Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

ENSEFALITIS PADA ANAK

Disusun Oleh :

Ardhana Reswari
1765050024

Pembimbing :

dr. Tin Suhartini, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


PERIODE 9 DESEMBER 2019 – 22 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 4
2.1 Definisi…………………………………………………………..…….... 4
2.2 Epidemiologi ………………………………………………….………... 4
2.3 Etiologi …….………………………………………………….…………5
2.4 Patogenesis……………………………………………………………… 7
2.5 Manifestasi Klinis…………………………………...……………………8
2.6 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………..11
2.7 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………….12
2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding……………………………………….15
2.9 Tatalaksana………………………………………………………………17
2.10 Prognosis………………………………………………………………..22
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………...23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………....24

2
BAB I
PENDAHULUAN

Ensefalitis merupakan sindrom neurologis yang jarang tetapi berpotensi merusak


dengan etiologi yang berbeda. Secara umum, anak-anak yang mengalami ensefalitis
sebelumnya sehat dan tidak memiliki masalah neurologis lain, tetapi dapat juga ditemukan pada
kondisi penurunan imun atau riwayat bepergian ke luar negeri.1

Penatalaksanaan pasien dengan ensefalitis mengalami banyak perubahan dalam


beberapa tahun terakhir karena beberapa alasan termasuk peningkatan kualitas diagnostik dan
teknik pencitraan otak, perawatan antivirus dan imunomodulator yang lebih baik dan
perawatan dan rehabilitasi neuro-intensif yang lebih maju. Penting untuk mengenali ensefalitis
karena perawatan spesifik yang diberikan sejak dini dapat memperbaiki outcome pada kasus-
kasus tertentu.1

Meskipun tidak umum, gejala dan tanda yang ada pada anak-anak dengan ensefalitis
sering tidak spesifik. Karena alasan ini, banyak anak yang diinisiasi untuk pengobatan
ensefalitis bahkan jika mereka tidak benar-benar memiliki kemungkinan yang signifikan untuk
mengalami sindrom tersebut. Sebaliknya, sebuah penelitian terkini menunjukkan bahwa
manajemen anak-anak dengan ensefalitis masih kurang efisien dan dapat ditingkatkan. Karena
itu, dokter harus memiliki rencana manajemen yang aman dan lebih baik untuk anak-anak yang
dicurigai menderita ensefalitis.1

Tinjauan Kepustakaan ini dibuat dengan tujuan untuk lebih memahami penyakit
ensefalitis khususnya pada anak, dimulai dari etiologi, patomekanisme, metode diagnose dan
penatalaksanaan.

3
BAB II
ENSEFALITIS PADA ANAK

2.1 Definisi
Ensefalitis merupakan radang parenkim otak. Sindrom klinis ensefalitis memiliki
banyak penyebab berbeda dan memiliki diagnosis banding yang luas. Secara umum,
penyebab ensefalitis dapat dibagi berdasarkan keterkaitan secara langsung atau tidak
langsung dengan agen infeksi (virus atau mikroorganisme lainnya) atau yang disebabkan
oleh patologi inflamasi lainnya.1
Definisi luas dari istilah "ensefalitis," yaitu, peradangan otak, dapat diinterpretasikan
sebagai invasi langsung dari pathogen infeksius ke otak, paling umum, virus, jamur, atau
parasit.2 Ensefalitis harus dipertimbangkan ketika pasien datang dengan ensefalopati
(perubahan status mental) selama > 24 jam dan setidaknya terdapat satu dari yang berikut:
demam > 38oC, kejang, gambaran neurologis fokal, pleocytosis cairan serebrospinal (CSF),
terdapat aktivitas fokal atau epileptiform pada elektroencefalogram, serta neuroimaging
abnormal.3

