Anda di halaman 1dari 32

DEFORMITAS TULANG

BAB II
KONSEP DASAR DEFORMITAS

A. DEFINISI DEFORMITAS
Deformitas musculoskeletal adalah kelainan dan trauma pada sistem muskuloskeletal yang
bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari ekstremitas atau batang tubuh.
Deformitas/malformasi bawaan adalah: kelainan atau defek yang bias terjadi, ketika didalam
kandungan dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi dalam perkembangan anak di
kemudian hari. Kadang kadang kelainan yang ada tidak terlihat secara fisik, tetapi terdapat
kelainan biokimiawi atau histologik yang dapat berkembang di kemudian hari.
Berdasarkan beberapa definisi deformitas seperti yang telah tercantum diatas, kami
menyimpulkan bahwa deformitas merupakan kelainan bawaan pada sistem muskuloskeletal yang
tidak terlihat pada usia dini namun dapat berkembang di kemudian hari.

B. KLASIFIKASI DEFORMITAS
1. Deformitas pada sendi
a. Macam-macam deformitas sendi
1) Bergesernya sendi
Permukaan sendi dapat bergeser terhadap permukaan lainnya dan bila hanya sebagian yang
bergeser disebut sublukasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.
2) Mobilitas sendi yang berlebihan ( excessive mobility of the joint )
Kapsul dan ligament sendi meruakan jaringan fibrosa yang berfungsi mengamankan sendi dari
gerakan yang abnormal. Apabila terdapat kelemahan (laxity) kapsul/ ligament karena suatu
sebab, akan terjadi kecenderungan hpermobilitas sendi.
3) Mobilitas sendi yang berkurang ( restricted mobility of the joint )
Pada keadaan ini terjadi gangguan gerakan sendi karena salah satu sebab sehingga kemampuan
pergerakan sendi kurang dari normal.

b. Penyebab deformitas pada sendi


1) Pertumbuhan abnormal bawaan pada sendi
Gangguan stabilitas sendi dapat terjadi sejak lahir, misalnya pada dislokasi panggul bawaan (
congenital dislocation of the hip ) atau fibrosis pada jaringan sekitar sendi (mis, pada
arthrogriposis multiple congenital).
2) Dislokasi akuisita
Dislokasi sendi dapat pula terjadi secara akuisita (didapat) baik karena trauma (yang
mengakibatkan robekan pada ligament), infeksi tulang, atau karena instabilitas sendi.
3) Hambatan mekanis
Pada osteoarthritis atau fraktur intra-artikuler, permukaan sendi menjadi ireguler sehingga terjadi
ketidakseimbangan ( incongruous ) permukaan sendi dan dapat menimbulkan gangguan gerakan
sendi akibat adanya blok yang bersifat mekanis.
4) Adhesi sendi
Pada suatu infeksi, misalnya penyakit arthritis septic atau arthritis rheumatoid dapat terjadi
adhesi pada sendi yang bersangkutan.
5) Kontraktur otot
Deformitas sendi dapt pula disebabkan oleh kontraktur otot, misalnya akibat spasme otot yang
berkepanjangan atau pada iskemia Volkmann.
6) Ketidakseimbangan otot
Ketidakseimbangan otot dapat menyebabkan deformitas sendi, misalnya pada penyakit
poliomyelitis, paralisis yang bersifat flaksid/ spastic dan paralisis serebral.
7) Kontraktur fibrosa dan fasia dan kulit ( fibrous contractures of fascia and skin )
Deformitas sendi dapat pula terjadi akibat kontraktur fasia dan kulit, baik kontraktur akibat
adanya jaringan parut pada kulit/ fasia karena suatu sebab ( mis, luka bakar ) ataupun kontraktur
Dupuytern.
8) Tekanan eksternal
Tekanan yang terus-menerus pada sendi di suatu sisi tertentu akan menyebabkan trauma pada
sisis tersebut dan akan mengakibatkan gangguan sendi.
9) Deformitas sendi yang tidak jelas kausanya
Dalam kelompok ini dimasukkan deformitas sendi yang kausanya tidak diketahui ( mis,
skoliosis).

2. Deformitas Muskuloskeletal
a. Deformitas yang dapat terjadi pada tulang
1) Ketidaksejajaran tulang ( loss of alignment )
Tulang panjang dapat mengalami gangguan dalam
kesejajaran ( alignment ) karena terjadi deformitas
torsional atau deformitas angulasi.
2) Abnormalitas panjang tulang ( abnormal length )
Kelainan panjang pada tulang dapat berupa
tulang memendek/ menghilang sama sekali
atau panjangnya melebihi normal.
3) Pertumbuhan abnormal tulang ( bony outgrowth )
Abnormalitas pertumbuhan tulang dapat terjadi akibat adanya kelainan pada tulang, misalnya
osteoma atau ostekondroma.
b. Penyebab deformitas tulang
1) Pertumbuhan abnormal bawaan pada tulang ( Kongenital )
Kelainan bawaan pada tulang dapat berupa aplasia, dysplasia, duplikasi atau pseudoartrosis.
2) Fraktur
Deformitas juga dapat terjadi akibat kelainan penyembuhan fraktur berupa mal-union atau non-
union. Kelainan lain, yaitu fraktur patologis yang terjadi karena sebelumnya sudah ada kelainan
patologis pada tulang.
3) Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis
Gangguan pertumbuhan lempeng epifisis, baik karena trauma maupun kelainan bawaan, dapat
menyebabkan derfomitas tulang.
4) Pembengkokan abnormal tulang ( bending of abnormally soft bone )
Pada keadaan tertentu, dapat terjadi pembengkokan tulang, misalnya pada penyakit metabolic
tulang yang bersifat umum, rakitis atau osteomalasia.
5) Pertumbuhan berlebih pada tulang matur ( overgrowth of adult bone )
Pada kelainan yang disebut penyakit Paget ( osteitis deformans ), terjadi penebalan tulang.
Kelainan ini dapat pula terjadi pada osteokondroma karena terjadi pertumbuhan local.

