetapi bila terjadi aktivasi trombosit pada keadaan tertentu
tekanan darah dapat meningkat.
Jantung.
Vena.
OTOT POLOS
Saluran cerna
33
muntah. Derajat stimulasi ini tergantung dari kadar serotonin, spesies dan
bagian saluran cerna. Penglepasan serotonin dari sel ialah untuk regulasi
peristalsis. Pemberian serotonin eksogen akan menimbulkan peristalsis
yang disusul dengan pengeluaran serotonin endogen. Kadar serotonin
meninggi dalam darah manusia pada keadaan hiperperistaltik. Pada karsinoid
maligna; sel argentafin (kromafin) bertambah; sintesis, penyimpanan dan
penglepasan serotonin bertambah pula. Gejala dari tumor ini ialah kolik
intermiten, diare, flushing, sianosis, hipertensi, takikardia, takipnea,
bronkokonstriksi. Penyuntikan serotonin IV akan menyebabkan meningkatnya
kontraksi usus. Pertama-tama terjadi spasme yang diikuti oleh peninggian
tonus dengan kontraksi propulsif yang ritmik, kemudian terjadi periode
inhibisi. Dua macam reseptor serotonin ditemukan di usus yaitu D dan
M. Peristaltik usus tergantung dari berbagai faktor : (1) sensitisasi reseptor
presor intramural; (2) permulaan terjadinya refleks dan (3) peninggian
sensitivitas sel ganglion dari serat otot terhadap asetilkolin.
Otot polos
lain
Kelenjar eksokrin.
Metabolisme karbohidrat.
34
aktivitas fosforilase. Efek ini bukan efek langsung, diduga melalui
penglepasan epinefrin.
Ujung saraf.
Ganglia otonom.
Medula adrenal.
Trombosit.
35
menimbulkan aktivasi trombosit secara maksimal. Jadi 5-HT
meningkatkan agregasi dan mempercepat penggumpalan darah sehingga
mempercepat hemostasis.
c. Serotonin Endogen
Distribusi
36
melalui mekanisme eksositotik (penyatuan vesikel dengan membran
plasma dan pengosongan isinya).
d. Farmakokinetik
e. Sediaan
37
Gambar 19-2. Metabolisme
serotonin
Antiserotonin
38
a. Ketanserin
Ketanserin merupakan prototip golongan antagonis serotonin, dengan
rumus molekul sebagai berikut :
b. Metisergid
39
Farmakologi.
Efek samping
40
nafsu makan hilang. Pada penggunaan lama mungkin timbul suatu
kelainan yang agak jaranig ditemukan tetapi dapat fatal, yaitu fibrosis
inflamatoar (fibrosis retroperitoneal, fibrosis pleuropulmoner, fibrosis
koroner dan endokardial). Biasanya fibrosis ini menghilang bila obat
dihentikan, tetapi lesi pada jantung dapat menetap.
Posologi.
c. Siproheptadin
Kimia.
Struktur siproheptadin
Farmakologi.
41
Siproheptadin bermanfaat untuk pengobatan alergi kulit seperti
dermatosis pruritik yang tidak teratasi dengan antihistamin. Berdasarkan
efek antiserotoninnya, obat ini digunakan pada dumping syndrome pasca
gastrektomi dan hipermotilitas usus pada karsinoid. Penggunaannya pada
karsinoid lambung berdasarkan kedua efek tersebut. Akan tetapi saat ini
oktreotida lebih disukai dalam pengobatan supresi gejala karsinoid.
Efek samping.
Posologi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
42
1. Autakoid adalah zat yang dihasilkan oleh sel tertentu dalam tubuh yang
dapat menimbulkan suatu efek fisiologis.
5. Antiserotonin :
a. Siproheptadin
b. Metisergid
c. Ketanserin
DAFTAR PUSTAKA
43
1. Ganiswarna G. Sulistyo.1995. FARMAKOLOGI dan TERAPI. Edisi 4. Gaya
Baru : Jakarta.
44