2.2 Epidemiologi
Secara keseluruhan, terdapat 7,3 kasus ensefalitis per 100.000 orang per tahun di AS
sepanjang tahun 2000-2019 dengan insiden puncak didapatkan pada bayi usia <1 tahun
(13,5 per 100.000) dan terendah pada anak-anak 10-14 tahun (4,1 per 100.000).4
Insiden ensefalitis yang dilaporkan pada anak-anak di AS dan Inggris meningkat selama
10 tahun terakhir. Sebelum era ini, jumlah kasus ensefalitis menurun setelah
diperkenalkannya vaksin melawan virus polio, virus campak, virus gondong, virus
varicella, dan pertusis. Peningkatan musiman dalam kejadian ensefalitis pada anak-anak
terjadi selama musim panas hingga musim gugur, sebagian besar didorong oleh epidemi
dan sirkulasi endemik arbovirus dan EV (enterovirus).4
Pada tahun 1991 sampai dengan 1994, telah ditemukan 11 pasien di Bagian IKA RS
Cipto Mangunkusumo, terdiri dari 7 perempuan dan 4 laki-laki. Umur pasien antara 2,5
bulan sampai 11 tahun. Satu kasus berumur 2,5 bulan, 1 kasus 15 bulan, dan 9 kasus lebih
dari 3 tahun.5

4
2.3 Etiologi
Ensefalitis disebabkan oleh infeksi yang menyerang otak (ensefalitis infeksi) atau oleh
sistem kekebalan anak yang menyerang otak seperti yang dapat ditemukan pada ensefalitis
pasca-infeksi atau autoimun.6
Pada praktik klinis, etiologi etiologi ensefalitis dapat diidentifikasi pada sekitar 50%
kasus ensefalitis pada anak-anak. Dari kasus yang tidak dapat dijelaskan, lebih dari 60%
sulit diidentifikasi penyebabnya bahkan dengan pengujian penelitian komprehensif
menggunakan teknologi diagnostik molekuler canggih.4
Agen etiologi dari ensefalitis mencakup agen infeksi termasuk virus, bakteri, jamur,
dan parasit, dan penyebab non-infeksius termasuk kondisi imun dan racun.3

2.3.1 Ensefalitis Infeksius


a. Virus adalah penyebab paling umum dari ensefalitis infeksius (mis. Virus herpes,
enterovirus, West Nile Virus, Japanese encephalitis, virus tick-borne, dll). Setiap
virus berpotensi menyebabkan ensefalitis, tetapi tidak semua orang yang terinfeksi
virus ini akan menderita ensefalitis.
b. Bakteri (mis. Streptococcus Pneumoniae atau Mycoplasma Pneumoniae) adalah
penyebab umum lainnya.
c. Kadang infeksi lain seperti jamur dan parasit dapat menyebabkan ensefalitis.6

2.3.2 Ensefalitis Autoimun


a. Beberapa jenis ensefalitis autoimun, seperti ensefalomielitis diseminata akut (Acute
Disseminated Encephalomyelitis, ADEM), terjadi setelah infeksi atau setelah
imunisasi, dalam hal ini istilah "ensefalitis pasca infeksi" digunakan.
b. Bentuk lain dari autoimun ensefalitis dikaitkan dengan temuan kadar antibodi
spesifik dalam darah seperti VGKC kompleks (anti-LGI1 dan Caspr2), reseptor
NMDA, GAD, AMPAR dan antibodi GABA. Tidak jelas mengapa pasien dengan
ensefalitis autoimun memproduksi antibodi tersebut. Terkadang tumor (jinak atau
kanker) dapat menghasilkan antibodi. Antibodi, juga disebut imunoglobulin,
diproduksi oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasi dan membantu
menghilangkan antigen asing seperti virus dan bakteri.6