DEFORMITAS KONGENITAL PADA SISTEM MUSKULOSKELETAL


Beberapa keadaan, sering kita dapatkan kelainan pada sistem muskuloskeletal yang sudah
diderita klien sejak lahir. Masalah adanya kelainan dan perubahan bentuk tubuh sangat memberi
dampak pada psikologis klien yang menderita kelainan konginetal sistem muskuloskeletal karena
selain klien yang biasanya anak-anak minder dalam pergaulan, juga memberi dampak pada orang
tua yang cemas akan perkembangan anaknya. Insiden kelainan ini sulit ditentukan karena kadang
kala kelainan yang ada sangat minimal dan sulit dibedakan dengan keadaan normal sehingga
tidak terdeteksi pada waktu lahir. Hanya sebesar 3% dari kelainan bawaan yang dapat diamati
pada bayi baru lahir dan pada usia satu tahun dapat mencapai 6%.
1. Faktor Penyebab
Kelainan kongenital adalah kelainan atau defek yang dapat terjadi ketikan didalam kandungan
dan terlihat pada waktu lahir dan dapat pula terjadi dalam perkembangan anak dikemudian hari.
Kadang-kadang kelainan yang ada tidak terlihat secara fisik, tetapi terdapat kelainan biokimiawi
atau histologis yang dapat berkembang dikemudian hari.
Walaupun penyebab pasti belum ditemukan, ada beberapa faktor yang berhubungan dengan
kelainan kongenital, meliputi:
a. Faktor Genetik
Kelainan bawaan dapat ditransmisikan melalui gen kromosom sel telur dan sperma dan
ditransmisikan dalam kelainan-kelainan yang spesifik sesuai dengan hukum mendel. Bila faktor
genetik ini bersifat dominan, kelainan akan memberikan manifestasi klinis pada anak yang
bersifat herediter.
Kelainan bawaan juga dapat disebabkan oleh mutasi gen. Beberapa kelainan genetik yang
dikenal, antara lain Sindrom Down dan Osteogenesis Imperfekta
b. Faktor Lingkungan
Melalui beberapa penelitian pada hewan percobaan, faktor lingkungan telah dibuktikan dapat
menyebabkan kelainan bawaan. Beberapa keadaan yang diketahui mempunyai efek teratogenik,
yaitu:
1) Faktor Hormonal. Misalnya, Hipoglikemia karena bermacam-macam sebab termasuk
hiperinsulinisme yang dapat menyebabkan kelainan bawaan.
2) Obat-obatan. Obat-obatan juga dapat menimbulkan kelainan. Misalnya, talidomid,
hipervitaminosis A, dan obat-obat endokrin seperti ACTH atau kortison.
3) Defisiensi nutrisi. Defisiensi nutrisi terutama defisiensi ribovlamin (B2) dapat menyebabkan
kelainan bawaan.
4) Zat-zat kimia. Zat-zat kimia terutama logam berat seperti Pb, nitrat, atau merkuri.
5) Radiasi. Radiasi pada janin khususnya pada tiga bulan pertama dapat berakibat teratogenik.
Misalnya, kelainan pada palatum dan sum-sum tulang belakang.
6) Infeksi. Terutama pada infeksi rubela, Toxoplasma gondii, dapat menyebabkan kelainan bawaan.
7) Faktor Mekanis. Trauma langsung pada embrio pada minggu-minggu awal kehamilan dapat
menimbulkan kelainan bawaan.
8) Anoksia. Pada hewan percobaan telah terbukti bahwa anoksia dapat menimbulkan anensefali dan
spina bifida.
c. Faktor kombinasi genetik dan lingkungan
Kelainan bawaan umumnya disebabkan oleh multifaktor dan tidak diketahui penyebab utamanya
(60-70%), 20% disebabkan oleh faktor lingkungan, dan hanya 10% oleh faktor genetik.
2. Penegakan Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dibagi dalam beberapa fase pertumbuhan, meliputi fase prenatal
dan fase anak-anak.
a. Fase prenatal. Pemeriksaan janin dalam kandungan untuk mengenali kelainan genetik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan DNA. Dengan diagnosis prenatal, kelainan bawaan yang serius
pada janin dapat dideteksi sehingga memberikan pilihan kepada orang tua untuk melakukan
abortus medisinasi secara selektif. Pemeriksaan lainnya juga dapat dilakukan pada fase ini adalah
sebagai berikut:
1) Pemeriksaan ultrasound. Pemeriksaan ultrasound lebih disaenangi karena kurang beresiko
dibandingkan dengan pemeriksaan lain (misalnya amniosintesis). Sesudah minggu ke-20
kehamilan, ultrasound dapat mendeteksi adanya keadaan abnormal pada janin seperti defek
saluran neural (neural tube).
2) Skrining maternal. Skrining maternal dilakukan melalui pemeriksaan cairan aminon.
Peningkatan kadar alfa fekton protein (AFP) merupakan indikasi adanya defek susunan saraf dan
sebaliknya pada sindrom down kadar AFPnya lebih rendah dari normal.
3) Amniosintesis. Dengan anestesia lokal, cairan amnion diambil sebanyak 20ml untuk
pemeriksaan kromosom dan biokimiawi.
4) Pemeriksaan vilus korion. Pemeriksaan vilus korion dilakuikan dengan mengambil jaringan
korion pada minggu ke-8 dan minggu ke-10 kehamilan. Mesenkim fibroblas dapat dikultur untuk
pemeriksaan kromosom, biokimia, dan analisis DNA.
b. Fase anak-anak. Fase ini, pemeriksaan untuk menetapkan diagnosis, dibedakan antara
pemeriksaan pada bayi dan pemeriksaan pada anak.
1) Pemeriksaan pada bayi
Untuk mendiagnosis kelainan bawaan pada bayi, dilakukan pemeriksaan sistem muskuloskeletal
yang merupakan bagian integral pemeriksaan pediatrik pada bayi yang baru lahir. Melalui
pemeriksaan ini, beberapa kelainan bawaan ortopedi dapat diketahui secara dini. Pemeriksaan ini
juga berguna untuk mendeteksi atau mengetahui adanya trauma kelahiran, yaitu fraktur pada
anggota gerak atas atau bawah atau paresis fleksus brakialis. Trauma kelahiran biasanya terjadi
pada persalinan yang sulit seperti pada persalinan letak sungsang. Bila pada pemeriksaan
ditemukan kelainan bawaan, dianjurkan untuk memeriksakan secara teratur bayi tersebut sampai
dengan usia 1 tahun, dan bila perlu lakukan koreksi yang lebih dini. Standar pemeriksaan
ortopedi pada bayi terdiri atas:
a) Pemeriksaan umum
Pemeriksaan pergerakan sendi pada bayi dilakukan dengan mengamati gerakan spontan bayi atau
gerakan pasif bayi melalui suatu stimulasi. Pada pemeriksaan, diperhatikan pula sikap berbaring
bayi yang merupakan gambaran sikap intra-uterinnya, dan ini memberikan perkiraan besar
jangkauan pergerakan sendinya. Kedudukan normal intra-uterin janin adalah tungkai bawah
menyilang dalam posisi rotasi eksterna, pada posisi ini diharapkan bayi mempunyai gerakan
abduksi penuh pada kedua tungkai. Secara normal sendi punggul, lutut, serta siku pada bayi tidak
dapat diekstensikan secara penuh dan hal ini biasanya berlangsung beberapa minggu.
b) Pemeriksaan status local
Pemeriksaan status lokal pada bayi dilakukan secara head to toe atau pemeriksaan fisik dari
kepala sampai ujung kaki. Menurut Chairudin Rasjad (1998), pemeriksaan kelainan kongenital
sistem muskuloskeletal meliputi:
Leher
Pemeriksaan leher pada posisi telentang biasanya sulit dilakuka karena kedudukan fleksi, kepala,