5
Tabel 1. Penyebab potensial dari ensefalitis akut.2

6
Tabel 2. Agen etiologi penyebab berdasarkan factor risikio.1

2.4 Patogenesis
Meskipun kurang dipahami untuk beberapa etiologi, berbagai mekanisme berkontribusi
terhadap ensefalitis. Dua bentuk utama dari ensefalitis adalah ensefalitis infeksi primer,
yang dihasilkan dari invasi langsung sistem saraf pusat (CNS; seringkali pada grey matter)
oleh patogen, dan ensefalitis yang dimediasi kekebalan tubuh, yang dihasilkan dari
kerusakan SSP oleh sistem kekebalan tubuh (seringkali pada white matter).4
Virus dapat menyerang SSP melalui viremia yang kemudian melewati sawar darah-
otak (mis. Arbovirus) atau transpor aksonal retrograde (mis. Virus rabies) dan menginfeksi
neuron yang menyebabkan sitotoksisitas (mis. Virus herpes simpleks; HSV). Selain itu,
patogen dapat menyebabkan peradangan yang menyebabkan kerusakan jaringan (mis.
Virus West Nile; WNV) atau menyebabkan vaskulitis yang mengarah ke iskemia jaringan
(mis. Virus varicella zoster; VZV), atau kombinasi dari mekanisme ini. Atau, patogen non-
neuroinvasive yang menginfeksi area non-SSP (mis. Mycoplasma pneumoniae, infeksi
pernapasan virus influenza), patogen neuroinvasive yang menginfeksi SSP (mis. HSV),
tumor (mis. Teratoma ovarium), dan beberapa vaksinasi yang dapat memicu autoimunitas
SSP karena respons imun yang menyimpang terhadap antigen otak. Infeksi virus SSP
langsung dan pemicu yang dimediasi imun dapat terjadi bersamaan, seperti yang
diilustrasikan dengan kasus ensefalitis HSV dengan antibodi reseptor anti-N-metil-D-
aspartat (anti-NMDAR) yang terjadi bersamaan.4
Untuk menyebabkan infeksi langsung, virus harus melewati sawar darah-otak. Virus
herpes simpleks (HSV) adalah penyebab paling umum dari ensefalitis sporadis dengan
infeksi primer disebabkan oleh HSV tipe 1 pada mukosa mulut. Setelah infeksi primer,

7
virus berjalan secara sentripetal di sepanjang saraf trigeminal dan menjadi infeksi laten di
ganglion trigeminal. Sekitar 70% dari semua kasus ensefalitis HSV sudah memiliki
antibodi, sehingga reaktivasi virus merupakan mekanisme yang paling umum, meskipun
belum jelas apakah mekanisme tersebut merupakan reaktivasi virus di ganglion trigeminal,
atau virus yang telah memiliki latensi pada otak itu sendiri. Penyebab HSV terkadang aktif
kembali tidak diketahui.1
Pada populasi dewasa muda dan anak-anak, ensefalitis HSV lebih mungkin terjadi
selama infeksi primer. Studi genetik telah menemukan dua mutasi pada anak-anak yang
mengakibatkan gangguan produksi interferon α dan kecenderungan untuk mengalami
herpes ensefalitis. Rute utama lain dari masuknya virus ke dalam sistem saraf adalah
mengikuti viraemia dan penyebaran selanjutnya melewati sawar darah-otak; ini terjadi
untuk enterovirus seperti polio dan arbovirus seperti virus Japanese ensefalitis (JEV) dan
virus West Nile (WNV).1

2.5 Manifestasi Klinis


Ensefalitis infeksius sering ditandai dengan flu-like syndrome (mis. Sakit kepala,
demam tinggi). Biasanya, gejala yang lebih serius muncul beberapa jam hingga berhari-
hari, atau terkadang berminggu-minggu kemudian. Temuan paling serius adalah penurunan
kesadaran yang ditandai dengan kebingungan ringan, perubahan perilaku atau kantuk,
hingga kehilangan kesadaran dan, dalam beberapa kasus, koma. Gejala lain termasuk
kejang, aversi terhadap cahaya terang, ketidakmampuan untuk berbicara atau
mengendalikan gerakan, perubahan sensorik, kekakuan leher, atau perilaku yang tidak
seperti biasanya.6
Ensefalitis autoimun sering memiliki onset yang lebih lama. Gejala akan bervariasi
tergantung pada penyebabnya tetapi dapat meliputi: kebingungan, kepribadian atau
perilaku yang berubah, gejala kejiwaan yang parah termasuk psikosis, gerakan yang tidak
dapat dikontrol anak, kecanggungan, kesulitan berjalan, kejang, halusinasi, kehilangan
ingatan atau gangguan tidur. Pada bayi, gejalanya mungkin tidak spesifik di awal dan
termasuk makan yang buruk dan kelesuan.6
Secara umum, gejala pada ensefalitis anak meliputi:1
a. Flu-like syndrome
b. Nyeri kepala berat, mual, muntah
c. Penurunan kesadaran
d. Kejang, tanda neurologis fokal