atau karena halangan dari lemak pada dagu dan dada. Untuk mengatasi keadaan ini, satu tangan
diletakkan diatas punggung bayi hingga kepala dalam keadaan ekstensi dan sekaligus
menyebabkan bahu dan dada lebih menonjol.pada saat yang bersamaan, diamati pergerakan
anggota gerak atas bayi karena pada tindakan ini bayi akan menggerakkan kedua anggota gerak
atas sebagai reaksi perlawanan. Dada, klavikula, bahu, dan leher dipalpasi dengan tangan serta
leher digerakkan kesegala arah. Melalui pemeriksaan ini, dapat ditemukan fraktur klavikula
akibat trauma kelahiran, tortikulis (kontraktur otot sternokleidomastoideus), sindrom Klippel-
Feil (kegagalan segmentasi vertebra servikalis), deformitas springel (skapula letak tinggi), serta
kelainan-kelainan lainnya
Bahu, siku dan tangan
Adanya pembengkakkan serta deformitas pada bahu mengarahkan pada kecurigaan pada suatu
fraktur hemerus. Pada pemeriksaan ini, bayi dibiarkan memegang tangan pemeriksa, kemudian
dilakukanrotesi interna dan eksterna pada bahu untuk mengetahui resistensi otot. Kelainan lain
yang dapat ditemukan adalah peresis brakialis yang terjadi akibat suatu persalinan yang sulit.
Pada paresis brakialis kelumpuhan yang terjadi dapat berupa kelumpuhan-Erb, klumpke, atau
kombinasi keduanya. Pemeriksaan pada siku berupa pengamatan adanya pembengkakkan dan
dilanjutkan dengan gerakan siku kesegala arah (harus diingat siku belum dapat diekstensikan
secara penuh). Pada tangan kelainan-kelainan yang dapat diamati adalah jari picu, sindaktili, dan
polidaktili.
Tulang belakang
Dengan tangan kiri bayi ditelungkupkan dalam posisi punggung sedikit fleksi melalui inspeksi
dan palpasi dapat ditemukan adanya meningokel skoliosis konginetal serta kadang dapat diraba
adanya spina bifida. Pada posisi tengkurap diamati gerakan anggota gerak bawah yang biasanya
menendang-nendang dan bila tidak ada pergerakan anggota gerak bawah perlu dicurigai adanya
kelumpuhan.
Sendi panggul
Lipatan bokong diamati, lipatan ini biasanya simetri dan sangat tinggi bila terjadi dislokasi
panggul bawaan, lipatan-lipatan ini akan berubah. Pemeriksaan ini bayi diletakkan dalam
keadaan telentang pada alas yang keras dan rata kemudian sendi panggul digerakkan ke segala
arah.
Sendi lutut dan tungkai bawah
Pemeriksaan pada lutut bertujuan untuk melihat adanya dislokasi dan kekakuan sendi lutut
seperti artrogriposis multipel bawaan pada tungkai bawah diperiksa adanya torsi tibia adanya
constriction band yang mencekik tungkai sehingga bagian distalnya tidak berfungsi. Pada
pergerakan diperiksa apakah dorsofleksi pasif ibu jari kaki dapat menyentuh permukaan depan
tibia. Kelainan-kelainan pada kaki yang dapat segera terlihat yaitu talipes ekuinovarus
kongenital, kalkaneus vagus, metartasus primus vagus, metartasus varus, sindaktili dan
polidaktili.
2) Pemeriksaan pada anak
Pemeriksaan pada anak dilakukan secara teratur dan memberikan keyakinan kepada orang tua
klien. Apabila didapatkan kecurigaan adanya kelainan bawaan perlu dilakukan adanya
pemeriksaan laboratorium dan konsultasi pada ahli genetik untuk mengetahui apakah penyakit
ini merupakan penyakit genetik, memberikan pemahaman tentang resiko yang mungkin terjadi
kepada orangtua klien dan memberikan dukungan moral agar orangtua sabar untuk melanjutkan
program pengobatan anaknya.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa pemeriksaan diagnostik diperlukan klien dengan kelainan kongenital meliputi:
a. Pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan dengan foto polos merupakan penunjang yang sangat
penting untuk melihat dampak kelainan tulang akibat dari kongenital. Lokasi yang akan
dilakukan foto adalah daerah regional kelainan. Biasanya klien akan menjalani pemeriksaan foto
AP pelvis dan panggul, foto pergelangan tangan dan kaki, dan foto lateral tulang belakang.
b. Pemeriksaan biokimia. Beberapa kelainan bawaan menyebabkan peningkatan produksi dan
ekskresi enzim. Pemeriksaan enzim dapat dilakukan melalui pemeriksaan serum darah, sel-sel
darah atau kultur sel fibroblas kulit.
c. Biopsi tulang. Biopsi tulang kadang kala diperlukan pada kelainan-kelainan tertentu.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan kelainan bawaan tergantung pada jenis penyakitnya, kelainan
genetik yang terjadi derajat deformitas atau kecacatannya kapasistas mental dan status sosialnya.
Meskipun demikian suatu standar dasar yang bersifat umum untuk penanganan kelainan bawaan
tetap diperlukan. Kelainan kongenital pada anak sangat bermacam-macam untuk mengetahui dan
menilai kelainan kongenital tersebut. Perawat perlu mempelajari dan mengetahui anatomi
fisiologi dan pengetahuan tentang tumbuh kembang anak secara cermat. Secara umum kelainan
konginetal pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi pada tulang, sendi, otot, dan anggota gerak.
Keterampilan, pengetahuan, dan pengalaman perawat sangat mendukung untuk mengenal setiap
kelainan kongenital yang dihadapi sehingga dapat melaksanakan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Beberapa kelainan konginetal pada anak biasanya akan berkurang pada saat anak
mencapai kedewasaan. Hal ini menambahkan adanya perbaikan secara spontan.
Organ Jenis Kelainan
1. Osteogenesis imperfekta
2. Kondrodisplasia
3. Osteopetrosis
Tulang
4. Fibrodisplasia osifikans progesif
5. Neurofibromatosis (penyakit Recklinghausen)
6. Penyakit Paget (Osteitis Deformans)
Saraf dan Otak 1. Pseudohipertrofi muskular distrofi
2. Akondroplasia (kondro-distrofi)
3. Sistinosis (renal tubular rickets)
4. Sindrom down (mongolisme)
5. Gargoylisme (sindrom hurler)
6. Kranio-kleido disostosis
7. Hipofosfatemia familial
8. Penyakit Gaucher
9. Neurofibromatosis
10. Amiotonia dan amioplasia kongenital
11. Miositis osifikans progresif
1. Hipoplasia klavikula
2. Deformitas sprengel (high scapula)
3. Diskolasi kaput radius
4. Sinostosis radio-ulna
5. Amputasi kongenital
Ekstremitas atas
6. Hipoplasia radius
7. Jari picu (trigger thumb)
8. Sindaktili, polidaktili, ektrodaktili
9. Tidak adanya ibu jari (absence of thumb)
10. Sindrom constriction band
1. Sindaktili, polidaktili, ektrodaktili, makrodaktili
2. Kaki ceper (Flatfeet)
3. Amputasi kongenital
4. Tidak adanya fibula (absence of fibula)
5. Hipoplasia fibula
Ekstremitas bawah
6. Constriction band syndrome
7. Dislokasi panggul bawaan
8. Koksa vara kongenital
9. Pseudo-artrosis kongenital
10. Talipes ekuinovarus kongenital (CTEV)
1. Leher pendek kongenital (sindrom klippel-feil)
2. Hemivertebra (skoliosis kongenital)
Tulang belakang
3. Spina bifida
4. Deformitas sprengel