8
Oleh karena itu sering terdapat tumpang tindih dengan anak yang memiliki meningitis
bakteri akut, karena kedua sindrom tersebut memiliki fitur umum yang serupa termasuk
demam, sakit kepala dan meningisme. Dalam situasi ini, pasien sering digambarkan
menderita meningoensefalitis. Pasien dengan meningitis bakteri parah juga dapat
mengalami penurunan tingkat kesadaran, biasanya disebabkan oleh peningkatan tekanan
intrakranial karena komplikasi termasuk trombosis sinus vena dan infark, serebritis,
gangguan metabolisme, pengumpulan subdural atau infark emboli septik. Pasien dengan
meningitis atau ensefalitis dapat mengalami kejang.1
Pada anak yang lebih muda atau bayi yang lebih, dapat ditemukan gejala yang berbeda:2
a. Somnolen
b. Tidak tertarik terhadap makanan
c. Hisapan yang lemah
d. Iritabilitas
e. Kehilangan kontrol kepala
f. Gerakan mata yang abnormal
g. Demam (baik akut atau dalam interval 1-4 minggu sebelum timbulnya gejala)
h. Iritasi meningeal

Karena gejala klinis ensefalitis mencakup kisaran yang sangat luas baik dalam cakupan
dan keparahan, kecurigaan harus tinggi dalam pendekatan untuk setiap anak yang
menunjukkan perilaku yang tidak khas yang persisten.2
Sebagian kecil pasien mungkin memiliki presentasi yang lebih ringan. Pasien-pasien
ini mungkin tidak demam atau hanya berupa sub-febris dan riwayat demam sebelumnya
mungkin terlewatkan. Individu tersebut dapat mengalami perubahan perilaku atau
gangguan bicara dan bahasa tetapi kemudian menjadi lebih jelas mengalami ensefalopati
atau mengalami kejang. Anak-anak dengan immunocompromised kemungkinan memiliki
manifestasi klinis yang lebih subakut.1

9
Tabel 3. Agen penyebab berdasarkan manifestasi klinis.1

Tabel 4. Lokalisasi lesi SSP dan terminologi serta gejala terkait.2


10
Penting untuk mengajukan beberapa pertanyaan spesifik ketika mempertimbangkan
etiologi ensefalitis pada anak. Beberapa kondisi dibawah ini perlu diketahui sebagai
riwayat dari pasien:
a. Riwayat vaksinasi
b. Riwayat bepergian
c. Riwayat ruam pada anak (VZV), hand foot mouth disease (enterovirus), roseola
(HHV-6), atau infeksi meningokokus atau streptokokus. Riwayat stomatitis (HSV
tipe 1), parotitis, dan orkitis mungkin relevan.
d. Riwayat social: riwayat HIV atau penyalahgunaan obat intravena pada ibu dan/atau
pasangan, factor risiko tempat tinggal di daerah endemis,
.
Tes HIV harus dipertimbangkan pada anak dengan ensefalitis. Sejarah perjalanan
penting ditanyakan. Untuk pelancong, pertimbangkan rabies jika ada riwayat goresan
anjing, gigitan atau kontak dekat dengan kelelawar. Meskipun jarang, etiologi lain yang
perlu dipertimbangkan termasuk arbovirus (virus yang ditularkan melalui serangga atau
vektor kutu) dari Asia Selatan dan Eropa Tengah.1

2.6 Pemeriksaan Fisik


Temuan pemeriksaan penting pada anak dengan ensefalitis meliputi:
a. Tanda-tanda meningisme: fontanel yang menonjol pada bayi dan kekakuan nuchal atau
kaku kuduk, serta tanda Kernig positif pada anak yang lebih besar. Namun, tanda-tanda
ini tidak selalu hadir pada anak-anak dengan meningitis atau ensefalitis.1
b. Penurunan kesadaran. Penting juga untuk dengan cepat menilai derajat penurunan
kesadaran dan untuk mencari tanda-tanda neurologis abnormal yang menunjukkan
peningkatan tekanan intrakranial termasuk derajat kesadaran yang menurun, tekanan
darah meningkat, bradikardia, respons pupil abnormal, fleksi abnormal atau ekstensi ke
stimulus nyeri (deserebrasi dan dekortikasi positioning), perubahan pola pernapasan
dan papilloedema. 1
c. Kejang. Anak-anak dengan ensefalitis dapat mengalami kejang halus yang penting
untuk dikenali. Kegagalan untuk mengontrol kejang dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial, peningkatan aktivitas metabolisme, asidosis dan vasodilatasi, yang
selanjutnya dapat semakin meningkatkan TIK. Ciri-ciri kejang dapat meliputi deviasi
mata tonik, nistagmus, atau gerakan klonik halus pada wajah atau anggota tubuh atau
perubahan paroksismal pada detak jantung. 1