1. DEFORMITAS PUNTIR (TORSI) DAN ANGULAR (BENGKOK)


Deformitas Torsi dan Angular atau variasi femur dan tibia pada bayi
dan anak kecil sangat lazim. Banyak yang akan berasal fisiologis,
sedang yang lain dapat congenital atau didapat adalah penting untuk
dapat membedakan deformitas yang fisiologis dan yang akan sembuh
pada pertumbuhan perkembangan normal dengan deformitas yang memerlukan pengobatan.
a. Perkembangan persekutuan normal
Sebelum pembahasan deformitas torsi dan angular adalah penting untuk memahami pengaruh
posisi dalam rahim pada perkembangan tungkai bawah. Pada posisi dalam rahim yang umum,
pinggul terfleksi, abduksi, dan terotasi eksternal : lutut fleksi dan kaki bawah teratasi internal :
dan kedua kaki sedikit equines, sufinasi, dan berkotak dengan isi posterolateral paha yang
berhadapan. Kombinasi rotasi eksterna pinggul dan rotasi interna kaki bawah menimbulkan
penampakan tungkai bawahyang bengkok bila anak mulai berjalan. Ini bukan bengkok yang
sebenarnya tetapi agak bercampur torsi. Bengkok fisiologi menyembuh pada 6-12 bulan tidak
tergantung pada pada aktivitas berjalan.
Genu valgum fisiologis atau kaki pengkor kedalam terlihat antara umur 3 dan 4 tahun. Ini
merupakan genu valgum yang sebenarnya dan bukan akibat kombinasi torsi. Semakin anak tua
akan menyembuh dengan posisi lutut dewasa normal dicapai antara umur 5 dan 8 tahun. Rata-
rata sudut tibiofemoral pada saat lahir adalah 15 derajat varus. Ini berkurang menjadia sekitar 10
derajat pada umur 1 tahun. Persekutuan netral terjadi pada umur 18 dan 20 tahun. Valgus
maksimum 12 derajat terjadi pada umur 3-4 tahun. Nilainya serupa pada anak laki-laki dan anak
wanita. Pada umur 7 tahun persekutuan valgus berubah menjadi persekutuan valgus dewasa
normal ( 8 derajat pada wanita ; 7 derajat pada laki-laki). Secara keseluruhan, 95 %
perkembangan kasus genu verum dan genus valgum fisiologis semakin tua menyembuh,
walaupun ada yang tidak dapat terkoreksi secara sempurna sampai remaja.
1) Profil Torsi
Profil torsi sangat amat bermanfaat dalam mendiagnosis dan memonitor anak dengan variasi
torsi. Hal ini terdiri dari :
a) Progresi sudut kaki
b) Rotasi pinggul pada ekstensi
c) Sudut paha kaki
d) Bentuk kaki

2) Progresi sudut kaki


Progresi sudut kaki mengambarkan sudur panjang kaki sesuai dengan arah mana anak berjalan.
rotasi kedalam diberi nilai negative dan rotasi keluar diberi nilai positif. Progresi sudut kaki
normal pada anak dan remaja adlah 10 derajat ( kisaran, -3 sampai -20 derajat ). Progresi sudut
kaki berperan hanya untuk menentukan apakah ada gaya berjalan jari kaki kedalam atau jari kaki
keluar. Yang kedua ini dianggap tidak normal bila sudutnya melebihi 20 derajat.

3) Rotasi pinggul
Rotasi pinggul pada ekstensi dinilai pada saat anak tengkurap; paha dirapatkan dan lutut fleksi 90
derajat. Pada posisi ini pada pinggul terdapat persekutian netral. Ketika kaki bawah dirotasikan
keluar, gerakan ini menghasilkan rotasi eksterna. Hal ini terjadi karena bentuk anatomi femur
proksimal. Kolum femoris secara normal pmempunyai sudut 135 derajat dengan batang femur.
Biasanya, terdapat sudut 15 derajat kearah anterior anatara sumbu yang menggambarkan kolum
femoris dengan sumbu transkondilur femur distal. Pembengkokan ini juga dikenal sebagai versi
femoris. Pada umur satu tahun terdapat sekitar 45 derajat rotasi interna dan eksterna. Rotasi
pinggul seharusnya sietris. Rotasi asimetri dpat merupakan petunjuk adanya ganggan pinggul,
dan diperlukan pemeriksaan radiografi.
4) Sudut paha kaki
Pada anak dengan posisi tengkurap, untuk melakukan penilain rotasi pinggul, sumbu panjang
kaki yang diberi beban dibandingkan dengan sumbu panjang paha. Rotasi kedalam diberi nilai
negative, sedangkan rotasi keluar diberi nilai positif. Rotasi kedalam merupakan petunjuk torsi
tibia interna, sedangkan rotasi keluar menggambarkan rotasi tibia eksterna. Banyi mempunyai
sudut rata-rata -5 derajat ( denga saran -35 samapai 40 derajat) sebagai akibat posisi normal
dalam uterus. Pada pertengahan masa anak samapai kekehidupan dewasa, rata-rata sudut paha-
kaki adalah 10 derajat ( dengan kisran -5 sampai 30 derajat ).
5) Bentuk kaki
Pada anak yang masih dalam posisi tengkurap, bentuk kaki dengan mudah dinilai. Posisi ini amat
membantu dalam penilaian metatarsus adduktus atau kaki kalkaneovalgus. Mobillitas
pergelangan kaki dan subtalus dpat juga dievaluasi pada anak dalam posisi ini.
6) Gaya berjalan jari ke dalam
Tungkai bawah yang menyebabkan gaya berjalan dengan jari kaki ke dalam umumnya terdiri
dari torsi femoris interna dan torsi tibia interna.

2. DEFORMITAS TORSI
a. Torsi femoralis interna
Torsi femoralis interna adalah penyebab jari kaki ke dalam yang paling sering terjadi pada
anak umur 2 tahun atau lebih tua. Kelainan ini lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada
anak laik-laki. Sebagian besar anak dengan keadaan ini mempunyai kelemahan ligamentum
secara menyeluruh. Penyebab torsi femoralis masih kontroversial. Beberapa pakar percaya
bahwa kelinan ini kongenital sebagai akibat anteversi femur infantile menetap, sedangkan
lainnya menganggap kelainan ini didapat akibat kebiasaan duduk yang abnormal.
Torsi femoral interna tidak ditemukan pada bayi baru lahir. Pada beberapa anak, terdapat
kebiasaan duduk dengan posisi televise (lutut di deapan, femur berputar ke dalam dan kaki
menghadap keluar) yang dapat mengakibatkan rotasi femoral interna yang progesif sampai anak
berusia 5 tahun. Pada pemeriksaan anggota gerak bawah diputar kedalam rotasi interior sehingga
o
terjadi rotasi interna lutut 90 , sedangkan bila dilakukan rotasi eksternal lutut hanya dapat
bergerak sedikit dari posisi netral.
1) Manifestasi klinis :
Tanda-tanda klinis torsi femur interna adalah seluruh kaki bawah terotasi ke dalam selama gaya
berjalan. Secara khas, terdapat 80-90derajat rotasi interna pinggul pada posisi tengkurap( profil
torsi). Rotasi eksterna, sebagai akibatnya, terbatas sampai 0-10 derajat. Akan ada tanda-tanda
kelemahan ligamentum menyeluruh, termasuk hiperekstensi siku dan jari, hiperabduksi ibu jari
kaki, pembengkokan lutut ke belakang, dan hipermobil pesplanus. Anak yang terkena biasanya
duduk dalam posisi gaya televise atau W. diduga bahwa posisi ini memungkinkan kaki
bawah bekerja sebagai pengungkit, dengan demikian menghasilkan perubahan torsi pada femur
plastik secara biologis . Keadaan ini disebut sebagai anteversi femur, menunjukan kelainan
femur proksimal. Namun, torsi sebenarnya terjadi diseluruh badan femur dan mengakibatkan
perubahan pertemuan normal antara pinggul dan lutut.

2) Klasifikasi
a) Penyakit Paget
Penyakit paget pada anak merupakan kelainan congenital yang menjadi penyakit progresif
kelaianan berupa penebalan tulang dan perubahan spongeosa tulang disertai kecendrungan tulang
untuk
membengkok. Penyakit paget adalah kelainan
peningkatan premodiling tulang local kebanyakan
mengenai tengkorak premur tibia tulang dan vertebra
terjadi foliferasi primer osteoklas yang menyebabkan
reabsorpsi tulang kemudian diikuti oleh peningkatan kompensatori aktifitas osteblastik yang
akan memperbaiki tulang sepanjang pergantian tulang berlangsung tedapat pola mozait klasik
perkembangan matriks tulang. Tulang yang baru membentuk mineral tinggi tetapi konstruksinya
tidak baik secara struktur tuklang menjadi lemah dan terdapat fraktur patologis dengan ditandai
penebalan dan pembesaran tulang kerapuhan tulang dan struktur dalam tulang yang tidak
normalpenyakit ini sering ditemukan di Amerika Utara, Inggris, Jerman, Australia dan jarang
ditemukan di Asia ,Afrika dan Timur Tengah. Penyakit paget terutama mengenai tibia, femur,
pelpis, vertebra dan tulang tengkorak dan terdapat 3% dari populasi penduduk usia diatas 40
tahun .
Riwayat keluarga telah diketahui, yaitu saudara sekandung yang menderita kelainan serupa.
Penyebab pasti penyakit ini tidak diketaui tetapi diduga oleh infeksi virus karena ditemukan
adanya badan inklusi pada osteoklas
Penyakit ini mengenai satu beberapa tubulus tulang, berkembang secara lambat menuju
diafisi dan memberikan gambaran yang menyerupai rel. kelainan sitologis ditandai dengan
peningkatan aktivitas osteklas dan osteoblas. Siklus perttumbuhan tulang dipercepat. Kadar
fosffatase alkali meningkat (karena peningkatan aktivas osteoblas), terjadi peningkatan ekresi
hidrokssiprolin pada urine(karena peningkatan osteoklas.) pada stadium osteolitik akan terjadi
resorpsi tulang oleh osteoklas, lubang-lubang yang terjadi kemudian di isi dengan jaringan fibro
vascular
Di sekitar daerah osteoblas terbentuk tulang imatur dan matur yang pertumbuhannya dibatasi
oleh osteoklas. Keadaan ini juga terjadi hingga ke permukaan endosteal dan periosteal sehingga
tulang menjadi lebih tebal. Tetapi tulang struktur tulang lemah dan rapuh. Aktivitas osteoklas
akan berkurang secara perlahan dan erosi tulang yang ada akan diisi dengan tulang matur yang
baru , memberikan gambaran garis yang ireguler yang menandakan batas resorpsi. Secara
mikrospik, keadaan ini memberikan gambaran seperti marmer/mozaik.
Pada tahap selanjutnya terjadi penebalan tulang oleh sel sel osteoblastik yang menyebabkan
tulang menjadi lebih rapuh dan sklerotik.
Penyakit ini terutama ditemukan pada usia diatas 50 tahun dengan perbandingan yang sama
antara pria dan wanita. Kelainan ini dapat mengenai sebagian atau sleuruh tulang terutama pada
tutlang pelvis tibia, femur, tengkorak, veterbra dan klavikula. Penyakit ini umumnya bersifat
asimtomatik dan ditemukan secara kebutlan pada pemeriksaan radiologi untuk kepentingan yang
yang lain akan tetapi pada bebebrapa klien dapat ditemulkan berupa nyeri atau deformitas tulang.
Nyeri yang terjadi adalah nyeri tumpul yang konstan terutama bila klien bangun tidur dan nyeri
akan bertambah hebat bila terjadi fraktur deformitas terutama terjadi pada angggota gerak
bawah, mengenai tulang panjang yang menanggung tekanan mekanis, yaitu pada daerah tibia
anterior dan femur aterolateral.
Sering terjadi lengkungan tungkai yang menyebabkan ketidaksejajaran sendi panggul, lutu
dan pergelangan kai yang berperan dalam terjadinya atritis dan nyeri. Kulit terasa hangat yang
merupakan tanda osteitis deformans. Jika tulang tengkorak terkena, dasar tengkorak mungkin
terlihat mendatar (platibasia) sehingga leher terlihat memendek. Bila terjadi penekanan saraf
cranial akan menyebabkan gangguan penglihatan, paralisis, fasialis, neuralgia, trgeminus dan
ketulian. Ketulian dapat disebabkan oleh sklerosis tulang tulang telinga (ostosklerosis) penebalan
veterbra meneybabkan penekanan medulla spinalis dan radisk saraf. Ditemukan pula sindrom
steal yaitu aliran darah yang menyebabkan iskemia serebral dan medulla spinalis. Jika stenosis
saraf spinal terjadi , akan terlihat gambaran yang khas yaitu klaudikasi spinal dan kelemahan
anggota gerak bawah selain itu pula terjadi kifosis sehingga tubuh klien terlihat memendek dan
kaki bengkok tangan menggantung yang menyerupai kera. Nyeri dan nyeri tekan dapat terlihat
pada tulang . nyeri bersifat ringan sampai sedang, dalam, linu, dan bertamabah dengan
pembebanan berat badan bila ekstrimitas bawah terlibat. Nyeri dan ketidaknyamanan terjadi
mendhului perubaha skelet penyakit paget selama bebebrapa tahun dan sering disalah artikan
oleh klien sebagai akibat usia tua/atritis.
Terjadi peningkatan suhu kulit diatas tulang yang terkena karena peningkatan vaskularasi
tulang. Klien dengan lesi vascular hebat dapat mengalami gagal jantung curah tinggi akibat
peningkatan pembuluh vaskulara dan kebutuhan metabolisme. Degenarasi malgina osteosarkoma
dapat terjadi penyakit paget
3) Evaluasi radiografi :
Evaluasi radiologi torsi femur interna tidak secara rutin diperlukan, walaupun telah diuraikan
berbagai teknik radiografi untuk mengukur torsi femur. Tomografi komputasi dan utrasonografi
dapat menilai hubungan antara femur proksimal dan distal. Penilaian ini jarang terindikasi karena
pengukuran klinis sama akuratnya.
4) Penanganan :
Penanganan torsi femur interna terutama adalah dengan observasi. Koreksi kelainan
kebiasaan duduk biasanya akan memungkinkan torsi menyembuh seiring dengan perteumbuhan
dan perkembangan normal. Namun, diperlukan waktu 1-3 tahun agar terjadi koreksi sempurna,
tergantung umur anak ketika kebiasaan duduk dikoreksi. Mengoreksi kebiasaan duduk dapat
amat sukar apda anak usia prasekolah dan biasanya tidak terjasi sampai mereka mencapai umur
sekolah. Penggunaan ortosis di malam hari atau kabel belit di siang hari tidak bermanfaat dan
dapat menimbulkan torsi tibia eksterna kompensatoir. Kombinasi torsi femur interna dan tibia
eksterna kompensatoir menghasilkan deformitas genu valgum patologis. Ini dapat
mengakibatkan salah persekutuan patelofemoral disertai subluksasio atau dislokasin patella dan
nyeri.
Anak umur 10 tahun atau lebih tua mungkin tidak mengalami pertumbuhan muskuluskeleton
sisi agar memungkinkan terjadinya koreksi spontan, dan mungkin perlu tindakan pembedahan.
Prosedur yang dianjurkan adalah osteotomy derotasi varus femur proksimal dan osteotomy
derotasi sederhana femur proksimal atau distal. Derotasi cukup dilakukan untuk memungkinkan
penyamanan rotasi pinggul interna dan eksterna pasca bedah.
b. Torsi tibia interna
Torsi tibia interna merupakan penyebab jari kaki kedalam yang
paling lazim pada anka sebelum umur 2 tahun dan merupakan
keadaan normal akibat posisi dalam uterus. Keadaan ini biasanya
ditemukan saat umur ke 2 dan dapat terkait dengan metatarsus adduktus.
1) Manifestasia klinis :
Derajat rotasi tibia dapat diukur pada sudut paha-kaki saat tengkurap ( profil torsi ).
2) Evaluasi radiografi :
Penilain radiografi tidak bermanfaat pada gangguan yang terutama bersifat klinis ini.
3) Penanganan :
Penanganan torsi tibia interna juga dilakukan dengan observasi. Hal ini merupakan keadaan
fisiologis, dan penyembuhan secara spontan dapat terjadi seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan normal. Namun, perbaikan yang bermakna biasanya tidak terjadi sampai anak
mulai berdiri dan berjalan secara bebas. Sesudahnya, ia memerlukan 6-12 bulan, dan kadang-
kadang lebih lama, untuk mencapai koreksi sempurna. Bidai malam hari tidak bermanfaat dan
harus dihindari. Torsi tibia interna yang menetap pada anak yang lebih tua atau remaja mungkin
memerlukan pembedahan derotasi; namun, ini amat jarang.
4) Gaya berjalan jari kaki ke luar
Penyebab tungkai bawah yang lazim untuk jari kaki ke luar adalah torsi femur eksterna dan torsi
tibia eksterna.
c. Torsi femur eksterna
Torsi femur eksterna, juga dikenal sebagai retrovasi femur,
merupakan gangguan yang jarang terjadi, kecuali kalu dihubungkan
denagn epifisit kaput femoris tergelincir ( slipped capital femoral
epiphysis [SCFE] ).
1) Manifestasi klinis :
Pemeriksaan klinis torsi femur eksterna akan menunjukan rotasi eksterna pinggul yang
berlebihan dan keterbatasan rotasi interna. Khas, pinggul akan berotasi eksterna 70-90 derajat,
sedangkan rotasi interna hanya 0-20 derajat. Biasnya ada gangguan bilateral bila terjadi secara
idiopatik. Jika deformitas unilateral, terutama pada anak yang lebih tua atau remaja muda yang
gemuk, adanya SCFE harus dikesampingkan .
2) Evaluasi radiografi :
Radiografi anteroposterior dan Lauenstein ( Katak ) laterl pelvis diperlukan pada setiap anak atau
remaja yang dating dengan torsi femur eksterna, terutama mereka yang gemuk atau yang
menderita nyari paha atau lutut anterior non traumatis ( nyeri terarah ) atau bila deformitas
unilateral untuk menilai kemingkinan SCFE.
3) Penanganan :
Penanganan torsi femur eksternaidiopatik biasanya observasi karena torsi ini biasanya tidak
menyebabkan gangguan fungsi yang berarti. Retroversi femur yang merupakan akibat SCFE
ditangani secara bedah.
Kadang-kadang, retroversi femur yang menetap sesudah SCFE dapat menyebabkan gangguan
fungsi seperti gaya berjalan jari kaki ke luar dan kesukaran merapatkan lututnya sendiri dalam
posisi duduk. Yang kedua ini dapat amat menggangu wanita remaja. Seandainya hal ini terjadi,
osteotomi derotasi akan bermanfaat.
d. Torsi Tibia Eksterna
Torsi tibia eksterna relative lazim dan selalu disertai dengan kaki kalkaneovalgus. Torsi ini
adalah akibat variasi normal posisi dalam Rahim.
1) Manifestasi klinis:
Torsi tibia eksterna ditunjukan oleh kelainan sudut paha-kaki positif ( profil torsi ). Sudut ini
adalah khas 30-50 derajat. Akan terdapat kaki kalkaneovalgus.
2) Evaluasi radiografi :
Penilaian radiografi untuk torsi tibia eksterna tidak diperlukan karena tidak ada kelainan
radiografi yang dapat dilihat.
3) Penanganan :
Penangan torsi tibia eksterna adalah observasi. Keadaan ini menyertai perjalanan klinis yang
sama seperti torsi tibia interna. Perbaikan bermakna tidak terjadi selama umur tahun pertama.
Namun, dengan mulainya anak berjalan, perbaikan spontan akan terjadi dan biasnya sempurna
pada umur 2-3 tahun.