11
d. Ruam vesicular: mengarahkan untuk pemeriksaan HSV, EV, dan VZV.4
e. Limfadenopati regional atau adenopati difus. Limfadenopati regional dapat memberi
kesan pada Bartonella henselae, sedangkan adenopati difus dapat memerlukan evaluasi
serologis untuk penyakit virus sistemik seperti HIV, EBV, atau CMV.4
f. Pemeriksaan oftalmologi dapat mendeteksi pola retinitis atau keratitis yang khas yang
mungkin mendorong pengujian untuk WNV, cytomegalovirus, atau Bartonella
henselae.4
g. Gejala pernapasan: perlu dilakukan tes untuk patogen pernapasan yang terkait dengan
ensefalitis, termasuk virus influenza, Mycoplasma pneumoniae, dan adenovirus.4
h. Parotitis, perubahan perilaku atau kejiwaan yang menonjol, gerakan tungkai yang
abnormal, dan disautonomia (mendorong pengujian autoantibodi neuronal, termasuk
anti-NMDAR, dalam serum dan CSF).4

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Diagnosis ensefalitis dibuat setelah melalui beberapa pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk memeriksa keberadaan antibodi dan
tanda-tanda infeksi.5 Investigasi berikut harus dilakukan secara rutin:1
a. darah lengkap
b. urea dan elektrolit
c. tes fungsi hati
d. glukosa kapiler, glukosa darah laboratorium
e. gas darah (arteri atau kapiler atau vena)
f. laktat
g. urinalisis (bedside dipstick) untuk keton, glukosa, protein, nitrit, dan leukosit
h. amonia plasma (diambil dari sampel vena atau arteri)
i. kultur darah
j. 1–2 ml plasma untuk dipisahkan, dibekukan dan disimpan untuk analisis
selanjutnya jika diperlukan
k. 1–2 ml serum polos untuk disimpan untuk analisis nanti jika diperlukan
l. 10 ml urine untuk disimpan.

Hitung darah lengkap dapat menunjukkan limfositosis pada ensefalitis virus.


Kelainan non-spesifik lainnya dapat termasuk disfungsi ginjal (seringkali hiponatremia

12
disalahartikan sebagai akibat sekunder dari dehidrasi atau sekresi hormon antidiuretik
yang tidak tepat), peningkatan enzim hati (EBV, CMV, gangguan mitokondria,
beberapa obat), peningkatan amilase (gondong), koagulasi abnormal dan hipoglikemia.
Apabila terdapat tingkat kesadaran yang terganggu, asidosis respiratorik mungkin
ditemukan, tetapi adanya asidosis metabolik dapat menunjukkan gangguan
metabolisme, dalam hal ini amonia, laktat, dan asam amino plasma penting untuk
diagnosis banding.1

b. Pungsi Lumbal
Lumbar puncture (LP) atau pungsi lumbal adalah tes yang memungkinkan dokter
untuk mengambil sampel cairan serebrospinal (CSF) yang mengelilingi otak dan
sumsum tulang belakang dan menguji keberadaan virus atau antibodi. Semua pasien
yang diduga menderita ensefalitis harus menjalani LP sesegera mungkin kecuali ada
kontraindikasi yang jelas.6
CSF harus dikirim untuk investigasi berikut pada semua anak dengan dugaan
ensefalitis: (1) Laboratorium mikrobiologi untuk analisis mikroskop, kultur dan
sensitivitas, (2) Laboratorium virologi untuk PCR untuk HSV tipe 1 dan 2 dan VZV;
sampel harus disimpan untuk analisis yang mungkin di masa depan setelah diskusi
dengan ahli virus, (3) Laboratorium biokimia untuk glukosa (dengan sampel plasma
berpasangan), laktat dan oligoklonal (dengan sampel serum berpasangan).1
Pada ensefalitis virus, evaluasi CSF dapat menunjukkan pleositosis mononuklear
dan peningkatan kadar protein, atau peningkatan jumlah sel darah merah CSF
(ensefalitis hemoragik). Kehadiran eosinofil menunjukkan infeksi cacing, tetapi juga
terlihat dengan infeksi toksoplasma, Rickettsiae rickettsii dan infeksi M pneumoniae.
Konsentrasi glukosa CSF yang menurun menunjukkan etiologi bakteri, jamur atau
protozoa. Hingga 10% pasien dengan ensefalitis virus akan memiliki CSF yang benar-
benar normal, terutama jika LP dilakukan pada tahap awal penyakit.1
Gold standard untuk diagnosis ensefalitis adalah identifikasi agen infeksi pada
jaringan otak (jarang digunakan sekarang) atau CSF. Karena ensefalitis merupakan
infeksi otak, kelainan CSF mungkin negatif, terutama pada tahap awal penyakit. Untuk
deteksi virus, isolasi dalam kultur sel sekarang telah digantikan oleh amplifikasi asam
nukleat spesifik dari CSF atau otak oleh PCR (HSV tipe 1 dan 2, VZV, HHV-6 dan
HHV-7, CMV, EBV, enterovirus, virus pernapasan, HIV dan C pneumoniae).1