3. DEFORMITAS ANGULAR
a. Genu varum ( kaki Bengkok )
Genu valgum atau kaki berbentuk X dan genu varium atau kaki berbentuk O sering dijumpai
pada anak-anak. Hal ini disebabkan oleh adanya kekenduran pada ligamen sendi yang
merupakan salah satu manifestasi kekenduran ligamen pada seluruh sendi badan.
Tindakan pengobatan pada kelainan ini bertujuan mencegah
kekenduran pada ligamentum kolateral medial menjadi lebih
berat. Genu valgum biasanya terdapat pada anak-anak
yang mempunyai kebiasaan menonton televisi dengan kedua
kaki diletakkan dibelakang badan. Keadaan fisiologis ini harus dibedakan dengan kelainan
bawaan abnormal yang diakibatkan oleh kelainan metabolik atau trauma.
Klasifikasi genu varum disajikan pada tabel dibawah. Genu varum fisiologis dan tibia vara (
penyakit Blount ) adalah gangguan yang paling lazim terjadi.
Klasifikasi Genum Varum ( Kaki Bengkok )

1. Fisiologis
a. Pertumbuhan asimetris
1) Tibia vara ( penyakit Blout )
2) Infantil
3) Juvenil
4) Remaja
5) Fibrokartilaginosa setempat
b. Displasia
1) Luka Fisea
a) Trauma
b) Infeksi
c) Tumor
c. Gangguan metabolic
1) Defisiensi vitamin D ( riketsia gizi )
2) Riketsia resisten viatamin D
3) Hipofosfatasia
d. Displasia Skeleton
1) Displasia metafisis
2) Akondroflasia
3) Enkondromatosis
1) Genum varum fisiologis
Kaki bengkok fisiologis merupakan torsi yang lazim yang merupakan akibat posisi
normal dalam Rahim. Kapsul pinggul posterior yang ketat mengakibatkan kontraktur rotasi
eksterna. Bila dikombinasi dengan torsi tibia interna, akan memberikan gambaran klinis
deformitas kaki bengkok. Karena kelainan ini adalah fisiologis, penyembuhan spontan pada
pertumbuhan dan perkembangan normal dapat diharapkan. Perbaikan yang bermakna terjadi
selama umur tahun pertama. Pada umur 2 tahun, sebagian besar anak mempunyai tungkai
bawah yang menyatu lurus atau netral.
2) Tibia vara
Tibia vara idiopatik, atau penyakit Blount, adalah gangguan yang jarang terjadi yang
ditandai oleh kelainan pertumbuhan sisi media epifisis tibia
proksimal, mengakibatkan angulasi varus progressif dibawah
lutut. Tibia vara dapat terjadi pada setiap kelompok umur
pada anak yang sedang tumbuh dan diklasifikasikan sebagai
infantile ( 1-3 tahun ), juventil ( 4-10 tahun), dan remaja ( 11 tahun atau lebih tua ). Bentuk
juventil dan remaja biasanya digabung sebagai tibia vara mulai lambat. Ketiga kelompok ini
sama-sama memiliki karakteristik klinis yang relative lazim, sedang perubahan radiografi
pada kelompok mulai lambat kurang menonjol dari pada bentuk infantile. Walaupun
penyebab tibia vara yang pasti tetap belum diketahui, kelainan ini tampaknya akibat supresi
pertumbuhan dari kenaikan gaya kompresif di sisi media lutut.
a) Manifestasi klinis :
Bentuk infantile tibia vara paling lazim, terutama mengenai anak perempuan dan kulit
hitam, terdapat obesitas yang nyata, sekita 80 % terjadi bilateral, tonjolan metafisis media
hebat, torsi tibia interna, dan ketidak sesuaian panjang kaki. Yang khas pada bentuk juventil
dan remaja ( mulai-lama ) didominasi laki-laki dan kulit hitam, obesitas yang nyata, tinggi
normal dan diatas normal, sekitar 50% keterlibatan bilateral, deformitas genu venum
progresif lambat, nyeri yang lebih merupakan keluhan utama awal , tidak teraba tonjolan
metafisis medila proksimal, tosi tibia internaminimal, kelemahan ligamentum kolaterale
mediale ringan, dan ketidaksesuaian panjang tungkai bawah yang ringan. Perbedaan antara
tiga kelompok tampak terutama karena umur mulainya, besarnya sisa pertumbuhan , dan
besar gaya kompresi medial. Kelompok infantile mepunyai potensi terbesar untuk terjadinya
deformotas, dan kelompok remaja mempunyai potensi yang terkecil.
b) Evaluasi radiografi :
Pada anak dengan tibia vara biasanya dilakukan foto rontgen AP pada kedua ekstremitas
bawah dan posisi lateral pada ekstremitas yang terkena. Posisi anak berdiri dengan
pembebenan memungkinkan terlihatnya deformitas klinis maksimal. Fragmentasi dengan
deformitas tahap penonjolan dan penonjolan metafisis tibia medial medial proksimal
merupakan tanda-tanda utama kelompok infantif. Perubahan dalam metafisis tibiale medialis
kurang mencolok pada bentuk-bentuk mulai awal, yang ditandai oleh adanya baji bagian
medial epifisis, depresi artikuler posteromedial ringan, fisis lengkung kea rah kepala
serpiginosa, dan dan tidak ada fragmentasi atau ringan atau tonjolan metafisis medial
proksimal.
Kadang-kadang,artrografi, foto resonansi magnetic atau tomografi mungkin perlu untuk
menilai meniskus, permukaan artikuler tibia proksimal, atau integritas fisis tibia proksimal.
c) Penanganan :
Penatalaksanaan tibia vara dapat nonoperatif maupaun operatif pada bentuk infantilnya.
Tibia vara mulai lambat ditangani secara operatif.
Nonopertif
Penatalkasanaan ortitik dapat dipertimbangkan pada anak dengan tibia vara infantile
yanaga berumur 3 tahun atau lebih muda dengan deformitas ringan. Pada sekitar 50% anak
yang memenuhi kriteria ini, deformitas dapat terkoreksi secara memadai. Orthosis lutut-
pergelangan kaki-kaki harus digunakan dengan satu medial tegak, tampa lutut bergantung.
Orthosis harus dipasang 22-23 jam per hari. Trial maksimum 1 tahun menejemen orthotic
sekarang dianjurkan. Jika koreksi tidak dicapai sesudah 1 tahun atau jika penjelekan terjadi
selama waktu ini, kemudian terindikasi osteotomi korrektif.
Operatif
Indikasi penanganan bedah tibia vara infantile adalah usia 4 tahun atau lebiha, kegagalan
penatalaksanaan ortotik dan deformitas lebih berat. Osteotomy valgus tibia progsimal dan
osteotomi diafisis fibula terkait biasanya merupakan prosedur pilihan . Pada tibia vara yang
mulai lambat, koreksi juga diperlukan untuk memperbaiki sumbu mekanik lutut. Osteotomi
valgus tibia progsimal dan osteotomi diafisis fibula merupakan prosedur yang paling lazim.
b. Genu valgum ( kaki pengkor ke dalam )
Untungnya penyebab potologis, kecuali gangguan pasca trauma, relative tidak lazim.
Karena koreksi spontan kaki bengkok fisiologis akan berlanjut, biasanya ada koreksi
berlebihan dari berbagai tingkat menjadi genu valgum ringan, atau kaki pengkor ke dalam.
Variasi angular fisiologi ini, atau genu valgum, biasanya terjadi antara 3 dan 5 tahun. Adalah
benar bahwa deformitas angular sembuh secara spontan, dengan persekutuan lutut normal
1. Fisiologis
a. Pertumbuhan asimetris
1) Tibia valga
2) Luka fisea
3) Trauma pasca fratkur metafisis tibia progsimal
4) Infeksi
5) Tumor
b. Gangguan metabolisme
1) Osteodistrofi ginjal
2) Dysplasia skeleton
3) Sindrom kniest
c. Kelainan kongenital
1) Dislokasi kongenital patella
2) Gangguan neuromuskuler
3) Palsi serebral
4) Mielodisplasia
dicapai antara 5 dan 8 tahun. Jarang ortosis terindikasi untuk kaki pengkor ke dalam.
Pembedahan mungkin di perlukan pada remaja yang menderita deformitas menetap.
Pilihannya meliputi bahab fisea medial, hemiepifisiodesis medial, dan osteotomy korektif.

Klasifikasi genu valgum ( kaki pengkor ke dalam )


c. Deformitas Angular Tibia dan Fibula Kongenital
Diagnosis banding deformitas angular kongenital kaki bawah meliputi pembengkokan
posteromedial yang merupakan proses benigna dan pembengkokan anterolateral yang adalah
proses patologis.
1) Angulasi ( pembengkokan ) tibia posteromedial kongenital
Ini adalah deformitas angular yang tidak lazim yang melibatkan sepertiga distal tibia dan
fibula. Terdapat pembengkokan posteromedial bersamaan dengan kaki kalkaneovalgus.
Penyebab pembengkokan posteromedial kongenital belum diketahui. Riwayat alamiah
ditandai oleh penyembuhan spontan pada umur 3-5 tahun. Namun, aka nada pemendekan sisa
pada tibia dan fibula. Fibula biasanya agak lebih pendek daripada tibia.rata-rata hambatan
pertumbuhan adalah 12-13% ( denga kisaran 5-27%). Rata-rata ketidakcocokan panjang kaki
pada maturitas adalah 4 cm ( 3-7cm ).
Penanganan pembengkokan posteromedial kongenital tibia dan fibula adalah observasi.
Pada anak harus dilakukan pemgukuran radiografi secara periodic untuk menentukan tingkat
ketidaksesuaian dan untuk meramalkan ketidakseimbangan maksimun saat dewasa.
Osteotomi korektif mungkin diperlukan pada penderita dengan deformitas berat yang tidak
membaik seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan. Penderita dengan ketidaksesuaian
yang lebih besar dari 5 cm dapat dilakukan pemajanan.
2) Pembengkokan ( angulasi ) tibia anterolateral kongenital
Tipe pembengkokan ini disertai dengan gangguan patologi . diagnosis dibuat secara
radiografi. Hemimelia fibula kongenital menggambarkan tidak adanya fibula dan biasanya
bagian lateral kaki kongenital terutama jari keempat dan kelima. Hemimilia tibia kongenital
menggambarkan tidak adanya tibia kongenital, sebagian atau total. Pseudoartrosis kongenital
tibia biasnya disertai dengan neurofibromatosis. Gambarannya berupa defek pada tibia
sehingga mudah terjadi fraktur patologis yang tidak akan sembuh. Berbagai tehnik
pembedahan , termasuk pemberian balok intramedular, stimulus listrik dan transplan fibula
tervaskularisasi, telah digunakan dengan berbagai tingkat kberhasilan pada masalah yang
amat kompleks ini.
Diagnosis banding deformitas angular tibia dan fibula
1. Pembengkokan posteromedial
2. Pembengkokan anterolateral
a. Pseudoartrosis tibia congenital
b. Defisiensi tibia longitudinal kongental ( hemimelia tibia paraksia )
c. Defisiensi fibula longitudinal congenital ( hemimelia fibula paraksia )

4. DEFORMITAS TUNGKAI ATAS


a. DEFORMITAS SPRENGEL
Kegagalan skapula turu pada lokasi normlanya disebut deformitas sprengel. Scapula
terletak pada posisi yang secara abnormal tinggi berkenan pada leher dan toraks anak.
Kelainan ini terjadi pada bagian tingkat kerparahan. Selaput kulit antara leher dan scapula
dan batas rambut posterior yang rendah dapat merupakan gejala. Pada bentuk yang berat,
tulang ( omovertebra ) dapat menghubungkan scapula dengan spina servikalis dan mencegah
gerakan scapula toraks. Dapat juga disertai anomaly otot yang selajutnya membatasi kekuatan
dan stabilitas korset bahu. Pada kasus yang berat scapula terletak sangat tinggi,
menghasilkan deformitas kosmetik yang bermakna dengan kisaran gerakan bahu yang sangat
terbatas , terutama fleksi ke depan dan abduksi. Pada bentuk-bentuk yang ringan, skalpula
sedikit bergerak naik dengan gerakan kurang dari normal. Anomaly klippel-Feil, fusi
congenital dari satu spinal vertebra servikalis atau lebih, dapat juga terjadi pada deformitas
Sprengel.
1) Penanganan
Hasil akhir yang terbaik pada deformitas Sprengel di capai dengan penempatan kemalai
secara bedah atau kadang-kadang memotong sebagian scapula. Osteotomi klavikula
seringkali diperlukan untuk membawa scapula pada posisi yang lebih normal. Osteotomi ini
memperbaiki penampakan kosmetik dan akan menambah gerakan bahu terutama abduksi.

5. HIPERMOBILITAS SENDI
Tingkat morbilitas sendi pada anak-anak sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh
adanya kekenduran pada ligamen. Hipermobilitas sendi sangat sering ditemukan pada bayi,
berkurang pada anak, dan jarang pada remaja. Meskipun kekenduran ligamen akan berkurang
setelah dewasa, ada dua kelainan yang dapat menetap.
a. Kaki Ceper
Kaki ceper merupakan salah satu kelainan kongenital akibat kekenduran ligamen
termasuk ligamen pada jari-jari tangan dan kaki. Kekenduran pada ligamen kaki akan
menyebabkan kaki bentuk ceper terutama pada saat menapakkan kaki. Kelainan ini tidak
membutuhkan pengobatan atau koreksi khusus. Peran perawat lebih banyak memberikan
dukungan psikologis dan penjelasan yang memadai kepada orang tua klien.
6. ATROGRIPOSIS MULTIPLE BAWAAN
Atrogriposis multiple bawaan merupakan kelainan gangguan gerakan sendi yang tidak
progesif, gerakan sendi berkurang/terbatas yang menyebabkan oleh gangguan perkembangan
mukuloskletal kerena mengalami aplasia dan digantikan oleh jaringan ikat lemak dan fibrosa,
patogenesisnya belum diketahui. Kelainan ini terutama menganai sendi lutu, pergelangan kai
dan pergelangan tangan atrogriposis multiple bawaan harus dibedakan dengan kelainan
lainnya seperti talipesekuimovarus konginetal atau penyakit spina bifida yang diserta dengan
kelainan pada anggota gerak
a. Neurofibromatosis
Neurofibromatosis merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara dominan ditandai
dengan darah pigmen kehitaman dan neurofibromatosis el pada kepala multiple atau jaringan
saraf perifer
Patologi neurofibromatosis yaitu dtemukan adanya neurofibroma yang terdiri dari atas
jaringan ikat yang teratur dengan beberapa serabut saraf. Gamabaran klinis terfiri atas
kaveola multiple. Neurifibroma multiple skolosi yang diketahui sebabnya dan kemungkian
terdapat gangguan neurologis komplikasi yang sering terjadi adalah skoliosis yang progresif,
tekanan pada saraf dan perubahan kea rah keganasan menjadi fibrosarkoma.
b. Sindaktili
Sindaktili merupakan kelainan bawaan yang paling sering ditemukan pada jari jari tangan,
jari jari tidak terpisah dan bersatu dengan yang lain. Dapat terjadi hubungan satu, dau atau
lebih jari jari. Hubungan jari jari dapat terjadi hanya pada kulit dan jaringa lunak saja, tetapi
dapat pula terjadi hubungan tulang dengan tulang
Penataklaksanaanya seiring dilakukan adalah tindakan operasi dengan memisahkan jari
jari yang kemunngkinan skin garf.
c. Polodaktli
Polidaktili adalah terjadinya duplikasi jari jari tangan dan kaki melebihi dari biasanya.
Kelainan dapat terjadi mulai dari duplikas yang berupa jaringan lunak sampai duplikasi yang
disertai dengan metrakarpal dan falang sendiri selain itu hubungan pada jari tangan yaiut
pada metacarpal dapat mempunyai sendi atau tanpa sendi. Pemeriksaan radiologi diperlukan
untuk menentukan tindakana yang kana dilakukan.
Penatalakasanaan dengan operasi yang dilakukan adalah eksisi pada jari kadang kala
diperlukan trver tendon setelah anak berusia bebebrapa tahun
d. Ektrodaktili
Ektrodaktili merupakan kelainan konginetal yang ditandai dengan hilangnya satu atau
lebih jari tangan dan kaki
e. Makrodaktili
Makrodaktili merupakan kelainan pembesaran jari-jari kaki, terutamapada ibu jari kaki.
Penyebabnya biasnya adalah fibrolipoma yang difusi pada jari kaki, tetapi juga terjadi
pembesaran tulang-tulang metatarsal.
f. Radial Clubhand
Kelainan ini berupa hipoplasia atau aplasia radius, skafoid, trapesium, metakapral I, dan
tidak terbentuknya ibu jari serta struktur-sturktur yang melekat padanya, yaitu otot, saraf adn
pembuluh darah. Gambaran klinis klien yaitu akan terlihat deviasi ke arah radial, ulna
jugalebih pendek dari biasanya dan melengkung.

g. Amputasi kongenital
Amputasi kongenital dapat terjadi mulai dari jari-jari tangan ke proksimal menuju
pergelangan tangan serta lengan dan dapat terjadi pula pada bagian distal kaki. Pelaksanaan
tindakan sebaiknya adalah dilakukan pemasangan prostesis yang sederhana pada anak yang
mulai merangkak. Pada waktu anak mulai sekolah, diperlukan pemakain prostesis seperti
pada orang dewasa.

7. TALIPES KALKANEUS VALGUS KONGENITAL


Talipes kalkaneus valgus kongenital berlawanan dengan talipes ekuinovarus kongenital,
kaki mengalami eversi dan dorsofleksi. Kelainan ini tidak begitu serius dibandingkan dengan
talipes ekuinovarus kongenital. Penyebab kelainan ini tidak diketahui, sebagian kerena
kelainan postural dalam masa kehamilan. Ditandai oleh kaki dalam posisi eversi dan dorsal
fleksi yang menetap. Terdapat ketegangan pada jaringan lunak dorsolateral sehingga kaki
sulit diturunkan ke dalam inversi dan akuinus. Pengobatan pada umumnya berhasil dengan
menupulasi secara pasif yang brulang-ulang. Apabila tidak berhasil, dapat dilakukankoreksi
melalui operasi.

8. TALIPES EKUINOVARUS KONGENITAL


Taipes ekuinovarus kongenital merupakan suatu kelainan bawaan yang sering ditemukan
pada abyi yang baru lahir. Insiden talipes ekuinovarus kongenital adalah dua dari setiap 1000
kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (2:1).
Penyebab kelinan ini belum diketahui dengan pasti. Beberapa ahli mengatakan bahwa
kelainan ini timbul karena posisi abnormal atau pergerakan yang terbatas dalam rahim. Ahli
lain mengatakan bahwa kelainan terjadi perkembangan embrionik yang abnormal, yaitu pada
saat perkembangan kaki ke arah fleksi an eversi pada bulan ke-7 kehamilan. Pertumbuhan
yang tergantung pada fase tersebut akan menimbulkan deformitas yang dipengaruhi pula oleh
tekanan intrauterin.
Kelainan kongenital ini ditandai dengan adanya kaki dalam posisi aduksi dan inversi pada
sendi subtalar, midtarsal, dan sendi-sendi tarsal depan. Terdapat ekuinus atau plantarfleksi
pada tumit. Selain itu, pada kebanyakan kasus terlihat adanya pengecilan otot-otot betis dan
peroneal. Kaki tidak dapat digerakan secara pasif pada batas eversi dan dorsofleksi normal.
a. Penatalaksanaan :
1) Konservatif. Penatalaksanaan konservatif dini merupakan usaha yang dapat mencapai hasil
yang memuaskan. Dengan penatalaksanaan dini, 70% klien tidak memerlukan tindakan
operasi dikemudian hari. Pemasangan gips dilakukan selama 3-4 bulan yang diganti setiap 1-
2 minggu agar tidak menggangu pertumbuhan kaki.
2) Pengobatan operatif. Pada pemeriksaan awal klien, sudah dapat dinilai apakah kelainan ini
bersifat mobil atau rigid sehinggan sudah dapat diperkirakan bahwa tindakan koreksi dengan
gips bertahap tidak akan berhasil sehingga diperlukan tindakan operasi yang lebih awal.
Setelah operasi, telah dipasang gips selama 3-4 bulan an dilanjutkan dengan pemasangan
bidai Denis Browne.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan pada anak dengan koreksi non-bedah sama dengan perawatan anak
dengan penggunaan gips. Anak memerlukan waktu yang lama pada koreksi ini sehingga
perawatan harus meliputi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Observasi kulit
dan sirkulasi merupakan bagian penting pada penggunaan gips. Orang tua juga harus
mendapatkan informasi yang cukup tentang diagnosis, penanganan yang lama, dan
pentingnya pengantian gips secara teratur untuk menunjang penyembuhan. Tugas perawat
anatra lain meminta pada dokter bedah untuk memberikan penjelasan dan instruksi yang
adekuat pada orang tua, memberikan dukungan emosional, mengajarkan orang tua tentang
perawatan gips ( termasuk observasi terhadap komplikasi ), dan menganjurkan kepada orang
tua untuk memfalisitasi tumbuh kembang normal pada anak walaupun ada batasan karena
deformasi atau terapi yang lama.
D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS DEFORMITAS
KASUS
Cica, gadis cilik berusia 4 tahun, berjalan pincang sejak kecil. Sebenarnya orangtua cica
telah menyadari adanya kelainan pada anggota gerak bawah anaknya. Cica telah berkali-kali
dibawa berobat ke dukun urut namun tidak ada perbaikan. Di usia keempat ini, cica terlihat
bejalan semakin pincang dan tungkai sebelah kanan semakin pendek dibanding yang kiri.
Orangtua cica mulai khawatir dengan keadaan anaknya, berbekal kartu jamkesmas cica
dibawa berobat ke RS. Dokter menanyakan apakah pincang ini didapatkan semenjak mulai
berjalan dan apakah pernah terjatuh atu mengalami kecelakaan. Ternyata, cica pincang sejakl
mulai pandai berjalan dan tidak pernah mengalami kecelakaan. Dari pemeriksaan fisik dokter
mendapatkan berjalan dengan posisi pincang. Pada pemeriksaan local test Galeazzi +.
Pengukuran tungkai didapatkan perbedaan true length appearant length.
Setelah melakukan berbagai pemeriksaan, dokter menjelaskan penyakit cica pada
orangtuanya dan merencanakan untuk melakukan open reduksi+ acetabuloplasti. Orangtua
cica bertanya apakah kaki anaknya bisa menjadi normal seperti anak lainnya.
Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada cica?
DATA FOKUS
DS DO
Orang tua klien mengatakan anaknya Keadaan umum: CM
Pada pemeriksaan local test Galeazzi +
berjalan pincang sejak kecil.