13
c. Neuroimaging
Neuroimaging adalah bagian kunci dari investigasi anak dengan sindrom sugestif
ensefalitis. Selain memberikan bukti langsung keterlibatan otak dari proses infeksi,
pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mengeksklusi banyak diagnosis alternatif tidak
menular (misalnya, ADEM, abnormalitas pembuluh darah, abses, atau lesi yang
menempati ruang lain). Walaupun MRI adalah investigasi pilihan, seringkali MRI tidak
tersedia.1
Sebagian besar anak yang mengalami ensefalopati dan demam (atau riwayat
penyakit demam) akan menjalani CT scan dengan kontras pada awalnya, terutama
untuk mencari lesi yang membutuhkan penanganan segera (misalnya, jika ada tanda-
tanda klinis yang menunjukkan herniasi atau desak ruang). CT scan tidak dapat
digunakan untuk mengesampingkan peningkatan tekanan intrakranial sehingga
diperlukan pengenalan tanda-tanda klinis.1
Gambaran CT mungkin normal pada penyebab ensefalitis infeksius dan non-
infeksius, tetapi pasien dengan ensefalitis HSV sering mengalami perubahan di daerah
fronto-temporal dengan kehilangan pola gyral normal dan ditemukannya hipodensitas.
MRI lebih sensitif dan metode diffusion weighted imaging dapat sangat berguna.1

d. EEG (electroencephalogram)
EEG dapat menjadi modalitas pemeriksaan yang berguna untuk ensefalitis, sebagai
petunjuk diagnosis dan evaluasi aktivitas kejang. EEG adalah indikator sensitif dari
disfungsi serebral yang menunjukkan gelombang lambat ensefalopati dengan
amplitudo tinggi. EEG juga dapat menunjukkan aktivitas kejang fokal yang mungkin
tidak memiliki komponen motorik atau hanya memiliki fitur klinis yang halus. EEG
berguna pada anak-anak dengan ensefalitis HSV jika terdapat pola khas epileptiformis
periodik dari lobus temporal dengan kompleks gelombang lambat yang terjadi pada
interval 2-3 detik.1

e. Pemeriksaan Mikrobiologi dan Virologi


Kultur darah dapat mengidentifikasi bakteri atau jamur. Pemeriksaan nasofaring,
urin, tinja, dan tenggorokan perlu dilakukan apabila terdapat temuan klinis yang
relevan. Swab tenggorok dapat memungkinkan identifikasi virus pernapasan, campak
atau enterovirus (kultur, PCR atau imunofluoresensi), sementara aspirasi nasofaring
dapat digunakan untuk mendeteksi virus pernapasan (influenza A, parainfluenza,

14
adenovirus, dan respiratory syncytial virus (RSV)) menggunakan PCR , deteksi atau
kultur antigen. Sampel tinja dapat menunjukkan infeksi enterovirus, virus gondong
atau virus campak melalui PCR atau kultur. Jika ada vesikel, usap virus harus diambil
dari vesikel untuk mendeteksi VZV atau HSV dengan imunofluoresensi atau PCR.
Biopsi kulit dari lesi lain dapat dipertimbangkan. Urin dapat dikultur untuk CMV, virus
gondong atau campak.1
Pemeriksaan serologis mungkin berguna dalam mengidentifikasi beberapa
penyebab ensefalitis. Antibodi IgM serum dan CSF atau peningkatan konsentrasi IgG
dapat memungkinkan identifikasi infeksi dengan HSV, VZV, CMV, EBV, RSV,
adenovirus, virus influenza A dan B, virus parainfluenza dan enterovirus, rotavirus, M
pneumoniae, dan arbovirus.1

2.8 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Kriteria utama yang diperlukan untuk memenuhi definisi kasus untuk ensefalitis adalah
perubahan status mental > 24 jam tanpa penyebab alternatif yang diidentifikasi. Dua kriteria
minor tambahan diperlukan untuk possible ensefalitis, dimana tiga atau lebih kriteria minor
tambahan diperlukan untuk probable ensefalitis. Ensefalitis yang dikonfirmasi juga
memerlukan patologi jaringan otak dengan peradangan, diagnosis mikroorganisme yang
sangat terkait dengan ensefalitis, atau bukti laboratorium tentang kondisi autoimun yang
sangat terkait dengan ensefalitis.4

Gambar 1. Kriteria diagnostic ensefalitis.4

15
*Singkatan: EEG = electroencephalogram, c/w = konsisten dengan, CSF = cairan
serebrospinal

16
Tabel 5. Diagnosis banding ensefalitis.1

2.9 Tatalaksana
Tatalaksana perlu disesuaikan dengan kemungkinan etiologi. Biasanya pada saat
presentasi klinis, agen etiologi belum dapat diketahui, sehingga antimikroba spektrum luas
dan pengobatan antivirus harus dimulai sambil menunggu hasil studi diagnostik. Faktor-
faktor yang paling mungkin mengubah pendekatan terhadap pengobatan empiris adalah
riwayat perjalanan atau kondisi immunocompromise.1

a. Terapi Empiris
Terapi antivirus empiris untuk ensefalitis virus terutama terbatas pada pengobatan virus
herpes, terutama HSV, kecuali pada musim flu ketika oseltamivir dapat
dipertimbangkan. Pengobatan empiris dengan antibiotik spektrum luas harus mencakup
sefalosporin generasi ketiga seperti ceftriaxone, yang mencakup infeksi Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Neisseria meningitidis selain ampisilin atau

17
amoksisilin untuk melindungi L monocytogenes. Beberapa telah merekomendasikan
penambahan azitromisin dalam pengobatan empiris untuk infeksi yang disebabkan oleh
Mycoplasma, tetapi peran terapi antibiotik untuk mycoplasma encephalitis masih belum
jelas.1

Gambar 2. Guideline manajemen ensefalitis.1

18
Gambar 2. Lanjutan.1

19
Gambar 3. Algoritma penanganan ensefalitis pada anak.7

b. Terapi Spesifik
 HSV
Asiklovir adalah pengobatan pilihan untuk ensefalitis yang disebabkan oleh HSV.
Penelitian menunjukkan bahwa asiklovir dosis tinggi (60 mg/kg/hari secara
intravena) diberikan selama 21 hari untuk ensefalitis HSV pada neonatus

20
mengurangi tingkat kekambuhan dan meningkatkan hasil neurologis. Pada orang
dewasa dan anak-anak di atas 12 tahun, rejimen pengobatan yang
direkomendasikan saat ini adalah 10 mg/kg setiap 8 jam asiklovir intravena (30
mg/kg/hari) selama 14–21 hari pada pasien imunokompeten dan 21 hari pada
pasien imunosupresi.1

 Varicella Zoster Virus


Aciclovir juga efektif melawan virus varicella zoster (VZV). Tidak ada uji coba
terkontrol secara acak yang dilakukan untuk menentukan dosis atau lamanya
pengobatan, tetapi berdasarkan beberapa kasus asiklovir dengan dosis 10 mg / kg
setiap 8 jam direkomendasikan untuk pengobatan 10-14 hari.1

 Flu
Tidak ada uji coba terkontrol secara acak dan sangat sedikit data mengenai
pengobatan ensefalitis yang disebabkan oleh influenza A atau B. Pedoman
pengobatan didasarkan pada studi yang memeriksa perjalanan klinis flu.
Pengobatan 5 hari oseltamivir pada anak-anak dengan gejala pernapasan dikaitkan
dengan pengurangan median penyakit klinis 36 jam dan pengurangan demam 25
jam dibandingkan dengan penerima plasebo. Rekomendasi saat ini untuk
pengobatan ensefalitis virus flu adalah pengobatan dengan oseltamivir untuk
jangka waktu 5 hari.1

 M. Pneumonia
Terapi antibiotik telah dikaitkan dengan peningkatan klinis pada beberapa kasus
ensefalitis M pneumonia, namun pemulihan total juga telah dilaporkan tanpa
pengobatan antibiotik dan peran terapi antibiotik masih belum jelas. Pedoman saat
ini menunjukkan bahwa masuk akal untuk mempertimbangkan terapi antibiotik
empiris dengan azitromisin atau doksisiklin untuk semua anak.1

 Tatalaksana Imunomodulator
Pada saat ini, steroid umumnya tidak diberikan kepada anak-anak dengan
kecurigaan kuat atau ensefalitis virus yang terbukti. Steroid adalah pengobatan
utama untuk anak-anak dengan ADEM dan biasanya diberikan sebagai pengobatan

21
lini pertama untuk anak-anak dengan ensefalitis yang dimediasi-antibodi.
Manajemen ideal dalam jangka panjang untuk anak-anak dengan ensefalitis yang
dimediasi-antibodi saat ini tidak diketahui karena hanya beberapa laporan kasus
dan seri telah dilaporkan sejauh ini. Pengobatan dengan imunoglobulin intravena,
pertukaran plasma dan imunosupresan lainnya, termasuk siklofosfamid dan
azatioprin, telah digunakan.1

2.10 Prognosis
Literatur tentang outcome jangka panjang dan prognosis ensefalitis masih terbatas
hanya pada beberapa penelitian. Ensefalitis HSV pada neonatus dan anak-anak tetap yang
paling banyak dipelajari karena terus dikaitkan dengan outcome neurologis jangka
panjang yang buruk meskipun diterapi dengan tepat. Tingkat morbiditas jangka panjang
didapatkan sebesar 30% pada orang dewasa dan hingga 67% pada anak-anak dengan
ensefalitis HSV. Pasien dengan usia kurang dari 3 tahun lebih mungkin untuk mengalami
gejala sisa yang parah atau mati akibat infeksi HSV daripada pasien yang lebih tua.1
Skor koma Glasgow kurang dari 6 dan penyakit yang ada selama lebih dari 4 hari
sebelum memulai pengobatan adalah prediktor outcome yang buruk. Hingga 2 tahun
setelah pengobatan, 30% pasien yang diterapi dengan asiklovir telah dinyatakan normal
atau sedikit terganggu, 9 % memiliki gejala sisa yang sedang, dan 53% meninggal atau
mengalami gangguan parah.1
Hasil dari studi prospektif 12 tahun pada anak-anak dengan HSV ensefalitis
menunjukkan bahwa gejala sisa neurologis terjadi pada 63% kasus, termasuk kejang pada
44% dan keterlambatan perkembangan pada 25%. Namun, tidak ada kematian dalam
kelompok studi ini.1

22
BAB III
KESIMPULAN

Ensefalitis tetap merupakan sindrom neurologis akut yang dapat disebabkan oleh
infeksi langsung atau penyebab para/postinfectious dan imun-mediated. Sebagian besar kasus
ensefalitis tidak memiliki etiologi yang diketahui secara pasti, dengan HSV menjadi patogen
yang paling umum diidentifikasi. Meskipun pengobatan dengan asiklovir, morbiditas tetap
tinggi. Ada sangat sedikit uji coba terkontrol secara acak yang melihat pengobatan ensefalitis
dan ada beberapa data tentang outcome jangka panjang. Akibatnya, ada banyak pertanyaan
yang belum terjawab tentang manajemen dan pengobatan ensefalitis yang ideal.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Clara T, Rachel K, Andrew R, Dominic K, Andrew P. Encephalitis in children. Arch Dis Child:
97:150-161. 2012.
2. Stephen JF. Encephalitis in pediatric population. Pediatrics in review: 33(3):122-133.2012.
3. Nathan D, Jessica LC, Joseph MC, Roberta LD. A systematic approach to the differential
diagnosis of encephalitis in children. Journal of pedriatric infectious disease society:
3(2):175-179. 2014.
4. Kecin M, Marc F, Samuel RD, Kenneth LT, Mark JA. Encephalitis in US children. Infect Dis Clin
North Am. 32(1):145-162. 2018.
5. Hardiono DP. Ensefalitis herpes simplex pada anak. Sari pediatric: 2(2):77-81.2000.
6. Encephalitis Society. Encephalitis in children: a guide. 2017.
7. Fenella JK. Guidelines for the management of encephalitis in children. Developmental
medicine & child neurology. 2012.

24
25

Anda mungkin juga menyukai