Orangtua klien mengeluh adanya kelainan Klien tampak murung
Klien tampak menundukkan kepala
pada anggota gerak bawah anaknya. Klien tampak cemas
Orang tua klien mengatakan Cica telah
berkali-kali dibawa berobat ke dukun urut
namun tidak ada perbaikan.
Di usia keempat ini, cica terlihat bejalan
semakin pincang dan tungkai sebelah kanan
semakin pendek dibanding yang kiri.
Orangtua cica mulai khawatir dengan
keadaan anaknya.
cica pincang sejakl mulai pandai berjalan
dan tidak pernah mengalami kecelakaan.

ANALISA DATA
DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI
DS:
Orang tua klien mengatakan anaknya berjalan
pincang sejak kecil.
Orangtua klien mengeluh adanya kelainan pada Gangguan Kelainan bentuk
anggota gerak bawah anaknya. mobilitas fisik tubuh
Do:
Keadaan umum: CM
Pada pemeriksaan local test Galeazzi +
DS:
Di usia keempat ini, cica terlihat bejalan
semakin pincang dan tungkai sebelah kanan
semakin pendek dibanding yang kiri
cica pincang sejakl mulai pandai berjalan dan
Gangguan citra Deformitas
tidak pernah mengalami kecelakaan.
tubuh
DO:
Klien tampak murung
Klien tampak menundukkan kepala

DS:
Keluarga merasa khawatir
Kelaurga pernah membawa Cica ke dukun
Keluarga mengaku tidak mengetahui tentang Kurang Prognosis

penyakit Cica pengetahuan penyakit

DO
Klien tampak cemas

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelainan bentuk tubuh.
b) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas
c) Kurang pengetahuan berhubungan dengan Prognosis penyakit.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN/
TUJUAN DAN
MASALAH KOLABORASI INTERVENSI
KRITERIA HASIL
Gangguan mobilitas fisik NOC : NIC :
Exercise therapy :
Berhubungan dengan : Joint Movement : Active
ambulation
- Gangguan metabolisme sel Mobility Level Monitoring vital sign
- Keterlembatan perkembangan Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan
- Pengobatan Transfer performance lihat respon pasien saat
- Kurang support lingkungan Setelah dilakukan latihan
- Keterbatasan ketahan tindakan keperawatan Konsultasikan dengan terapi
kardiovaskuler selama.gangguan fisik tentang rencana
- Kehilangan integritas struktur mobilitas fisik teratasi ambulasi sesuai dengan
tulang dengan kriteria hasil: kebutuhan
- Terapi pembatasan gerak Klien meningkat dalam Bantu klien untuk
- Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik menggunakan tongkat saat
kegunaan pergerakan fisik Mengerti tujuan dari berjalan dan cegah terhadap
- Indeks massa tubuh diatas 75 peningkatan mobilitas cedera
tahun percentil sesuai dengan usia Memverbalisasikan Ajarkan pasien atau tenaga
- Kerusakan persepsi sensori perasaan dalam kesehatan lain tentang
- Tidak nyaman, nyeri meningkatkan kekuatan teknik ambulasi
- Kerusakan muskuloskeletal dan dan kemampuan Kaji kemampuan pasien
neuromuskuler berpindah dalam mobilisasi
- Intoleransi aktivitas/penurunan Memperagakan Latih pasien dalam
kekuatan dan stamina penggunaan alat Bantu pemenuhan kebutuhan
- Depresi mood atau cemas untuk mobilisasi ADLs secara mandiri sesuai
- Kerusakan kognitif (walker) kemampuan
- Penurunan kekuatan otot, kontrol Dampingi dan Bantu pasien
dan atau masa saat mobilisasi dan bantu
- Keengganan untuk memulai penuhi kebutuhan ADLs ps.
gerak Berikan alat Bantu jika klien
- Gaya hidup yang menetap, tidak memerlukan.
digunakan, deconditioning Ajarkan pasien bagaimana
- Malnutrisi selektif atau umum merubah posisi dan berikan
DO: bantuan jika diperlukan
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan (penurunan
untuk berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai langkah
pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan
halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek
atau tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi
Gangguan body image NOC: NIC :
Body image enhancement
berhubungan dengan: Body image
Kaji secara verbal dan
Biofisika (penyakit kronis), Self esteem
nonverbal respon klien
kognitif/persepsi (nyeri kronis), Setelah dilakukan
terhadap tubuhnya
kultural/spiritual, penyakit, krisis tindakan keperawatan
Monitor frekuensi
situasional, trauma/injury, selama . gangguan
mengkritik dirinya
pengobatan (pembedahan, body image
Jelaskan tentang
kemoterapi, radiasi) pasien teratasi dengan
pengobatan, perawatan,
DS: kriteria hasil:
kemajuan dan prognosis
Depersonalisasi bagian tubuh Body image positif
penyakit
Perasaan negatif tentang tubuh Mampu
Dorong klien
Secara verbal menyatakan mengidentifikasi
mengungkapkan
perubahan gaya hidup kekuatan personal
perasaannya
DO : Mendiskripsikan secara
Identifikasi arti
Perubahan aktual struktur dan faktual perubahan
fungsi tubuh fungsi tubuh pengurangan melalui
Kehilangan bagian tubuh Mempertahankan pemakaian alat bantu
Bagian tubuh tidak berfungsi interaksi sosial Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok kecil

Kurang Pengetahuan NOC: NIC :


Kaji tingkat pengetahuan
Berhubungan dengan : Kowlwdge : disease
keterbatasan kognitif, interpretasi process pasien dan keluarga

terhadap informasi yang salah, Kowledge : health Jelaskan patofisiologi dari

kurangnya keinginan untuk Behavior penyakit dan bagaimana hal


mencari informasi, tidak Setelah dilakukan ini berhubungan dengan
mengetahui sumber-sumber tindakan keperawatan anatomi dan fisiologi,
informasi. selama . pasien dengan cara yang tepat.

menunjukkan Gambarkan tanda dan


pengetahuan tentang gejala yang biasa muncul
DS: Menyatakan secara verbal proses penyakit dengan pada penyakit, dengan cara
adanya masalah kriteria hasil: yang tepat
DO: ketidakakuratan mengikuti Pasien dan keluarga Gambarkan proses
instruksi, perilaku tidak sesuai menyatakan penyakit, dengan cara yang
pemahaman tentang tepat
penyakit, kondisi, Identifikasi kemungkinan
prognosis dan program penyebab, dengan cara yang
pengobatan tepat
Pasien dan keluarga Sediakan informasi pada
mampu melaksanakan pasien tentang kondisi,
prosedur yang dengan cara yang tepat
dijelaskan secara benar Sediakan bagi keluarga
Pasien dan keluarga informasi tentang kemajuan
mampu menjelaskan pasien dengan cara yang
kembali apa yang tepat
dijelaskan perawat/tim Diskusikan pilihan terapi
kesehatan lainnya atau penanganan
Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Muttaqin.2010.Gangguan Gastrointestinal.Jakarta.Salemba Medika. (Hal 660)
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta,
2002
Gale, Danielle & Charette, Jane, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, EGC, Jakarta,
2000.
Price, Sylvia Anderson, Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Jakarta : EGC, 2005
Ramali, Ahmad, Kamus Kedokteran, Jakarta : Djambatan, 2003
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih,
Jakarta : EGC, 2002.
Smeltzer, Suzzane C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC, 2001
Sudoyo, Aru W, dkk. 2005. Buku Ajar Penyakit Dalam Edisi Ke Empat Jilid I. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universita Indonesia.
Syaifudin. Anatomi Fisiologi. Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC
Syaifudin. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Tambayong,Jan. (2002),Patofisiologi.Jakarta: Penerbit Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai