1
DAFTAR ISI
Cijeruk............................................................................................................................ 5
Kata Pengantar ................................................................................................................. 6
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 8
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 14
Bab III Metodologi Penelitian .......................................................................................... 24
Bab IV Hasil Penelitian .................................................................................................... 32
Bab V Penutup ................................................................................................................. 40
Cilembu .......................................................................................................................... 62
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 63
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 67
Bab III Metodologi Penelitian .......................................................................................... 88
Bab IV Hasil Penelitian .................................................................................................... 93
Bab V Penutup ................................................................................................................. 111
2
Margamukti.................................................................................................................... 241
Kata Pengantar ................................................................................................................. 242
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 244
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 247
Bab III Metodologi Penelitian .......................................................................................... 273
Bab IV Hasil Penelitian .................................................................................................... 279
Bab V Penutup ................................................................................................................. 283
3
Ungkal ............................................................................................................................ 457
Kata Pengantar ................................................................................................................. 458
Bab I Pendahuluan ........................................................................................................... 461
Bab II Tinjauan Pustaka ................................................................................................... 465
Bab III Metodologi Penelitian .......................................................................................... 486
Bab IV Hasil Penelitian .................................................................................................... 492
Bab V Penutup ................................................................................................................. 497
4
FAKTOR RESIKO YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN STUNTING PADA
BALITA USIA 24-59 BULAN DI DESA CIJERUK, KABUPATEN SUMEDANG
PENELITIAN
PEMBIMBING
JAKARTA
5
KATA PENGANTAR
Dengan Kerendahan hati peneliti memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan hikmat pengetahuan-Nya
dengan baik dan tepat waktu. Penelitian ini ditulis dalam rangka pemenuhan salah
Desember 2018. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.
4. dr. Yunita RMB Sitompul, MKK, Sp. Ok, selaku dosen pembimbing
6
5. Seluruh masyarakat desa Cijeruk, yang telah menerima peneliti dengan
6. Bidan Desa dan Aparat Desa yang telah membantu dan bekerja sama
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
penelitian ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi
Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini membawa manfaat bagi
kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menerima seluruh amal dan niat baik
kita selama ini sehingga rahmat Tuhan selalui menyertai kita. Amin.
Penulis
7
BAB I
PENDAHULUAN
35,6% menjadi 37,2% pada tahun 2013, angka tersebut melebihi target
rerata Jawa Barat 35,3% yang lebih baik dari angka nasional (37,2%). 3
8
Upaya peningkatan status gizi masyarakat termasuk penurunan
dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam jangka
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi untuk munculnya
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak
bayi dengan berat lahir rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk
lahir yang pendek beresiko tinggi terhadap kejadian stunting pada balita.8
Faktor lain yang berhubungan dengan stunting adalah asupan air susu ibu
9
(ASI) Eksklusif pada balita. Penelitian di Ethiopia Selatan membuktikan
pendidikan orang tua, pengetahuan ibu tentang gizi, dan jumlah anggota
balita banyak dipengaruhi oleh pendapatan dan pendidikan orang tua yang
stunting antara lain berat lahir, postur tubuh ibu pendek, asupan energi,
fasilitas air.12 Sehubungan dengan hal tersebut perlu dikaji tentang faktor-
faktor resiko stunting pada balita yaitu berat lahir, tinggi badan ibu, tingkat
dalam penelitian ini adalah ”Faktor resiko apa saja yang berhubungan
10
dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Desa Cijeruk,
Kabupaten Sumedang?”
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
berat lahir.
11
h. Mengetahui hubungan kejadian stunting dengan faktor resiko
1.4.Manfaat Penelitian
resikonya.
2. Bagi Peneliti
resikonya.
3. Bagi Institusi
resikonya.
12
balita usia 24-59 bulan di Desa Cijeruk, Kabupaten
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stunting
2.1.1. Definisi
14
tidak memadai yang mencerminkan ketidakmampuan untuk
baik.13
z (Z- score).14
15
pendek dibandingkan balita seumurnya. Penghitungan ini
16
pinggul dan tebal lemak di bawah kulit. Perubahan dimensi
2.1.3.1 Umur
17
tergantung rileks di samping badan, tumit dan pantat
18
tungkai bawah (knee height). Semua pengukuran di atas
19
2.1.4.2 Complementary feeding yang tidak adekuat
20
penelitian membuktikan bahwa menunda inisiasi
2.1.4.4 Infeksi
21
2.1.5 Consequences
meningkat
motorik, dan
perkembangan bahasa
sakit
produktifitas kerja.22
22
2.2 Kerangka Teori
Pekerjaan
STUNTING
23
BAB III
METODE PENELITIAN
kontrol).
Gambar 3.1
24
III.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Lemeshow, 1997
Dimana:
25
P2 = proporsi terpajan pada kontrol
(OR)P2
P1 =
(OR)P2 + (1 − P2)
(7,71)0,5
P1 =
(7,71)0,5 + (1 − 0,5)
= 0,89
P = (P1+P2)/2
= (0,89 + 0,5)/2
= 0,695
= 23
adalah 46 sampel.
26
Kriteria sampel :
A. Kriteria inklusi :
59 bulan
B. Kriteria ekslusi :
3.4 Variabel
stunting.
1) Alat tulis
27
3) Lembar kuesioner
4) Alat antropometri
konsisten.
progam komputer.
28
menggunakan uji analisis korelasi Spearman dan uji regresi
adalah :
Tabel 3.1
Definisi Operasional
penelitian
SD
29
lahir Normal: 2500-4000 gram
Tinggi Jarak yang diukur dari Meteran Ordinal (Zottareli et al, 2007)
berdiri tegak,
pandangan lurus ke
di teliti.
diteliti.
30
dan minuman sehari- 3. Lebih: >110% AKG
diteliti.
Sumber air Sumber air berasal dari Kuesioner Nominal Badan Pusat Statistik (BPS)
danau, dll)
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN
tinggi badan ibu, sumber air, tingkat asupan energi, protein dan lemak.
Kasus Kontrol
n % n %
1 Pendapatan Keluarga
< Rp. 1.000.000 8 34.8 2 8.7
Rp. 1.000.000 - Rp. 2.000.000 12 52.2 17 73.9
Rp. 2.000.000 - Rp. 3.000.000 3 13 3 13
> Rp. 3.000.000 0 0 1 4.3
2 Jumlah Anggota Keluarga
3-5 orang 20 87 20 87
> 5 orang 3 13 3 13
3 Berat Badan Lahir
< 2500 gram 1 4.3 1 4.3
2500 - < 4000 gram 22 95.7 17 73.9
> 4000 gram 0 0 5 21.7
4 Tinggi Badan Ibu
< 150 cm 18 78.3 8 34.8
32
> 150 cm 5 21.7 15 65.2
5 Sumber Air Minum
Terlindung 20 87 18 78.3
Tidak Terlindung 3 13 5 21.7
6 Tingkat Asupan Energi
Kurang 11 47.8 7 30.4
Baik 7 30.4 10 43.5
Lebih 5 21.7 6 26.1
7 Tingkat Asupan Protein
Kurang 0 0 1 4.3
Baik 1 4.3 1 4.3
Lebih 22 95.7 21 91.3
8 Tingkat Asupan Lemak
Kurang 20 87 18 78.3
Baik 2 8.7 3 13
Lebih 1 4.3 2 8.7
keluarga balita memiliki jumlah anggota keluarga 3-5 orang yaitu 20 keluarga
(87%) pada kelompok kasus dan kontrol. Mayoritas balita dalam penelitian
ini lahir dengan berat badan lahir normal, 22 balita pada kelompok kasus
(95.7%) dan 17 balita pada kelompok kontrol (73.9%). Pada kelompok kasus
didapatkan sebanyak 18 balita (78.3%) memiliki ibu dengan tinggi badan <
memiliki ibu dengan tinggi badan > 150 cm. Sumber air minum terbanyak
33
didapatkan sumber air yang terlindung pada 20 responden kasus (87%) dan
balita (43.5%) kelompok kontrol memiliki tingkat asupan energi yang baik.
Tingkat asupan protein pada balita kelompok kasus dan kontrol sebagian
besar termasuk dalam kategori lebih yaitu 22 balita (95.7%) kelompok kasus
dan 21 balita (91.3%) kelompok kontrol. Tingkat asupan lemak pada 20 balita
(87%) dari kelompok kasus dan 18 balita (78.3%) dari kelompok kontrol
Kasus Kontrol p OR
(95% Cl)
n % n %
Pendapatan Keluarga
34
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
stunting.
Stunting
Kasus Kontrol p OR
(95% Cl)
n % n %
3-5 orang 20 87 20 87 1
1 (0.180-
> 5 orang 3 13 3 13 5.563)
35
4.2.3 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kejadian Stunting
Kasus Kontrol p OR
(95% Cl)
n % n %
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan
stunting.
Kasus Kontrol P OR
(95% Cl)
n % n %
36
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui bahwa nilai p = 0.002 sehingga
pada balita dengan ibu yang memiliki tinggi badan < 150 cm. Tinggi
badan ibu < 150 cm juga didapatkan beresiko 6.75 kali menyebabkan
Kasus Kontrol p OR
(95% Cl)
n % n %
Sumber Air
37
4.2.6 Hubungan Tingkat Asupan Energi, Protein, dan Lemak dengan
Kejadian
Stunting
Kasus Kontrol P OR
(95% Cl)
n % n %
Kurang 0 0 1 4.3
0.449
Baik 1 4.3 1 4.3 0.544 (0.061-
3.275)
Lebih 22 95.7 21 91.3
Kurang 20 87 18 78.3
1.539
Baik 2 8.7 3 13 0.44 (0.520-
4.556)
Lebih 1 4.3 2 8.7
38
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
kejadian stunting. Anak stunting lebih banyak terjadi pada anak dengan
tingkat asupan energi kurang, dengan nilai odds ratio = 1.436 (0.676-
bahwa tingkat asupan energi, protein dan lemak bukan faktor resiko
39
BAB V
5.1 Kesimpulan
Sumedang.
pembandingnya.
berat badan lahir, sumber air, tingkat asupan energi, protein, dan
stunting.
40
5.2 Saran
yaitu:
Bagi Institusi
bersih.
meningkat.
41
kebijakan-kebijakan pusat terkait 1000 HPK dalam rangka
42
Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
INFORMED CONSENT
Nama :
Alamat :
Surat persetujuan ini saya buat atas kesadaran sendiri tanpa tekanan
maupun paksaan dari pihak manapun.
Sumedang,
( )
43
LEMBAR KUESIONER
KECAMATAN KELURAHAN RT RW
44
LEMBAR FOOD FREQUENCY QUESTIONNAIRE SEMIKUANTITATIF
Frekuensi Cara
Bahan Berat
NO ……… ……… ……… ……… Tidak URT Pengola Ket.
Makanan (gr)
kali/hari kali/minggu kali/bulan kali/tahun pernah han
Sumber Karbohidrat
1. Nasi
2. Jagung
3. Mie (mie
instan, mie
kering,
dll)
4. Ubi jalar
5. Singkong
6. Kentang
1. Telur dan
produk
olahannya
2. Daging
sapi
3. Daging
45
kambing
4. Daging
ayam
5. Ikan air
tawar
6. Ikan teri
7. Ikan laut
1. Susu
bubuk
2. Susu
kental
manis
3. Keju
4. Yogurt
1. Tahu
2. Tempe
3. Kacang
hijau
4. Kacang
merah
46
5. Kacang
polong
Sayuran
1. Kangkung,
bayam,
caisim
2. Wortel
3. Kacang
panjang
4. Daun
singkong
5. Lainnya
Buah-buahan
1. Pisang
2. Jeruk
3. Pepaya
4. Mangga
5. Lainnya
47
Lampiran 2
Analisis Univariat
Frequency Table
pendapatan keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
48
umur anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
49
sumber air
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
50
tingkat asupan lemak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Frequency Table
Pendapatan keluarga
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
51
jenis kelamin
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
umur anak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
52
sumber air
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
53
tingkat asupan lemak
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Lampiran 3
Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
jumlah anggota
.519 46 .000 .398 46 .000
keluarga
54
Lampiran 4
Correlations
pendapatan
Stunting keluarga
N 46 46
pendapatan Correlation
.263 1.000
keluarga Coefficient
N 46 46
Correlations
jumlah
anggota
Stunting keluarga
N 46 46
N 46 46
55
Correlations
berat badan
Stunting lahir
N 46 46
N 46 46
Correlations
tinggi badan
Stunting ibu
N 46 46
N 46 46
56
Correlations
N 46 46
N 46 46
Correlations
tingkat
asupan
Stunting energi
N 46 46
N 46 46
57
Correlations
tingkat
asupan
Stunting protein
N 46 46
N 46 46
Correlations
tingkat
Stunting asupan lemak
N 46 46
N 46 46
58
Lampiran 5
95% C.I.for
EXP(B)
95% C.I.for
EXP(B)
95% C.I.for
EXP(B)
59
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
95% C.I.for
EXP(B)
95% C.I.for
EXP(B)
Step 1a TA_energ
.362 .385 .885 1 .347 1.436 .676 3.053
i
60
Variables in the Equation
95% C.I.for
EXP(B)
Step 1a TA_protei
-.801 1.014 .624 1 .429 .449 .061 3.275
n
95% C.I.for
EXP(B)
Step 1a TA_lema
.431 .554 .606 1 .436 1.539 .520 4.556
k
61
HUBUNGAN KARAKTERISTIK POLA MAKAN IBU HAMIL
TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN PADA SAAT
KEHAMILAN DI DESA CILEMBU KABUPATEN SUMEDANG
PERIODE NOVEMBER 2018
Disusun Oleh :
MICHELLE SABATINI 1261050271
KEVIN RONALDI 1361050064
DAVID A.D.R. SERANG 1461050219
BENEDIKTA SURYANDARI 1461050043
DOSEN PEMBIMBING :
dr. Wiradi Suryanegara, M. Kes
dr. Yusias Hikmat Diani, M. Kes
62
BAB I
PENDAHULUAN
63
Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2013 melaporkan
prevalensi gizi kurang pada balita di Indonesia sekitar 19,6%. Salah satu
permasahalah gizi yang diperhatikan secara lebih adalah Stunting
(pendek). Prevalensi Stunting di Indonesia didapatkan sebanyak 37,2%,
yang berarti Indonesia berada di atas batas ambang Stunting yang
ditetapkan oleh WHO di setiap negara yakni sebesar 20%. Target
pemerintah Indonesia dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional adalah menurunkan prevalensi Stunting dari status awal 32,9%
turun menjadi 28% pada tahun 2019. Dengan upaya yang dapat dilakukan
adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberian
ASI eksklusif serta menjaga nutrisi dari 1000 hari pertama kehidupan.
Kabupaten Sumedang adalah salah satu Kabupaten yang terletak
sekitar 45 km Timur Laut Kota Bandung. Menurut Riskesdas pada tahun
2013, Sumedang tercatat 41,08% mengalami Stunting. Kabupaten
Sumedang termasuk dalam 100 kabupaten yang memiliki angka Stunting
tertinggi di Indonesia dengan 10 desa didalamnya termasuk dalam 1000
desa yang menjadi fokus program intervensi Stunting di Indonesia. Desa-
desa tersebut merupakan desa yang memiliki penghasilan perkapita
rendah, dimana salah satu faktor penting penyebab tingginya angka
Stunting di Indonesia.
Pola makan pada Ibu hamil adalah salah satu faktor utama asupan
gizi bayi karena mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan
bayi selama dalam kandungan, apabila pola makan ibu hamil tidak tepat
atau kurang memenuhi kebutuhan akan terjadi gangguan pada proses
tersebut dan dapat menyebabkan berbagai gangguan dan salah satunya
adalah berat bayi lahir rendah yang memiliki risiko menjadi stunting pada
kemudian harinya.
Oleh karena itu peneliti tertarik untuk lebih jauh lagi mengali
mengenai hubungan karakteristik pola makan ibu hamil terhadap
pertambahan berat badan pada saat kehamilan di Desa Cilembu,
Kabupaten Sumedang periode November 2018.
64
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara pola makan ibu hamil terhdap pertambahan
berat badan pada kehamilan di Desa Cilembu, Kabupaten Sumedang
periode November 2018?
65
1.4.2. Bagi Pemerintah
Memberi informasi mengenai gambaran pola makan
ibu hamil di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang.
Memberikan informasi mengenai status gizi ibu
hamil di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang.
1.4.3. Bagi Institusi
Realisasi Tridarma Perguruan Tinggi dalam
melaksanakan fungsinya sebagai lembaga yang
menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan
pengabdian masyarakat.
Memberi informasi dan kepustakaan kepada bagian
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia.
1.4.4. Bagi Peneliti
Sumber informasi dan pengetahuan hubungan
antara pola makan ibu hamil dengan pertambahan
berat badan pada kehamilan di Desa Cilembu
Kabupaten Sumedang periode November 2018.
Menambah wawasan, minat dan kemampuan dalam
bidang penelitian
66
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
67
yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial, budaya, pendidikan dan
ekonomi dimana mereka hidup.
68
dan selenium. Berdasarkan sumbernya, lauk - pauk
digolongkan menjadi dua yaitu lauk- pauk hewani seperti
daging, ikan, telur, dan sebagainya dan lauk- pauk
tumbuhan seperti kacang- kacangan dan hasil olahan
kacang seperti tempe, tahu, susu keledai dan oncom. 23
Lauk sebaiknya terdiri atas campuran lauk hewani dan lauk
nabati. Lauk hewani mengandung protein dengan nilai
biologi lebih tinggi daripada lauk nabati. Porsi lauk hewani
yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah
sebanyak 100 gram atau dua potong ikan/daging/ayam
sehari, sedangkan porsi lauk nabati sebanyak 100-150 gram
atau 4-6 potong tempe berukuran sedang (4 x 6 x 1 cm)
sehari.24
c) Golongan Sayuran
Sayuran merupakan sumber vitamin A, vitamin C, Asam
folat, Magnesium, Kalium dan Serat, serta tidak
mengandung kolesterol. Sayuran daun berwarna hijau
seperti bayam, kankung, daun singkong, daun kacang dan
daun pepaya kaya akan kalsium, zat besi, asam folat, dan
vitamin C. Sedangkan sayuran berwarna jingga/orange
seperti wortel dan tomat mengandung lebih banyak
provitamin A berupa beta-karoten daripada sayuran hijau
dan yang tidak berwarna. Sayuran yang tidak berwarna
seperti labu siam, ketimun, nangka, dan rebung tidak
banyak mengandung zat gizi. Konsumsi sayuran yang
sangat dianjurkan adalah terdiri dari campuran sayuran
daun, kacang-kacangan (sumber vitamin B) dan sayuran
berwarna jingga. Porsi sayuran dalam bentuk tercampur
yang dianjurkan sehari untuk orang dewasa adalah
sebanyak 150-200 gram atau 1,5 – 2 mangkok sehari.24
69
d) Golongan Buah
Bahan makanan ini termasuk bahan nabati dan umumnya
merupakan penghasil vitamin A, C, Kalium dan serat serta
mineral, namun ada juga beberapa jenis buah yang
menghasilkan energi dalam jumlah yang cukup berarti. 23
Buah berwarna kuning seperti manga, papaya dan pisang
kaya akan provitamin A, sedangkan buah yang kecut,
seperti jeruk, jambu biji, dan rambutan kaya akan vitamin
C. Buah tidak mengandung natrium, lemak (Kecuali
apokat), kolesterol. Porsi buah yang dianjurkan sehari
untuk orang dewasa adalah sebanyak 200-300 gram atau 2-
3 potong sehari.24
e) Golongan susu dan Hasil olahan susu
Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna.
Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, yaitu
protein bernilai protein tinggi, kalsium, Fosfor, Vitamin A,
dan tiamin (Vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium
paling baik, karena di samping kalsium yang tinggi, laktosa
didalam susu membantu absorbsi susu didalam saluran
cerna, akan tetapi sedikit sekali mengandung zat besi dan
vitamin C. Balita, ibu hamil dan ibu menyusui paling
dianjurkan untuk minum satu gelas susu sehari, atau
produk lainya seperti yogurt, yakult, dan keju dalam
jumlah yang ekivalen dengan susu segar. Porsi susu yang
di anjurkan untuk anak-anak, ibu hamil dan menyusui
adalah sebanyak 1-2 gelas sehari.24
f) Lain-lain
Disamping kelima golongan bahan makanan tersebut di
atas, menu sehari-hari biasanya mengandung gula dan
minyak/kelapa, sebagai penyedap, dan memberi rasa gurih.
70
Gula dan minyak/kepala merupakan sumber energi. Gula
rata-rata dimakan sebanyak 25-35 gram sehari (2,5 – 3,5
sendok makan) dalam minuman atau kue-kue, sedangkan
minyak sebanyak 25 – 50 gram ( 2,5 – 5 sendok makan),
untuk menggoreng atau dalam kue-kue, atau sebagai santan
dan kelapa parut.24
2. Jumlah Makanan
Jumlah atau porsi makanan merupakan ukuran maupun takaran
makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Jumlah/porsi
makanan, jenis dan frekuensi konsumsi pangan merupakan bagian dari
pola makan masyarakat, harus sesuai dengan pedoman- pedoman dari
gizi seimbang. Pedoman Gizi Seimbang telah dikembangkan sejak
tahun 1950 oleh Bapak Gizi Indonesia Prof. Poorwo Soedarmo yang
mengacu pada prinsip Basic Four Amerika Serikat yang telah
mengakar di kalangan masyarakat indonesia dan dikenal dengan
Prinsip 4 Sehat 5 Sempurna, yaitu : Menu makanan yang terdiri dari
makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan buah-buahan, serta minum
susu untuk menyempurnakan menu tersebut telah berhasil
menanamkan pengertian tentang pentingnya gizi dan kemudian
merubah perilaku konsumsi masyarakat. Namun, slogan tersebut sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu dan permasalahan gizi
dewasa ini sehingga perlu diperbarui dengan slogan dan visual yang
sesuai dengan kondisi saat ini. Dewasa ini, Prinsip Nutrition Guide for
Balanced Diet hasil kesepakatan konferensi pangan sedunia di Roma
Tahun 1992 diyakini akan mampu mengatasi beban ganda masalah
gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi 25
71
dengan kebutuhan setiap orang atau kelompok umur, dan khusus untuk
kelompok ibu hamil dan menyusuidapat dilihat seperti pada tabel II.4
dan harus memperhatikan prinsip 4 pilar lainya yaitu anekaragam
pangan, perilaku hidup bersih, aktivitas fisik dan mempertahankan
berat badan normal.26
72
Sumber : Kemenkes, 2013
Gambar II.2 Tumpeng Gizi Seimbang25
Pedoman Gizi Seimbang : Konsumsi makan sehari-hari harus
mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah (porsi) yang sesuai dengan
kebutuhan setiap orang atau kelompok umur.
73
Keterangan :
74
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) dalam prakteknya
dapat digunakan sebagai 25
1. Acuan dalam menilai kecukupan gizi;
2. Acuan dalam menyusun makanan sehari-hari termasuk
perencanaan makanan di institusi
3. Acuan perhitungan dalam perencanaan penyediaan pangan
tingkat regional maupun nasional
4. Acuan pendidikan gizi
5. Acuan label pangan yang mencantumkan informasi nilai gizi
Angka kecukupan gizi untuk Indonesia yang digunakan secara
nasional saat ini adalah hasil Widyakarya-Nasional Pangan dan Gizi
XI tahun 2012, yaitu pada Permenkes no. 75 tahun 2013 tentang
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia
(Tabel II.5).7 Menurut Darwin karyadi dan Muhilal (1996),
berhubung AKG yang tersedia bukan mengambarkan AKG individu,
tetapi untuk golongan umur, jenis kelamin, tinggi badan, dan berat
badan standar, maka untuk menentukan AKG individu dapat dibuat
dengan melakukan koreksi terhadap BB (berat badan) aktual individu
atau perorangan tersebut dengan BB standar yang tercantum pada
tabel II.5. Untuk itu, maka digunakan rumus dibawah ini7 :
BB aktual
AKG Individual = x Nilai AKG
BB standar pada tabel AKG
75
Tabel II.5 Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak,
Karbohidrat, Serat dan Air yang dianjurkan
untuk orang Indonesia (per orang per hari) 25
76
tahun
Hamil
(+an) +180 + 20 +6 +25 +3
Trimester I +300 + 20 +10 +40 +4
Trimester +300 +20 +10 +40 +4
II
Trimester
III
Sumber : Kemenkes 2013
77
orang miskin dan menengah ke bawah di desa tidak sanggup
membeli makanan jadi yang mahal, buah dan sayuran yang
mahal. Pendapatan akan membatasi seseorang untuk
mengkonsumsi ikan dan daging yang bermutu. Demikian pula
kelompok sosial berpengaruh terhadap kebiasaan makan.
Misalnya, kepala ikan dan siput sangat disukai oleh beberapa
kelompok masyarakat. Sedangkan kelompok lainnya mungkin
lebih suka hamburger dan pizza. 27
4. Personal Preference
Hal- hal yang disukai dan tidak disukai sangat berarti dan
berpengaruh terhadap kebiasaan makan seseorang. Orang
seringkali memulai kebiasaan makanannya, sejak dari masa
kanak- kanak sampai masa dewasa. Perasaan suka dan tidak
suka seseorang terhadap makanan tergantung asosiasinya
terhadap makanan tersebut. Anak- anak yang suka
mengunjungi kakek dan neneknya akan ikut menyukai acar
karena mereka sering dihidangkan acar. Lain lagi dengan anak
yang tidak suka omelan bibinya, akan tumbuh perasaan tidak
suka terhadap ayam goreng yang dimasak bibinya. 27
5. Rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang
Rasa lapar umumnya merupakan sensasi yang tidak
menyenangkan karena berhubungan dengan kekurangan
makanan. Sebaliknya, nafsu makan merupakan sensasi yang
menyenangkan berupa keinginan seseorang untuk makan.
Sedangkan rasa kenyang merupakan perasaan puas karena telah
memenuhi keinginannya untuk makan. Pusat pengaturan dan
pengontrolan mekanisme lapar, nafsu makan dan rasa kenyang
dilakukan oleh sistem saraf pusat, yaitu pada hipotalamus.
Kurang nafsu makan dikenal dengan istilah anoreksia yang
merupakan salah satu gangguan makan pada remaja. 27
78
6. Kesehatan
Kesehatan seseorang berpengaruh besar terhadap kebiasaan
makan. kebutuhan gizi antara orang sehat dan orang sakit
apalagi yang baru sembuh dari sakit berat tidak bisa
disamakan. Sel-sel tubuh orang sakit sebagian telah mengalami
kerusakan dan perlu digantikan, karena itu orang tersebut perlu
zat-zat gizi yang lebih banyak daripada orang yang
sehat.Lainya Sariawan atau gigi yang sakit seringkali membuat
individu memilih makanan yang lembut. Tidak jarang orang
dengan kesulitan menelan mencoba untuk memilih menahan
rasa lapar daripada makan28
7. Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan Gizi
Seseorang dengan tingkat pendidikan yang rendah belum tentu
kurang mampu menyusun makanan yang memenuhi
persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang pendidikannya
lebih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah bila orang
tersebut rajin mendengarkan siaran televisi atau selalu turut
serta dalam penyuluhan gizi bukan mustahil pengetahuan
gizinya akan lebih baik. Hanya saja memang perlu
dipertimbangkan bahwa faktor tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah-tidaknya seseorang menyerap dan
memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh28
II.1.4. Penilaian Konsumsi makanan
1. Definisi Penilaian Konsumsi Makanan
Penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang
digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau
kelompok. Hal ini karena informasi dari hasil penilaian tersebut
dapat dipakai untuk memperkirakan kekurangan/kelebihan zat
gizi yang dapat dibuktikan lebih lanjut dengan metode lain
seperti biokimia, antropometri, dan klinis. Selain itu, hasil
penilaian tersebut juga dapat digunakan untuk mengembangkan
79
program intervensi pangan.17 Berdasarkan jenis data yang
diperoleh, pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua
jenis data konsumsi, yaitu data yang bersifat kualitatif dan
kuantitatif. Metode kualitatif biasanya digunakan untuk
mengetahui frekuensi makan, dan frekuensi konsumsi menurut
jenis bahan makanan. Sedangkan Metode Kuantitatif
dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang di
konsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi bahan Makanan (DKBM) atau
daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga
(DURT) 17
2.Interpretasi Hasil Pengukuran Konsumsi makanan
Untuk klasifikasi tingkat konsumsi kelompok/rumah tangga atau
perorangan belum ada standar yang pasti. Berdasarkan buku
pedoman Petugas Gizi Puskesmas Depkes RI (1999), klasifikasi
tingkat konsumsi dibagi menjadi empat dengan cut of points
masing-masing sebagai berikut :
Kurang (<80%)
Cukup (80-120%)
Lebih (>120%)
80
memenuhi kebutuhan yang terkait dengan perubahan dalam tubuh ibu dan
perkembangan janin.
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Tahun 2004, seorang ibu hamil
dianjurkan untuk mengonsumsi tambahan energi dan protein sebagai berikut :
Trimester 1 sebesar 100 kalori dan 17 gram protein, trimester 2 sebesar 300 kalori
dan 17 gram protein, trimester 3 sebesar 300 kalori dan 17 gram protein dengan
catatan tambahan ini bisa dipenuhi dalam 3 trimester berturut-turut. Kebutuhan
81
vitamin dan mineral pada ketiga trimester juga meningkat. Ibu hamil
membutuhkan tambahan vitamin A 300 RE, thiamin 0,3 mg, riboflavin 0,3 mg,
niacin 0,3 mg, asam folat 200 mcg, piridoksin 0,4 mg, vitamin B 0,2 mcg, vitamin
C 10 mg, kalsium 150 mg, magnesium 30 mg, yodium 50 mcg, selenium 5 mcg,
mangan 0,2 mg dan fluor 0,2 mg. Sedangkan untuk tambahan kebutuhan zat besi
pada ibu hamil bervariasi yaitu pada trimester 1 belum membutuhkan tambahan, 9
mg pada trimester 2, dan 13 mg pada trimester 3. Kebutuhan tambahan mineral
zinc (seng) sebesar 1,7 mg pada trimester 1; 4,2 mg pada trimester 2; dan 9 mg
pada trimester 3.
Selama kehamilan pada ibu akan terjadi berbagai perubahan fisik dan
fisiologis. Pada kehamilan normal perubahan ini antara lain tampak pada
penambahan berat badan (BB) ibu sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
janin, tambahan cadangan lemak, pembentukan dan perkembangan placenta,
82
peningkatan cairan tubuh serta pembesaran payudara. Di samping itu, karena
adanya perubahan hormonal ibu hamil juga mengalami perubahan psikologis,
sosiologis dan emosional. Janin yang tumbuh optimal akan lahir hidup dengan
berat 2500-3500 gram. Untuk mencapai tujuan tersebut BB ibu harus naik selama
kehamilan dengan kisaran 7-12 kg. Distribusi kenaikan ibu selama hamil terinci
pada tabel dibawah ini.
Tabel 1
83
Pertambahan BB ibu hamil dapat dipantau dengan menimbang BB ibu hamil
paling sedikit 1 kali tiap akhir trimester. Kenaikan BB yang dianjurkan sesuai
IMT pra-hamil tercantum pada tabel dibawah ini
Kenaikan BB ibu sesuai dengan tabel di atas merupakan salah satu upaya untuk
mencegah gangguan persalinan, BBLR, menjaga keselamatan ibu dan persiapan
laktasi. Kenaikan berat badan ibu kemungkinan terasa sudah cukup, tetapi
kenaikan itu lebih banyak menambah berat badan ibu dibanding untuk menambah
berat anak. Kenaikan berat badan ibu belum tentu menghasilkan anak yang besar,
demikian juga sebaliknya. Penambahan berat badan ibu harus dinilai.
Penambahan berat badan ibu hamil sudah lebih dari 12,5 kg tetapi anak yang
dikandungnya kecil maka berat badan masih harus ditambah 13 . Berat badan
calon ibu saat mulai kehamilan adalah 45-65 kg. Jika kurang dari 45 kg sebaiknya
berat badan dinaikkan lebih dulu hingga mencapai 45 kg sebelum hamil dan
sebaliknya 14 .
Kondisi fisik dan kenaikan berat badan normal bagi wanita hamil pada setiap
trimester adalah sebagai berikut:
84
makan agar janin dapat tumbuh dengan baik. Kenaikan normal antara 0,7 – 1,4
kg.
o Trimester II (sampai dengan usia 28 minggu) Napsu makan sudah pulih
kembali. Kebutuhan makan harus diperbanyak. Kenaikan berat badan normal
antara 6,7 – 7,4 kg
o Trimester III (sampai dengan usia 40 minggu) Nafsu makan sangat baik,
tetapi jangan berlebihan. Kenaikan berat badan normal antara 12,7 kg – 13,4
kg.
Berat badan ibu sebelum hamil dan kenaikan berat badan selama hamil
kurang (underweight) atau lebih (overweihgt) dari normal akan membuat
kehamilan menjadi beresiko (low risk). Berat badan ibu yang kurang akan
beresiko melahirkan bayi dengan berat badan kurang atau Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR tentu akan terganggu perkembangan dan
kecerdasannya, selain kesehatan fisiknya yang juga kurang bagus. Berat badan ibu
berlebih atau sangat cepat juga beresiko mengalami perdarahan atau bisa jadi
merupakan indikasi awal terjadinya keracunan kehamilan (pre-eklamsia) atau
diabetes. Mula-mula overweight, lalu tensi naik, bengkak kaki, ginjal bermasalah,
akhirnya keracunan kehamilan. Hal tersebut akan beresiko menghambat
pertumbuhan janin, mengurangi pasokan makanan ke janin, karena adanya
penyempitan pembuluh darah. Apabila penyempitan pembuluh darah menghebat
akan berakibat fatal bagi janin. Berat badan ibu yang berlebihan juga dapat
mempengaruhi proses persalinan. Jadi berat badan ideal akan mempermudah
berjalannya kelahiran tanpa komplikasi. Kalaupun ada hanya sedikit (low risk),
nifas juga akan segera usai. Berat badan yang ideal selama hamil akan segera
kembali bentuk tubuh ke berat semula setelah melahirkan
85
ibu sewaktu konsepsi dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi, keadaan
kesehatan dan gizi ibu, paritas dan jarak kehamilan jika yang dikandung bukan
anak yang pertama. Penilaian Status Gizi Ibu Hamil meliputi:
a. Berat Badan Berat badan sebelum hamil dan perubahan berat badan
selama kehamilan berlangsung merupakan parameter klinik yang
penting untuk memprediksikan berat badan bayi lahir rendah. Wanita
dengan berat badan rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan
rendah sebelum hamil atau kenaikan berat badan tidak cukup banyak
pada saat hamil cenderung melahirkan bayi BBLR. Kenaikan berat
badan selama kehamilan sangat mempengaruhi massa pertumbuhan
janin dalam kandungan. Pada ibu-ibu hamil yang status gizi jelek
sebelum hamil maka kenaikan berat badan pada saat hamil akan
berpengaruh terhadap berat bayi lahir. Kenaikan tersebut meliputi
kenaikan komponen janin yaitu pertumbuhan janin, plasenta dan cairan
amnion 1 . Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan
memantau pertumbuhan janin. Pada akhir kehamilan kenaikan berat
hendaknya 12,5-18 kg untuk ibu yang kurus. Sementara untuk yang
memiliki berat ideal cukup 10-12 kg sedangkan untuk ibu yang
tergolong gemuk cukup naik < 10 kg .
b. Hemoglobin (Hb)
Hemoglobin adalah komponen darah yang bertugas mengangkut
oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. Untuk level
normalnya untuk wanita sekitar 12-16 gram per 100 ml sedang untuk
pria sekitar 14-18 gram per 100 ml. Pengukuran Hb pada saat
kehamilan biasanya menunjukkan penurunan jumlah kadar Hb.
Hemoglobin merupakan parameter yang digunakan untuk menetapkan
prevalensi anemia. Anemia merupakan masalah kesehatan yang paling
banyak ditemukan pada ibu hamil. Kurang lebih 50% ibu hamil di
Indonesia menderita anemia. Anemia merupakan salah satu status gizi
yang berpengaruh terhadap BBLR. Pengukuran kadar haemoglobin
86
dilakukan sebelum usia kehamilan 20 minggu dan pada kehamilan 28
minggu
c. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pengertian Pengukurann LILA adalah suatu cara untuk mengetahui
risiko kekurangan energi protein (KEP) wanita usia subur (WUS).
Pengukuran LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan
status gizi dalam jangka pendek. Pengukuran LILA digunakan karena
pengukurannya sangat mudah dan dapat dilakukan oleh siapa saja.
Beberapa tujuan pengukuran LILA adalah mencakup masalah WUS
baik ibu hamil maupun calon ibu, masyarakat umum dan peran petugas
lintas sektoral. Adapun tujuan tersebut adalah:
a) Mengetahui risiko KEK WUS, baik ibu hamil maupun calon ibu,
untuk menapis wanita yang mempunyai risiko melahirkan bayi berat
lahir rendah (BBLR).
b) Meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat agar lebih
berperan dalam pencegahan dan penanggulangan KEK.
c) Mengembangkan gagasan baru di kalangan masyarakat dengan
tujuan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak.
d) Meningkatkan peran petugas lintas sektoral dalam upaya perbaikan
gizi WUS yang menderita KEK.
e) Mengarahkan pelayanan kesehatan pada kelompok sasaran WUS
yang menderita KEK.
87
BAB III
METODE PENELITIAN
III.4.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah ibu yang sedang hamil di waktu
pemeriksaan.
III.4.2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah seluruh populasi ibu yang sedang hamil di desa
cilembu, sumedang.
Kriteria inklusi : Ibu Hamil periode November yang bersedia ikut penelitian.
88
Kriteria ekslusi :
3. Timbangan
Menanyakan pertanyaaan yang terdapat pada lembar kuesioner penelitian ini dan
mengukur status gizi ibu hamil.
89
III.9. Analisis Data
3. Berat lebih
jika IMT 23,0-
24,9 kg/m²
4. Obesitas I jika
IMT 25,0-29,9
90
kg/m²
5. Obesitas II jika
IMT ≥30,0 kg/m²
1. Tidak terdapat hubungan pola makan terhadap berat badan ibu hamil di
desa cilembu, sumedang periode november 2018
2. Tidak terdapat hubungan status gizi terhadap berat badan ibu hamil di desa
cilembu, sumedang periode november 2018
3. Tidak terdapat hubungan familial terhadap berat badan ibu hamil di desa
cilembu, sumedang periode november 2018
4. Tidak terdapat hubungan pola makan dan status gizi berat badan ibu hamil
di desa cilembu, sumedang periode november 2018
91
II.11.2 Hipotesis nol (H0)
1. Terdapat hubungan pola makan terhadap berat badan ibu hamil di desa
cilembu, sumedang periode november 2018
2. Terdapat hubungan status gizi terhadap berat badan ibu hamil di desa cilembu,
sumedang periode november 2018
3. Terdapat hubungan familial terhadap berat badan ibu hamil di desa cilembu,
sumedang periode november 2018
4. Terdapat hubungan pola makan dan status gizi berat badan ibu hamil di desa
cilembu, sumedang periode november 2018
92
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Usia Responden N %
< 20 Tahun 2 6.7
20 – 24 Tahun 8 26.7
25 – 29 Tahun 16 53.3
30 – 34 Tahun 1 3.3
>34 Tahun 3 10.0
Total 30 100
93
responden yang paling kecil adalah pada rentang usia 30-34 tahun
yaitu 1 orang (3,3%)
Usia Kehamilan N %
Responden
Trimester I 7 23.3
Trimester II 11 36.7
Trimester II 12 40.0
Total 30 100
Tingkat Pendidikan N %
Responden
SD 7 23.3
SMP 10 33.3
SMA 10 33.3
PT 3 10.0
Total 30 100
94
Berdasarkan Tabel IV.3, didapatkan hasil bahwa tingkat
pendidikan Responden di Desa Cilembu paling banyak adalah
yang berpendidikan SMP dan SMA yaitu sebanyak 20 orang
(66.6 %) responden dari total keseluruhan 30 responden
Sedangkandari tabel di atas didapatkan tidak ada satupun ibu
yang tidak bersekolah dan minimal tingkat pendidikan
responden di Desa Cilembu adalah setingkat SD yaitu sebanyak
7 responden (23.3%). Untuk responden dengan pendidikan
setingkat perguruan tinggi di Desa Cilembu didapatkan
sebanyak 3 responden (10 %).
Pekerjaan Responden N %
Tidak Bekerja (IRT) 30 100
Bekerja 0 0
Total 30 100
95
Obesitas 3 10.0
Total 30 100
Pola Makan
(Tingkat Kecukupan N %
Energi)
Kurang (< 80 % AKG) 14 46.7
Cukup (> 80 % AKG) 16 53.3
Total 30 100
96
IV.1.7. Gambaran Karakteristik Tingkat Kecukupan
Karbohidrat
Tabel IV.7. Distribusi tingkat kecukupan karbohidrat responden di
Desa Cilembu Kabupaten Sumedang
Pola Makan
(Tingkat Kecukupan N %
Karbohidrat)
Pola Makan N %
(Tingkat Kecukupan Protein)
97
IV.1.9. Gambaran Karakteristik Tingkat Kecukupan Lemak
Tabel IV.9. Distribusi tingkat kecukupan lemak responden di Desa
Cilembu Kabupaten Sumedang
Pola Makan
N %
(Tingkat Kecukupan Lemak)
Kekerapan
Sumber
Sering Jarang
f(%) f(%)
Karbohidrat
Nasi Putih 30 (100) 0 (0)
Ubi 16 (53,3) 14 (46,6)
Mie 19 (63,3) 11 (36,6)
Kerupuk 10 (33,3) 20 (66,6)
Roti 19 (63,3) 11 (36,6)
Protein
Daging Ayam 20 (66,6) 10 (33,3)
Telur Ayam 22 (73,3) 8 (26,6)
98
Tahu 26 (86,6) 4 (13,3)
Tempe 28 (93,3) 2 (6,6)
Lemak
Susu 30 (100) 0 (0)
Minyak Goreng 30 (100) 0 (0)
Keju 5 (16,6) 25 (83,3)
Santan 6 (20) 24 (80)
Fast Food
Kentang Goreng 1 (3,3) 29 (96,6)
Pizza 2 (6,6) 28 (93,3)
Ayam Tepung 7 (23,4) 23 ( 76,6)
Sayuran
Kangkung 21 (70) 9 (30)
Tomat 18 (60) 12 (40)
Wortel 17 (56,6) 13 (43,3)
Daun Singkong 16 (53,3) 14 (46,6)
Buah-Buahan
Mangga 22 (73,3) 8 (26,6)
Jeruk 22 (73,3) 8 (26,6)
Pisang 21 (70) 9 (30)
Pepaya 16 (53,3) 14 (46,6)
99
IV.1.11. Gambaran karakteristik pertambahan berat
badan
Tabel 4.11 Distribusi pertambahan berat badan responden di Desa
Cilembu Kabupaten Sumedang
a. Energi
Kurang 10 4
b. Karbohidrat
Kurang 4 3
100
Cukup 8 15 0.193 0.307
c. Protein
Kurang 8 4
d.Lemak
Kurang 12 10
rank didapatkan nilai p value < 0,05 pada variabel pola makan
(Energi, Protein dan Lemak) Karena nilai p value lebih kecil dari
karbohidrat didapatkan nilai p value > 0,05, yang berarti tidak ada
101
KUESIONER FOOD FREQUENCY KUALITATIF
Nama :
NIM :
Tingggi Badan :
Berat Badan :
Tanggal Lahir :
Umur :
102
Petunjuk : kebiasaan makan sebulan lalu, beri tanda ( ) pada poin yang tersedia!
Sumber Karbohidrat
Nasi putih
Nasi merah
Singkong
Ubi Jalar
Roti
Mie
Sirop/minuman
manis
Lainnya
(sebutkann)
Sumber protein
Daging sapi
Daging ayam
Daging kambing
Telur ayam
Ikan segar
103
Tempe/tahu
Kacang-
kacangan
Lainnya
(sebutkan)
Sumber lemak
Susu Fullcream
Minyak sayur
Jeroan
Keju
Mentega
Santan
Lainnya
(sebutkan)
Makanan Jadi/jajanan
Fastfood
Softdrink
Gorengan
Lainnya
(sebutkan)
104
Sumber serat
Sayuran
Buah-buahan
I. Pola Makan
Ya
Kadang-kadang
Tidak pernah
Kue
Buah
Lain-lain_____________(sebutkan)
4. Apakah anda mengkonsumsi minuman (kopi, teh, sari buah, dll) setiap hari?
Ya
105
Tidak
1 kali
2 kali
3 kali
> 3 kali
6. Berapa banyak gula yang anda tambahkan dalam satu gelas minuman?
1 sdt
1 sdm
> 1 sdm
Tidak ada
1 kali/hari
2 kali/hari
3 kali/hari
>3 kali/hari
beraktifitas sehari-hari?
Tidak. Alasan______________
106
Tidak sering (≤ 3 kali/Minggu)
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
Ya
Tidak. Alasan______________
5. Pada pukul berapa kebiasaan makan siang anda dalam 1 bulan terakhir?
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
Ya
Tidak. Alasan______________
8. Pada pukul berapa kebiasaan makan malam a nda dalam 1 bulan terakhir?
Pukul ≤ 17.00
Alasan______________
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
107
10. Pada pukul berapa anda mengkonsumsi makanan terakhir pada malam hari
≥ pukul 18.00
11. Jika anda memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan terakhir pada malam
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
12. Jika anda memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan terakhir pada malam
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
13. Berapa jam jarak antara makan terakhir dengan waktu tidur anda?
≥ 3 jam
< 3 jam
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
Sering (4 – 7 kali/Minggu)
III. Genetik
108
1. Berapa perkiraan tinggi badan ibu anda?
<155 cm ≥155 cm
<165 cm ≥165 cm
3. Apakah di keluarga anda terdapat orang yang memiliki berat badan yang
berlebih (gemuk)?
Ya
Kakek
Nenek
Tante
Paman
Tidak
4. Apakah di keluarga anda terdapat orang yang memiliki berat badan yang
kurang (kurus)?
Ya
Kakek
Nenek
Tante
Paman
Tidak
109
5. Apakah di keluarga anda terdapat orang yang memiliki tinggi badan ≤150cm
Ya
Kakek
Nenek
Tante
Paman
Tidak
110
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan
saran sebagai berikut
1. Karakteristik ibu hamil di Desa Cilembu didapatkan setengah populasi
berada di rentang usia 25-29 tahun, hampir sepertiga dari populasi adalah ibu
hamil trimester III, dengan tingkat pendidikan yang hampir setengah belum
mencapai wajib belajar 12 tahun, dan seluruhnya ibu rumah tangga dengan indeks
massa tubuh sebelum kehamilan yang normal dan berlebih, serta lebih dari
setengah populasi memiliki pertambahan berat badan yang sesuai dengan usia
kehamilan.
2. Karakteristik pola makan ibu hamil di Desa Cilembu yang dinilai
berdasarkan tingkat kecukupan konsumsi zat gizi, didapatkan lebih dari setengah
populasi berada dalam tingkat konsumsi yang tergolong cukup terhadap angka
kecukupan gizi yang dianjurkan, walaupun untuk kategori tingkat kecukupan
konsumsi lemak, justru didapatkan sebaliknya, dimana lebih dari setengah
populasi memiliki tingkat konsumsi yang kurang dibandingkan dengan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan.
3. Karakteristik pola konsumsi menurut jenis makanan pada ibu hamil di
Desa Cilembu menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat
variasi konsumsi berbagai zat gizi yang kurang dan hanya sebagian kecil yang
memenuhi variasi menu setiap kali makan.
4. Hubungan karakteristik pola makan berdasarkan tingkat kecukupan
konsumsi zat gizi menunjukan bahwa terdapat hubungan yang singnifikan antara
tingkat kecukupan konsumsi
111
5. energi, protein dan lemak dengan pertambahan berat badan ibu hamil, namun tidak
signifikan pada karbohidrat.
V.2. Saran
1. Bagi Pemerintah
Agar menambah fasilitas dan pelayanan kesehatan terutama dalam bidang gizi
guna meningkatkan dan memantau status gizi masyarakat khususnya pada ibu
hamil di Desa Cilembu, memberikan bantuan pangan secara teratur, serta bekerja
sama dengan tenaga kesehatan setempat dalam pencegahan berbagai penyakit.
2. Dinas Kesehatan
Menambah sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan dalam bidang gizi,
seperti alat pengukuran antropometri di posyandu desa, serta alat skrining untuk
pemantauan gizi lainya.
3. Puskesmas dan Kader Kesehatan
Diharapkan agar lebih meningkatkan perhatian dalam memberikan penyuluhan,
meningkatkan kualitas dan kuantitas SDM untuk menyebarluaskan informasi
tentang gizi dan permasalahannya, sehingga pesan penting mengenai hal-hal
tersebut dapat tersampaikan dengan cukup dan dimengerti dengan baik.
4. Peneliti Selanjutnya
Agar selanjutnya dapat dilakukan penelitian mengenai faktor atau variabel luar
lain yang berhubungan dengan pertambahan berat badan pada ibu hamil
112
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU, PENDIDIKAN IBU, DAN POLA MAKAN
PENELITIAN
PEMBIMBING
dr. Ance Adriani, MS., SpOk., MS., SpGK.
JAKARTA
113
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini. Penelitian yang berjudul “Hubungan Antara Pengetahuan Ibu, Pendidikan
Ibu dan Pola Makan Balita Terhadap Kejadian Stunting pada Anak Usia 2-5
Tahun di Desa Kebon Kalapa Periode November 2018.” ini merupakan salah
satu syarat kelulusan Kepaniteraan Klinis Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Kristen Indonesia.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan baik isi
maupun susunannya. Penulis juga menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikannya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada:
114
dalam pengumpulan data penelitian dan dengan penuh kerja keras
membantu kami dalam pelaksanaan seluruh kegiatan di Desa Kebon
Kalapa.
6. Pihak-pihak yang sudah membantu penulis, namun tidak bisa
disebutkan namanya satu persatu. Oleh karena itu penulis mohon maaf
dan penulis sampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya, semoga
jasa yang sudah diberikan imbalan yang sebaik-baiknya dari Tuhan
YME.
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas
segala budi baik semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis
dalam penyusunan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat tidak
hanya bagi penulis juga bagi para pembaca.
(Penulis)
115
BAB I
PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal
setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2
Berdasarkan data yang dilansir dari World Health Organization (WHO), pada
1990 silam jumlah anak yang stunting di dunia mencapai 225 juta anak dan pada
tahun 2015 angka ini berhasil ditekan menjadi 156 juta anak atau sebesar 23,2%
mengalami stunted2. Namun, bukan berarti masalah ini sudah kelar dikarenakan
stunting masih tinggi. Menurut Global Nutrition report tahun 2014, Indonesia
termasuk dalam 17 negara diantara 117 negara yang mempunyai tiga masalah gizi
dimana terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%).
116
Berdasarkan prevalensi nasional, dari 34 provinsi di Indonesia, Jawa Barat berada
tahun 2013 sebesar 41,08% dengan jumlah balita stunting sebesar 37.970 jiwa.
Provinsi dengan presentase gizi buruk dan kurang tertinggi tahun 2016 adalah
Nusa Tenggara Timur (28,2%) dan terendah Sulawesi Utara (7,2%)5. Profinsi
Jawa Barat, presentase gizi pada balita 0-59 bulan yaitu gizi buruk 2,4% dan gizi
kurang 12,1%, sedangkan presentasi anak pendek dan sangat pendek pasa usia 0-
59 bulan yang terbesar adalah di profinisi Sulawesi Barat (39,7%), untuk profinsi
Jawa Barat presentasi anak pendek 6,4% dan anak yang snagat pendek 19,0% 5.
Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor tetapi disebabkan oleh
banyak faktor yang saling berhubungan satu dengan lain.Diantara faktor yang
juga lingkungan. Untuk itu pada penelitian ini, peneliti ingin meneliti hubungan
antara pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan pola makan terhadap kejadian
stunting pada anak usia 2-5 tahun di Desa Kebon Kalapa Kabupaten Sumedang
adalah:
117
Bagaimana hubungan antara pengetahuan ibu, pendidikan ibu dan
pola makan balita terhadap kejadian stunting pada anak usia 2-5
1.3 Hipotesis
pengetahuan ibu, pendidikan ibu dan pola makan balita terhadap kejadian
stunting pada anak usia 2-5 tahun di Desa Kebon Kalapa periode
November 2018.
pola makan pada balita usia 2-5 tahun dengan tingkat kejadian stunting di
anak usia 2-5 tahun di Desa Kebon Kalapa periode November 2018.
anak usia 2-5 tahun di Desa Kebon Kalapa periode November 2018.
118
4. Mengetahui hubungan intake kalori, karbohidrat, protein dan lemak balita
dengan tingkat kejadian stunting anak usia 2-5 tahun di Desa Kebon
Kalapa.
pengetahuan ibu dan pola makan pada balita usia 2-5 tahun dengan
2. Bagi Masyarakat
stunting.
3. Bagi Peneliti
119
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebagai berikut :1
120
Berikut luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Sumedang
Tahun 2018
121
2.1.2. Demografis Kabupaten Sumedang
jiwa/Km2.7
Sumedang
dan fokus pada 1000 HPK. Dengan demikian, seluruh upaya gizi harus
122
meliputi perbaikan dan pencegahan masalah gizi pada ibu hamil, ibu
trend capaian dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu status gizi buruk
tersebut tidak disertai dengan penurunan masalah gizi lebih pada balita
2.2 Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari
(kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa
awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah anak berusia 2
123
terhadap penyakit, menurunkan produktifitas dan kemudian
(TB/U) dapat digunakan untuk menilai status gizi masa lampau, ukuran
ekslusif
Pengganti ASI
124
b. 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi
yang memadai
bersih
(grafik) pertumbuhan yang dianjurkan saat ini adalah kurva WHO 2005
berdasarkan penelitian pada bayi yang mendapat ASI ekslusif dari ibu
yang tidak merokok, yang diikuti dari lahir sampai usia 24 bulan dan
penelitian potong lintang pada anak usia 18-71 bulan, dengan berbagai
125
terutama mendapatkan susu formula. Beberapa penelitian menunjukkan
- 2 SD s/d + 2 SD Normal
126
munculnya penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan
digunakan, yaitu:15
a. Zscore atau SD
b. Nilai persentil
127
90% median TB-U mendekati nilai -2SD
bulan
128
i. Mendorong inisiasi menyusui dini (pemberian ASI
jolong/colostrum)
bulan
secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita pada 1000 Hari
129
4) Menyediakan akses kepada Layanan Kesehatan dan Keluarga
Berencana (KB)
Pola makan diartikan sebagai cara atau usaha dalam mengatur kegiatan
makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh untuk menjadi lebih baik. Sedangkan
menurut Depkes RI 2009 pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam
penyakit.16
Gizi seimbang adalah susunan pangan sehari-hari yang mengandung zat gizi
dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan
130
memperhatikan prinsip keanekaragaman pangan, aktivitas fisik, perilaku hidup
17
bersih dan mempertahankan berat badan normal untuk mencegah masalah gizi.
kemampuan tubuh seseorang untuk mencerna makanan, umur, jenis kelamin, jenis
aktivitas, dan kondisi tertentu seperti sakit, hamil, menyusui. Untuk hidup dan
(karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral) dalam jumlah yang cukup,
tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Di samping itu, manusia memerlukan
air dan serat untuk memperlancar berbagai proses faali dalam tubuh. Apabila
kelompok zat gizi tersebut diuraiakan lebih rinci, maka terdapat lebih dari 45 jenis
zat gizi.18
karbohidrat tetapi kurang vitamin dan mineral. Sedangkan bebarapa makanan lain
kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk hidup sehat dan produktif. Dengan
pada jenis makanan yang satu akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi
jenis makanan lain sehingga diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. 17
Jadi, untuk mencapai masukan zat gizi yang seimbang tidak mungkin
dipenuhi hanya oleh satu jenis bahan makanan, melainkan harus terdiri dari aneka
131
ragam bahan makanan. Keterangan di atas juga berada saling ketergantungan
antar zat gizi. Misalnya penyerapan yang optimum dari masukan vitamin A
seluruh bagian tubuh.Selain itu, apabila cadangan mangan (Mn) di dalam tubuh
kurang, maka vitamin A juga tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal.
Pada masa lampau, susu seringkali mendapat pujian, karena bernilai gizi
tinggi. Disisi lain makanan lain dinilai rendah karena kurang bergizi. Sesuai
konsep keterkaitan antar zat gizi, sudah saatnya penilaian kualitas makanan yang
ketergantungan antar zat gizi atau antar bebagai jenis makanan. Setiap jenis
gizi sehari-hari.19
logi gizi seimbang yang berbentuk kerucut (Tumpeng). Dalam lgo tersebu bahan
makanan dikelompokkan berdasarkan fungsi utama zat gizi yang dalam ilmu gizi
132
2.4 Pengertian Pengetahuan
pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu
tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Tingkat kedua yaitu,
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Tingkat ketiga yaitu, Aplikasi diartikan sebagi kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipejari pada situasi atau kondisi
masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Tingkat kelima iaitu, Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Tingkat terakhir adalah, Evaluasi ini
1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
133
2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
negara.22
maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan
dikembangkan dalam hidup dan kehidupan yang terjadi dalam suatu proses
134
2.6 Kerangka Teori
Faktor
sosioekonomi
Faktor
penyakit Faktor
bawaan pola
dan/atau
kronis anak asuh
STUNTING
Faktor Faktor
budaya dan pendidikan
kepercayaan orang tua
Faktor
pengetahuan,
sikap dan
perilaku
orang tua
135
2.7 Kerangka Konsep
2. Intake
Karbohidrat
Gizi PHBS Penyakit infeksi Pola Asuh
3. Intake Protein
infeksInfeksi
4. Intake Lemak
136
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
dengan cara melakukan pemeriksaan balita berumur dua sampai lima tahun dan
pengisian kuesioner.
Populasi penelitian ini adalah semua anak umur dua sampai lima tahun.
data yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi akan diambil secara acak
Kriteria inklusi dari subjek penelitian ini adalah seluruh balita berusia dua
sampai lima tahun yang bersedia untuk ikut serta dari awal sampai akhir
penelitian.
137
3.3.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dari subjek penelitian ini adalah balita yang sakit dan
orang tuanya tidak bersedia untuk ikut serta dalam proses penelitian.
1. Pengetahuan
2. Pendidikan
3. Pola makan
138
responden. menjawab pendidikan 3. SMA
terakhir di kolom
4. PT
demografi ibu
responden.
3. Pola makan Semua Food Frequency balita Kuesioner Menurut nilai
informasi selama 1 bulan dan AKG:
3. Kurang
4. Intake kalori Jumlah asupan Intake kalori balita 2 x Kuesioner Menurut nilai
kalori (energi) 24 jam. AKG:
balita setiap
1. Baik
harinya.
2. Cukup
3. Kurang
dan nabati)
1. Baik
balita setia
2. Cukup
139
harinya. 3. Kurang
7. Intake lemak Jumlah asupan Intake kalori balita 2 x Kuesioner Menurut nilai
lemak balita 24 jam. AKG:
setia harinya.
1. Baik
2. Cukup
3. Kurang
kuesioner
menggunakan piranti lunak Microsoft Excel dan SPSS 24. Metode uji
140
korelasi yang digunakan adalah Spearman test. Informasi data yang
141
BAB IV
HASIL PENELITIAN
59 responden perempuan.
Laki-laki 59 50,0
Perempuan 59 50,0
sebanyak 4 responden.
142
Tabel IV.2 Gambaran Distribusi Anak Berdasarkan Kategori Gizi TB/U
Ya 21 17,8
Tidak 97 82,2
143
37 responden, SMA sebanyak 20 responden dan perguruan tinggi
sebanyak 5 responden.
SD 37 31,4
SMP 56 47,5
SMA 20 16,9
PT 5 4,2
Pendidikan ibu
SD SMP SMA PT
Stunting 12 9 0 0
144
Tidak stunting 25 47 20 5
Total 37 56 20 5
pengetahuan ibu baik sebanyak 104 responden, diikuti dengan cukup sebanyak 13
Cukup 13 11,0
Kurang 1 0,9
stunting memiliki pengetahuan ibu baik; sebanyak 20 responden. Hal ini juga
145
Tabel IV.7 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Stunting
Interprestasi Pengetahuan
Stunting 20 1 0
Tidak stunting 84 12 1
104 13 1
Baik 42 35,6
Cukup 29 24,6
Kurang 47 39,8
146
Dari tabel 4.9 menjelaskan bahwa pada seluruh responden yang
responden. Untuk responden yang tidak mengalami stunting memiliki tingkat food
Food Frequency
Stunting 8 4 9
Tidak stunting 34 25 38
Total 42 29 47
intake kalori kurang sebanyak 95 responden dan diikuti dengan cukup sebanyak
23 responden.
Cukup 23 19,5
Kurang 95 80,5
147
Tabel IV.10 Gambaran Intake Kalori
Intake Kalori
Cukup Kurang
Stunting 4 17
Tidak stunting 19 78
23 95
sebanyak 19 responden.
Cukup 19 16,1
Kurang 99 83,9
148
Dari tabel 4.13 menjelaskan bahwa pada responden mengalami stunting
responden.
Intake Karbohidrat
Cukup Kurang
Stunting 4 17
Tidak stunting 15 82
Total 19 99
intake protein cukup sebanyak 100 responden dan diikuti dengan kurang sebanyak
18 responden.
Kurang 18 15,3
149
Dari tabel 4.15 menjelaskan bahwa pada responden mengalami stunting
Intake Protein
Cukup Kurang
Stunting 18 3
Tidak stunting 82 15
Total 100 18
intake lemak kurang sebanyak 102 responden dan diikuti dengan kurang sebanyak
16 responden.
Cukup 16 13,6
150
Dari tabel 4.17 menjelaskan bahwa pada responden yang mengalami
Begitupun juga dengan responden yang tidak mengalami stunting memiliki intake
Intake Lemak
Cukup Kurang
Stunting 3 18
Tidak stunting 13 84
16 102
151
4.11 Uji Korelasi Spearman
dengan kejadian stunting di Desa Kebon Kalapa karena angka signifikan di bawah
152
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pendidikan Ibu, dan Pola Makan Balita Terhadap Kejadian Stunting Pada
Anak Usia 2-5 Tahun di Desa Kebon Kalapa Kabupaten Sumedang Periode
November 2018.
153
7. Sebagian besar responden sudah mendapatkan intake protein yang cukup;
5.2 Saran
Nabati).
154
yang dibutuhkan anak setiap harinya, seperti berapa kalori,
155
Lampiran 1
LEMBAR KUESIONER
KECAMATAN KELURAHAN RT RW
BB/U Karakteristik:
TB/U Karakteristik:
156
BB/TB Karakteristik:
IMT/U Karakteristik:
Frekuensi
Bahan Berat Cara
No URT
Makanan ……… ……… ……… ……… Tidak (gr) Pengolahan
kali/hari kali/minggu kali/bulan kali/tahun pernah
Sumber Karbohidrat
1. Nasi
2. Jagung
3. Mie
4. Ubi jalar
5. Singkong
6. Kentang
7. Roti
1. Telur dan
produk
157
olahannya
2. Daging sapi
dan
kambing
3. Daging
ayam
4. Ikan air
tawar
5. Ikan teri
6. Ikan laut
1. Susu bubuk
2. Susu kental
manis
3. Keju
4. Yogurt
1. Tahu
158
2. Tempe
3. Kacang
hijau
4. Kacang
merah
5. Kacang
polong
Sayuran
1. Kangkung,
bayam,
caisim
2. Wortel
3. Kacang
panjang
4. Daun
singkong
5. Tomat
6. Lainnya
Buah-buahan
159
1. Pisang
2. Jeruk
3. Pepaya
4. Mangga
5. Lainnya
Lain-lain
1. Kerupuk
160
II. FOOD RECALL Hari 1
Petunjuk Pengisian : Nyatakan makanan yang dimakan anak ibu 2 hari yang lalu.
Pagi
Jam:
Snack
Jam:
161
Siang
Jam:
Snack
Jam:
Malam
Jam:
162
II. FOOD RECALL Hari 2
Petunjuk Pengisian : Nyatakan makanan yang dimakan anak ibu sejak 1 hari yang
lalu.
Pagi
Jam:
Snack
Jam:
163
Siang
Jam:
Snack
Jam:
Malam
Jam:
164
IV. PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI SEIMBANG
Petunjuk Pengisian : Nyatakan pendapat ibu dengan cara memberikan tanda (X)
pada salah satu jawaban yang paling tepat
2 Ibu wajib mengukur berat badan dan tinggi badan balita setiap bulan
4 Agar makanan yang kita makan aman bagi kesehatan maka sebelum
mineral
165
10 Makanan tinggi lemak baik untuk pertumbuhan balita
nafsu makan
15 Anak usia 1-3 tahun hanya membutuhkan kurang dari 5 gelas (1000
166
20 Batuk lebih dari 2 minggu masih dikatakan normal
TOTAL
167
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA USIA 24-48 BULAN DI DESA MALAKA
KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2018
DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING:
dr. Herke Sigarlaki, MKM
dr. Hj. Nia Reviani, MAPS
168
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmatt dan karunia-Nya penelitian yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA
USIA 24-48 BULAN DI DESA MALAKA KABUPATEN SUMEDANG
TAHUN 2018” dapat selesai. Penelitian ini dapat disusun berkat dorongan,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena ite, peneiti
menyampaikan terima kasih pada:
1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang dan Kepala Puskesmas
Kecamatan Cisarua yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian di Desa Kebon Kalapa Kabupaten Sumedang.
2. Dr. dr. Robert Sirait, Sp.An, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Kristen Indonesia.
3. Dr. Sudung Nainggolan, MHSc, selaku Kepala Departemen Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
4. dr. Herke Sigarlaki, MKM dan dr. Hj. Nia Reviani, MAPS selaku dosen
pembimbing yang telah sabar membimbing dari awal hingga akhir dan begitu
banyak membantu dalam memberikan arahan, masukan, dukungan yang luar
biasa untuk menyelesaikan penelitian ini.
5. Sahabat dan teman – teman Mayor Teladan yang telah setia menemani selama
perjalanan selama di Sumedang dan telah membantu dalam penyelesaian
penelitian ini.
Akhirnya, peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna,
mengingat pengalaman, watu dan pengetahuan yang terbatas. Oleh karena itu
peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan yang
lebih lanjut diwaktu yang akan datang. Semoga penelitian ini dapat nerguna bagi
semua pihak yang berkepentingan.
Peneliti
169
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu indikator terbaik untuk melihat status gizi anak dibawah
dunia, ada 165 juta anak dibawah5 tahun dalam kondisi pendek dan 90%
lebih berada di Afrika dan Asia. Target global adalah menurunkan stunting
dunia dengan jumlah anak pendek terbanyak. Posisi Indonesia hanya lebih
Secara nasional, prevalensi gizi buruk dan kurang pada anak balita
sebesar 19,6%, yang berarti 212 masalah gizi berat dan kurang di
(SDGs) tahun 2019 yaitu 17%. Oleh karena itu, prevalensi gizi buruk dan
kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 2,6% dalam periode 2015
17,8% balita menderita gizi kurang, diantara balita gizi kurang tersebut
stunting sudah tepat karena dapat menurunkan balita gizi kurang( gizi
170
Prevalensi stunting di Indonesia (29%), menurut WHO stunting
tahun 2013 sebesar 41,08% dengan jumlah balita stunting sebesar 37.970
jiwa.4
sangat pendek yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur
(PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas
gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga
anak terlalu pendek untuk usianya (kekurangan gizi terjadi sejak bayi
dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru
171
mempengaruhi kejadian stunting yaitu pengetahuan gizi ibu pada anak,
karakteristik dari balita yaitu panjang lahir dan berat badan lahir, status
masalahnya adalah:
tahun 2018?
172
1.3.2. Tujuan Khusus
lahir, jenis kelamin, berat badan lahir) pada balita usia 24-48 bulan
terakhir ibu dan status ekonomi keluarga) pada balita usia 24-48
Malaka.
173
1.4.2. Bagi Masyarakat
1.5. Hipotesis
lahir dan berat badan lahir) dengan kejadian stunting pada usia balita
1.5.2. Ha : Ada hubungan antara karakteristik balita (panjang badan lahir dan
berat badan lahir) dengan kejadian stunting pada usia balita 24-48
174
Ho : Tidak ada hubungan antara pemberian Asi-Eksklusif dengan
1.5.5. Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan kejadian
175
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
sebagai berikut :6
176
Berikut luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Sumedang
Tahun 2018.
177
kepadatan penduduk di Kabupaten Sumedang terkonsentrasi di 8
jiwa/Km2.7
Sumedang
dan fokus pada 1000 HPK. Dengan demikian, seluruh upaya gizi harus
meliputi perbaikan dan pencegahan masalah gizi pada ibu hamil, ibu
178
telah ditentukan secara daerah (RPJMD yaitu <1%) sesuai dengan
trend capaian dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu status gizi buruk
tidak disertai dengan penurunan masalah gizi lebih pada balita yang
karena hingga saat ini belum ada intervensi langsung terhadap kasus-
2.2.1. Pengetahuan
dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi
dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode, baik
a. Pendidikan
179
masa kanak-kanak dan menerapkan pengobatan. Selanjutnya
semakin besar.
b. Pengalaman
c. Informasi
d. Lingkungan budaya
180
mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu
e. Sosial ekonomi
181
peningkatan status gizi, sehingga pengetahuan merupakan faktor
a. Jenis Pengetahuan
pengetahuan eksplisit.12
dalam tindakan-tindakan.
182
b. Tingkat Pengetahuan
183
- Evaluasi (Evaluation).Kemampuan untuk melakukan
c. Pengukuran Pengetahuan
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau
2.2.2. Sikap
Sikap bersifat evaluatif dan berakhir pada nilai yang dianut dan
184
suatu stimulus atau obyek.Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo
yaitu :10
a. Menerima
b. Menanggapi
185
fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya.
c. Menilai
d. Mengelola
dimilikinya.
e. Menghayati
memengaruhi emosinya.
186
2.2.3. Praktik
a. Persepsi (perception)
pertama.
dua.
c. Mekanisme (mechanism)
d. Adopsi (adoption)
187
2.3. Status Gizi Balita Usia 24-48 bulan
keseimbangan antara kebituhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat
ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan dalam
kombinasi waktu yang tepat ditingkat sel tubuh agar berkembang dan
berfungsi secara normal. Status gizi ditentukan oleh zat gizi yang
Status gizi pada balita merupakan salah satu unsur penting yang
mempengaruhi status gizi balita seperti gambaran pola asuh dan diare pada
balita.14 Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan timbangan dacin
yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang badan diukur dengan length-board
dengan presisi 0,1 cm, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan
microtoise dengan presisi 0,1 cm.Untuk menilai status gizi anak, maka
angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam
berikut :15
188
Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran
(akut).
tidak seperti berat badan, pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi
189
Tabel 2. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak.
Tinggi > 2 SD
Gemuk > 2 SD
Prenadamedia Group
190
c. Antropometri Balita
adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, makan
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot,
1. Umur
gizi salah. Hasil penentuan berat badan dan tinggi badan yang
191
Bulan usia penuh (completed month) untuk anak umur 0-2
tahun
jumlah protein, lemak, air, dan mineral pada tulang. Berat badan
kesehatan anak. Oleh karena itu, setiap balita yang lahir pasti akan
192
Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan terdiri
dari beam balance untuk anak kurang dari 2 tahun, setelah umur
mencatat hasilpengukuran.
3. Tinggi Badan
193
untuk gangguan pertumbuhan fisik yang sudah lewat (stunting);
supinasi) dan pada umur lebih dari 2 tahun dengan posisi berdiri.
teknik pengukuran yang terbaik dan secara cermat. Alat ukur tinggi
badan meliputi:21.
2.4. Stunting
bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi,
194
dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U)
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun
1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Secara lebih
informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6
bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2
195
Air Susu Ibu (MP-ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan
minuman
196
94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga
anemia.
tingkat pendidikan dan tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir
197
bayi yang lahir memiliki panjang badan lahir pendek. Panjang
badan lahir berkaitan erat dengan tinggi badan orang tua. Ibu
anak yang lahir dari Ibu dengan tinggi badan kurang dari 150 cm
gizi dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh yang tidak tepat
198
Oleh karena banyaknya faktor-faktor risiko yang dapat
laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilah pada usia
199
yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak
200
Menurut Riskesdas pada tahun 2013, salah satu kabupatan
Stunting di Indonesia.11
201
kematian, penyakit infeksi, kekurangan berat badan dan stunting
disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang
badan lahir berkaitan erat dengan tinggi badan orang tua. Ibu
202
kesakitan dan kematian anak United Nation Children Fund
disusui oleh air susu ibu (ASI) selama paling sedikit enam bulan.
203
juga disinyalir meningkatkan risiko malnutrisi pada anak. Tingkat
orang tua terkait gizi dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh
Stunting2
204
b. Jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
b. Nilai persentil
205
c. Nilai % terhadap median
masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan balita
206
- Melakukan fortifikasi bahan pangan
Berencana (KB)
207
2.5. Kerangka Teori
Faktor Risiko
Keterangan:
Diagnosis Stunting
Kotak terputus-putus merupakan
variabel yang diteliti
Metode Pengukuran
208
2.6. Kerangka Konsep
209
BAB III
METODE PENELITIAN
Barat
210
3.5. Kriteria eksklusi :
Responden yang tidak berdomisili di Desa Malaka, Kabupaten
a. Alat
b. Jenis Data
c. Cara Kerja
211
3.8. Instrumen Penelitian
5) Alat tulis
7) Lembar kuesioner
8) Alat antropometri
Mengumpulkan responden
dalam satu tempat
Menyerahkan kuesioner untuk
di isi kepada Ibu dan melakukan
Tahap pengumpulan data
pengukuran antropometri pada
Balita
Melakukan pencatatan data
hasil penelitian pada lembar
pencatatan data
Memasukan data ke program Tahap input data
SPSS
Melakukan analisis data dan
Tahap analisis data
membuat kesimpulan penelitian
212
7. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi semua atau
dengan komputer.
9. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan bantuan progam
komputer.
10. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah
11. Analisis data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan
deskriptif dalam bentuk narasi, teks, tabel dan grafik. Setelah itu data
213
3.11. Definisi Operasional
Usia Masa hidup anak yang Kuesioner Ratio 1 = Balita (< 5 tahun)
(Depkes RI)
(sangat pendek)
214
badan lahir < 48 cm
Berat Berat bayi lahir adalah berat Kuesioner Ratio 1 = < 2500 gr
setelah dilahirkan.
ASI ASI ekslusif adalah ASI Kuesioner Nominal 1= tidak diberikan ASI
menggantikan dengan
lain.
215
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada sampel balita usia 24-48 bulan pada
Stunting
Laki-laki 7 41.18
Perempuan 10 58.82
Total 17 100
Tidak Stunting
Laki-laki 19 42.22
Perempuan 26 57.78
Total 45 100.0
Total Responden 62
n: jumlah responden
216
Dari tabel 4.1.1 diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah
responden yang stunting pada perempuan lebih banyak dari responden
stunting yang laki-laki (58.82 vs 41.18). Hal yang sama didapatkan juga
pada responden yang tidak mengalami stunting yaitu dengan perbandingan
perempuan dengan laki-laki sebanyak 1.37 kali.
Tabel 4.1.2. Gambaran Distribusi Pendidikan Terakhir Ibu
Stunting
SD 2 11.76
SMP 11 64.71
SMA/SMK 4 23.53
D3/S1 0 0
Total 17 100
Tidak Stunting
SD 8 17.78
SMP 17 37.78
SMA/SMK 13 28.89
D3/S1 7 15.55
Total 45 100.0
Total Responden 62
n: jumlah responden
Dari tabel 4.1.2 menjelaskan bahwa pada seluruh responden
217
pendidikan terakhir terrbanyak adalah SMP sebanyak 11(64.71%).
Stunting
Total 17 100
Tidak Stunting
Total 45 100.0
Total Responden 62
n: jumlah responden
218
vs 0). Sedangkan pada responden yang tidak stunting didapatkan panjang
badan lahir terbanyak adalah normal sejumlah 36 (80%).
Tabel 4.1.4. Gambaran Distribusi Berat Badan Lahir
Persentase
Berat Badan Lahir N
(%)
Stunting
Total 17 100
Tidak Stunting
Total 45 100.0
Total Responden 62
n: jumlah responden
219
Tabel 4.1.5. Gambaran Distribusi Status Ekonomi Keluarga
Stunting
Kurang 2 11.76
Cukup 5 29.42
Baik 10 58.82
Total 17 100
Tidak Stunting
Kurang 9 20.00
Cukup 18 40.00
Baik 18 40.00
Total 45 100.0
Total Responden 62
n: jumlah responden
220
Tabel 4.1.6. Gambaran Distribusi Pemberian ASI-Eksklusif
Stunting
Diberikan 4 23.53
Total 17 100
Tidak Stunting
Diberikan 26 57.78
Total 45 100.0
Total Responden 60
n: jumlah responden
221
Tabel 4.1.7. Gambaran Distribusi Pengetahuan Gizi Ibu
Stunting
Kurang 1 5.88
Cukup 1 5.88
Baik 15 88.24
Total 17 100
Tidak Stunting
Kurang 0 0
Cukup 2 4.45
Baik 43 95.55
Total 45 100.0
Total Responden 62
n: jumlah responden
222
Tabel 4.1.8. Hasil Uji Normalitas Variabel
Kolmogrov-Smirnova
Variabel
Asymp. Sig.(2-tiled)
Kejadian 0.000
Stunting
nilai p value (Sig.) pada semua variabel bebas dan terikat 0.000 (<0.05)
maka data tiap variabel tidak terdistribusi normal. Oleh karena data
variabel tidak terdistribusi normal dan data dari tiap variabel dalam bentuk
Test).
223
Tabel 4.1.9. Uji Korelasi Antara Panjang Badan Lahir
Panjang Kejadian
Badan Stunting
Lahir
Tabel 4.1.9 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.005 < 0.05
maka H0 ditolak yang berarti ada hubungan antara panjang badan lahir
korelasi postive.
224
Tabel 4.1.10 Uji Korelasi Antara Berat Badan Lahir Terhadap
Kejadian Stunting
Berat Kejadian
Badan Stunting
Lahir
Tabel 4.1.10 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.670 > 0.05
maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan antara berat badan
lahir dengan kejadian stunting. Kekuatan korelasi 0.055 dan arah korelasi
postive.
225
Tabel 4.1.11 Uji Korelasi Antara Status Ekonomi Terhadap
Kejadian Stunting
Status Kejadian
Ekonomi Stunting
Keluarga
bel 4.1.11 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.193 > 0.05 maka H0
diterima yang berarti tidak ada hubungan antara status ekonomi keluarga
negative.
226
Tabel 4.1.12 Uji Korelasi Antara Pemberian ASI-Eksklusif
Pemberin Kejadian
ASI- Stunting
Eksklusif
bel 4.1.12 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.016 < 0.05 maka H0
korelasi negative
227
Tabel 4.1.13 Uji Korelasi Antara Pengetahuan Gizi Ibu
Pengetahuan Kejadian
Gizi Ibu Stunting
Tabel 4.1.13 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.286 > 0.05
gizi ibu dengan kejadian stunting. Kekuatan korelasi 0.138 dan arah
korelasi postive.
228
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
beberapa kesimpulan :
tahun 2018.
stunting.
5.2. Saran
229
Lampiran 1. Pertanyaan Wawancara
email : pkmteladan2018@gmail.com
LEMBAR KUESIONER
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
STUNTING PADA BALITA USIA 24-48 BULAN DI DESA MALAKA
KABUPATEN SUMEDANG TAHUN 2017
KECAMATAN KELURAHAN RT RW
230
BB/U Karakteristik:
TB/U Karakteristik:
BB/TB Karakteristik:
IMT/U Karakteristik:
231
d. D3/S1
8. Apa pendidikan terakhir ayah?
a. SD
b. SMP
c. SMA/SMK
d. D3/S1
9. Apakah ibu mengetahui tentang zat gizi?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah ibu mengetahui tentang gizi seimbang?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah ada hubungannya tentang gizi dengan tumbuh kembang anak?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah protein merupakan sumber energi yang utama?
a. Ya
b. Tidak
13. Apakah karbohidrat merupakan sumber energi yang utama?
a. Ya
b. Tidak
14. Apakah vitamin mineral penting untuk tumbuh kembang anak?
a. Ya
b. Tidak
232
a. Ya
b. Tidak
18. Apakah umur kehamilan cukup bulan (37-42 minggu)?
a. Ya
b. Tidak
19. Apakah ibu pernah mendengar tentang ASI Eksklusif?
a. Ya
b. Tidak
20. Menurut ibu, apakah yang dimaksud dengan ASI Eksklusif?
a. ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air,
putih dan tanpa makanan padat lainnya sampai bayi berusia 6 bulan
b. ASI yang diberikan segera setelah bayi lahir
21. Apakah ibu memberikan ASI setiap hari lebih dari 6 kali?
a. Ya
b. Tidak
22. Apakah ibu memberikan makanan dan minuman tambahan kepada bayi selama 6
bulan pertama?
a. Ya
b. Tidak
233
Jenis Kelamin * Kejadian Stunting Crosstabulation
Count
Kejadian Stunting
Stunting Tidak stunting Total
Jenis Kelamin Laki-laki 7 19 26
Perempuan 10 26 36
Total 17 45 62
234
3. Gambaran Distribusi Panjang Badan Lahir Responden Berdasarkan
Kejadian Stunting
235
5. Gambaran Distribusi Status Ekonomi Keluarga Berdasarkan Kejadian
Stunting
236
7. Gambaran Distribusi Penegtahuan Gizi Ibu Berdasarkan Kejadian
Stunting
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Panjang Badan Lahir .432 62 .000 .627 62 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Berat Badan Lahir .477 62 .000 .416 62 .000
a. Lilliefors Significance Correction
237
10. Uji Normalitas Variabel Status Ekonomi Keluarga
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Status Ekonomi Keluarga .285 62 .000 .777 62 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pemberian Asi-ekslusif .348 62 .000 .636 62 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pengetahuan Gizi Ibu .532 62 .000 .265 62 .000
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Kejadian Stunting .455 62 .000 .558 62 .000
a. Lilliefors Significance Correction
238
14. Uji Korelasi Antara Panjang Badan Lahir Terhadap Kejadian Stunting
Correlations
Panjang Badan
Lahir Kejadian Stunting
Spearman's rho Panjang Badan Lahir Correlation Coefficient 1.000 .355**
Sig. (2-tailed) . .005
N 62 62
Kejadian Stunting Correlation Coefficient .355** 1.000
Sig. (2-tailed) .005 .
N 62 62
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
15. Uji Korelasi Antara Berat Badan Lahir Terhadap Kejadian Stunting
Correlations
Berat Badan
Lahir Kejadian Stunting
Spearman's rho Berat Badan Lahir Correlation Coefficient 1.000 .055
Sig. (2-tailed) . .670
N 62 62
Kejadian Stunting Correlation Coefficient .055 1.000
Sig. (2-tailed) .670 .
N 62 62
Correlations
Status Ekonomi
Keluarga Kejadian Stunting
Spearman's rho Status Ekonomi Keluarga Correlation Coefficient 1.000 -.167
Sig. (2-tailed) . .193
N 62 62
Kejadian Stunting Correlation Coefficient -.167 1.000
Sig. (2-tailed) .193 .
N 62 62
239
17. Uji Korelasi Antara Pemberian ASI-Eksklusif Terhadap Kejadian
Stunting
Correlations
Pemberian Asi-
ekslusif Kejadian Stunting
Spearman's rho Pemberian Asi-ekslusif Correlation Coefficient 1.000 -.306*
Sig. (2-tailed) . .016
N 62 62
*
Kejadian Stunting Correlation Coefficient -.306 1.000
Sig. (2-tailed) .016 .
N 62 62
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
18. Uji Korelasi Antara Pengetahuan Gizi Ibu Terhadap Kejadian Stunting
Correlations
Pengetahuan Gizi
Ibu Kejadian Stunting
Spearman's rho Pengetahuan Gizi Ibu Correlation Coefficient 1.000 .138
Sig. (2-tailed) . .286
N 62 62
Kejadian Stunting Correlation Coefficient .138 1.000
Sig. (2-tailed) .286 .
N 62 62
240
Hubungan Antara Pola Makan dan Pola Menstruasi dengan Anemia Pada
Remaja Putri Usia 12-16 Tahun di Desa Margamukti
Disusun Oleh :
1. Boby Singgih 1261050096
2. Ghea Jovita Sinaga 1361050025
3. Himawan Widyatmiko 1361050050
4. Marischa Regina Siahaan 1361050053
5. Yoan M. Rahayu Atuk 1461050194
Dokter Pembimbing :
dr. Carmen Siagian, MS, Sp.GK
241
KATA PENGANTAR
242
dan dorongan semangat kepada penulis sehingga dapat diselesaikannya penelitian
ini dengan baik dan benar.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah membantu
dalam penyelasian penulisan penelitian ini.
Penulis sadar atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan penelitian
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkann kritik dan saran demi kemajuan di
masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa menerima
seluruh amal dan niat baik kita selama ini sehingga rahmat Tuhan selalui
menyertai kita. Amin.
Tim Penulis
243
BAB I
PENDAHULUAN
Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika sumber daya manusianya
berkualitas. Berbagai faktor harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya
manusia yang berkualitas, diantaranya faktor gizi. Kekurangan gizi dapat merusak
sumber daya manusia. Usaha peningkatan sumber daya manusia dewasa ini
adalah dengan mempersiapkan generasi muda melalui pembinaan wanita sebagai
calon ibu ke pemeliharaan janin, bayi, anak balita, anak sekolah, dan remaja. 1
Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobin
di dalam sel darah merah atau kurangnya kadar hemoglobin di dalam sel darah
merah dikarenakan adanya kelainan dalam pembentukan sel, perdarahan atau
gabungan keduanya. Anemia merupakan masalah gizi di dunia, terutama di negara
berkembang termasuk Indonesia.
Saat ini anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia,
khususnya anemia defisiensi bezi. Kasus anemia sangat menonjol pada anak-anak
sekolah terutama remaja putri. Remaja putri berisiko tinggi menderita anemia,
karena pada masa ini terjadi peningkatan kebutuhan zat besi akibat adanya
pertumbuhan dan menstruasi. Aktifitas sekolah, perkuliahan maupun berbagai
aktifitas organisasi dan ekstrakurikuler yang tinggi akan berdampak pada pola
makan yang tidak teratur, selain itu lama menstruasi akan mempengaruhi kadar
hemoglobin seseorang. 3
Menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di Negara-
negara berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri. Berdasarkan data
(Riskesdas) pada tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi kejadian anemiasecara
nasional adalah 26,4 % pada anak usia 5-14 tahun dan 18,4% pada usia 15-24
tahun.4
Sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan disebut dengan
Sustainable Global Goals (SDGs) menetapkan 17 goals yang akan dicapai. Salah
satu goal yang akan dicapai dalam bidang Kesehatan dalam rangka SDGs yaitu :
244
“Pada tahun 2030 mengakhiri segala bentuk malnutrisi, termasuk mencapai target
international 2025 untuk penurunan stunting dan wasting pada balita dan
mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan, wanita hamil dan menyusui serta
lansia.”5
Salah satu upaya untuk mendukung ketercapaian SDGs adalah dengan
meningkatkan gizi terutama remaja. Masa remaja merupakan masa proses tumbuh
kembang dengan kesempatan untuk pertumbuhan catch-up. Kecepatan pertumbuhan
yang tinggi menyebabkan remaja membutuhkan energi dan protein tinggi. Masa
remaja merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan, baik secara fisik, mental,
dan aktivitas sehingga, kebutuhan zat gizi cukup besar. Gizi pada waktu remaja
berhubungan dengan gizi pada waktu hamil, menyusui yang dikenal sebagai gizi 1000
Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Remaja dengan status gizi baik, diharapkan
pada waktu hamil status gizi tetap baik dan akan melahirkan bayi yang sehat, tidak
mengalami BBLR, stunting5
Untuk itu pada penelitian ini, peneliti ingin meneliti hubungan antara pola
makan dan pola menstruasi dengan anemia pada remaja putri usia 12 – 16 tahun di
Desa Margamukti Kabupaten Sumedang periode November 2018.
.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalahnya
adalah :
Bagaimana Hubungan Antara Pola Makan dengan Anemia pada Remaja
Putri Usia 12 – 16 Tahun di Desa Margamukti Periode November 2018?
245
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui prevalensi anemia pada remaja putri usia 12 – 16 tahun di
Desa Margamukti.
2. Mengetahui pola makan pada remaja putri usia 12 – 16 tahun di Desa
Margamukti.
3. Mengetahui hubungan pola makan dan anemia pada remaja putri usia 12
– 16 tahun di Desa Margamukti.
246
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Table 2.1
247
2.1.2 Kriteria Anemia menurut WHO
WHO menetapkan batasan anemia di masyarakat berdasarkan kadar
Haemoglobin (Hb), dibedakan menurut umur dan jenis kelamin.
Table 2.2
248
3. Penyebab lainnya kerena perdarahan yang disebabkan oleh cacing
terutama cacing tambang, malaria, haid yang berlebihan dan perdarahan
pada saat melahirkan (Wijiastuti,2008).
4. Infeksi, akibat penyakit kronis maupun sistemik (misalnya : HIV/ AIDS).
5. Gangguan genetik, seperti hemoglobinopati dan anemia bulan sabit.
249
2.4 Akibat Anemia10
Gejala yang ditumbulkan anemia yaitu lemah, letih, pusing, kurang nafsu
makan, menurunnya kebugaran tubuh, menurunnya kemampuan kerja, dan
menurunnya kekebalan tubuh. Pada masa remaja dapat menurunkan
konsentrasi dan belajar.
6 bulan – 6 tahun 11
Anak
6 tahun – 14 tahun 12
Pria 13
Dewasa Wanita 12
Wanita Hamil 11
250
anemia. Faktor-faktor lain turut pula mempengaruhi seperti faktor sosial ekonomi,
pendidikan, pola makan, fasilitas kesehatan dan faktor budaya.
Penelitian di negara berkembang mengemukakan bahwa bayi lahir dari ibu
yang menderita anemia kemungkinan akan menderita anemia gizi, mempunyai
berat badan lahir rendah, prematur dan meningkatnya mortalitas. Penyebab
anemia gizi pada bayi dan anak diantaranya:
1) Pengadaan zat besi yang tidak cukup
a. Cadangan zat besi pada waktu lahir tidak cukup
- Berat lahir rendah, lahir kurang bulan, lahir kembar
- Ibu waktu mengandung menderita anemia kekurangan zat besi yang
berat
- Pada masa fetus kehilangan darah pada saat atau sebelum persalinan
seperti adanya sirkulasi fetus ibu dan perdarahan retroplasesta
b. Asupan zat besi kurang cukup
2) Absorbsi kurang
a. Diare menahun
b. Sindrom maladsorbsi
c. Kelainan saluran pencernaan
3) Kebutuhan akan zat besi meningkat untuk pertumbuhan, terutama pada lahir
kurang bulan
4) Kehilangan darah
a. Perdarahan yang bersifat akut maupun menahun, misalnya pada poliposis
rektum, divertkel Meckel
b. Infestasi parasit, misalnya cacing tambang.
251
berhubungan erat dengan kerusakan kemampuan fungsional dari mekanisme
kekebalan tubuh yang penting untuk menahan masuknya penyakit infeksi.
2. Imunitas Humoral
Peranan sirkulasi antibodi sampai sekarang dianggap merupakan
pertahanan utama terhadap infeksi, dan hal ini dapat didemonstrasikan pada
manusia. Pada manusi kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada
orang-orang yang menderita defisiensi besi.
Pengaruh defisiensi besi terhadap sintesa antibodi pada tikus-tikus dengan
menurunkan setiap 10% jumlah zat besi dalam diet. Ditemukan bahwa jumlah
produksi antibodi menurun sesudah imunisasi dengan tetanus toksoid, dan
penurunan ini secara proporsional sesuai dengan penurunan jumlah, zat besi
dalam diit. Penurunan titer antibodi tampak lebih erat hubungannya dengan
indikator konsumsi zat besi, daripada dengan pemeriksaan kadar hemoglobin,
kadar besi dalam serum atau feritin, atau berat badan.
252
10,1 - 12,0 g/dl), dan normal (Hb > 12 g/dl). Pada anak yang defisiensi berat
dan sedang terjadi depresi respons terhadap PHA oleh limfosit, sedangkan
pada kelompok defisiensi ringan dan normal tidak menunjukkan hal serupa.
Keadaan ini diperbaiki dengan terapi besi.
4. Fagositosis
Faktor penting lainnya dalam aspek defisiensi besi adalah aktivitas
fungsional sel fagositosis. Dalam hal ini, defisiensi besi dapat mengganggu
sintesa asam nukleat mekanisme seluler yang membutuhkan metaloenzim
yang mengandung Fe. Schrimshaw melaporkan bahwa sel-sel sumsum tulang
dari penderita kurang besi mengandung asam nukleat yang sedikit dan laju
inkorporasi (3H) thymidin menjadi DNA menurun.
Kerusakan ini dapat dinormalkan dengan terapi besi. Sebagai tambahan,
kurang tersedianya zat besi untuk enzim myeloperoxidase menyebabkan
kemampuan sel ini membunuh bakteri menurun. Anak-anak yang menderita
defisiensi besi menyebabkan persentase limfosit T menurun, dan keadaan ini
dapat diperbaiki dengan suplementasi besi. Menurunnya produksi makrofag
juga dilaporkan oleh beberapa peneliti. Secara umum sel T, di mana limfosit
berasal, berkurang pada hewan dan orang yang menderita defisiensi besi.
Terjadi penurunan produksi limfosit dalam respons terhadap mitogen, dan
ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini dapat kembali normal
setelah diberikan suplemen besi.
253
Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan.
Hasil, penelitian tsb menyatakan bahwa ada perbedaan skor mental (p<0,05)
dan skor motorik (p<0, 05) antara kelompok anemia kurang besi dengan
kelompok normal.
Pollit, dkk melakukan penelitian di Cambridge terhadap 15 orang anak
usia 3-6 tahun yang menderita defisiensi besi dan 15 orang anak yang normal,
status besinya sebagai kontrol. Pada awal penelitian anak yang menderita
defisiensi besi menunjukkan skor yang lebih rendah daripada anak yang
normal terhadap uji oddity learning. Setelah 12 minggu diberikan preparat
besi dengan skor rendah pada awal penelitian, menjadi normal status besinya
diikuti dengan kenaikan skor kognitif yang nyata sehingga menyamai skor
kognitif anak yang normal yang dalam hal ini sebagai kelompok kontrol.
254
2.4.2 Akibat Anmeia pada Remaja13
Remaja putri pada umumnya memiliki karakteristik kebiasaan makan tidak
sehat. Antara lain kebiasaan tidak makan pagi, malas minum air putih, diet
tidak sehat karena ingin langsing (mengabaikan sumber protein, karbohidrat,
vitamin dan mineral), kebiasaan ngemil makanan rendah gizi dan makan
makanan siap saji. Sehingga remaja tidak mampu memenuhi keanekaragaman
zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuhnya untuk proses sintesis
pembentukan hemoglobin (Hb). Bila hal ini terjadi dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan kadar Hb terus berkurang dan menimbulkan anemia.
Menurut Depkes (2003), penyebab anemia pada remaja putri dan wanita
adalah :
1. Pada umumnya konsumsi makanan nabati pada remaja putri dan wanti
lebih tinggi, dibanding makanan hewani sehingga kebutuhan Fe tidak
terpenuhi.
2. Sering melakukan diet (pengurangan makan) karena ingin langsing dan
mempertahankan berat badannya.
3. Remaja putri dan wanita mengalami menstruasi tiap bulan yag
membutuhkan zat besi tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki.
255
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin
dibawah 11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2,
nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi
karena hemodilusi, terutama pada trimester 2 (Cunningham. F, . Anemia yang
paling sering dijumpai dalam kehamilan adalah anemia akibat kekurangan zat besi
karena kurangnya asupan unsur besi dalam makanan. Gangguan penyerapan,
peningkatan kebutuhan zat besi atau karena terlampau banyaknya zat besi yang
keluar dari tubuh, misalnya pada perdarahan. Wanita hamil butuh zat besi sekitar
40 mg perhari atau 2 kali lipat kebutuhan kondisi tidak hamil. Jarak kehamilan
sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia saat kehamilan. Kehamilan yang
berulang dalam waktu singkat akan menguras cadangan zat besi ibu. Pengaturan
jarak kehamilan yang baik minimal dua tahun menjadi penting untuk diperhatikan
sehingga badan ibu siap untuk menerima janin kembali tanpa harus menghabiskan
cadangan zat besinya . Beberapa penyebab anemia yaitu : 14
1. Zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan.
2. Meningkatnya kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil, masa
tumbuh kembang pada remaja, penyakit kronis, seperti tuberculosis dan
infeksi lainnya.
3. Perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang, malaria, haid
yang berlebihan dan melahirkan.
1.Umur Ibu16
,bu hamil yang berumur kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun yaitu
74,1% menderita anemia dan ibu hamil yang berumur 20 – 35 tahun yaitu
50,5% menderita anemia. Wanita yang berumur kurang dari 20 tahun atau
lebihdari 35 tahun, mempunyai risiko yang tinggi untuk hamil, karena akan
membahayakan kesehatan dan keselamatan ibu hamil maupun janinnya,
beresiko mengalami pendarahan dan dapat menyebabkan ibu mengalami
anemia.
256
2.Paritas15
Menurut Herlina (2006), Ibu hamil dengan paritas tinggi mempunyai resiko
1.454 kali lebih besar untuk mengalami anemia di banding dengan paritas
rendah. Adanya kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah kelahiran
(paritas), maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
257
pascabedah atau menstruasi), adanya penyakit kronis atau infeksi (infeksi
cacing tambang, malaria, TBC) (Anonim, 2004). Ibu yang sedang hamil
sangat peka terhadap infeksi dan penyakit menular. Beberapa di antaranya
meskipun tidak mengancam nyawa ibu, tetapi dapat menimbulkan dampak
berbahaya bagi janin. Diantaranya, dapat mengakibatkan abortus,
pertumbuhan janin terhambat, bayi mati dalam kandungan, serta cacat
bawaan. Penyakit infeksi yang di derita ibu hamil biasanya tidak diketahui
saat kehamilan. Hal itu baru diketahui setelah bayi lahir dengan kecacatan.
Pada kondisi terinfeksi penyakit, ibu hamil akan kekurangan banyak cairan
tubuh serta zat gizi lainnya (Bahar, 2006).
Penyakit yang diderita ibu hamil sangat menentukan kualitas janin dan bayi
yang akan dilahirkan. Penyakit ibu yang berupa penyakit menular dapat
mempengaruhi kesehatan janin apabila plasenta rusak oleh bakteri atau virus
penyebab penyakit. Sekalipun janin tidak langsung menderita penyakit, namun
Demam yang menyertai penyakit infeksi sudah cukup untuk menyebabkan
keguguran. Penyakit menular yang disebabkan virus dapat menimbulkan cacat
pada janin sedangkan penyakit tidak menular dapat menimbulkan komplikasi
kehamilan dan meningkatkan kematian janin 30% (Bahar, 2006).
17
5.Jarak kehamilan
Menurut Ammirudin (2007) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu
dengan prioritas 1 – 3 anak dan jika dilihat menurut jarak kehamilan ternyata
jarak kurang dari 2 tahun menunjukan proporsi kematian maternal lebih
banyak. Jarak kehamilan yang terlalu dekat menyebabkan ibu mempunyai
waktu singkat untuk memulihkan kondisi rahimnya agar bisa kembali ke
kondisi sebelumnya. Pada ibu hamil dengan jarak yang terlalu dekat beresiko
terjadi anemia dalam kehamilan. Karena cadangan zat besi ibu hamil pulih.
Akhirnya berkurang untuk keperluan janin yang dikandungnya.
258
6.Pendidikan
Pada beberapa pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan anemia yang di
derita masyarakat adalah karena kekurangan gizi banyak di jumpai di daerah
pedesaan dengan malnutrisi atau kekurangan gizi. Kehamilan dan persalinan
dengan jarak yang berdekatan, dan ibu hamil dengan pendidikan dan tingkat
social ekonomi rendah (Manuaba, 2010). Menurut penelitian Amirrudin dkk
(2007), faktor yang mempengaruhi status anemia adalah tingkat pendidikan
rendah.
259
pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan,
anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae (Saifudin, 2006)
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya
penurunan Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50%
meningka dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang menyebabkan
penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil
pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan untuk penyediaan cadangan
saat kehilangan darah waktu melahirkan. Selama kehamilan rahim, plasenta dan
janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
(Smith et al., 2012).
260
2..6 Akibat Anemia Akibat Anemia pada ibu menyusui
Menyusui merupakan proses alamiah yang dilakukan ibu setelah
mengalami masa kehamilan. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) dianjurkan dilakukan
selama 6 bulan pertama tanpa memberikan makanan tambahan (MP-ASI) kecuali
obat terapi sesuai dengan program pemerintah tentang pemberian Air Susu Ibu
(ASI) Eksklusif Tahun 2012. ASI mengandung zat gizi, hormon, unsur kekebalan
pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi bagi tubuh bayi usia 0-6 bulan. Bayi
yang mendapatkan susu formula mungkin lebih gemuk dari pada bayi yang
mendapatkan ASI, tetapi belum tentu sehat.
ASI yang diproduksi dipengaruhi asupan makan dan riwayat gizi ibu.
Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan zat besi yang terdapat dalam makanan sehari-hari dan adanya gangguan
penyerapan zat besi oleh tubuh. Kejadian anemia pada ibu menyusui akan
menurunkan produksi air susu ibu (ASI), menurunkan kualitas dan kuantitas ASI.
Hal tersebut berkaitan dengan kerja hormon prolaktin dan oksitosin, serta akan
berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan bayi usia 0-6 bulan. Selanjutnya anemia
ringan pada ibu menyusui hanya berpengaruh pada kualitas ASI, sedangkan untuk
anemia berat (<8 mg/dL) akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas ASI.
Beberapa faktor penyebab terjadinya anemia pada kelompok penghasilan
menengah ke bawah adalah status gizi (kekurangan zat besi, kekurangan asam
folat, kekurangan vitamin B12, kekurangan vitamin A, dan kekurangan energi
protein), penyakit infeksi (malaria, AIDS, tuberculosis, schistosomiasis,
malabsorpsi dan gangguan usus kecil, sariawan, leishmaniasis, kecacingan), dan
gangguan hemoglobin genetic. Penelitian di India tahun 2007, bahwa ASI yang
berasal dari ibu anemia akan berpengaruh pada kualitas. Kuantitas ASI akan
berpengaruh secara signifikan apabila tidak seimbang dengan asupan yang tepat
pada ibu menyusui.
261
2.6.1 tanda-tanda Anemia :
-Pucat
-Takikardia
-Tekanan nadi yang melebar dengan pulsasi kapiler
-Murhoemik, tanda-tanda jantung kongestif
-Perdarahan
-Penonjolan retina
-Demam ringan
-Gangguan fungsi ginjal ringan
262
variasinya cukup luas. Rata - rata panjang siklus haid pada gadis usia 12 tahun
adalah 25 hari, pada perempuan usia 43 tahun panjang siklus haidnya 27 hari
dan pada perempuan usia 55 tahun siklus haidnya adalah 51 hari. Panjang
siklus haid yang biasa pada manusia antara 21 - 35 hari, dan sekitar 97%
perempuan yang berovulasi siklus haidnya berkisar antar 18 - 42 hari. Jika
siklusnya kurang atau lebih 42 hari dan tidak teratur, biasanya siklusnya tidak
berovulasi (Wiknjosastro, 2006). Dalam kamus besar bahasa Indonesia pola
artinya bentuk (struktur) yang tetap, menstruasi berarti datang bulan atau haid.
Jadi pola menstruasi adalah bentuk/struktur haid yang tetap setiap bulannya.
Haid atau menstruasi merupakan pengeluaran darah secara periodik
(biasanya setiap bulan) dari rahim yang berupa campuran antara darah, cairan
jaringan dan bagian kecil dari rahim (endometrium). Rata-rata seorang gadis
mendapat menstruasi pertama pada usia 13 tahun. Namun masih normal untuk
seorang gadis untuk mendapat menstruasi pada usia 9 tahun dan paling lambat
pada usia 16 tahun. Pola menstruasi meliputi :
1. Lama Menstruasi
Lama haid dipengaruhi oleh usia sesorang dan dukungan gizi. Kekurangan
gizi akan menurunkan tingkat kesuburan. Asupan zat gizi yang baik diperlukan
agar nantinya didapatkan keadaan sistem reproduksi yang sehat. Rata-rata lama
menstruasi 3-5 hari dianggap normal dan lebih dari 8 atau 9 hari dianggap tidak
normal. Banyaknya darah yang keluar pun dapat berbeda-beda pada setiap orang,
bahkan pada seorang remaja wanita banyaknya pengeluaran darah dan lamanya
menstruasi biasa berbeda-beda dari bulan ke bulan, perbedaan lama menstruasi
merupakan proses fisiologik yang dipengaruhi banyak faktor antara lain
lingkungan, lamanya menstruasi ibu, usia dan ovulasi (Affandi dan Danukusuma,
1990). Penelitian yang dilakukan oleh Situmorang (2015) mengenai hubungan
durasi perdarahan haid dan kadar hemoglobin menunjukkan bahwa semakin lama
durasi haid seseorang maka semakin rendah kadar hemoglobinnya.
2. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi adalah serangkaian periode dari perubahan yang
terjadi berulang pada uterus dan organ-organ yang dihubungkan pada saat
263
pubertas dan berakhir pada saat menopause. Siklus tersebut barvariasi dari 18
sampai 40 hari, rata-rata 28 hari (Hamilton (1995) dalam Waryana 2010).
Siklus menstruasi pada wanita normalnya berkisar antara 21-35 hari dan hanya
10-15% yang memiliki siklus menstruasi 28 hari dengan lama menstruasi 3-5
hari, ada yang 7-8 hari. Setiap hari ganti pembalut 2-5 kali. Panjangnya siklus
menstruasi ini dipengaruhi oleh usia, berat badan, aktivitas fisik, tingkat stres,
genetik dan gizi (Wiknjosastro, 2006). Panjang siklus haid ialah jarak antara
tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikut. Hari mulainya
perdarahan dinamakan hari pertama siklus. Karena jam mulainya haid tidak
diperhitungkan dan tepatnya waktu keluar haid dari ostium uteri eksternum
tidak dapat diketahui, maka panjang siklus mengandung kesalahan kurang lebih
satu hari. Panjang siklus haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid
yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara
beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Jadi, sebenarnya panjang
siklus haid 28 hari itu tidak sering dijumpai (Hanafiah, 2009). Anemia diartikan
sebagai keadaan dengan konsentrasi hemoglobin kurang dari nilai normal.
Anemia menyebabkan jumlah oksigen yang diikat dan dibawa hemoglobin
berkurang, sehingga tidak dapat memenuhi keperluan jaringan. Beberapa organ
dan proses memerlukan oksigen dalam jumlah besar. Bila jumlah oksigen yang
diberikan berkurang maka kinerja organ yang bersangkutan akan menurun
sedangkan kelancaran proses tertentu akan terganggu (Sadikin, 2011).
Otak adalah jaringan yang memerlukan energi dalam jumlah besar
setiap saat. Keperluan energi dalam jumlah yang besar ini hanya dapat dipenuhi
oleh metabolisme yang berlangsung dalam keadaan aerob. Hal ini berarti
jaringan otak mutlak memerlukan oksigen supaya tetap dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Bila keadaan anoksia (ketiadaan oksigen) yang
berlangsung beberapa menit saja akan menyebabkan kerusakan menetap yang
tidak dapat diperbaiki lagi pada jaringan dan sel-sel otak. Salah satu bahayanya
adalah kerusakan fungsi susunan saraf pusat. Dalam keadaan anemia berbagai
organ tubuh menyesuaikan diri dengan menyesuaikan fungsi dengan keadaan
264
yang tidak optimum tersebut termasuk otak.Akibatnya kinerja otak akan
berkurang sesuai dengan jumlah oksigen yang diperolehnya (Sadikin, 2011).
Reproduksi manusia yang normal melibatkan interaksi antara berbagai
hormon dan organ, yang diatur oleh hipotalamus. Hipotalamus menghasilkan
hormon yang disebut releasing hormon (RH). RH berjalan ke hipofisa (sebuah
kelenjar yang terletak di bawah hipotalamus) dan merangsang hipofisa untuk
melepaskan hormon lainnya. Misalnya gonadotropin-releasing hormon
(dihasilkan oleh hipotalamus) merangsang hipofisa untuk menghasilkan
luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). LH dan
FSH merangsang pematangan kelenjarreproduktif dan pelepasan hormon
seksual.
Siklus menstruasi dikendalikan oleh sistem hormon dan dibantu oleh
kelenjar hipofisis. Selain dipengaruhi oleh hormon estrogen, siklus menstruasi
juga dipengaruhi oleh hormon progesteron. Apabila kinerja otak berkurang
karena jumlah oksigen yang diterima tidak optimum maka akan mempengaruhi
kerja hipotalamus. Hipotalamus yang terganggu akan berdampak pula pada
kerja hormon yang dapat merangsang pematangan kelenjar reproduksi dan
pelepasan hormon seksual menjadi terhambat atau lebih lama bekerja.
Sehingga biasanya siklus menstruasi tersebut tidak teratur dan panjang
(Wiknjosastro, 2006).
265
darah secara kronis. Pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah
setiap bulan. Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak maka
akan terjadi anemia defisiensi besi (Arisman, 2014).
266
Pola makan dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah kebiasaan,
kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam dan sebagainya.
Sejak dahulu makanan selain untuk pertumbuhan, memenuhi rasa lapar juga
sebagai lambang kemakmuran, kekuasaan dan persahabatan. Manfaat makanan
bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain:
1. Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh disamping
memperbaiki bagian tubuh yang rusak
2. Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak
dan bekerja
3. Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman
berarti mempunyai dampak positif terhadap kesehatan. Dengan demikian,
kecukupan akan makanan mempunyai arti biologis dan psikologis.
Makanan merupakan kebutuhan bagi hidup manusia, makanan yang
dikonsumsi beragam jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Pada
masyarakat dikenal pola makan dan kebiasaan makan dimana
seseorang/sekelompok orang tinggal. Salah satu fungsi utama makanan adalah
memberikan energi. Energi itu tidak hanya diperlukan untuk aktivitas atau
kegiatan berat tetapi juga untuk berfungsinya organ-organ tubuh. Jumlah energi
yang dicerna dari makanan diukur dalam kalori dan kebutuhan kalori harian
seorang akan bergantung pada usia, jenis kelamin, tingkat kegiatan, laju
metabolisme dan iklim dimana seorang tinggal (Sediaoetama, 2009).
Setiap manusia membutuhkan makanan untuk mempertahankan
hidupnya, sikap manusia terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh
pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan orang lain
terhadap makanan sejak masa kanak-kanak. Seorang remaja biasanya telah
mempunyai pilihan makanan sendiri yang ia telah senangi dan pada masa
remaja telah terbentuk kebudayaan makan tergantung pengalaman dan respon
terhadap lingkungannnya.
Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase
remaja. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek
sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja
267
mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman
dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah
yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja (Proverawati, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhikebiasaan makan, menurut
Khumaidi (2000) ada 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan
makan manusia yaitu :
1. Faktor Ekstrinsik yang merupakan faktor yang berasal dari luar diri
manusia, yang terdiri dari lingkungan alam, lingkungan ekonomi,
lingkungan sosial, lingkungan budaya, dan agama
2. Faktor Intrinsik, merupakan faktor yang ada didalam diri manusia yang
terdiri dari asosiasi emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang
sedang sakit, penilaian lebih terhadap mutu makanan dan pengetahuan
gizi.
Dimasa remaja akan terdapat banyak situasi yang berbahaya yang
memungkinkan seseorang untuk makan secara kurang maupun lebih. Dan pada
masa remaja kegiatan maupun aktivitas sering sekali menurun dikarenakan oleh
jumlah konsumsi makanan yang kurang maupun lebih. Salah satu hal yang
paling penting yang harus dilakukan remaja agar selalu sehat bukan hanya
untuk saat itu tetapi juga menunjang kesehatan seumur hidupnya adalah
mengkonsumsi makanan yang bergizi. Pada masa pertumbuhan tubuh remaja
sangat membutuhkan protein, vitamin dan mineral. Jika remaja cukup makan,
maka remaja tersebut tidak akan sakit. Ada jenis-jenis makanan tertentu yang
sangat penting bagi gadis remaja. Ketika ia mulai mendapat menstruasi, tiap
bulan ada sejumlah darah yang keluar. Remaja putri tersebut akan menghadapi
resiko anemia atau kurang darah. Darah haid harus diganti dengan memakan
buah-buahan yang mengandung zat besi dan kalsium agar tulangnya kuat.
Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh signifikan
terhadap kebiasaan makan mareka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak
makan diluar rumah dan lebih banyak pengaruh dalam memilih makanan yang
akan dimakannya. Mereka juga lebih suka mencoba-coba makanan baru, salah
satunya adalah fast food. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah
268
tentang frekwensi makan, jenis makanan dan jumlah makan. Jumlah atau porsi
merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap
kali makan.
269
subjek, kemampuan responden memberikan perkiraan ukuran/porsi yang
akurat, tingkat motivasi responden, dan keuletan dan kesabaran
pewawancara.
2. Food Frequency Questionnaire (FFQ)
FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam
mengonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi
makanan dilihat dalam satu hari atau minggu, atau bulan, atau dalam satu tahun
(Siagian, 2010).
270
dengan kelompok berpenghasilan rendah. Kesalahan cara ini dapat mencapai
±2%. Laporan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dengan memakai cara
cyanmethemoglobin dan spektrofotometer hanya boleh menyebut satu angka
(digit) dibelakang tanda desimal; melaporkan dua digit sesudah angka desimal
melampaui ketelitian dan ketepatan yang dapat dicapai dengan metode ini.
Variasi-variasi fisiologis juga menyebabkan digit kedua di belakang tanda
desimal menjadi tanpa makna.
271
2.11Metode Hemoglobin Digital Analyzer
Kelebihan dari hemometer digital adalah tingkat keakuratannya lebih
valid daripada hemometer sahli, lebih cepat, dan lebih simpel cara
pemeriksaannya. sedangkan kekurangannya yaitu harga lebih mahal.
Perdarahan saluran
cerna yang lambat
Penyakit sindrom
Defisiensi asam folat
malabsorbsi
Tingkatan
Anemia pada remaja
ibu menyusui
Akibat
anemia
pada balita
Pola makan
Remaja
Pola menstruasi
Metode cyanmethemoglobin
Metode
Penentuan Metode Sahli
Kadar Hb
Metode Hemoglobin Digital
Analyzer
272
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik
dengan rancangan penelitian cross sectional, untuk mempelajari hubungan pola
makan dan pola menstruasi dengan anemia pada remaja putri di desa Margamukti.
Desain penelitian cross sectional ini adalah jenis penelitian yang melakukan
pengukuran antara faktor risiko dengan efek pada satu saat dan tidak ada tindak
lanjut atau follow up.
273
3.3.3 Kriteria Retriksi
3.3.3.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi yaitu karakteristik umum subjek penelitian pada populasi
target dan pada populasi terjangkau/aktual (Sastroasmoro, 2008). Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah:
a. Remaja putri Desa Margamukti berusia 12-16 tahun
b. Sudah menstruasi
c. Belum pernah menikah
d. Tidak berpuasa
e. Bersedia menjadi subjek penelitian
274
a. Kejadian anemia dilihat dari kadar hemoglobin remaja putri dengan
menggunakan digital acute check.
b. Pola menstruasi diperoleh dengan cara wawancara menggunakan
kuesioner
c. Pola makan (meliputi jumlah energi, protein dan zat besi) didapat
dengan melakukan wawancara dan dengan memberikan form food
recall 24 jam dilakukan selama 2 hari tanpa berturut untuk
menghasilkan gambaran asupanzat gizi lebih optimal dan
memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu
dan untuk frekuensi serta jenis makanan yangdikonsumsi diperoleh
dari wawancara dengan memberikan formulir frekuensi makan.
275
siklus haid dan
lama haid
276
3.7.1 Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Editing
Data yang dikumpulkan kemudian diperiksa, bila terdapat kesalahan
dalam pengumpulan data segera diperbaiki (editing) dengan cara
memeriksa jawaban yang kurang.
b. Coding
Memberi angka atau tanda pada setiap jawaban.
c. Tabulating
Untuk mempermudah pengolahan dan analisa data serta
pengambilan keputusan maka data ditabulasi dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
277
penolakan hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : jika nilai
p<0,005 maka hipotesis diterima dan jika nilai p>0,05 maka hipotesis
ditolak. Selain itu, digunakan juga perhitungan Odd Ratio (OR) yaitu
rasio perbandingan pajanan di antara kelompok kasus terhadap pajanan
kelompok kontrol untuk melihat estimasi resiko terjadinya outcome.
Estimasi ConfidenceInterval (CI) untuk OR ditetapkan pada tingkat
kepercayaan 95%.Interpretasinya adalah :
278
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sampel remaja putri pada bulan November
tahun 2018 di Desa Margamukti, Kecamatan Sumedang Utara, Kabupataen
Sumedang dengan jumlah sampel 50 orang. Kemudian dari hasil penelitian
diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 4.1.1. Gambaran Distribusi Pola Menstruasi Pada Remaja Putri Usia
Baik 43 86
Tidak Baik 7 4
Total 50 100
n: jumlah responden
Dari tabel 4.1.1 diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah responden
yang memiliki pola menstruasi yang baik lebih banyak dari responden yang
279
Tabel 4.1.2. Gambaran Distribusi Angka Kecukupan Gizi Pada Remaja
Putri Usia 12-16 Tahun Pada Bulan November 2018 Di Desa Margamukti
Tercukupi 33 66
Tidak Tercukupi 17 34
Total 50 100
n: jumlah responden
Dari tabel 4.1.2 diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah responden
yang memiliki angka kecukupan gizi yang tercukupi lebih banyak dari
responden yang memiliki angka kecukupan gizi yang tidak tercukupi (66 vs
34).
Tabel 4.1.3. Gambaran Distribusi Anemia Pada Remaja Putri Usia 12-16
Tidak 45 90
Ya 5 10
Total 50 100
n: jumlah responden
Dari tabel 4.1.3 diketahui bahwa dalam penelitian ini jumlah responden
yang memiliki anemia lebih banyak dari responden yang tidak anemia (90 vs
10).
280
Tabel 4.1.4. Hasil Uji Normalitas Variabel
Variable Kolmogrov-Smirnova
Anemia 0.000
dengan nilai p value (Sig.) pada semua variabel bebas dan terikat
Oleh karena data variabel tidak terdistribusi normal dan data dari
Correlation
Anemia Coefficient -.058
Sig. (2-
281
tailaed) .691
Tabel 4.1.5 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.691 > 0.05 maka
H0 diterima dan Ha diterima. Sehingga tidak ada hubungan antara pola menstruasi
dengan anemia. Kekuatan korelasi kurang berarti (0.058) dan arah korelasi
negative.
Tabel 4.1.6. Tabel Korelasi Antara Angka Kecukupan Gizi Dengan Anemia
Angka Anemia
Kecukupan
Gizi
Tabel 4.1.6 menunjukkan bahwa nilai Sig. (2-tailed) 0.239 > 0.05 maka
H0 diterima dan Ha diterima. Sehingga tidak ada hubungan antara pola menstruasi
dengan anemia. Kekuatan korelasi kurang berarti (0.094) dan arah korelasi
positive.
282
BAB V
KESIMPULAN
283
HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT ORANG
TUA DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA USIA 2 – 5
TAHUN DI DESA MEKARBAKTI, KABUPATEN SUMEDANG TAHUN
2018
PENELITIAN
Disusun oleh:
Dokter Pembimbing :
JAKARTA
284
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Penelitian ini dengan judul “HUBUNGAN PERILAKU HIDUP
BERSIH SEHAT ORANG TUA DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA
BALITA USIA 2 – 5 TAHUN DI DESA MEKARBAKTI, KABUPATEN
SUMEDANG TAHUN 2018” . Penulis telah berusaha sebaik dan semaksimal
mungkin untuk menyelesaikan Laporan Penelitian ini, namun penulis menyadari
masih adanya kekurangan dalam penulisan Laporan Penelitian ini akibat
keterbatasan yang dimiliki penulis.
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat kesehatan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Dr. dr. Robert H. Sirait, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia.
3. Bapak Dr. Sudung S.H. Nainggolan, MH.Sc, selaku Kepala Departemen
Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Indonesia.
4. dr. Vidi Posdo Simarmata, MKK., selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan
membimbing penulis dalam pembuatan laporan ini.
5. Seluruh dokter serta staf bagian Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia yang telah mendukung
penelitian ini.
6. Seluruh masyarakat Desa Mekarbakti, Kabupaten Sumedang yang telah
menerima peneliti dengan baik, mencurahkan perhatian, waktu, tempat,
285
tenaga selama kegiatan berlangsung dan bersedia mendukung dan
mengikuti kegiatan penelitian dan penyuluhan yang dilakukan
7. Seluruh dokter muda kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat periode 1
Oktober – 8 Desember 2018 yang telah dengan setia dan senantiasa
memberikan dukungan serta bantuan selama penelitian ini berlangsung.
8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelasian penulisan penelitian ini.
Tim Penulis
Desa Mekarbakti
286
BAB I
PENDAHULUAN
prevalensi cukup tinggi dibanding dengan masalah gizi lebih atau gizi kurang.
sebesar 18.5% dan prevalensi balita pendek sebesar 17.1%. Sedangkan prevalensi
sangat pendek di Jawa Barat tertinggi pada balita (umur <5 tahun). Prevalensi
balita sangat pendek di Jawa Barat yaitu 16.6% dan prevalensi balita pendek di
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan zat
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi. Titik batas penggolongan status gizi berdasarkan
indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang standar deviasinya diantara -2
287
Kejadiaan stunting dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor langsung
adalah kurangnya asupan makan dan adanya penyakit infeksi. Penyakit infeksi
pengetahuan ibu yang kurang, pola asuh yang salah, sanitasi dan kebersihan yang
sistem imun menurun dan mudah terserang penyakit infeksi, sedangkan penyebab
tidak langsung yaitu ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, pola asuh anak,
penyakit antara lain diare dan penyakit infeksi. Sanitasi lingkungan sangat terkait
dengan ketersediaaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta
kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Semakin tersedia air bersih
untuk kebutuhan sehari- hari, semakin kecil risiko anak terkena penyakit kurang
288
Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) adalah perilaku kesehatan yang
dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam
pengetahuan, sikap dan perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana, dan
pada anak usia 5-18 tahun menurut jenis kelamin, pada anak laki-laki prevalensi
stunting adalah 40,2%, sedangkan pada anak perempuan sebesar 35,8%. Di Jawa
Tengah prevalensi stunting pada balita tahun 2010 sebesar 16,9% sangat pendek
dan 17,0% pendek (Riskesdas, 2010). Prevalensi pendek sebesar 37,2%, terdiri
dari 18,0% sangat pendek dan 9,2% pendek. Tahun 2013 prevalensi sangat
pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun 2010.
Prevalensi pendek meningkat dari 18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2% pada
tahun 2013. Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek
sebesar 30-39% dan serius bila prevalensi pendek ≥ 40% (WHO, 2010). 3,4
Di
Jawa Barat prevalensi balita sangat pendek yaitu 16.6% dan prevalensi balita
289
satu kabupaten di Jawa Barat dengan prevalensi stunting yang cukup tinggi,
terdapat 37.970 balita stunting pada tahun 2013 dengan prevalensi stunting
tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian stunting pada
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian stunting pada anak
Kabupaten Sumedang?
Kabupaten Sumedang?
Kabupaten Sumedang?
Sumedang?
290
6. Bagaimana distribusi Balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami
Kabupaten Sumedang?
7. Bagaimana tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada Balita usia 2 – 5
I.3 Tujuan
I.3.1 Tujuan Umum
291
e. Mengetahui distribusi Balita usia 2 – 5 tahun tahun yang
2018.
I.4 Hipotesis
Adanya hubungan antara perilaku hidup bersih sehat dengan kejadian
stunting pada Balita usia 2 – 5 tahun di desa Mekarbakti, Sumedang pada tahun
2018.
salah satu Faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya Stunting pada
292
I.5.2 Bagi Peneliti Lain
Hidup Bersih Sehat sebagai salah satu Faktor resiko yang dapat menyebabkan
pencegahan.
Bagi orang tua, memberikan gambaran kepada orang tua untuk lebih
peduli terhadap perilaku hidup bersih dan sehat & status gizi. Anaknya.
Bagi Balita usia 2 – 5 tahun, sebagai pendidikan dan bahan masukan untuk
sehatsehari-hari.
293
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak
maksimal, menjadikan anak lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan
dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya secara luas
kabupaten di Jawa Barat yang terdapat 28% atau tiga puluh ribu balita mengalami
37.970 balita stunting pada tahun 2013 dengan prevalensi stunting 41.08% di
294
Margamukti (Kabupaten Sumedang utara), Desa Sukahayu (Kecamatan
merupakan salah satu dari 10 desa di Kabupaten Sumedang yang menjadi fokus
intervensi stunting. Pada tahun 2013, desa Mekarbakti memiliki 5.526 jiwa
penduduk.5
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah lima
tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
seusianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa
awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah bayi
berusia 2 tahun. Balita pendek (stunted) dan sangat pendek (severly stunted)
adalah balita dengan panjang badan (PB/U) atau tinggi badan (TB/U) menurut
Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severly
stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang
balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan
standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan
295
status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila
Study) 2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek
Stunting terjadi disebabkan oleh berbagai faktor yang terjadi pada saat
anak dalam kandungan, keadaan ibu hamil saat belum melahirkan, saat bayi lahir,
bayi usia 6 sampai 12 bulan, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 2
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan
atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong diri
di masyarakat.3 Ruang lingkup PHBS sangat luas mulai dari pola makan yang
sehat, higenitas personal hingga sanitasi dan kebersihan lingkungan. PHBS harus
diupayakan di tiap rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih
kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat membuat energi untuk
II.1.1 Stunting
Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya
dalam MDGs adalah status gizi anak balita. Masa anak balita merupakan
kelompok yang rentan mengalami kurang gizi salah satunya adalah stunting.
adanya malnutrisi asupan zat gizi kronis atau penyakit infeksi kronis maupun
296
berulang yang ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan menurut umur
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat
anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka
kematian bayi dan anak, menyebabkan penderita mudah sakit dan memiliki postur
tubuh tak maksimal saat dewasa. Kemampuan kognitif penderita juga berkurang,
menduduki peringkat kelima dunia untuk jumlah anak dengan kondisi stunting.
Lebih dari sepertiga anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia tingginya
Secara global, pada tahun 2011 lebih dari 25% jumlah anak yang berumur
dibawah lima tahun yaitu sekitar 165 juta anak mengalami stunting, sedangkan
untuk tingkat Asia, pada tahun 2005-2011 Indonesia menduduki peringkat kelima
dari tahun 2010 (35,6%) dan 2007 (36,8%). Artinya, pertumbuhan tak maksimal
diderita oleh sekitar 8,9 juta anak Indonesia, atau satu dari tiga anak Indonesia. 5
Menurut WHO, apabila masalah stunting di atas 20% maka merupakan masalah
kesehatan masyarakat.2,7
Anak memiliki ciri khas yang selalu tumbuh dan berkembang sejak saat
dan jumlah sel serta jaringan interseluler, yang berarti juga bertambahnya ukuran
297
fisik dan struktur tubuh sebagian atau secara keseluruhan. Pertumbuhan bersifat
satuan panjang atau satuan berat. Pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
kehidupan janin, yaitu 1,5 mm per hari, setelah itu ada penurunan kecepatan
secara progresif. Setelah lahir, bayi masih dapat tumbuh dengan sangat cepat
dibandingkan dengan anak yang lebih tua. Satu tahun setelah lahir, panjang badan
bayi meningkat 50% dan pada tahun kedua panjang badan bertambah 12-13 cm.
Setelah itu peningkatan tinggi badan merata sekitar 5-6 cm per tahun. Pada umur
9 tahun rata-rata tinggi badan adalah 120 cm dan kemudian bertumbuh sekitar 6
terjadi pada masa remaja, yakni pada umur 10½–11 tahun pada perempuan dan
12½-13 tahun pada laki-laki. Dalam tahap ini, pertambahan tinggi badan pada
pertumbuhan pertama kali terjadi pada kaki dan tangan, kemudian pada betis dan
lengan bawah, diikuti pinggul dan dada, dan kemudian bahu. Pertumbuhan pada
kaki lebih dulu berhenti daripada hampir semua bagian kerangka lainnya.
Pertumbuhan pada masa balita lebih lambat dibandingkan pada masa bayi, namun
298
pertumbuhannya stabil. Memperlambat kecepatan pertumbuhan tercermin dalam
penurunan nafsu makan, padahal anak-anak membutuhkan energi dan zat gizi
Masalah gizi yang paling banyak ditemukan pada anak di Indonesia adalah
stunting, yaitu gangguan pertumbuhan yang terjadi akibat kondisi kekurangan gizi
kronis dan atau penyakit infeksi kronis. Indikator yang digunakan untuk menilai
status anak stunting adalah melalui panjang badan menurut usia (PB/U).
Berdasarkan WHO child growth standart, nilai z-score PB/U kurang dari -2
Standar Deviasi (SD) termasuk dalam kategori stunting.(10,11) Oleh karena itu,
stunting didefinisikan sebagai retardasi pertumbuhan linier kurang dari minus dua
indeks PB/U atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi
anak, hasil pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD
stunted). Adapun seorang bayi baru lahir dikatakan stunting apabila panjang
badan lahir < 46,1 cm untuk laki – laki dan < 45,4 cm untuk perempuan. Stunting
dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun. Seorang anak yang mengalami kekerdilan (stunted) sering
terlihat seperti anak dengan tinggi badan yang normal, namun sebenarnya mereka
lebih pendek dari ukuran tinggi badan normal untuk anak seusianya. Stunting
dapat dimulai sejak sebelum kelahiran disebabkan karena gizi ibu selama
299
kehamilan buruk, pola makan yang buruk, kualitas makanan juga buruk, dan
asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Dengan kata lain, stunting merupakan
pada tahun 2007 sebesar 36,8% dan pada tahun 2010 sebesar 35,6%. Bila
yaitu :
a. Jenis kelamin
anak laki-laki di bawah usia lima tahun lebih mungkin menjadi kerdil
300
pendidikan ibu terus berlanjut sebagai pengaruh kuat status gizi anak
bahwa Faktor risiko stunting pada anak balita di Maluku yaitu status
sanitasi lingkungan, hal ini sejalan dengan penelitian Van der Hoek
301
mempunyai fasilitas air bersih memiliki prevalensi diare dan stunting
lebih rendah daripada anak-anak dari keluarga yang tanpa fasilitas air
Faktor-faktor tersebut dapat berasal dari diri anak itu sendiri maupun dari luar diri
dipengaruhi oleh faktor tidak langsung seperti penyediaan air bersih, cuci tangan
pakai sabun dan indikator PHBS lainnya, faktor lain yang juga berpengaruh
terhadap status gizi stunting adalah ketersediaan pangan, pola asuh bayi dan anak.
Pola asuh dan sanitasi lingkungan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan ibu, akses
a. Faktor Langsung
ganda tersebut adalah adanya masalah kurang gizi di lain pihak masalah
kegemukan atau gizi lebih telah meningkat. Keadaan gizi dibagi menjadi 3
asupan zat gizi yang lebih banyak dari kebutuhan seperti gizi lebih,
302
b) Gizi baik adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan zat
c) Kurang gizi adalah suatu keadaan yang muncul akibat pemenuhan asupan
zat gizi yang lebih sedikit dari kebutuhan seperti gizi kurang dan buruk,
perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan
kekurangan gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik
berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada level rumah
Dalam upaya penanganan masalah stunting ini, khusus untuk bayi dan
setelah melahirkan;
303
2) Memberikan ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan tanpa pemberian
stunting.
2. Penyakit Infeksi
stunting, Kaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak
terjadi kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang gizi akan lebih
kebutuhan akan zat gizi untuk membantu perlawanan terhadap penyakit ini
sendiri. Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan kebutuhan namun
penyakit infeksi yang diderita tidak tertangani akan tidak dapat memperbaiki
status kesehatan dan status gizi anak balita. Untuk itu penanganan terhadap
penyakit infeksi yang diderita sedini mungkin akan membantu perbaikan gizi
balita.
304
Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti cacingan, Infeksi
saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat
yang menyatakan bahwa diare merupakan salah satu faktor risiko kejadian
1. Ketersediaan Pangan
Masalah ketersediaan ini tidak hanya terkait masalah daya beli namun juga
mencakup jenis dan jumlah dan frekuensi dan jangka waktu tertentu.
pemenuhan asupan nutrisi dalam keluarga itu sendiri. Ratarata asupan kalori
305
dan protein anak balita di Indonesia masih di bawah Angka Kecukupan Gizi
(AKG) yang dapat mengakibatkan anak balita perempuan dan anak balita
dan 7,3 cm lebih pendek dari pada standar rujukan WHO 2005. Oleh karena
itu penanganan masalah gizi ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan saja
pendapatan keluarga yang lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk
stunting. Selain itu penelitian yang dilakukan di Maluku Utara dan di Nepal
adalah faktor social ekonomi yaitu defisit pangan dalam keluarga. Konsumsi
Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor
atau tidak; 2) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan gizi
306
masa lalu dari ibu untuk menentukan KEK atau tidak; 3) hasil pengukuran
berat badan untuk menentukan kenaikan berat badan selama hamil yang
makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-
hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Notoatmodjo,
(Katona dan Apte, 2008). Penelitian Assis (2004), pada anak sekolah di
yang bermakna antara asupan makan yang rendah juga menyebabkan kejadian
stunting.
adalah sanitasi lingkungan, hal ini sejalan dengan penelitian Van der Hoek,
mempunyai fasilitas air bersih memiliki prevalensi diare dan stunting lebih
rendah daripada anak-anak dari keluarga yang tanpa fasilitas air bersih dan
307
kepemilikan jamban. Pada penelitian yang dilakukan oleh Erna Kusumawati,
dkk, risiko batita stunting yang tinggal dengan sanitasi lingkungan yang
kurang baik lebih tinggi dibanding dengan sanitasi yang baik. Hal ini terjadi
karena sebagian besar tempat tinggal batita belum memenuhi syarat rumah
sampah tutup dan kedap air, tidak memiliki jamban keluarga, serta hal ini
308
II.1.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Sehat adalah investasi untuk meningkatkan produktivitas kerja guna
memang bukan segalanya tetapi tanpa kesehatan segalanya menjadi tidak berarti”.
PHBS adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas kesadaran setiap
sikap dan perilaku melalui pendekatan advokasi, bina suasana, dan gerakan
2006).24
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan cerminan pola hidup
anggota keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan dapat
pengertian lain dari PHBS. Mencegah lebih baik daripada mengobati, prinsip
kesehatan inilah yang menjadi dasar dari pelaksanaan PHBS. Kegiatan PHBS
tidak dapat terlaksana apabila tidak ada kesadaran dari seluruh anggota keluarga
309
itu sendiri. Pola hidup bersih dan sehat harus diterapkan sedini mungkin agar
kelahiran.
5. Semua bayi dan balita harus ditimbang berat badannya sejak lahir sampai
6. Setiap orang agar makan makanan yang mengandung unsur zat tenaga, zat
(PUGS).
hari.
8. Ibu hamil agar minum tablet tambah darah atau tablet zat besi selama masa
kehamilan,
9. Semua orang agar membuang air besar atau tinja di jamban atau WC.
10. Semua orang agar mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar
310
Keluarga yang melaksanakan PHBS maka setiap rumah tangga akan
meningkatkan kesehatannya dan tidak mudah sakit. Rumah tangga yang sehat
kesehatan anggota rumah tangga maka biaya yang tadinya dialokasikan untuk
kesehatan dapat dialihkan untuk biaya investasi seperti biaya pendidikan dan
atau Kota dibidang kesehatan adalah pelaksanaan PHBS, PHBS juga bermanfaat
311
II.1.3 Hubungan Perilaku Hidup Bersih Sehat (10 Indikator) dengan
kejadian stunting
1. Ibu mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
makanan dalam keluarga bila ibu mencuci tangan kurang adekuat akan
colli. Ditemukan proporsi stunting yang lebih rendah 16,7% pada ibu yang
risiko bakteri feses pencernaan dari sumber manusia dan binatang. Hal ini
gizi anak. Lebih penting lagi, bukti yang ada menunjukkan bahwa penyebab
kunci kekurangan gizi pada anak merupakan sebuah gangguan subklinis pada
usus kecil yang diketahui sebagai tropical enteropathy, yang disebabkan oleh
bakteri feses yang tercerna dalam jumlah yang besar oleh anak yang tinggal
312
2. Ibu melakukan 3M plus setiap 1 minggu sekali
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus ini
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan
3M plus termasuk dalam salah satu langkah PHBS. PHBS secara tidak
313
juga diperkuat dengan hasil penelitian Schmidt, C.W., (2014) yang
menggambarkan tidak adekuatnya asupan gizi dalam waktu cukup lama serta
dipengaruhi oleh penyakit rekuren dan kronis. Infeksi merupakan salah satu
pertumbuhan.26
aktivitas fisik 30 menit per hari, mengkonsumsi buah dan sayur, dan
314
sehari-hari sebagai upaya menghindari stunting. Banyak faktor yang
masa remajanya, masa kehamilan, masa menyusui, dan infeksi pada ibu.
Faktor lainnya berupa kualitas pangan, yakni rendahnya asupan vitamin dan
mineral, buruknya keragaman pangan dan sumber protein hewani, dan faktor
proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi tambahan untuk
pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae.
akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk
pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan mineral
kebutuhan gizi ibu juga harus diperhatikan selama masa menyusui. Jumlah
makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding dengan ibu
hamil, akan tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan
untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk mencegah kerusakan gigi serta
tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam ASI. Jika
315
kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit)
dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air
dalam ASI sekitr 88 gr%. Maka ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk
minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping bisa juga
ditambah dengan minum air buah. Dengan demikian, konsumsi gizi ibu yang
cukup baik pada saat hamil maupun pada saat menyusui dapat menurunkan
kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif)
atau lebih dalam rumah akan memperbesar resiko anggota keluarga menderita
serangan ISPA khususnya pada balita. Anak- anak yang orangtuanya perokok
lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia
memiliki anggota kelompok rawan seperti balita, ibu hamil, anak usia sekolah
untuk rokok dibandingkan asupan makanan bergizi untuk balitanya. Hal ini
316
sangat mengkhawatirkan bagi balita yang tinggal bersama keluarga perokok,
terkandung makna bahwa air minum yang dikonsumsi oleh masyarakat harus
tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air. Masalah gizi pada bayi dan
dengan sanitasi air. Penyakit diare termasuk salah satu penyakit dengan
sumber penularan melalui air (water borne diseases), dan penyakit diare yang
masyarakat terhadap air bersih atau air minum serta buruknya sanitasi dan
penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan
Salah satu infeksi patogen yang berkaitan dengan kejadian stunting adalah
317
trichiura, dan hookworm yang terdiri dari Necator americanus dan
anemia akibat infeksi STH juga merupakan faktor risiko stunting. Untuk
melawan infeksi parasit, sistem imun balita akan memproduksi sitokin yaitu
menekan nafsu makan karena meningkatnya kadar hormon leptin dalam darah,
nutrisi karena anemia defisiensi besi akibat kehilangan darah. Studi lain
indikator status nutrisi pada balita. Selain STH, infeksi patogen lain yang
Brazil dan Ekuador berkaitan dengan diare persisten yang dialami akibat
318
infeksi Giardia. Balita dengan schistosomiasis kronis dikatakan dapat
faltering) yang dimulai sejak dalam kandungan hingga anak berusia dua
sebelum kelahiran dan berlanjut sampai anak berusia dua tahun. Keberhasilan
upaya pemerintah dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak dapat dilihat dari
Indonesia. Di tujuh provinsi kawasan Indonesia timur, satu dari setiap tiga
apapun, hanya ditolong oleh dukun bayi atau anggota keluarga. Proporsi
319
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan dianggap memenuhi
pada bayi dapat mempengaruhi status gizi bayi tersebut sehingga dapat
perawatan bayi baru lahir, meskipun pelayanan ini tidak selalu tersedia di
sehingga angka mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun bayi dapat
ditekan. Terlebih lagi bila pelayanan perawatan bayi baru lahir tersedia di
fasilitas kesehatan, maka akan ada kegiatan terkait Inisiasi Menyusui Dini
imunisasi dasar, pantau tumbuh kembang secara rutin setiap bulan, dan
stunting lebih kecil pada ibu yang menerima fasilitas kesehatan memadai
medis. 32
320
Balita yang kurang gizi mempunyai risiko meninggal lebih tinggi
dibandingkan balita yang tidak kurang gizi. Setiap tahun kurang lebih 11 juta
seperti ISPA, diare, malaria, campak dan lain-lain. Ironisnya, 54% kematian
tersebut berkaitan dengan adanya kurang gizi. Kurang gizi pada usia dini juga
pada saat dewasa. Masa balita menjadi lebih penting lagi karena merupakan
berkualitas. Terlebih pada 6 bulan terakhir masa kehamilan dan dua tahun
pertama setelah kelahiran merupakan masa emas dimana sel-sel otak sedang
Gagal tumbuh (growth faltering) yang terjadi akibat kurang gizi di masa-
masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya yang akan
sulit diperbaiki. Anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat mempunyai
stunted. Kurang gizi pada usia dini juga akan meningkatkan resiko berbagai
penyakit degeneratif (jantung, kanker) pada saat dewasa. Salah satu bentuk
peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan adalah Pos Pelayanan Terpadu
(Posyandu) yang dibentuk oleh dan untuk masyarakat itu sendiri. Posyandu
meliputi 5 program pelayanan kesehatan dasar, yaitu Kesehatan Ibu dan Anak
321
(KIA), imunisasi, Keluarga Berencana (KB), Perbaikan gizi dan
Penanggulangan diare.33
Menimbang berat badan setiap bulan bisa diketahui apakah anak tersebut
ASI merupakan asupan gizi yang sesuai dengan dengan kebutuhan akan
mendapatkan ASI dengan cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang
baik dan dapat menyebabkan kekurangan gizi salah salah satunya dapat
badan karena kalsium ASI lebih efisien diserap dibanding susu pengganti ASI
atau susu formula. Sehingga bayi yang diberikan ASI Eksklusif cenderung
memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai dengan kurva pertumbuhan
kalsium yang lebih banyak dan dapat diserap tubuh dengan baik sehingga
322
dapat memaksimalkan pertumbuhan terutama tinggi badan dan dapat terhindar
dari resiko stunting. ASI juga memiliki kadar kalsium, fosfor, natrium, dan
kalium yang lebih rendah daripada susu formula, sedangkan tembaga, kobalt,
8 dan selenium terdapat dalam kadar yang lebih tinggi. Kandungan ASI ini
bayi termasuk tinggi badan. Berdasarkan hal tersebut dapat dipastikan bahwa
kebutuhan bayi terpenuhi, dan status gizi bayi menjadi normal baik tinggi
badan maupun berat badan jika bayi mendapatkan ASI Eksklusif. Namun, ASI
stunting terdapat faktor lain seperti asupan gizi, penyakit infeksi, ketersediaan
pangan, status Gizi ibu hamil, berat badan lahir, panjang badan lahir dan MP
ASI.34
323
II.2 Kerangka Teori
Gambar II 1. Kerangka teori
324
II.3 Kerangka Konsep
Gambar II 2. Kerangka Konsep
325
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan kejadian stunting di Desa Mekarbakti,
326
III.4 Kriteria Inklusi & Ekslusi
III.4.1 Kriteria Inklusi
- Responden merupakan orang tua dengan anak balita stunting usia 2 - 5 tahun.
- Responden merupakan orang tua dengan anak balita tidak stunting usia 2 - 5
tahun.
Barat.
Jawa Barat.
dimana,
n = ukuran sampel
300 anak.
327
e = persen kelonggaran ketidaktelitian
10%.
dengan cara consecutive sampling. Dimana semua subjek yang datang dan
Variabel bebas pada penelitian ini adalah perilaku hidup bersih sehat.
gizi sangat
pendek dan
328
pendek.
(Kemenkes).1,2
masyarakat.3,24 beraktivitas.
(Ya/Tidak)
- Ibu/Keluarga
melakukan 3M plus
tiap minggunya
329
(Ya/Tidak)
- Ibu/Keluarga
merokok didalam
rumah. (Ya/Tidak)
- Ibu/keluarga
mengkonsumsi
setiap hari.
(Ya/Tidak)
- Ibu/Keluarga
Melakukan
Aktivitas Fisik 30
menit sehari.
(Ya/Tidak)
- Ibu/Keluarga
menggunakan air
bersih untuk
kebutuhan sehari-
hari. Ya/Tidak)
- Ibu/Keluarga
menggunakan
330
jamban sehat
dirumah (Ya/Tidak)
9) Alat tulis
331
III.10 Alur Penelitian
Berikut adalah alur penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti:
Tahap
Pengambilan Data
Mengumpulkan responden dalam
satu tempat
Tahap
332
III.11 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dan pengukuran
12. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi semua atau
13. Coding, dapat diperoleh dari sumber data yang sudah diperiksa
dengan komputer.
14. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan bantuan progam
komputer.
15. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah
333
16. Analisis data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan
variable penelitian.
334
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Stunting
335
IV.1.2 Analisis Univariat
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
336
Hasil penelitian menunjukkan anak balita dengan gizi kurang sebanyak 11 anak, anak balita
dengan gizi baik sebanyak 62 anak, dan 2 anak balita dengan gizi lebih.
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
337
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebanyak 6 balita yang sangat pendek, 20 balita
yang pendek, 48 balita memiliki tinggi normal, dan 1 balita yang tinggi.
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
338
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 1 anak balita sangat kurus, 4 anak balita kurus, 67
balita dengan gizi normal, dan 3 balita gemuk.
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
339
Hasil penelitian menunjukkan terdapat anak balita sangat kurus sebanyak 1 orang, anak
balita kurus 4 orang, anak balita dengan gizi normal sebanyak 66 orang, dan anak balita
gemuk semajak 4 orang.
2. Distribusi balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan usia di desa Mekarbakti, Kabupaten Sumedan tahun 2018.
Gambaran karakteristik kelompok usia balita usia 2 – 5 tahun yang mengalami stunting
dan non stunting.
Tabel IV. 6. Distribusi Balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan usia
Stunting
ya tidak Total
25-36 bulan 8 16 24
37-48 bulan 9 15 24
49-60 bulan 5 14 19
Total 26 49 75
Diagram IV. 6. Distribusi Balita Usia 2-5 tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan usia
340
3. Distribusi balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan Jenis Kelamin di desa Mekarbakti, Kabupaten Sumedang tahun 2018.
Tabel IV. 7. Balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan jenis kelamin
Stunting
ya tidak Total
Jenis Laki-Laki 10 23 33
Kelamin
Perempuan 16 26 42
Total 26 49 75
Diagram IV. 7. Distribusi Balita Usia 2-5 tahun yang Mengalami Stunting dan Tidak Stunting
Berdasarkan Jenis Kelamin
341
Hasil penelitian menunjukkan terdapat 10 balita laki-laki yang mengalami stunting dan
23 balita laki-laki yang tidak stunting. Terdapat balita perempuan sebanyak 16 orang
yang mengalami stunting dan 26 balita perempuan yang tidak mengalami stunting.
Tabel IV. 8. Distribusi Balita Usia 2-5 tahun yang mengalami Stunting dan Tidak Stunting
berdasarkan Pendapatan Keluarga
Stunting
ya tidak Total
Rp. 1.000.000-2.000.000 16 23 39
342
Rp.2.000.000-3.000.000 5 19 24
Total 26 49 75
Diagram IV. 8. Distribusi Balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami stunting dan tidak
stunting pendapatan keluarga
5. distribusi Balita usia 2 – 5 tahun tahun yang mengalami stunting berdasarkan Pendidikan
terakhir Orangtua di desa Mekarbakti, Kabupaten Sumedang tahun 2018.
Gambaran karakteristik Pendidikan Ibu balita usia 2 – 5 tahun yang mengalami stunting
dan non stunting yang dibagi menjadi empat kategori : SD, SMP, SMA, dan Perguruan
tinggi.
343
Tabel IV. 9. Distribusi Balita usia 2 – 5 tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan pendidikan ibu
Stunting
ya tidak Total
pendidikan ibu SD 12 14 26
SMP 8 21 29
SMA 5 11 16
PT 1 3 4
Total 26 49 75
Diagram IV. 9. Distribusi Balita usia 2 – 5 tahun yang mengalami stunting dan tidak stunting
berdasarkan pendidikan ibu
6. tingkat perilaku hidup bersih sehat pada orang tua Balita usia 2 – 5 tahun yang
mengalami stunting dan tidak stunting di Desa Mekarbakti, Sumedang tahun 2018.
344
Gambaran tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada ibu dengan balita usia 2 – 5
tahun yang mengalami stunting dan non stunting yang dibagi menjadi empat kategori :
Sehat Mandiri, Sehat purnama, Sehat madya dan Sehat pratama.
Tabel IV. 10. tingkat perilaku hidup bersih sehat pada orang tua Balita usia 2 – 5 tahun yang
mengalami stunting dan tidak stunting di Desa Mekarbakti, Sumedang tahun 2018
Stunting
ya tidak Total
Tingkat Mandiri 12 32 44
PHBS
Purnama 11 15 26
Madya 3 2 5
Total 26 49 75
Diagram IV. 10. tingkat perilaku hidup bersih sehat pada orang tua Balita usia 2 – 5 tahun yang
mengalami stunting dan tidak stunting di Desa Mekarbakti, Sumedang tahun 2018
Hasil penelitian menunjukkan pada orang tua balita dengan tingkat PHBS Mandiri memiliki
anak balita stunting sebanyak 12 orang dan tidak stunting 32 orang, orang tua balita dengan
tingkat PHBS Purnama memiliki anak balita stunting sebanyak 11 orang dan tidak stunting
345
sebanyak 15 orang, orang tua balita dengan tingkat PHBS Madya memiliki balita stunting
sebanyak 3 orang dan tidak stunting sebanyak 2 orang, dan tidak ada orang tua balita dengan
Pada hasil analisis hubungan antara 10 Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dengan
kejadian Stunting, didapatkan hanya 3 indikator yang memiliki P Value <0,05 yaitu
indikator pemberian ASI Eksklusif, konsumsi sayur dan buah setaip hari oleh ibu dan
anggota keluarga yang berusia >10 tahun, dan ibu / anggota rumah tangga menggunakan
jamban sehat. Sehingga dapat dikatakan bahwa kedua indikator tersebut memiliki
346
Tabel IV. 11. hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian
stunting pada Balita usia 2 – 5 tahun tahun di desa Mekarbakti Sumedang tahun 2018.
347
BAB V
PENUTUP
V.I Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada 75 Balita berusia 2-5 tahun di desa
Mekarbakti Kabupaten Sumedang yang terdiri dari 26 balita Stunting dan 49 balita tidak
untuk BB/U adalah kategori normal yaitu sebanyak 62 balita. Sedangkan untuk TB/U
didapatkan paling banyak kategori normal yaitu sebanyak 48 balita. Untuk BB/TB
didapatkan hasil terbanyak pada kategori normal sebanyak 67 balita dan untuk kategori
2. Berdasarkan kelompok usia, pada kelompok balita Stunting ditemukan paling banyak
adalah pada kelompok usia 37-48 bulan sedangkan pada kelompok balita yang tidak
3. Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan paling banyak berjenis kelamin Wanita baik pada
kelompok anak Stunting dan kelompok balita tidak stunting, yaitu sebanyak 16 dan 26
balita.
Rp. 1.000.000,- s/d Rp. 2.000.000,- baik pada keluarga balita kelompok stunting dan
5. Berdasarkan pendidikan terakhir Ibu didapatkan pada kelompok balita stunting paling
banyak adalah pendidikan SD sedangkan pada kelompok balita tidak stunting terbanyak
348
6. Berdasarkan Tingkat Perilaku Hidup Bersih dan Sehat didapatkan paling banyak adalah
Sehat Madya pada kedua kelompok balita stunting maupun tidak stunting yaitu sebanyak
12 dan 32 keluarga.
7. Terdapat hubungan yang signifikan antara Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yaitu pada
indikator pemberian ASI Eksklusif, Konsumsi sayur dan buah serta penggunaan jamban
sehat dengan kejadian Stunting pada Balita usia 2-5 tahun didesa Mekarbakti kabupaten
sumedang.
V.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti lebih dalam mengenai indikator
PHBS yang didapatkan memiliki hubungan pada penelitian ini seperti pemberian ASI Eksklusif,
Konsumsi sayur dan buah serta Penggunaan Jamban sehat. Selain itu disarankan juga untuk
meneliti faktor-faktor lain yang berhubungan dengan kejadian Stunting seperti pengaruh tingkat
pendidikan ibu terhadap stunting, pengaruh Pola Asuh orang tua terhadap kejadian stunting dan
lain-lain.
Sedangkan untuk instantsi terkait dan tenaga medis desa Mekarbakti disarankan untuk
melakukan penyulihan perihal pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sebagai pencegahan
terjadinya Stunting. Selain itu, disarankan untuk mensosialisasikan bahaya rokok terhadap
kesehatan keluarga, karena berdasarkan hasil penelitian, didapatkan rendahnya perilaku hidup
bersih dan sehat pada indikator merokok di lingkungan rumah. Hampir sebagian besar keluarga
Untuk masyarakat sekitar, disarankan untuk meningkatkan perilaku hidup Bersih dan Sehat
349
LAMPIRAN
LEMBAR KUESIONER
KECAMATAN KELURAHAN RT RW
PAMULIHAN
BB/U Karakteristik:
TB/U Karakteristik:
BB/TB Karakteristik:
IMT/U Karakteristik:
350
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT
NO PERTANYAAN YA TIDAK
(sumber : Buku Pegangan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat , KEMENTERIAN KESEHATAN
RI PUSAT PROMOSI KESEHATAN DI INDONESIA 2011 )
352
PEMERIKSAAN STATUS ANEMIA DAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED
PENELITIAN
PEMBIMBING
JAKARTA
353
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
yang telah memberikan karunia dan hikmat pengetahuan-Nya sehingga penelitian dengan judul
“PEMERIKSAAN STATUS ANEMIA DAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHES
PADA IBU HAMIL DI 10 DESA LOKUS STUNTING KABUPATEN SUMEDANG PADA
NOVEMBER 2018” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Kami menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi kami untuk
menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Robert Sirait, SpAn, selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
beserta jajarannya yang telah bersedia memberikan fasilitas serta dukungan, sehingga penelitian
ini dapat berjalan dengan lancar.
2. Dr. Sudung Nainggolan, MHSc. dan dr. Farry Ariyani Priastuty, selaku dosen pembimbing
yang telah mencurahkan perhatian, waktu, tenaga, saran, dan ilmu sehingga penelitian ini dapat
diselesaikannya dengan baik.
3. Kepada Pemerintah Kabupaten Sumedang yang terlah membantu dan memfasilitasi
pelaksanaan penelitian ini.
4. Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, yang telah membantu dan memberikan
fasilitas dalam pelaksanaan penelitian ini.
5. Kepada Laboratorium Kesehatan Daerah di Kabupaten Sumedang yang telah membantu
menyediakan fasilitas dalam proses penelitian ini.
6. Kepada staff Puskesmas Sukasari, bidan serta kader Desa Mekarsari yang tidak dapat kami
sebutkan satu persatu yang telah membantu kami dalam pengumpulan data penelitian dan
dengan penuh kerja keras membantu kami dalam pelaksanaan seluruh kegiatan di Desa
Mekarsari. Kami sadar atas segala kekurangan dan keterbatasan dalam pembuatan penelitian ini.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan di masa yang akan datang.
Akhir kata, kami berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan dapat
menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi yang membacanya. Semoga rahmat Tuhan Yang Maha
Esa selalu menyertai kita. Terimakasih.
354
BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi cacingan di indonesia memiliki prevalensi yang cukup tinggi terutama di daerah
pedesaan yang kondisi lingkungannya sangat mendukunguntuk perkembangan cacing dan daur
kehidupannya yaitu di dalam tanah. Daerah pedesaan yang masih mempunyai perkebunan sangat
memungkinkan untuk perkembangbiakan cacing gelang, cacing cambuk, dan cacing tambang.
Cacing dewasa didalam usus dan bekas isapan cacing juga dapat terjadi perdarahan terus-
menerus yang dapat mengakibatkan anemia. Di, indonesia prevalensi orang terkena anemia
terhitung cukup tinggi, 50-63% ibu hamil menderita anemia, selain itu 40% wanita usia subur
turut mengalami anemia berdasarkan hasil Survei Demografi dan kesehatan Indonesia pada
tahun 2013. Asian Development Bank (ADB) mencatat pada tahun 2012 sebanyak 22 juta anak
Indonesia menderita anemia sehingga menyebabkan penurunan IQ. Angka 51% Wanita hamil
menderita anemia dapat menyebabkan kematian hingga 300 jiwa per hari. Kecacingan dan
Anemia merupakan 2 hal yang saling terkait.1,2
356
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hubungan Antara Infeksi Soil Transmitted Helminthes (STH) dengan Anemia pada Ibu
Hamil
Anemia pada ibu hamil adalah keadaan tubuh yang mengandung hemoglobin kurang dari
11 gr/dl yang disebabkan karena kekurangan zat besi, asam folat, kekurangan mineral dan
vitamin seperti vitamin B12, vitamin C dan adanya penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru,
cacing usus, malaria. Prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia pada tahun 2013 sebesar
37,1 %. Pemberian tablet Fe di Indonesia pada tahun 2012 sudah mencapai 85 %. Berdasarkan
hasil survey di Puskesmas Gatak, jumlah ibu hamil yang menderita anemia tahun 2013
sebanyak 77 orang (8,4 %) dan pada pada akhir bulan Mei 2014 jumlah ibu hamil yang
menderita anemia sudah mencapai 30 jiwa. 3
Di Indonesia prevalensi orang terkena anemia terhitung cukup tinggi , 50-63% ibu hamil
menderita anemia, selain itu 40% wanita usia subur turut mengalami anemia. Tidak hanya
survei tersebut yang memaparkan ancaman anemia di Indonesia. Asian Development Bank
(ADB) mencatat pada tahun 2012 sebanyak 22 juta anak Indonesia menderita anemia sehingga
menyebabkan penurunan IQ. Angka 51% wanita hamil menderita anemia dapat menyebabkan
kematian hingga 300 jiwa per hari. Beberapa penyebab anemia jika dikenali masyarakat lebih
awal dapat menekan tingkat risiko anemia. Kecacingan dan anemia merupakan dua hal yang
saling terkait, dimana isu ini tidak banyak mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah.4,5
357
Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11gr %
pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil,terjadi karena hemodilusi, terutama pada
trimester 2. Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11gr % pada trimester 1 dan 3 atau kadar < 10,5 gr % pada trimester 2, nilai batas tersebut dan
perbedaannya dengan kondisi wanita tidak hamil, terjadi karena hemodulasi, terutama pada
trimester 2.7
Anemia yang terjadi karena parasit cacing terjadi melalui penetrasi larva melalui kulit
dan secara oral. Infeksi helminths yang disebabkan oleh soil-transmitted helminths (STH)
banyak ditemukan pada masyarakat yang bertempat tinggal di negara berkembang, terutama
dipedesaan. Cacing yang tergolong dalam kelompok STH adalah cacing yang dalam
menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi
bentuk infektif.5,8
Setelah penetrasi ke dalam tubuh manusia, larva akan bermigrasi melalui sistem
peredaran darah, termasuk ke dalam sistem peredaran darah pulmoner. Hal ini dikarenakan larva
cacing tambang tersebut memasuki pembuluh darah kapiler dan berpenetrasi ke parenkim paru-
paru, kemudian larva memasuki saluran pernapasan dan tertelan ke saluran pencernaan. Di
dalam usus halus, larva berkembang menjadi stadium dewasa. Di dalam saluran pencernaan,
cacing tambang mengambil makanan dari darah dengan cara merusak kapiler darah pada mukosa
usus halus yang mengakibatkan perdarahan gastrointestinal, hilangnya protein serum, dan
inflamasi pada usus halus. Hal ini mengakibatkan tubuh kehilangan banyak darah yang
dibutuhkan dan terjadi anemia defisiensi besi dengan gambaran hapusan darah yang
menunjukkan anemia hipokromik mikrositik. Ketika diperiksa pada pemeriksaan darah lengkap
maka kadar hemoglobin akan menurun dibawah 11 g/dl. 9
Lima spesies cacing yang termasuk dalam kelompok Soil Transmitted Helminthes (STH)
yang masih menjadi masalah kesehatan, yaitu
358
Cacing gelang: Ascaris lumbricoides
Cacing cambuk: Trichuris trichiura
Cacing tambang: Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
Cacing kremi: E. vermicularis33
Asia berkontribusi 67% dari prevalensi global STH dan di Asia dimana prevalensi
tertinggi terdapat di India (21%) dan diikuti oleh Cina (18%). Secara keseluruhan, prevalensi
STH menurun hingga 30% pada tahun 2010 dari 38,6% pada tahun 1990. Republik Cina dan
Indonesia menunjukkan penurunan besar dan bagian lain di Asia; Sub-Sahara Afrika hanya
menunjukkan sedikit perubahan dalam prevalensi.16
Prevalensi STH lebih umum di daerah pedesaan bila dibandingkan dengan daerah
perkotaan. Sebuah penelitian berbasis masyarakat dari Lucknow, India, menunjukkan bahwa
tingkat infeksi adalah 20% di daerah pedesaan dibandingkan dengan 5% di daerah perkotaan, di
mana A. lumbricoides berjumlah 11,4% dan cacing tambang berjumlah 2,4%. Sebuah studi baru-
baru ini dilakukan di Vellore menunjukkan prevalensi STH 9% dan 4,8% masing-masing di
daerah pedesaan dan perkotaan. Namun, tingkat prevalensi T. trichiura (2,2%) dan A.
lumbricoides (3,3%) lebih tinggi di daerah perkotaan dan prevalensi cacing tambang lebih
banyak di daerah pedesaan (8,4%), dan penyebabnya mungkin karena status sosial ekonomi,
sanitasi, dan pasokan air yang tidak memadai. Meta-analisis yang dilakukan di India juga
menunjukkan bahwa prevalensi STH lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan dengan
359
daerah perkotaan karena tindakan sanitasi yang buruk, pasokan air yang tidak memadai, dan
kepadatan penduduk.16
2.4 Diagnosis Infeksi Soil Transmitted Helminthes (STH) pada Ibu Hamil
Setelah penetrasi kulit, cacing akan mencapai bagian atas usus kecil dan menempel pada
mukosa dengan cavum buccal yang menyebabkan erosi mukosa dan kehilangan darah. Satu
cacing dewasa dapat menyebabkan hingga enam lesi mukosa per hari. Infeksi berat
menyebabkan kehilangan darah yang tinggi jika tidak diobati. Hal ini akan menyebabkan
penipisan cadangan zat besi dan anemia defisiensi besi. Zat-zat antikoagulan yang disekresikan
dari cacing tambang meningkatkan kehilangan darah dan tingkat kehilangan darah tergantung
pada spesies. A. duodenale menyebabkan 0,14-0,4 ml kehilangan darah, sedangkan N.
americanus menyebabkan 0,01-0,03 ml kehilangan darah. Tingkat anemia tergantung pada
cadangan zat besi, jumlah kehamilan pada wanita, spesies yang menginfeksi, intensitas dan
durasi infeksi, dan penyakit medis penyerta. 16
Wanita hamil yang terinfeksi cacing tambang mengalami anemia defisiensi besi yang
parah, persalinan prematur, dan bayi berat lahir rendah. Angka kematian ibu meningkat tiga kali
dalam kasus koinfeksi dengan cacing tambang. Uji coba kontrol acak dilakukan pada wanita
hamil dengan anemia cacing tambang menunjukkan bahwa kadar hemoglobin ibu turun dengan
peningkatan beban cacing.16
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama
mungkin ditemukan larva.17
360
Gambar 1. Telur Cacing Tambang
Infeksi Ascaris terjadi karena memakan makanan dan air yang terkontaminasi telur
Ascaris. Ini menyebabkan sebagian besar infeksi tanpa gejala. Gejala terjadi karena migrasi larva
di paru-paru atau karena adanya cacing dewasa di usus. Morbiditas tergantung pada intensitas
infeksi. Paling sering, yaitu menyebabkan infeksi paru seperti pneumonitis yang disebut sebagai
sindrom Loeffler. Infeksi berat dapat menyebabkan gangguan usus juga. Ini juga dapat
menyebabkan komplikasi seperti intususepsi dan gangren usus. Sebuah meta-analisis oleh de
Silva et al. menunjukkan bahwa komplikasi yang paling umum adalah obstruksi usus dan
berkontribusi 38% -87% dari semua komplikasi. 16
Cara penegakan diagnosis penyakit adalah dengan pemeriksaan tinja secara langsung.
Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis askariasis. Selain itu diagnosis juga dapat dibuat
bila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun melalui
tinja. 17
361
2.4.3 Trichuris trichiura
Infeksi terjadi dengan menelan makanan dan air yang terkontaminasi dengan telur
berembrio T. trichiura. Kemudian berkembang menjadi cacing dewasa di usus, terutama di
sekum. Pada infeksi berat, juga terlihat di usus besar dan rektum. Ini menyebabkan radang perut
menyerupai sindrom radang usus disertai diare dan sakit perut. Dalam kasus infeksi berat, dapat
menyebabkan sindrom disentri Trichuris terkait dengan prolaps rektal. Hal ini juga dapat
menyebabkan kekurangan gizi, pertumbuhan stunting, clubbing of fingers, dan anemia yang
jarang pada anak-anak. 16
Cacing ini memiliki ukuran telur kurang lebih sebesar 50-60 mikron : 20-30 mikron
(sebagian besara 55 : 26 mikron). Secara fisik, telur ini tidak berwarna dan memiliki bentuk
asimetris. Lapisan luar dan lapisan dalam (di dalam telur), begitulah mereka menyebut bagian
kulit cacing kremi. Cacing kremi betina mampu menghasilkan 11.000 butir telur dalam satu hari,
dan dapat berlangsung selama 2 hingga 3 minggu. Selebihnya, cacing betina kremi ini akan
mati.34
Cacing kremi betina memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan yang jantan. Cacing
kremi yang telah dewasa, ia memiliki warna putih. Dan tahukan anda, bahwa cacing jantan
dengan ukuran 2-5mm dari kelompok ini, memiliki sayap dan ekor (ekornya melingkar mirip
tanda baca tanya). Begitu pula dengan yang betina, ia juga memiliki sayap dengan ukuran
tubuhnya sekitar 8-13 mm x 0,4 mm. Telur cacing ini bertumpuk pada bagian uterus cacing
362
betina yang berbentuk gravid melebar. Secara biologis, cacing dewasa tidak memiliki rongga
mulut namun terdapat 3 buah bibir, bentuk double bulb oesophagus), pelebaran yang terjadi di
daerah anterior sekitar leher kutikulum cacing, disebut dengan sayap leher. 34
Dalam daur hidup cacing kremi ini tidak dibutuhkan perantara. Lebih jelas tentang daur
hidup Enterobius vermicularis, dimulai dari cacing matang di dalam anus manusia yang telah
mengidap infeksi cacing ini.
Cacing matang atau cacing dewasa betina yang telah siap untuk bertelur, ia telah
mengandung banyak telur dimalam hari. Dalam kondisi ini, cacing-cacing tersebut akan
melakukan migrasi keluar melalui anus. Migrasi yang disebut nocturnal migration ini menuju ke
daerah perianal dan perinium.
Tepatnya di perinium tersebutlah semua cacing mulai bertelur. Ketika bertelur, cara yang
dilakukan cacing ialah dengan kontraksi uterus, kemudian telur akan melekat disana.
Telur yang telah dikeluarkan oleh hospes, akan mengalami penularan. Sehingga telur-
telur tersebut dapat menetas ditempat (pada manusia) yang sama, atau bahkan pada manusia
yang lainnya. Diantara proses penularan tersebut, yaitu penularan yang terjadi dari tangan
penderita (yang mungkin telah menyentuh telur) ke mulut penderita itu sendiri. Penularan
semacam ini disebut auto infection. Selain itu, dapat juga terjadi kemungkinan penularan
terhadap orang lain melalui perantara benda yang telah tercemar. Penularan yang terjadi akibat
udara yang telah tercemar oleh telur kemudian dihirup oleh manusia. Penularan secara
retroinfeksi yang terjadi disebabkan oleh larva yang menetas di daerah perianal (bagian anus
yang memang telah menderita cacingan). Lebih tepatnya, ini adalah proses bertelur, menetas dan
tumbuh berkembangnya cacing hingga dewasa pada tubuh manusia yang sama.
Setelah telur menular pada orang lain, ataupun masih pada tempat yang sama (tidak
menular pada rang lain), telur akan menetas menjadi larva. Ia akan berproses dengan baik pada
temperatur optimal 23-26 ºC dalam waktu 6 jam. Jika tidak beruntung (mendapat temperatur
yang tidak tepat), maka telur ini akan mati tidak melanjutkan hidupnya menjadi larva. Dalam
363
waktu kurang lebih 2 minggu sampai 2 bulan, daur hidup Enterobius vermicularis berlangsung.
Parasit satu ini penyakitnya kita sebut dengan oxyuriasis atau enterobiasis, atau secara umum di
masyarakat kita juga sering mendengarynya disebut kremian atau cacingan, yang biasanya ciri
awalnya ialah adanya rasa gatal dibagian anus atau bahkan bau tidak sedap. 34
2.5 Penatalaksanaan Infeksi Soil Transmitted Helminthes (STH) pada Ibu Hamil
Terdapat banyak pilihan obat yang dapat dipakai untuk mengatasi infeksi Soil
Transmitted Helminthes pada ibu hamil. Kedua macam jenis obat yang membunuh atau
melumpuhkan cacing dapat digunakan. Namun obat yang melumpuhkan cacing sebaiknya tidak
digunakan pada kasus-kasus obstruksi total ataupun parsial karena dapat menyebabkan
komplikasi lebih lanjut.1
Terapi pilihan utama untuk askariasis adalah albendazole 400 mg dosis tunggal, dapat
juga menggunakan mebendazole 100 mg dua kali sehari selama tiga hari atau 500 mg sebagai
dosis tunggal. Walau demikian, pada kehamilan, obat yang disarankan adalah pyrantel pamoate.
Dosis pyrantel pamoate adalah 11 mg/kg berat badan sekali sehari selama 3 hari tanpa melebihi
1 g/ dosis. Ketiga obat ini dikategorikan sebagai kategori C oleh FDA tetapi oleh TGA pyrantel
pamoate dan mebendazole dikategorikan ke dalam kategori B2 dan B3. Albendazole oleh TGA
dikategorikan sebagai kategori D dan dikontraindikasikan untuk diberikan selama kehamilan.
Sebuah Cochrane review pada tahun 2015 menyatakan bahwa pemberian obat cacing pada
trimester kedua tidak menyebabkan adverse outcome pada bayi namun data untuk pemberian
obat pada trimester pertama masih kurang.18,19,20
Anemia pada kehamilan didefinisikan sebagai kadar Hb <11 g pada trimester pertama
dan ketiga, serta Hb<10,5 g/dl pada trimester kedua. Perubahan pisiologi pada kehamilan terjadi
364
ekspansi volume plasma relatif lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah sel darah
merah. Volume plasma naik sebanyak 40-45%, disproporsi ini paling besar saat trimester kedua.
Pada trimester ketiga, volume plasma menurun dan masa hemoglobin meningkat. Diperkirakan
selama kehamilan volume plasma meningkat tiga kali lebih banyak dibandingkan peningkatan
eritrosit. Anemia pada kehamilan mempengaruhi vaskularisasi plasenta. Angiogenesis, yang
terjadi pada masa awal kehamilan menjadi tidak optimal.21
Anemia defisiensi besi selama kehamilan, terjadi peningkatan kebutuhan zat besi menjadi
1000 mg, sebanyak 300 mg digunakan untuk petus dan plasenta. 500 mg unntuk produksi Hb
dan 200 mg hilang melalui saluran cerna, urin, kulit. Anemia defisiensi besi dalam kehamilan
merupakan konsekuensi utama ekspansi volume plasma relatif terhadap masa hemoglobin.
Gejala yang dirasakan biasanya nonspesifik: lemas, mudah lelah, pucat, sakit kepala, palpitasi,
takikardia, dan sesak nafas. apabila anemia berat sudah bertahan lama dapat muncul stomatitis
angualaris, glositis, dan koilonikia. 22
Anemia defisiensi pada wanita hamil merupakan problema kesehatan yang dialami oleh
wanita diseluruh dunia terutama di negara berkembang (Indonesia). WHO melaporkan bahwa
prepalensi wanita hamil yang mengalami defisiensi sebesar 35-75% serta semakin meningkat
seiring dengan bertambah usia kehamilan. Menurut WHO 40% kematian ibu di negara
berkembang berkaitan dengan anemia pada kehamilan dan kebanyakan anemia pada kehamilan
disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling
berinteraksi. Dampak kekurangan zat besi pada wanita hamil dapat diamati dari besarnya angka
kesakitan dan kematian maternal, peningkatan angka kesakitan dan kematian janin serta
peningkatan resiko terjadinya berat badan lahir rendah. Penyebab utama kematian maternal
antara lain perdarahan pascapartum (di samping eklamsidan penyakit infeksi) dan plasenta previa
yang semuanya bersumber pada anemia defisiensi zat besi.23
365
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. 4,12,13
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan bertambahnya usia
kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi di dalam tubuh meningkat dari
0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang
dibutuhkan untuk wanita hamil adalah 800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500
mg ditambahkan untuk hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan
persalinan dan post partum. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita hamil
adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak ditambahkan dalam
kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat besi terutama pada kehamilan kembar,
multipara, kehamilan yang sering dalam jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di
daerah tropis, zat besi banyak keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari
yang dianjurkan untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk
wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-masing 12mg,
15mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg, 17 mg dan 17 mg.4,7,9,13
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan yaitu ketika
pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian adalah antara 6 hingga 7
mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu 1 mg / hari. Selama 6 sampai 8 minggu
terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi meningkat hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang
memasuki kehamilan dengan cadangan zat besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering
gagal untuk mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi plasenta
yang abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan meningkatkan kebutuhan zat
besi selama kehamilan.2
Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma selama kehamilan
yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa sel darah merah menghasilkan
hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama
perdarahan yang berhubungan dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai
dengan kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga harus
transfusi darah.2,6 Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat besi atau kebutuhan
zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh sehingga cadangan besi makin
menurun.12
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi yang negatif
yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai oleh penurunan kadar feritin
serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang
366
negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut terus maka cadangan besi menjadi kosong sama
sekali, penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada
bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah peningkatan kadar
free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan
kapasitas ikat besi total (total iron binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan
reseptor transferin dalam serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis
semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun. Akibatnya timbul anemia
mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency anemia).12
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri-ciri
yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan apusan darah tepi dapat ditemukan
mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas
tersebut, bahkan banyak yang bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena
defisiensi besi dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi
defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat zat besi serum
tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang meningkat, dan tidak ditemukan
hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya hemoglobin
yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL maka wanita tersebut dapat dianggap menderita
anemia defisiensi besi, baik yang murni maupun yang dimorfis, karena anemia terseringdalam
kehamilan adalah anemia defisiensi besi. 2,10,12
Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia defisiensi besi
pada banyak kasus. Kemanjurannyamungkin, namunbergantung pada tingkat kepatuhan pasien
danpenyerapan zat besi yang cukup di duodenum. Perlu dicatatbahwa meskipun adabukti yang
367
mendukungperbaikanparameter statushematologidan besidengan suplementasibesi oral, data
terjadinya peningkatanberat lahirdan berkurangnya angka kelahiran prematurmasih kurang.2,6
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28 kehamilan
pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik (Hb <11g/dl dan ferritin > 20 µg/l)
menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir rendah. 4
Menurut panduan dari WHO pada tahun 2011, derajat anemia pada ibu hamil dinyatakan
ringan pada Hb diantara 10.0 mg/dL hingga 10.9 mg/dL; derajat anemia sedang adalah 7.0
mg/dL hingga 9.9 mg/dL; derajat anemia berat adalah <7.0 mg/dL. 35
368
2.8 Pemeriksaan Fisik pada Ibu Hamil dengan Anemia
Feritin merupakan cadangan besi dalam darah yang berperan dalam pertumbuhan rambut.
Folikel rambut mengandung feritin. Jika kadar feritin di folikel rambut turun, maka pertumbuhan
rambut juga terganggu. Akibatnya, rambut menjadi mudah rontok.
tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area sensitif yang apabila tidak
teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama seperti halnya dengan sklera, bibir
dan area kuku, sehingga selain konjungtiva, bibir dan kuku juga tampak pucat.
Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah) sehingga darah yang
harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva
merupakan salah satu area sensitif yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan
tampak pucat sama seperti halnya dengan sklera, bibir dan area kuku, sehingga bibir juga
tampak pucat.
Karena pada anemia terjadi kekurangan eritrosit (sel darah merah) sehingga darah yang
harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva
merupakan salah satu area sensitif yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan
tampak pucat sama seperti halnya dengan sklera, dan kuku akan tampak seperti gambaran
sendok (berbentuk cekung) yang disebutkan sebagai kuku koilonikia.
369
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1 tablet (60 mg
besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama minimal 90 hari masa kehamilan
(15)
mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu memeriksa kehamilannya. Obat yang sering
digunakan adalah tablet Fe sulfat, furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.
2. Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr% pemberian
menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. 15
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-gejala seperti
mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang air besar, serta pusing.
Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat berwarna hitam, namun hal ini tidak
membahayakan. Frekuensi efek samping tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam
tablet tersebut, bukan pada bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka
kemungkinan efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam
keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini juga menurunkan
tingkat penyerapannya. 15
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi dengan terapi
oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara intramuskular, dapat disuntikkan
dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi. Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya
merasa nyeri pada tempat suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus
dengan dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat
memuaskan.4,11
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan efek samping,
namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat dilakukan. Efek sampingnya lebih
kurang dibandingkan dengan transfusi darah. Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan
yang harus segera diberikan apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak
lebih dari 1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti daging
sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi dalam mioglobin),
sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam folat).4,13
370
Kontraindikasi :
1. Hipersensitif pada iron dextran complex
2. Digunakan secara hati-hati pada penderita dengan asma, gangguan hepar,
dan arthritis rheumatoid.
Dosis :
Tes Dosis :
1. 0,5 mL i.v/i.m untuk permulaan terapi
2. Untuk i.v dosis, dilusi 25mg/0,5 mL dalam 50 mL isotonic saline solution
dan infus sekitar 15 menit.
3. Sediakan epinephrine di samping penderita. Observasi penderita selama 30
menit untuk melihat ada tidaknya reaksi anafilaktik.
Dosis (mL) :
1. 0,0476 x berat badan (kg) x (14,8 – observasi Hgb) + (1mL/5kg hingga
maksimum 14mL untuk penyimpanan zat besi)
2. Dosis maksimum i.v = 3000mg (60 mL)
3. Dilusi jumlah dosis di dalam 250 - 1000mL isotonic saline solution.
Volume yang sering digunakan 500mL
4. Konsentrasi maksimum = 50 mg/mL
5. Infus selama 1-6 jam (kecepatan tidak lebih dari 50mg/min). Batas waktu
infus yang sering digunakan sekitar 2-3 jam. Observasi pasien untuk
25mL yang pertama untuk mengobservasi ada tidaknya reaksi alergik.
Jangan menambah iron dextran pada total nutrisi parenteral.
Efek samping:
1. Kardiovaskular : flushing, hipotensi, kolaps kardiovaskular (<1%)
2. Sistem saraf pusat : pusing, demam, nyeri kepala (>10%), menggigil(<1%)
3. Dermatologik : urtikaria, flebitis (<1%), kelainan pewarnaan pada kulit
(hipopigmentasi, hiperpigmentasi).
4. Gastrointestinal : nausea, muntah, perubahan warna pada urin (1-10%)
5. Respiratorik : diaphoresis (>10%).
Catatan : diaphoresis, urtikaria, demam, menggigil, dan pusing mungkin timbul
24-48 jam pertama setelah diberikan i.v dan 3-4 hari setelah i.m. Reaksi
anafilaktik terjadi dalam menit-menit pertama setelah disuntik.
Observasi : Tekanan darah setiap 5 menit selama tes dosis. Lihat reaksi alergik
dan efek samping 3-4 hari pertama. Cek hemoglobin dan retikulosit.
371
Tabel 2. Cara pemberian preparat besi pada wanita hamil beserta efek sampingnya 8
Sebagian besar kasus anemia aplastic bersifat idiopatik namun beberapa hal yang
dianggap sebagai anemia aplastic adalah radiasi, benzene, kemoterapi, hipersensitivitas, atau
pemberian kloramfenikol dalam dosis yang berlebihan, infeksi virus hepatitis (jarang), virus
Ebstei-Barr, sitomegalovirus, parvovirus, serta hemoglobinuria paroksismal nocturnal. Anemia
aplastic dapat terjadi pada kehamilan meskipun sangat jarang dan dapat sembuh sendiri setelah
persalinan ataupun aborsi. Anemia aplastic ditegakkan berdasarkan temuan pansitopenia pada
pemeriksaan darah tepid an hiposelularitas pada biopsy tulang. 24
Merupakan bagian dari anemia megaloblastik, yaitu anemia makrositik yang ditandai
dengan adanya peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh adanya abnormalitas
hematopoiesis akibat gangguan sintesis DNA. Penyebab anemia defisiensi asam folat adalah
asupan asam folat tidak adekuat, pecandu alkohol karena sumber utama asupan kalori yang
dikonsumsi berasal dari alkohol dimana alkohol dapat mengganggu metabolisme folat,
peningkatan keperluan, misalnya pada bayi, kehamilan, pasien hemodialysis, malasorbsi, dan
penggunaan obat-obatan seperti penghambat langsung sintesis DNA contohnya analog purin (6-
tioguanin, azatriopin, 6-merkaptopurin, zidovudin), antagonis folat contohnya metroteksat,
fenitoin, primidon, dan fenobarbital. Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan penurunan Hb dan
penurunan kadar folat serum.24
Anemia hemolitik terbagi dua yaitu anemia hemolitik imun dan anemia hemolitik non-
imun. Anemia hemolitik imun adalah suatu kelainan akibat adanya antibody terhadap sel-sel
eritrosit sehingga umur eritrosit memendek. Hal tersebut disebabkan oleh aktivasi sistem
komplemen yang menyebabkan hemolysis intravascular, aktivasi mekanisme seluler yang
menyebabkan hemolysis ekstravaskular, atau kombinasi keduanya. Penyebab adanya antibody
terhadap sel-sel eritrosit yang menyebabkan hemolysis belum diketahui dengan jelas. Anemia
hemolitik non-imun adalah anemia akibat kerusakan eritrosit yang lebih cepat daripada
eritropoesis sumsum tulang dan terjadi tanpa melibatkan immunoglobulin. 24
372
2.10.4 Anemia Penyakit Kronis
Anemia ini ditemui pada pasien dengan infeksi, inflamasi kronis, maupun keganasan.
Anemia ini umumnya bersifat ringan atau sedang, disertai dengan rasa lelah dan penurunan berat
badan. Etiologi dan faktor resikonya meliputi tuberculosis, abses paru, endocarditis, HIV/AIDS,
infeksi kronis, dan keganasan (neoplasma) seperti limfoma dan sarcoma yang disebut cancer-
related anemia.24
373
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi penelitian adalah semua ibu hamil di 10 desa lokus stunting kabupaten Sumedang
Subjek penelitian merupakan seluruh populasi yang memenuhi kriteria penelitian dan dipilih
dengan teknik total sampling, serta secara tertulis menyatakan kesediaannya untuk mengikuti
penelitian dengan menandatangani formulir persetujuan ikut penelitian (informed consent form).
Pengumpulan data dilakukan pada hari dan tempat yang ditentukan di masing-masing desa.
Pendekatan secara door-to-door dilakukan pada responden yang tidak dapat hadir pada saat
pengumpulan data.
a. Kriteria Inklusi
Ibu hamil di 10 desa lokus stunting kabupaten Sumedang.
Ibu hamil pada trimester pertama, kedua dan ketiga.
Responden bersedia untuk menandatangai informed consent form.
Ibu hamil yang mengumpulkan data (Hb, pot feses dan anal swab) pada periode
pengumpulan data 12 November hingga 16 November 2018.
b. Kriteria Eksklusi
374
Ibu hamil di luar 10 desa lokus stunting kabupaten Sumedang.
Ibu hamil yang mengalami abortus selama periode pengumpulan data.
Ibu hamil yang bersalin selama periode pengumpulan data.
Responden tidak mengumpulkan data pada periode pengumpulan data.
Responden tidak menandatangai informed consent form.
Ibu hamil Subjek penelitian merupakan ibu hamil Melihat apakah Nominal
pada trimester pertama, kedua dan pasien termasuk
ketiga. kriteria inklusi atau
tidak
1 = sesuai
2 = tidak sesuai
2 = Hb
≤10.5mg/dL
375
anemia 10.0-10.4 mg/dL (Trimester 2) 1 = ringan
Sedang: 2 = sedang
7.0- 9.9 mg/dL
3 = berat
Berat:
<7.0 mg/dL
377
5.Strip Hb
6.Safety box (pembuangan limbah medis)
Cara Kerja
1) Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2) Lakukan sterilisasi lokal dengan swab alkohol.
3) Lakukan tusukan pada ujung jari dengan lancet pen.
4) Masukkan darah kapiler pada strip Hb.
5) Tunggu pembacaan hasil.
6) Catat hasil Hb
1. Gelas obyek
2. Pipet tetes
3. Lidi
4. Cover glass
5. Mikroskop
6. Tinja/feses
7. Eosin 2%
2. Dengan lidi, di ambil sedikit tinja dan taruh pada larutan tersebut
3. Dengan lidi tadi, kita ratakan /larutkan, kemudian di tutup dengan gelas
beda/cover glass.
Cara kerja :
2. Tempelkan ujung anal swab pada kulit sekitar anus sesuai arah jarum jam.
3. Tutup kembali cover plastik pada anal swab.
Data yang diperoleh dari pemeriksaan dicatat dalam formulir , kemudian dilakukan
pengolahan data dimasukan ke dalam computer dan diolah dengan menggunakan perangkat
lunak Statistical Program for social Science (SPSS) for window versi 20 dan Microsoft Excel
2010
Peneliti akan menggunakan analisis univariat pada data dengan skala nominal, ordinal
untuk mendeskripsikan karakteristik ibu hamil (meliputi: usia, status kehamilan ibu) dan hasil
pemeriksaan laboratorium Hb serta pemeriksaan mikroskopik feses.
379
3.6 Alur Penelitian
2. Pengambilan,
identifikasi sampel 5. Pemeriksaan Feses 8. Analisis data
berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi
3. Tandatangan
4. Pemeriksaan Hb 9. Kesimpulan
Informed Consent Form
380
3.7 Kerangka Teori
Hemodilusi pada
Kehamilan Kelasi zat besi
Infeksi STH
Pembentukan Hb
Berkurangnya rasio berkurang
Hb pada darah
Gangguan transpor
Anemia Defisiensi oksigen
Anemia pada Besi
kehamilan
Penyebab Lain
381
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Distribusi Ibu Hamil pada 10 Desa Lokus Stunting di Kabupaten Sumedang
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sukahayu 17 8.1 8.1 8.1
Mekarbakti 15 7.2 7.2 15.3
Margamukti 26 12.4 12.4 27.8
Kebon Kalapa 21 10.0 10.0 37.8
Cimarga 5 2.4 2.4 40.2
Malaka 13 6.2 6.2 46.4
Ungkal 9 4.3 4.3 50.7
Cijeruk 41 19.6 19.6 70.3
Cilembu 30 14.4 14.4 84.7
Mekarsari 32 15.3 15.3 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 4. Distribusi Ibu Hamil pada 10 Desa Lokus Stunting di Kabupaten Sumedang
Gambar 6. Distribusi Ibu Hamil pada 10 Desa Lokus Stunting di Kabupaten Sumedang
382
4.2 Data Demografis Ibu Hamil di 10 Desa Lokus Stunting Kabupaten Sumedang
Suku Responden
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Sunda 208 99.5 99.5 99.5
Betawi 1 .5 .5 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 5. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Suku
Agama
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Islam 209 100.0 100.0 100.0
Tabel 6. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Suku
383
4.2.3 Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <15 1 .5 .5 .5
16-25 106 50.7 50.7 51.2
26-35 84 40.2 40.2 91.4
36-45 18 8.6 8.6 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 7. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Usia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid <13 tahun 2 1.0 1.0 1.0
13-16 tahun 46 22.0 22.0 23.0
17-20 tahun 111 53.1 53.1 76.1
21-24 tahun 30 14.4 14.4 90.4
25-28 tahun 11 5.3 5.3 95.7
29-32 tahun 5 2.4 2.4 98.1
33-35 tahun 3 1.4 1.4 99.5
>35 tahun 1 .5 .5 100.0
Total 209 100.0 100.0
384
Tabel 8. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Usia Pernikahan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid SD 54 25.8 25.8 25.8
SMP 93 44.5 44.5 70.3
SMA 54 25.8 25.8 96.2
PT 8 3.8 3.8 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 9. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Pendidikan Terakhir
385
Gambar 10. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Pendidikan Terakhir
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ibu Rumah
202 96.7 96.7 96.7
Tangga
Wiraswasta 3 1.4 1.4 98.1
Karyawan 4 1.9 1.9 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 10. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Pekerjaan
386
Gambar 11. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Pekerjaan
387
4.2.7 Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 2 orang 67 32.1 32.1 32.1
3-5 orang 127 60.8 60.8 92.8
> 5 orang 15 7.2 7.2 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 11. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Jumlah Anggota Keluarga
388
4.2.8 Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Pendapatan Keluarga
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Rp.< 1.000.000 40 19.1 19.1 19.1
Rp. 1.000.000-
122 58.4 58.4 77.5
2.000.000
Rp.>2.000.000-
35 16.7 16.7 94.3
3.000.000
Rp. > 3.000.000 12 5.7 5.7 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 12. Distribusi Ibu Hamil berdasarkan Pendapatan Keluarga
389
4.3 Status Kehamilan Ibu Hamil di 10 Desa Lokus Stunting Kabupaten Sumedang
4.3.1 Usia Kehamilan Ibu Berdasarkan Trimester Kehamilan
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Trimester 1 43 20.6 20.6 20.6
Trimester 2 99 47.4 47.4 67.9
Trimester 3 67 32.1 32.1 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 13. Usia Kehamilan Ibu Berdasarkan Trimester Kehamilan
390
4.3.2 Gravida, Partus dan Abortus (GPA) pada Ibu Hamil
Gravida
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 1 76 36.4 36.4 36.4
2 90 43.1 43.1 79.4
3 27 12.9 12.9 92.3
4 12 5.7 5.7 98.1
5 1 .5 .5 98.6
>5 3 1.4 1.4 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 14. Gravida pada Ibu Hamil
391
Paritas
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 85 40.7 40.7 40.7
1 89 42.6 42.6 83.3
2 22 10.5 10.5 93.8
3 12 5.7 5.7 99.5
>5 1 .5 .5 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 15. Paritas pada Ibu Hamil
392
Abortus
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid 0 188 90.0 90.0 90.0
1 15 7.2 7.2 97.1
2 5 2.4 2.4 99.5
3 1 .5 .5 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 16. Abortus pada Ibu Hamil
393
4.4 Hasil Pemeriksaan Fisik Spesifik terhadap Anemia pada Ibu Hamil di 10 Desa Lokus
Stunting Kabupaten Sumedang
394
4.4.2 Mukosa Bibir Pucat
Mukosa Bibir Pucat
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ya 14 6.7 6.7 6.7
Tidak 195 93.3 93.3 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 18. Mukosa Bibir Pucat
395
4.4.3 Kuku Koilonikia
Kuku Koilonikia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ya 8 3.8 3.8 3.8
Tidak 201 96.2 96.2 100.0
Total 209 100.0 100.0
Tabel 19. Kuku Koilonikia
396
4.5 Status Anemia Ibu Hamil di 10 Desa Lokus Stunting Kabupaten Sumedang
Status Anemia
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Anemia 39 18.7 18.7 18.7
Tidak
170 81.3 81.3 100.0
anemia
Total 209 100.0 100.0
Tabel 20. Status Anemia
397
4.6 Hasil Pemeriksaan Feses dan Anal Swab terhadapa infeksi STH pada Ibu Hamil di 10
Desa Lokus Stunting Kabupaten Sumedang
STH
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Negatif 39 18.7 18.7 18.7
Tidak
170 81.3 81.3 100.0
Diperiksa
Total 209 100.0 100.0
Tabel 21. Hasil Pemeriksaan Feses dan Anal Swab terhadapa infeksi STH pada Ibu Hamil di 10
Desa Lokus Stunting Kabupaten Sumedang
Gambar 22. Hasil Pemeriksaan Feses dan Anal Swab terhadapa infeksi STH pada Ibu Hamil di
10 Desa Lokus Stunting Kabupaten Sumedang
398
4.7 Cross-Tabulation
umur ibu
<15 16-25 26-35 36-45 Total
Status Anemia 0 25 11 3 39
Anemia Tidak 1 81 73 15 170
anemia
Total 1 106 84 18 209
Tabel 22. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Umur Ibu
usia perkawinan
<13 13-16 17-20 21-24 25-28 29-32 33-35 >35
tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun tahun Total
Status Anemia 0 16 17 4 1 1 0 0 39
Anemi Tidak 2 30 94 26 10 4 3 1 170
a anemia
Total 2 46 111 30 11 5 3 1 209
Tabel 23. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Usia Perkawinan Ibu
pendidikan ibu
SD SMP SMA PT Total
Status Anemia 9 26 4 0 39
Anemia Tidak 45 67 50 8 170
anemia
Total 54 93 54 8 209
Tabel 24. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Pendidikan Ibu
399
4.7.4 Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Pekerjaan Ibu
pekerjaan ibu
Ibu Rumah Karyawa
Tangga Wiraswasta n Total
Status Anemia 38 0 1 39
Anemia Tidak 164 3 3 170
anemia
Total 202 3 4 209
Tabel 25. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Pekerjaan Ibu
pendapatan keluarga
Rp.
Rp.< 1.000.000- Rp.>2.000.00 Rp. >
1.000.000 2.000.000 0-3.000.000 3.000.000 Total
Status Anemia 4 27 4 4 39
Anemia Tidak 36 95 31 8 170
anemia
Total 40 122 35 12 209
Tabel 26. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Pekerjaan Ibu
Usia Hamil
Trimester Trimester Trimester
1 2 3 Total
Status Anemia 7 16 16 39
Anemia Tidak 37 82 51 170
anemia
Total 44 98 67 209
Tabel 27. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Usia Kehamilan Ibu (Trimester)
400
4.7.7 Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Status Gravida Ibu
Gravida
1 2 3 4 5 >5 Total
Status Anemia 17 14 4 2 1 1 39
Anemia Tidak 59 76 23 10 0 2 170
anemia
Total 76 90 27 12 1 3 209
Tabel 28. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Status Gravida Ibu
Paritas
0 1 2 3 >5 Total
Status Anemia 18 15 2 4 0 39
Anemia Tidak 67 74 20 8 1 170
anemia
Total 85 89 22 12 1 209
Tabel 29. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Status Paritas Ibu
Abortus
0 1 2 3 Total
Status Anemia 34 3 2 0 39
Anemia Tidak 154 12 3 1 170
anemia
Total 188 15 5 1 209
Tabel 30. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Status Abortus Ibu
Konjungtiva Anemis
Ya Tidak Total
Status Anemia Anemia 17 22 39
Tidak anemia 18 152 170
401
Konjungtiva Anemis
Ya Tidak Total
Status Anemia Anemia 17 22 39
Tidak anemia 18 152 170
Total 35 174 209
4.7.11 Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Temuan Mukosa Bibir Pucat pada
Pemeriksaan Fisik
Bibir Pucat
Ya Tidak Total
Status Anemia Anemia 10 29 39
Tidak anemia 4 166 170
Total 14 195 209
Tabel 32. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Temuan Mukosa Bibir Pucat
Kuku Koilonikia
Ya Tidak Total
Status Anemia Anemia 7 32 39
Tidak anemia 1 169 170
Total 8 201 209
Tabel 33. Cross-Tabulation: Status Anemia dengan Temuan Kuku Koilonikia
Derajat Anemia
Ringan Sedang Berat Total
Status Anemia 39 0 0 39
Anemia
Total 39 0 0 39
Tabel 34. Cross-Tabulation: Status Anemia berdasarkan dengan Derajat Anemia
402
BAB V
5.1 Kesimpulan
Gambaran karakteristik demografis ibu hamil sebagian besar berumur 16-25 tahun, suku
Sunda, agama Islam dengan usia pernikahan 17-20 tahun, pendidikan terakhir SMP,
pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, jumlah anggota keluarga 3-5 orang dan pendapatan
keluarga Rp1,000,000 hingga Rp2,000,000. Gambaran status kehamilan ibu
menunjukkan sebagian besar ibu hamil dalam trimester kedua dengan G2P1A0.
Melalui pemeriksaan hemoglobin ditemukan 39 ibu hamil mengalami anemia (18.7%)
dengan derajat anemia ringan, Pada pemeriksaan fisik spesifik terhadap anemia
ditemukan 16.7% konjungtiva anemis, 6.7% mukosa bibir pucat dan 3.8% kuku
koilonikia. Pada pemeriksaan mikroskopis feses dan anal swab pada ibu hamil dengan
anemia tidak ditemukan telur maupun cacing dewasa.
5.2 Saran
1. Bagi Responden
Bagi ibu hamil yang menderita anemia untuk lebih waspada dan sering melakukan
kunjungan kehamilan (ante natal care, ANC) ke petugas kesehatan. Bagi semua ibu
hamil diharapkan untuk rutin mengkonsumsi tablet besi dan asam folat yang telah
diberikan dari puskesmas atau puskesdes untuk mencegah terjadinya anemia pada
kehamilan.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Petugas kesehatan baik perawat, bidan dan dokter dapat memberikan pendidikan
kesehatan tentang pentingnya melakukan ANC dan pemeriksaan Hb pada ibu hamil
untuk mendeteksi anemia. Edukasi mengenai perilaku hidup bersih sehat (PHBS) juga
penting untuk mencegah terjadinya infeksi STH pada ibu hamil.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Diharapkan bisa memanfaatkan baseline data dari penelitian ini untuk dijadikan bahan
referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya.
403
HUBUNGAN STATUS GIZI DAN POLA ASUH IBU YANG MEMILIKI BALITA 0 – 59
PENELITIAN
PEMBIMBING
dr. Ekarini, MS
JAKARTA
404
KATA PENGANTAR
Puji syukur pertama-tama penulis panjatkan kepada Tuhan YME atas kasih setia-Nya dan
penyertaanNya yang sempurna sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang
berjudul “HUBUNGAN STATUS GIZI DAN POLA ASUH IBU YANG MEMILIKI BALITA
Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu bentuk kontribusi nyata dalam program
Kabupaten Sumedang. Penelitian ini juga dilakukan sebagai salah satu bentuk pemenuhan
08 Desember 2018. Tim penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak dapat terselesaikan tepat
waktu tanpa adanya kontribusi dari beberapa pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini tim
Universitas Kristen Indonesia atas arahan dan perizinan penelitian yang diberikan kepada penulis.
2. dr. Louisa A. Langi, MSi, MA dan dr. Ekarini, MS, selaku dosen pembimbing yang telah
sabar dalam mengajar, membimbing, dan memberi teladan kepada penulis sehingga laporan
Indonesia yang telah memberi arahan dan tuntunan selama proses penyusunan laporan penelitian
4. Para anggota tim penulis yang berperan utama dalam membantu proses penyusunan laporan
405
5. Para dokter muda yang juga sedang menjalani kepaniteraan di Departemen Ilmu Kesehatan
dalam proses penyusunan laporan penelitian ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Tim penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih memiliki kekurangan sehingga
penulis masih sangat terbuka dengan segala kritik dan saran dari berbagai pihak. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan semoga laporan penelitian ini dapat
Tim Penulis
406
BAB I
PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya (kekurangan gizi terjadi sejak
bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak setelah
anak berusia 2 tahun).1,2 Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek atau
sangat pendek yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3 SD sampai
secara global telah menurun dari 32,6% (198 juta) menjadi 22,2% (151 juta).3 Meskipun
Asia Tenggara masih berfokus pada penanganan stunting oleh karena prevalensi
stunting yang justru meningkat dari 36,8% menjadi 37,2% secara nasional menurut
Riskesdas dari tahun 2010-2013.4 Hal ini mengingat bahwa dampak jangka
stunting pada balita usia 0-59 bulan di Jawa Barat terbagi menjadi sangat pendek dan
pendek sebesar 6,1% dan 19%, di mana terjadi peningkatan prevalensi pendek
dari tahun 2015 yang hanya sebesar 18,7%.5 Dari 100 Kabupaten/Kota di Indonesia,
407
dengan prevalensi balita stunting pada tahun 2013 sebesar 41.08% yaitu sebanyak
37970 jiwa.1 Menurut WHO, prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan
Stunting pada dasarnya disebabkan oleh penyebab tidak langsung dan penyebab
langsung. Penyebab tidak langsung seperti kualitas dan kuantitas bahan pangan keluarga,
pola asuh dan pola makan keluarga, praktek hidup bersih sehat, sanitasi lingkungan dan
pelayanan kesehatan. Sedangkan penyebab langsung seperti asupan gizi yang kurang dan
sering terkena penyakit infeksi. Semua penyebab ini saling menimbulkan hubungan
sebab-akibat, sebagai contoh pengetahuan tentang gizi balita yang kurang pada ibu
berdampak pada pola asuh ibu yang salah sehingga mempengaruhi asupan gizi balita.
Selain itu apabila kebersihan lingkungan tidak terjaga maka balita akan sering sakit
ASI eksklusif merupakan makanan utama dan satu-satunya bagi bayi yang berusia
0-6 bulan pertama kehidupan.7 Salah satu faktor yang menunjang pemberian ASI agar
bisa diberikan secara eksklusif dipengaruhi oleh produksi ASI yang cukup oleh ibu
menyusui. Apabila status gizi ibu kurang, produksi ASI akan terganggu secara kualitas
maupun kuantitas sehingga memberi peluang pemberian ASI yang tidak eksklusif. 8
Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibahas mengenai hubungan status gizi
dan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulan terhadap kejadian stunting di
Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang periode November 2018. Hal ini bertujuanuntuk
mengetahuipengaruh hubungan status gizi dan pola asuh ibu sebagai bagian dari
408
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan status gizi dan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0-59
Untuk mengetahui hubungan status gizi dan pola asuh ibu yang memiliki balita usia
1. Mengetahui gambaran status gizi dan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0-59
2. Mengetahui prevalensi kejadian stunting dan tidak stunting pada balita usia 0-59
memiliki balita usia 0-59 bulan Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang periode
November 2018.
4. Mengetahui hubunganstatus gizi ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulan
November 2018.
kesehatan) ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulan terhadap kejadian stunting di
409
I.4 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang peranan calon ibu, ibu hamil, ibu menyusui dan ibu
yang memiliki balita dengan terjadinya stunting di desa Sukahayu sehingga dapat
calon ibu maupun ibu menyusui sehingga dapat melakukan pencegahan dini dan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan
410
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
108°21’ Bujur Timur, dengan Luas Wilayah 152.220 Ha yang terdiri dari 26
kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan. Kabupaten Sumedang memiliki batas
411
Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2018. 11
Survei Badan Pusat Statistik Kabupaten Sumedang Tahun Juli 2018 mecatat sebanyak
1.142.097 jiwa dengan rincian 569.024 jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 573.073
dengan jumlah penduduk terbesar yaitu 111.886 jiwa. Kecamatan Rancakalong yang
mencakup 10 desa salah satunya Desa Sukahayu memiliki jumlah penduduk sebanyak
38.983 jiwa.12
0,08 persen sampai dengan 1,26 persen. Untuk kepadatan penduduk di Kabupaten
Gerakan Global Scalling Up Nutrition sejak Tahun 2011 dan Perpres Nomor 43
Tahun 2012 tentang Percepatan Perbaikan Gizi telah menuntut upaya perbaikan gizi
masyarakat untuk lebih efektif dan berfokus pada 1000 HPK. Dengan demikian, seluruh
upaya gizi harus meliputi perbaikan dan pencegahan masalah gizi pada ibu hamil, ibu
Berbagai kinerja positif dalam capaian indikator yang dihasilkan cukup efektif
batas yang telah ditentukan secara daerah (RPJMD yaitu <1%) sesuai dengan trend
capaian dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu status gizi buruk tahun 2016 sebanyak 567
balita (0.68%). Tetapi, pengendalian tersebut tidak disertai dengan penurunan masalah
gizi lebih pada balita yang selalu meningkat persentasenya sejak tahun 2014. Hal ini
disebabkan karena hingga saat ini belum ada intervensi langsung terhadap kasus-kasus
II.2 STUNTING
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat dari kekurangan
gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. (kekurangan gizi terjadi sejak
bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah anak lahir, tetapi baru nampak
413
kerentanan terhadap penyakit, menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat
Stunting merupakan suatu terminologi untuk tinggi badan yang berada dibawah
persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan normal yang berlaku pada populasi
tersebut. Tinggi badan menurut umur (TB/U) dapat digunakan untuk menilai status
gizi masa lampau, ukuran panjang badan dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
dibawa. Sedangkan kelemahannya adalah tinggi badan tidak cepat naik sehingga
Penyebab stunting secara umum terbagi menjadi penyebab tidak langsung dan
penyebab langsung.6
Yang termasuk dalam penyebab tidak langsung adalah kualitas dan kuantitas bahan
pangan keluarga, pola asuh dan pola makan keluarga, serta kesehatan lingkungan dan
keluarga terutama ibu terkait gizi seimbang, pola asuh yang benar, cara mempertahankan
dikaitkan dengan tingkat pendidikan, di mana semakin tinggi pendidikan, informasi akan
lebih mudah diterima oleh masyarakat. Tingkat pengetahuan seseorang terhadap gizi
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam menentukan jenis dan variasi makanan
dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap status gizi keluarga. 13 Selain itu, faktor lain
yang juga mempengaruhi penyebab tidak langsung adalah pendapatan keluarga yang
rendah (di bawah Upah Minimum Regional) sehingga sulit memenuhi praktek kebutuhan
gizi yang tepat meskipun sudah memiliki pengetahuan yang benar. 6,13
tidak langsung dan merupakan determinan bagi status gizi anak yang secara langsung
berpengaruh pada pertumbuhan anak. Pola pengasuhan dapat dikelompokkan menjadi : (1)
pemberian ASI dan makanan pendamping ASI bagi anak baduta; (2) stimulasi
psikososial anak dan pemberian dukungan untuk tumbuh kembang anak; (3)
praktek penyimpanan dan persiapan makanan; (4) praktek higiene dan (5)
perawatan anak selama mengalami sakit, termasuk diagnosa penyakit dan pengadopsian
Pola makan bayi perlu menjadi perhatian ibu di mana pola makan bayi harus sesuai
dengan tahapan usia bayi. DEPKES juga menjelaskan bahwa pada bayi usia 0 – 6
bulan cukup diberi ASI saja, usia 6 – 8 bulan bayi tidak hanya diberi ASI tetapi
disertai pemberian makanan lumat, usia 9 – 11 bulan bayi masih tetap diberi
ASI dan makanan lembek, usia 12 – 23 bulan bayi selain di beri ASI juga sudah
untuk menyapih bayinya dari ASI dan mulai diajarkan mengonsumsi makanan
keluarga. Bila terdapat tahapan pemberian makan yang tidak sesuai usia tumbuh
kembang bayi tentu akan mempengaruhi status gizi bayi tersebut, seperti pemberian
ASI yang tidak eksklusif, pemberian MP-ASI yang terlalu cepat dari 6 bulan, atau
frekuensi makan yang tidak sesuai dengan tahapan usia. Pemberian MP-ASI/susu
formula terlalu dini dapat menyebabkan diare pada bayi sehingga asupan menjadi
gizi/stunting. Pola asuh makan juga ditentukan oleh ketersediaan bahan makanan,
pola distribusi makanan dan pengolahan serta penyimpanan makanan dalam rumah
tangga.
415
Prinsip gizi seimbang adalah menunjang pemenuhan kebutuhan zat gizi dalam
makanan yang diberikan juga selain membantu memenui kebutuhan zat gizi juga
dapat meningkatkan nafsu makan balita. Jenis makanan yang dimaksud adalah nasi,
lauk pauk, sayur, buah dan susu yang diberikan kepada balita. Jenis asupan makanan
yang tidak beragam berdampak pada rendahnya kualitas pemenuhan zat gizi yang
perilaku seseorang terhadap orang lain yang ada di sekitar lingkungannya seperti
orang tua, saudara kandung dan teman bermain. Pemberian stimulasi sosial emosi
pada anak tidak terlepas dari peran pengasuhan psikososial yang dilakukan oleh
penggunaan zat gizi didalam tubuh, sebaliknya kondisi psikososial yang baik akan
organ perkembangannya. Selain itu, asuhan psikososial yang baik berkaitan erat
dengan asuhan gizi dan kesehatan yang baik pula sehingga secara tidak langsung
Data dari Water Sanitation Program (WSP) World Bank tahun 2008 menunjukkan
bahwa masih tingginya angka kematian bayi dan balita, serta kurang gizi sangat
terkait dengan masalah kelangkaan air bersih dan sanitasi. Telah dibuktikan bahwa
cuci tangan dengan air bersih dan sabun mengurangi kejadian diare 42-47% . Dengan
demikian program air bersih dan sanitasi tidak diragukan sangat sensitif terhadap
sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok, sirkulasi udara dalam rumah dan
kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu, puskesmas,
praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan pesediaan air bersih. Tidak terjangkaunya
pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak mampu membayar), kurangnya
memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang tersedia. Hal ini dapat
berdampak juga pada status gizi anak (Ayu, 2008). Kesehatan anak harus mendapat
perhatian dari para orang tua yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit
B) Penyebab langsung
Penyebab langsung stunting terbagi menjadi 2 yaitu kurangnya asupan gizi serta
Salah satu penyebab stunting secara langsung adalah asupan yang kurang.
Berkaitan dgn pola makan, sekalipun bahan makanan cukup, tetapi cara pengolahan,
pengetahuan tentang zat gizi yang penting bagi tumbuh kembang balita akan
keseimbangan asupan gizi makro dan mikronutrien. Mikronutrien yang sangat berpengaruh pada
kejadian stunting menurut penelitian yeng telah dilakukan adalah zink, zat besi dan asam
2. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi dalam hal ini terutama berkaitan dengan praktek hidup bersih
sehat dan sanitasi lingkungan yang sehat. Beberapa penyakit infeksi yang sering diderita
oleh balita adalah infeksi saluran pernapasan atas, diare, disentri, dan demam
typhoid. Selain itu juga bila terjangkit kuman TB, nafsu makan akan menurun. Semakin sering
bayi mengalami penyakit infeksi, semakin berkurang asupan zat gizi sehari-
harinya akibat penurunan nafsu makan atau makanan yang dikonsumsi cenderung
tidak diserap dengan baik bila terjadi iritasi di usus sehingga mengurangi penyerapan
makronutrien dan mikronutrien di dalam usus. Selain itu, rendahnya kualitas sanitasi dan
yang mengakibatkan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dialihkan dan digunakan
Tinggi badan orang tua berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak. Ibu yang
pendek merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting
(Zottarelli, 2014). Hasil analisis bivariat dan multivariat menunjukkan bahwa tinggi
badan ibu dan tinggi badan ayah merupakan faktor risiko kejadian stunting pada
balita usia 24–36 bulan. Hasil ini sejalan dengan penelitian di Tangerang yang
menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari ibu atau ayah pendek berisiko menjadi
stunting.16
418
Untuk menilai status gizi dapat dilakukan perhitungan indeks massa tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh ibu merupakan gambaran dari status gizi ibu, bagaimana seorang
ibu memberikan asupan gizi, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi anaknya. Status
gizi ibu menyusui memegang peranan penting untuk keberhasilan menyusui. Wanita
yang menyusui membutuhkan 500 - 1000 kalori lebih banyak dari wanita yang tidak
folat, kalsium, dan seng. Nutrisi yang tidak adekuat dan stress dapat menurunkan
jumlah produksi Air Susu Ibu (ASI). Selain itu, keadaan kurang gizi yaitu tingkat
berat badan ibu baik pada waktu hamil maupun menyusui dapat mempengaruhi
volume Air Susu Ibu (ASI). Produksi ASI pada ibu kurang gizi menjadi lebih sedikit
Kurang lancarnya Air Susu Ibu (ASI) dan tidak terpenuhinya kebutuhan gizi
ibudipicu oleh ketidakseimbangan makanan yang dikonsumsi ibu dengan Air Susu
Ibu (ASI) yang diproduksi karena kebutuhan gizi ibu menyusui harus lebih banyak
dari biasanya karena ibu perlu gizi untuk dua orang yakni untuk ibu dan bayinya.
karena dengan gizi yang seimbang akan mendukung pada kelancaran produksi air
susu ibu.16
Oleh karena itu makanan ibu menyusui berpedoman pada Pedoman Gizi
Seimbang (PGS). Ibu menyusui dianjurkan makan sebanyak 6 kali perhari, minum 3
liter air perhari sesuai frekuensi menyusui bayinya karena setelah menyusui ibu akan
merasa lapar. Ibu dianjurkan minum setiap kali menyusui dan mengonsumsi
tambahan 500 kalori tiap hari (Wiknjosastro, dkk. 2006). Ibu menyusui dengan gizi
yang baik, mampu menyusui bayi minimal 6 bulan. Sebaliknya pada ibu yang gizinya
kurang baik tidak mampu menyusui bayinya dalam jangka waktu selama itu, bahkan
419
II.2.3 Diagnosis Stunting
Z-score baku National center for Health Statistic/center for diseases control
(NCHS/CDC) atau Child Growth Standars World Health Organization (WHO) tahun
2005. Kurva (grafik) pertumbuhan yang dianjurkan saat ini adalah kurva WHO 2005
berdasarkan penelitian pada bayi yang mendapat ASI ekslusif dari ibu yang tidak
merokok, yang diikuti dari lahir sampai usia 24 bulan dan penelitian potong lintang
pada anak usia 18-71 bulan, dengan berbagai etnis dan budaya yang mewakili
perawakan pendek pada anak lebih tinggi dengan menggunakan kurva WHO 2005
Klasifikasi status gizi pada anak, baik laki–laki maupun perempuan berdasarkan
Dalam analisis hasil pengukuran antropometri, ada 3 cara yang dapat digunakan,
yaitu6,18:
420
a. Zscore atau SD
atau skor-Z di bawah atau di atas nilai mean atau median rujukan
b. Nilai persentil
Dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah menurunya
421
mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya penyakit diabetes, kegemukan,
penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia
tua
pada sasaran 1000 hari pertama kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun.
Merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1000 Hari Pertama
2) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 0-6 bulan
422
3) Intervensi dengan sasaran ibu menyusui dan anak usia 7-23 bulan
kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi stunting. Sasaran dari intervensi
gizi spesifik adalah masyarakat secara umum dan tidak khusus ibu hamil dan
(KB)
10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada
remaja
423
11) Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin
1. KERANGKA TEORI
STUNTING
Penyebab langsung :
2. KERANGKA KONSEP
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi analitik
observasional dengan desain cross-sectional untuk melihat hubungan status gizi dan pola
asuh ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulan terhadap kejadian stunting di Desa
Populasi penelitian ini adalah seluruh balita usia 0-59 bulan yang mengalami
yaitu:
Keterangan :
425
Pada penelitian ini diperoleh data jumlah populasi balita usia 0-59 bulan sebesar
228 orang. Oleh karena itu, jumlah sampel yang dibutuhkan adalah :
Maka total sampel balita yang dibutuhkan adalah sebesar 145 orang.
yaitu purposive sampling, di mana sampel diambil berdasarkan ciri atau sifat-sifat
C. Kriteria inklusi :
D. Kriteria eksklusi :
Jawa Barat.
426
III.5 Identifikasi Variabel
a. status gizi ibu : kurang, normal, lebih, obesitas kelas I, dan obesitas kelas
II
427
III.7. Alur Penelitian
Tahap
Mengumpulkan responden dalam
Pengambilan Data satu tempat
Melakukan pengukuran
antropometri pada balita dan
wawancara pada ibu balita
menggunakan kuisioner
sekunder terkait jumlah populasi balita 0-59 bulan di Desa Sukahayu Kecamatan
Selanjutnya, data primer diperoleh dari pengukuran antropometri pada ibu dan
Kuesioner terlebih dahulu telah dilakukan uji validitas yang kemudian dilanjutkan
428
(Cronbach’ alpha> 0.06)20, kuesioner lalu diperbanyak dan disebarkan ke responden
penelitian.
sebagai berikut:
17. Editing, untuk memastikan data yang di peroleh terisi semua atau lengkap dan
18. Coding, dapat diperoleh dari sumber data yang sudah diperiksa kelengkapannya
19. Entry data, data yang telah di coding diolah dengan bantuan progam komputer. 21
20. Cleaning, proses pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada
21. Analisis data, proses pengolahan data serta menyusun hasil yang akan di laporkan.
a. Analisis univariat
Yaitu analisis varian untuk satu variabel dependent oleh dua atau lebih faktor atau
b. Analisis bivariat
429
Yaitu suatu bentuk analisis data untuk mencari keeratan hubungan dan arah
lainnya.
dan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulan terhadap kejadian stunting di Desa
Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November 2018, pada penelitian ini akan
dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji statistik. Namun terdapat beberapa tahapan
Bagan 3.1.
430
Pada penelitian ini, poin 2 dan 3 memenuhi syarat uji non-parametrik di mana
sampling, dan jenis data variabel dependen maupun independen yang diuji berskala
ordinal.
Setelah itu, pemilihan jenis uji statistik non-parametrik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Uji Korelasi Spearman. Uji ini digunakan untuk data dengan
variabel minimal berskala ordinal.30 Pada uji korelasi yang menunjukkan hubungan
antar 2 variabel, terdapat kategori tingkat keeratan korelasi yang dapat dilihat dari
Koefisien korelasi dapat bermakna positif maupun negatif yang dilihat dari nilai ρ
independen yang diteliti makan semakin meningkat pula kejadian variabel dependen
apabila nilai p < 0.05 di mana H0 ditolak dan Ha diterima, dan begitu pula sebaliknya.
H0 :
431
i. Tidak terdapat hubungan status gizi ibu yang memiliki balita usia 0 59 bulan
ii. Tidak terdapat hubungan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0 59 bulan terhadap
Ha :
iii. Terdapat hubungan status gizi ibu yang memiliki balita usia 0 - 59 bulan terhadap
kejadian stunting di Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November 2018, dan
iv. Terdapat hubungan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0 - 59 bulan terhadap
Tabel 3.2
Definisi Operasional
432
Pola asuh Sikap dan Kuesioner Ordinal 1. Kurang baik :
ibu perilaku ibu bila salah satu
dalam hal dari kelima
memenuhi variabel tersebut
kebutuhan gizi dipraktekkan
anaknya yang kurang baik.
diwujudkan
2. Baik : bila
dengan cara
kelima variabel
praktek
tersebut
pemberian
dipraktekkan
makan,
dengan baik oleh
rangsangan
ibu.
psikososial,
praktek
kebersihan,
sanitasi
lingkungan,
pemanfaatan
kesehatan.
433
makan. buah, sehingga :
- total maksimum
nilai responden =
2 x 8 = 16
- total minimum
nilai responden =
1x8=8
16+8 =24/2 = 12
Maka skor 12
ditetapkan
sebagai cut off
point, di mana
jumlah nilai > 12
menunjukkan
kategori praktek
pemberian
makan termasuk
“baik”,
sedangkan nilai
≤ 12, termasuk
kategori “kurang
baik”.23
434
kesalahan, salah diberikan
memberikan skor “1”, dan
mainan yang jawaban yang
dapat benar diberi skor
merangsang “2”. Kuesioner
perkembangan pada variabel ini
secara optimal, berjumlah 8
memberi buah, sehingga :
perhatian kasih
- total maksimum
kepada anak
nilai responden =
melalui
2 x 8 = 16
membacakan
cerita dongeng, - total minimum
mengajak nilai responden =
liburan, dan 1x8=8
merespon saat
16+8 =24/2 = 12
anak berbicara.
Maka skor 12
ditetapkan
sebagai cut off
point, di mana
jumlah nilai > 12
menunjukkan
kategori
rangsangan
psikososial
termasuk “baik”,
sedangkan nilai
≤ 12, termasuk
kategori “kurang
baik”.23
435
Praktek Termasuk dalam Kuesioner Ordinal Kategori praktek
kebersihan variabel ini yaitu kebersihan
mengajarkan dinilai
anak mencuci berdasarkan skor
tangan dengan nilai responden
sabun dan air di mana untuk
mengalir, ibu setiap jawaban
mencuci tangan salah diberikan
sebelum dan skor “1”, dan
sesudah jawaban yang
makan/buang air benar diberi skor
besar, “2”. Kuesioner
menggosok gigi pada variabel ini
anak 2 kali berjumlah 8
sehari, buah, sehingga :
menggunting
- total maksimum
kuku anak 1 kali
nilai responden =
seminggu, dan
2 x 8 = 16
mengajarkan
anak - total minimum
menggunakan nilai responden =
alas kaki saat 1x8=8
bermain di luar
16+8 =24/2 = 12
rumah.
Maka skor 12
ditetapkan
sebagai cut off
point, di mana
jumlah nilai > 12
menunjukkan
kategori praktek
kebersihan
termasuk “baik”,
sedangkan nilai
436
≤ 12, termasuk
kategori “kurang
baik”.23
Maka skor 12
ditetapkan
sebagai cut off
point, di mana
jumlah nilai > 12
437
menunjukkan
kategori sanitasi
lingkungan
termasuk “baik”,
sedangkan nilai
≤ 12, termasuk
kategori “kurang
baik”. 23
- total minimum
nilai responden =
438
1x8=8
16+8 =24/2 = 12
Maka skor 12
ditetapkan
sebagai cut off
point, di mana
jumlah nilai > 12
menunjukkan
kategori
pemanfaatan
pelayanan
kesehatan
termasuk “baik”,
sedangkan nilai
≤ 12, termasuk
kategori “kurang
baik”.23
439
pendek dan x < -2 SD
pendek yang
3 = Z-score : -2 SD
diukur
< x < 2 SD
berdasarkan
TB/U.
(Kemenkes)2,6
440
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan kepada ibu yang memiliki balita usia 0-59 bulan di Desa
Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November 2018 dengan pengumpulan data melalui
metode wawancara dan alat ukur berupa kuesioner serta alat antropometri. Total sampel yang
terkumpul adalah sebanyak 145 orang yang memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan menggunakan aplikasi SPSS yaitu
Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa variabel status gizi ibu, pola asuh ibu dan status
Berdasarkan pada tabel 4.1 di atas, dari total 145 responden, kategori status gizi ibu
Berdasarkan pada tabel 4.3 di atas, distribusi frekuensi terbanyak ialah balita dengan
SD 34 23.4
SMP 80 55.2
SMA 21 14.5
PT 10 6.9
Total 145 100.0
Berdasarkan pada tabel 4.4 di atas, tingkat pendidikan terakhir ibu terbanyak
termasuk dalam tingkat SMP sebanyak 55.2% dengan tingkat pendidikan terendah yaitu PT
sebanyak 6.9%. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan ibu balita sebagian besar
442
Tabel 4.5. Distribusi frekuensi pekerjaan ibu
Pekerjaan Terakhir Frekuensi Persentase (%)
Berdasarkan pada tabel 4.5 di atas, sebagian besar ibu balita bekerja sebagai ibu rumah
Berdasarkan pada tabel 4.6 di atas, kategoi pendapatan keluarga dalam sebulan
terbanyak yaitu Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 sebanyak 64.1%. Hal ini menunjukkan kategori
Tabel 4.7. Distribusi frekuensi status gizi ibu (BB/TB2) terhadap status gizi balita
443
SD)
Berdasarkan pada tabel 4.7 di atas, dari total 145 responden, kategori status gizi balita
(TB/U) pendek dan sangat pendek terbanyak dengan total 23 balita terdapat pada status gizi ibu
Tabel 4.8. Distribusi frekuensi pola asuh ibuterhadap status gizi balita
Status Gizi Balita (TB/U) Total
Frekuensi
Pola Asuh Sangat Pendek Normal ((-2) Tinggi (>
Kurang 3 4 13 0 20
baik 12 40 70 3 125
Baik
Total 15 44 83 3 145
444
Berdasarkan pada tabel 4.5 di atas, kategori pola asuh baik dengan status gizi balita
(TB/U) terbanyak yaitu normal sebanyak 70 balita, diikuti pendek dan sangat pendek sebanyak
52 balita.
Tabel 4.9. Uji korelasi antara status gizi dan pola asuh ibu yang memiliki balita usia 0-59
bulan terhadap kejadian stunting di Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode
November 2018
Stunting
P value
Berdasarkan pada tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara status
gizi ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 0-59 bulan di Desa Sukahayu Kabupaten
Sumedang Periode November 2018 dengan nilai p < 0.05 yaitu sebesar 0.001. Hasil penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hanum tahun 2014 dan Silva dkk tahun 2017
yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi ibu dengan
kejadian stunting.25,27
kronis yang terjadi sejak kecil, cenderung berperawakan pendek dengan predisposisi yang tinggi
untuk menjadi obesitas saat dewasa. Kondisi ini mungkin berkaitan dengan penggunaan
cadangan energi yang rendah saat masih kecil. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang
dilaksanakan di Universitas Sao Paulo Brazil yang juga menemukan mayoritas anak-anak
stunting memiliki ibu dengan status gizi lebih/obesitas. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Zotarelli pada tahun 2014 bahwa tinggi badan orang tua
445
berhubungan dengan pertumbuhan fisik anak, menjadikan ibu pendek salah satu faktor yang
berhubungan dengan kejadian stunting. Dari hasil penelitian tersebut disebutkan bahwa tinggi
badan ibu dan ayah merupakan faktor risiko kejadian stunting pada balita usia 24–36 bulan.
Suatu studi di Tangerang juga menunjukkan bahwa anak yang dilahirkan dari ibu atau ayah
Selain itu, prevalensi status gizi ibu yang normal (26.9%) pada penelitian ini juga
mempengaruhi status gizi balita dengan kecenderungan tidak stunting (60.7%). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni Kadek dkk tahun 2017 di Kota Manado yang
menemukan bahwa kebutuhan gizi ibu terpenuhi menunjukkan produksi ASI yang lancar (p=
0.003). Produksi ASI lancar memberi peluang pada pemberian ASI eksklusif sehingga
Selanjutnya, berdasarkan pada tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita usia 0-59 bulan di Desa
Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November 2018 dengan nilai p > 0.05 yaitu sebesar
0.295. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ayu tahun 200615
yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting. Meskipun
demikian, prevalensi pola asuh terbanyak pada penelitian ini termasuk kategori pola asuh yang
baik sebesar 86.2%. Prevalensi pola asuh yang tinggi ini menunjukkan bahwa pengetahuan
mengenai praktik pola asuh yang baik sudah dimiliki oleh sebagian besar responden. Namun,
terdapat beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya stunting pada balita. Pada
penelitian ini, ibu balita sebagian besar tidak bekerja/ibu rumah tangga (93.1%) sehingga
memiliki waktu 24 jam bersama anak setiap hari. Namun, dengan pengetahuan mengenai pola
asuh yang baik tidak selalu berhubungan dengan praktik pola asuh yang baik yang dapat
disebabkan oleh pasangan suami yang kurang memiliki pengetahuan mengenai praktik pola asuh
yang baik.26
446
Selain itu, faktor lain yang mungkin berpengaruh dalam penelitian ini yaitu status sosio-
ekonomi, di mana pendapatan keluarga dalam sebulan yang terbanyak termasuk dalam kategori
pendapatan rendah yaitu berada di antara Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.00 (64.1%). Lutfia Tazki
dalam publikasinya tahun 2017 menyatakan bahwa tingkat sosial ekonomi berkaitan dengan
daya beli keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung
pada besar kecilnya pendapatan keluarga dan harga bahan makanan itu sendiri. Kemiskinan yang
berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan rumah tangga tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan pangan yang dapat menyebabkan tidak tercukupinya gizi untuk
pertumbuhan anak.28 Oleh karena itu, diperlukan pendapatan keluarga yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan bahan pangan keluarga yang bergizi sehingga menunjang praktek pola
447
BAB V
PENUTUP
V.1. KESIMPULAN
a. Terdapat hubungan antara status gizi ibu dengan kejadian stunting pada balita 0-59 bulan
di Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November 2018 dengan nilai p = 0.001
b. Tidak terdapat hubungan antara pola asuh ibu dengan kejadian stunting pada balita 0-59
bulan di Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November 2018 dengan nilai p =
0.295.
V.2. SARAN
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk menelit i
mengenai pola asuh secara spesifik ataupun faktor-faktor lain yang dapat berperan terhadap
terjadinya stunting pada balita di Desa Sukahayu Kabupaten Sumedang Periode November
2018 sehingga diharapkan dapat membantu mencapai target prevalensi stunting sebesar 28%
448
LAMPIRAN
BB/U Karakteristik:
TB/U Karakteristik:
BB/TB Karakteristik:
IMT/U Karakteristik:
449
DATA POLA ASUH
B. Rangsangan Psikososial
1. Apakah ibu selalu mendongengkan atau bercerita pada anak?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah ibu memberikan hukuman bila anak melakukan kesalahan?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah ibu selalu menganjurkan anak agar tidur siang?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah ibu selalu mempunyai waktu untuk berliburan dengan anak?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah ibu membiarkan anak bermain dengan teman – temannya?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah ibu menyediakan mainan untuk anak?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah ibu mendampingi atau menyuapi anak ketika bermain?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah ibu selalu merespon anak ketika berceloteh?
a. Ya b. Tidak
450
C. Praktik Kebersihan / Hygiene
1. Apakah ibu mencuci piring dan gelas dengan air dan sabun?
a. Ya b. tidak
2. Berapa kali ibu memandikan anak dalam 1 hari?
a. 2 kali b. < 2 kali
3. Apakah ibu mencuci tangan ketika hendak memberikan makan pada anak?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah anak ibu sebeleum dan sesudah makan selalu mencuci tangan dengan sabun?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah anak ibu setelah BAB mencuci tangan dengan sabun?
a. Ya b. Tidak
6. Bila anak sedang bermain diluar rumah, apakah anak memakai alas kaki?
a. Ya b. Tidak
7. Berapa kali ibu membersihkan kuku anak?
a. 1 kali seminggu b. 1 kali dua minggu
8. Berapa kali ibu menggosok gigi anak?
a. 2 kali b. < 2 kali
D. Sanitasi Lingkungan
1. Apakah ibu mempunyai Saluran Pembuangan Air Limbah di rumah?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah ibu mempunyai jamban keluarga di dalam rumah?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah di rumah ibu ada tempat pembuangan sampah?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah rumah ibu mempunyai ventilasi yang cukup (baik)?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah lantai rumah ibu terbuat dari semen?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah ibu menampung air bersih untuk memasak?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah tempat penampungan air didalam rumah ibu tertutup?
a. Ya b. Tidak
8. Apakh ibu membersihkan tempat tempat penampungan air minimal satu kali satu
minggu?
a. Ya b. Tidak
Jika tidak, upaya apa yang ibu lakukan untuk kesembuhan anak?
452
Pola asuh ibu
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid kurang baik 20 13.8 13.8 13.8
baik 125 86.2 86.2 100.0
Total 145 100.0 100.0
Pekerjaan ibu
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Ibu Rumah 135 93.1 93.1 93.1
Tangga
Buruh 1 .7 .7 93.8
Karyawan 7 4.8 4.8 98.6
Lain-lain 2 1.4 1.4 100.0
Total 145 100.0 100.0
453
Pendapatan keluarga dalam sebulan
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Valid Rp.< 1.000.000 14 9.7 9.7 9.7
Rp. 1.000.000- 93 64.1 64.1 73.8
2.000.000
Rp.>2.000.000- 31 21.4 21.4 95.2
3.000.000
Rp. > 3.000.000 7 4.8 4.8 100.0
Total 145 100.0 100.0
Distribusi Frekuensi Status Gizi Ibu Terhadap Status Gizi Balita (TB/U)
Count
kategori gizi TB/U
SANGA
T
PENDE PENDE NORM
K (<- K ((-3) - AL ((-2) TINGGI
3SD) (-2) SD) - (2) SD) (>2SD) Total
Kategori <18.5 (Gizi 2 7 20 0 29
IMT IBU Kurang)
18.5 - 22.9 3 6 29 1 39
(Gizi Normal)
23.0 - 24.9 3 4 6 1 14
(Gizi Berlebih /
Pra-Obesitas)
25.0 - 29.9 5 18 18 0 41
(Gizi Obesitas
I)
>= 30.0 (Gizi 2 9 10 1 22
Obesitas II)
Total 15 44 83 3 145
454
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Ibu Terhadap Status Gizi Balita (TB/U
Count
kategori gizi TB/U
SANGAT PENDEK NORMA
PENDEK ((-3) - (-2) L ((-2) - TINGGI
(<-3SD) SD) (2) SD) (>2SD) Total
Pola Asuh kurang 3 4 13 0 20
Ibu baik
baik 12 40 70 3 125
Total 15 44 83 3 145
Uji korelasi antara status gizi ibu dan stunting pada balita
Status Gizi
Ibu
(BB/TB2) Stunting
Spearman's Status Gizi Ibu Correlation 1.000 -.266**
rho (BB/TB2) Coefficient
Sig. (2-tailed) . .001
N 145 145
**
Stunting Correlation -.266 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .001 .
N 145 145
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Uji korelasi antara pola asuh ibu dan stunting pada balita
Pola Asuh
Ibu Stunting
Spearman's rho Pola Asuh Correlation 1.000 .088
Ibu Coefficient
Sig. (2-tailed) . .295
N 145 145
Stunting Correlation .088 1.000
Coefficient
Sig. (2-tailed) .295 .
N 145 145
455
Uji Normalitas
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Status Gizi Ibu .215 145 .000 .874 145 .000
(BB/TB2)
Stunting .396 145 .000 .620 145 .000
Pola Asuh Ibu .517 145 .000 .408 145 .000
a. Lilliefors Significance Correction
456
HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTIK
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)
ORANG TUA BALITA TERHADAP ANGKA KEJADIAN
STUNTING DI DESA UNGKAL KECAMATAN CONGGEANG
PENELITIAN
PEMBIMBING:
dr. Adolfina R Amahorseja, MS
dr. Angkasa Sebayang, MS
457
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa kami panjatkan atas karunia dan
KECAMATAN
CONGGEANG” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Penelitian ini ditulis dalam
rangka pemenuhan salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Desember 2018. Peneliti tidak lupa bahwa penelitian kami tidak akan selesai tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai macam pihak. Oleh karena itu kami sebagai penulis ingin
masyarakat dan penelitian yang akan berjalan 5 tahun ke depan dengan mengangkat
2. dr. Hj. Anna Hernawati S. MKM, selaku Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Sumedang yang telah berbaik hati membantu kami dalam penelitian ini
3. DR. Dhaniswara K Harjono, SH., MH., MBA., selaku Rektor Universitas Kristen
Indonesia (UKI) yang telah mendukung dan membuka jalan agar penelitian ini
berlangsung
4. Dr. dr. Robert Sirait, Sp.An, selaku dekan Fakultas Kedokteran UKI yang telah
penelitian ini
458
5. Dr. Sudung Nainggolan, MS, selaku Kepala Departemen Kepaniteraan Ilmu
Kedokteran UKI terima kasih atas segala ilmu yang berguna selama persiapan
menuju penelitiam
8. Kepada orang tua dan seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan baik
moril, materil, motivasi, dan doa yang selalu mengiringi setiap langkah dalam
teruntuk PKM Teladan atas persahabatan, berbagi semangat selama menjalani hari-
hari di dunia perkoasan, melewati susah senang bersama dan, terimakasih atas
10. Semua pihak yang turut membantu dalam menyelesaikan Penelitian ini yang tidak
459
Akhir kata peneliti berharap Tuhan yang Maha Esa berkenan membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga penelitian ini
Peneliti
460
BAB I
PENDAHULUAN
461
yang lama, kualitas makan yang tidak baik, meningkatnya angka kesakitan atau
6
gabungan dari semua faktor tersebut. Upaya pencegahan dan penanggulangan
stunting memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan, karena
pencegahan dan penanggulangan stunting tidak cukup dengan memperbaiki
intervensi gizi saja tetapi ada faktor lain yaitu faktor sanitasi dan kebersihan
lingkungan. Faktor rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan merupakan
salah satu indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Faktor tersebut
dapat memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi tidak dapat
untuk melakukan pertumbuhan di dalam tubuh melainkan energi tersebut beralih
untuk perlawanan menghadapi infeksi .3 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
Nadiyah, Briawan, dan Martianto terdapat pengaruh sanitasi kurang baik,
kebiasaan ayah merokok dalam rumah terhadap kejadian stunting di Provinsi Bali,
Jawa Barat, dan NTT. 7 Penelitian Kusumawati, Rahardjo, dan Sari diungkapkan
bahwa faktor resiko terjadinya stunting di Puskesmas Kedungbanteng, Kabupaten
Banyumas adalah rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya akses keluarga
terhadap pelayanan kesehatan dasar, ketersediaan pangan keluarga dan
pendapatan keluarga. 8
462
sesuai dengan gaya hidupnya, sehingga derajat kesehatan yang rendah dapat
memicu terjadinya masalah gizi pada individu atau kelompok tersebut. 9 Berkaitan
dengan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan, sikap dan
praktik perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) Orang tua balita terhadap angka
kejadian stunting di desa Ungkal Kecamatan Conggeang
adalah :
Bagaimana hubungan pengetahuan, sikap dan praktik perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) Orang tua balita terhadap angka kejadian stunting di desa Ungkal
Kecamatan Conggeang?
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) Orang tua balita terhadap
2. Mengetahui sikap orang tua pada perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)
463
3. Mengetahui perilaku orang tua pada perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS)
balita.
pencegahan stunting.
464
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
465
2.1.2 Topografi, Iklim dan Curah Hujan
Kabupaten Sumedang merupakan daerah berbukit dan gunung dengan
ketinggian tempat antara 25 m – 1.667 m di atas permukaan laut. Sebagian besar
Wilayah Sumedang adalah pegunungan, kecuali di sebagian kecil wilayah utara
berupa dataran rendah. Gunung Tampomas (1.667 m), berada di Utara Perkotaan
Sumedang.10 Topografi wilayah Sumedang terlihat bahwa luas lahan pertanian
secara keseluruhan seluas 113.639 Ha, yang terdiri dari lahan sawah seluas 33.143
Ha dan lahan pertanian bukan sawah seluas 80.496 Ha. Luas sawah di Kabupaten
Sumedang yang mencapai 33.143 Ha, masih memiliki kondisi pengairan yang
dapat dikategoreikan sederhana. Lahan sawah yang menggunakan pengairan
irigasi seluas 27.742 Ha, sedangkan sisanya tadah hujan sekitar 5.401 Ha.
Permukaan tersebut mempunyai ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 70
m dpl sampai dengan lebih dari 1000 m dpl. Pada Kabupaten Sumedang curah
hujan menurut kecamatan dan bulan selama tahun 2014, Curah hujan terbanyak
terjadi pada bulan Desember sebesar 18.072 Mm3 dengan jumlah hujan sebanyak
635 Hh, sedangkan untuk bulan September curah hujan paling sedikit dalam tahun
2014 sebanyak 117 Mm3 dengan jumlah hujan hari hujan 13 Hh. Rata-rata
kuantitas curah hujan tahun 2014 adalah 3.025 Mm3 dengan jumlah dari hujan 170
Hh. Sumedang mempunyai iklim tropis dengan temperatur normal rata-rata 15oC
sampai dengan 26oC dan di dataran rendah rata-rata berkisar 26oC dengan
kelembaban 50%, sedangkan di dataran tinggi 15oC dengan kelembaban 70%.10
466
Utara dibatasi oleh Kecamatan Ujung Jaya, Kecamatan Cikedung Kabupaten
Indramayu; sebelah Barat dibatasi oleh Kecamatan Buah Dua; sebelah Selatan
dibatasi oleh Kecamatan Paseh, Kecamatan Cimalaka dan sebelah Timur dibatasi
oleh Kecamatan Tomo. Jarak ibu kota kecamatan dengan ibu kota kabupaten
adalah 30 km (Kabupaten Sumedang 2009).
467
Kabupaten Indraamayu, Desa Cibuluh Kecamatan Ujungjaya di sebelah utara,
Desa Sakurjaya Kecamatan Ujungjaya di sebelah timur, Desa Cipelang, Desa
Babakan Asem dan Desa Cacaban di sebelah selatan, Desa Karanglayung di
sebelah baratnya. Sementara secara administratif, Desa Ungkal terdiri atas dua
dusun yaitu Dusun Sukaluyu dan Dusun Sukahaji. Dan jumlah Rukun Warga dan
Rukun Tetangganya masing-masing 2 RW dan 7 RT.11
Berdasarkan data Pendataan Potensi Desa tahun 2014, luas total wilayah
Desa Ungkal pada tahun 2013 sebesar 3,8 km persegi. Luas wilayah tersebut
terbagi ke dalam beberapa peruntukan seperti sebagai lahan pertanian, lahan
perumahan dan pekarangan. Luas lahan yang dipergunakan sebagai lahan
pertanian sebesar 2,51 km persegi yang terbagi ke dalam dua jenis yaitu lahan
pesawahan dengan luas 1,5 km persegi dan lahan pertanian bukan pesawahan
seluas 1,01 km persegi. Sisanya seluas 1,29 km persegi dipergunakan sebagai
lahan lainnya seperti sebagai lahan pemukiman dan pekarangan, lahan fasilitas
umum, dan pemakaman.11
Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), adalah upaya untuk
memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan,
468
keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikasi,
memberikan informasi dan melakukan edukasi, untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku, melalui pendekatan pimpinan (Advokasi), bina suasana
(Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan
demikian masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri,
terutama dalam tatanan masing-masing, dan masyarakat/dapat menerapkan cara-
cara hidup sehat dengan menjaga, memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
12,13
PHBS Merupakan sekumpulan perilaku yang diperaktekkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajran.Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2010
adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit, serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.14
469
tenaga kesehatan karena Tenaga kesehatan merupakan orang yang sudah
ahli dalam membantu persalinan, sehingga keselamatan ibu dan bayi
lebih terjamin. Apabila terdapat kelainan dapat diketahui dan segera
ditolong oleh atau dirujuk ke Puskesmas atau Rumah Sakit. Persalinan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan menggunakan peralatan yang aman,
bersih, dan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya
kesehatan lainnya
ASI Eksklusif diberikan pada bayi usia 0-6 bulan, hanya diberi
ASI saja tanpa memberikan tambahan makanan atau minuman lain,
sementara selain ASI diberikan pula Makanan Pendamping ASI (MP-
ASI) dalam bentuk lumat dan jumlah yang sesuai dengan perkembangan
umur bayi. Pemberian ASI tetap dilanjutkan hingga bayi berusia 2 tahun.
Pemberian ASI juga harus memperhatikan bahwa ibu harus yakin mampu
menyusui bayinya dan mendapat dukungan dari keluarga agar upaya
pemberian ASI Eksklusif selama enam bulan bisa berhasil
470
Menimbang bayi dan balita tiap bulan
471
besar, sebelum makan dan menyuapi anak, sebelummenyusui bayi,
setiap kali tangan kita kotor (setelah memegang uang,
memegangbinatang, berkebun, dan lain-lain), setelah menceboki bayi
atau anak, dan sebelummemegang makanan. Mencuci tangan dengan
sabun dapat membunuh kumanpenyakit yang ada di tangan, mencegah
penularan penyakit seperti diare, disentri,kolera, thypus, cacingan,
penyakit kulit, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA),flu burung
atau Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), serta tangan
menjadibersih dan penampilan lebih menarik.
472
Memberantas jentik di rumah
Rumah bebas jentik adalah rumah tangga yang setelah dilakukan
pemeriksaanjentik berkala tidak terdapat jentik nyamuk. Pemeriksaan
Jentik Berkala adalahpemeriksaan jentik pada tempat
perkembangbiakan nyamuk (tempatpenampungan air) yang ada di
dalam rumah seperti bak mandi/WC, vas bungaatau tatakan kulkas
dan di luar rumah seperti talang air, alas pot bunga, ketiakdaun,
tempat minum burung, lubang pohon atau pagar bambu yang
dilakukansecara teratur setiap minggu.Pemberantasan jentik di rumah
dapat dilakukan dengan teknik dasar minimal3M Plus, yaitu:
1) Menutup
Menutup adalah memberi tutup yang rapat pada tempat air yang
ditampung seperti bak mandi, kendi, toren air, botol air minum dan
lain sebagainya.
2) Menguras
Menguras adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti kolam renang, bak mandi, ember air, tempat
airminum, penampungan air lemari es dan lain-lain.
3) Mengubur
Mengubur adalah memendam di dalam tanah untuk sampah atau
benda yangtidak berguna dan memiliki potensi tempat nyamuk DBD
(Demam BerdarahDengue) bertelur di dalam tanah.
4) Plus kegiatan pencegahan
- Menggunakan obat nyamuk/anti nyamuk;
- Menggunakan kelambu saat tidur;
- Menanam pohon dan binatang yang dapat mengusir/memakan
nyamukdan jentik nyamuk;
- Menghindari daerah gelap di dalam rumah agar tidak ditempati
nyamuk dengan mengatur ventilasi dan pencahayaan;
- Tidak tergantung pakaian di dalam rumah serta tidak menggunakan
kelambu dan perabot gelap yang bisa jadi sarang nyamuk.
473
Makan buah dan sayur setiap hari
Anggota keluarga diharapkan mengkonsumsi 3 porsi buah dan 2
porsisayuran atau sebaliknya setiap hari. Makan sayur dan buah setiap
hari sangatpenting karena mengandung vitamin dan mineral yang
mengatur metabolismeenergi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh,
serta mengandung serat yangtinggi. Vitamin yang ada di dalam sayur
dan buah memiliki manfaat antara lain:
1) Vitamin A untuk pemeliharaan kesehatan mata;
2) Vitamin D untuk kesehatan tulang;
3) Vitamin E untuk kesuburan dan awet muda;
4) Vitamin K untuk pembekuan darah;
5) Vitamin C meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi;
6) Vitamin B mencegah penyakit beri-beri;
7) Vitamin B12 dapat meningkatkan nafsu makan
Melakukan aktivitas fisik setiap hari
Aktifitas fisik adalah melakukan pergerakan anggota tubuh
yangmenyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting bagi
pemeliharaankesehatan fisik, mental, dan mempertahankan kualitas
hidup agar tetap sehat danbugar sepanjang hari. Jenis aktifitas fisik
yang dapat dilakukan bisa berupakegiatan sehari-hari dan olahraga.
Kegiatan sehari-hari yang dilakukan, misalnyaberjalan kaki, berkebun,
kerja di taman, mencuci pakaian, mencuci mobil,mengepel lantai, naik
turun tangga, membawa belanjaan. Olahraga yang dapatdilakukan,
misalnya push-up, lari ringan, bermain bola, yoga, fitness,
angkatbeban/berat. Aktifitas fisik dilakukan secara teratur paling
sedikit 30 menit dalamsehari, sehingga dapat menyehatkan jantung,
paru-paru serta alat tubuh lainnya.
Tidak merokok di dalam rumah
Satu batang rokok yang diisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan
kimiaberbahaya, diantaranya yang paling berbahaya adalah nikotin,
474
tar, dan carbonmonoksida (CO). Nikotin dapat menyebabkan
ketagihan dan merusak jantung danaliran darah, tar menyebabkan
kerusakan sel paru-paru dan kanker, serta CO menyebabkan
berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen sehingga sel- sel
akan mati. Di dalam rumah akan terdapat perokok pasif dan perokok
aktif jikaada salah satu anggota keluarga yang merokok. Perokok pasif
adalah orang yangbukan perokok tapi menghirup asap rokok orang
lain atau orang yang berada dalam satu ruangan tertutup dengan orang
yang sedang merokok. Perokok aktif adalah orang yang
mengkonsumsi rokok secara rutin dengan sekecil apapun, walaupun
hanya 1 batang dalam sehari. Orang yang menghisap rokok meskipun
tidak rutin atau hanya sekedar coba-coba dan cara menghisap rokok
hanya sekedarmenghembuskan asapnya juga bisa dikatakan sebagai
perokok aktif.
2.4. Pengetahuan
2.4.1 Definisi Pengetahuan
475
1) Faktor internal
Pendidikan
Pekerjaan
Usia
2) Faktor eksternal
Lingkungan
Sosial budaya
2.5 Sikap
476
terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek. Dalam sikap dapat dibagi dalam berbagai tingkatan, antara lain:
Menerima (receiving)19
477
tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau perilaku yang
berkualitas.
2.7 Stunting
2.7.1 Pengertian
Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan
gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak
sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan
baru nampak saat anak berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini
meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah
sakit dan memiliki postur tubuh tidak maksimal saat dewasa. Kemampuan
kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian
ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.21
478
e. 60 % dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI
ekslusif
Pengganti ASI
yang memadai
bersih
479
masyarakat bahkan keluarga karena anak tidak tampak sakit. Terjadinya kurang
gizi tidak selalu didahului oleh terjadinya bencana kurang pangan dan kelaparan
seperti kurang gizi pada dewasa. Hal ini berarti dalam kondisi pangan melimpah
masih mungkin terjadi kasus kurang gizi pada anak balita. Kurang gizi pada anak
balita bulan sering disebut sebagai kelaparan tersembunyi atau hidden hunger.24
Dampak dari kekurangan gizi pada awal kehidupan anak akan berlanjut
dalam setiap siklus hidup manusia. Wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil yang
mengalami kekurangan energy kronis (KEK) akan melahirkan bayi dengan berat
badan lahir rendah (BBLR). BBLR ini akan berlanjut menjadi balita gizi kurang
(stunting) dan berlanjut ke usia anak sekolah dengan berbagai konsekuensinya.
Kelompok ini akan menjadi generasi yang kehilangan masa emas tumbuh
kembangnya dari tanpa penanggulangan yang memadai kelompok ini dikuatirkan
lost generation. Kekurangan gizi pada hidup manusia perlu diwaspadai dengan
seksama, selain dampak terhadap tumbuh kembang anak kejadian ini biasanya
tidak berdiri sendiri tetapi diikuti masalah defisiensi zat gizi mikro. 26
480
juga terjadi meningkatnya beberapa hasil metabolisme seperti asam laktat dan
piruvat pada kekurangan tiamin. Apabila keadaan itu berlangsung lama, maka
akan terjadi perubahan fungsi tubuh seperti tanda-tanda syaraf yaitu kelemahan,
pusing, kelelahan, nafas pendek, dan lain-lain.26
481
hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa
remaja dan kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan
mempngaruhi secara langsung pada kesehatan dan prduktivitas,
sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak BBLR. Stunting
terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung
menghambat dalm proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar
meninggal saat melahirkan.
4.Akibat lain stunting terhadap perkembangan sangat merugikan
performance anak. Jika kondisi buruk terjadi pada masa golden period
perkembangan otak (0-3 tahun) maka tidak dapat berkembang dan
kondisi ini sulit untuk dapat pulih kembali. Hal ini disebabkan karena
80-90% jumlah sel otak terbentuk semenjak masa dalam kandungan
sampai usia 2 (dua) tahun. Apabila gangguan tersebut terus berlangsung
maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point.
Penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan
manghambat prestasi belajar serta produktifitas menurun sebesar 20-
30%, yang akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya
anak-anak tersebut hidup tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam
bidang pendidikan, ekonomi dan lainnya. Generasi demikian hanya
akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah, 13 karena terbukti
keluarga dan pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan yang
tinggi akibat warganya mudah sakit.23
5. Diagnosis Stunting
(grafik) pertumbuhan yang dianjurkan saat ini adalah kurva WHO 2005
berdasarkan penelitian pada bayi yang mendapat ASI ekslusif dari ibu
482
yang tidak merokok, yang diikuti dari lahir sampai usia 24 bulan dan
penelitian potong lintang pada anak usia 18-71 bulan, dengan berbagai
483
2.8 Kerangka Konsep
Pengetahuan
Sikap Stunting
Tindakan
484
2.9 Kerangka Teori
Pengetahuan
- Internal 1. Pertolongan
- Eksternal persalinanoleh tenaga
kesehatan
2. Asi eksklusif
Sikap 3. Menimbang bayi dan
balita
- Menerima 4. Ketersediaan air bersih
- Menanggapi 5. Cuci tangan pakai sabun
- Menghargai 6. Penggunaan jamban sehat
7. Pemberantasan jentik
8. Makan buah dan sayur
Praktek tiap hari
9. Aktivitas fisik setiap hari
1. Terpimpin
10. Tidak merokok di dalam
2. Adopsi
Rumah
STUNTING
485
BAB III
METODE PENELITIAN
mengetahui hubungan perilaku hidup bersih dan sehat pada orangtua balita
yang digunakan secara cross sectional, dimana variable sebab atau risiko dan
akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan
486
a. Kriteria inklusi
1. Orangtua yang bertempat tinggal di Desa Ungkal Kecamatan
Conggeang.
2. Orangtua yang memiliki anak berusia di bawah lima tahun.
3. Orangtua yang bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
1. Orangtua yang bertempat tinggal di Desa Ungkal Kecamatan
Conggeang dengan anak balita namun tidak bisa berkomunikasi
dengan baik.
2. Orangtua yang bertempat tinggal di Desa Ungkal Kecamatan
Conggeang dengan anak balita yang memiliki kecacatan berat.
𝑵
𝒏=
𝟏 + 𝑵 𝒆𝟐
Keterangan :
n = besar subjek
N = besar populasi
487
3.6 Definisi Operasional
4= setuju
5= sangat
setuju
488
lain adanya fasilitas
atau sarana dan
prasarana
4 Stunting masalah kurang gizi Antropometri Sangat
kronis yang pendek
disebabkan oleh <-3 SD :
asupan gizi yang 0
kurang dalam Pendek -
waktu cukup lama
3 SD
akibat pemberian sampai
makanan yang tidak dengan
sesuai kebutuhan <-2 SD :1
gizi
Normal –
2 SD
sampai
dengan 2
SD : 2
Tinggi >
2 SD : 3
489
1. Pengkodean data (data coding) Pengkodean data merupakan suatu
proses penyusunan secara sistematis data mentah dari kuisioner dengan
ketentuan yang ada;
2. Pembersihan data (data cleaning) Pembersihan data yaitu memastikan
seluruh data sesuai dengan data yang sebenarnya. Misalnya jenis
kelamin hanya terdiri dari dua kode yaitu kode 1 untuk laki-laki dan
kode 2 untuk perempuan. Namun dalam kode yang dimasukan tertera
kode 7, maka kode ini harus dilihat kembali pada kuisioner;
3. Tabulating adalah memasukan data kedalam tabel-tabel tertentu dan
menghitungnya.
490
3.9 Analisa Data
- Analisis univariat
Dilakukan terhadap variabel independen dan variabel dependen. Hasil
analisis berupa nilai mutlak dan persentase dari tiap-tiap variabel.
- Analisis bivariate
Menggunakan uji analisis chi square untuk melihat hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen berdasarkan batas nilai
kemaknaan pada tabel. Bila chi square hitung >chi square tabel,
disimpulkan ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
variabel independen dan variabel dependen.
491
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Usia ibu :
1. 16-25 tahun 10 28,6 %
2. 26-35 tahun 20 57,1%
3. 36-45 tahun 5 14,3%
Usia pernikahan :
1. <13 tahun 26 74,3 %
2. 13-16 tahun 6 17,1%
3. 17-20 tahun 1 2,9%
4. 21-24 tahun 2 5,7 %
Pekerjaan ibu :
1. Ibu Rumah Tangga 31 88,5%
2. Wiraswasta 2 5,7%
3. Karyawan 1 2,9%
4. Lain-lain 1 2,9%
Pendapatan Keluarga:
1. Rp < 1.000.000 11 31,4%
2. Rp 1.000.000 – 2.000.000 14 40%
3. Rp > 2.000.000 – 3.000.000 5 14,3%
4. Rp > 3.000.000 5 14,3%
492
Usia Anak:
1. 0-12 bulan 8 22,9%
2. 13-24 bulan 3 8,6%
3. 25-36 bulan 6 17,1%
4. 37-48 bulan 5 14,3%
5. 49-60 bulan 13 37,1%
BB/U
1. Gizi Buruk (-3 sampai -2 SD) 2 5,7%
2. Gizi Baik (-2 sampai 2 SD) 33 94,3%
BB/TB
1. Kurus (-3 sampai -2 SD) 2 5,7%
2. Normal (-2 sampai 2 SD) 31 88,6%
3. Gemuk (> 2 SD) 2 5,7%
TB/U
1. Pendek (-3 sampai -2 SD) 4 11,4%
2. Normal (-2 sampai 2 SD) 29 82,9%
493
3. Tinggi (> 2 SD) 2 5,7%
IMT/U 2 5,7%
1. Kurus (-3 sampai -2 SD) 30 91,4%
2. Normal (-2 sampai 2 SD) 3 8,6%
3. Gemuk (> 2 SD)
Baik 26 74,3%
Kurang 9 25,7%
Total 35 100%
Dari tabel 4.3, dapat disimpulkan bahwa hampir seluruh orangtua yang
memiliki balita di Kecamatan Conggeang (74,3%) memiliki pengetahuan yang
baik tentang PHBS, dan hanya 9 orang yang memiliki pengetahuan tentang PHBS
yang kurang.
Baik 34 97,1%
Kurang 1 2,9%
Total 35 100%
494
Dari tabel 4.4, diketahui bahwa hampir seluruh responden (97,1%)
memiliki sikap yang baik tentang PHBS, dan hanya 1 responden yang memiliki
sikap kurang tentang PHBS.
Baik 34 97,1%
Buruk 1 2,9%
Total 35 100%
Tidak
Stunting p- Correlation
Karakteristik Stunting
value Coefficient
n % n %
Pengetahuan
1. Sikap baik 5 19,2% 21 80,7% 0,591 -0,094
2. Sikap kurang 1 11,1% 8 88,9%
Sikap
1. Sikap baik 5 14,7% 29 85,3% 0,026 0.377
2. Sikap kurang 1 100% - -
Praktik
1. Praktik baik 5 14,7% 29 85,3% 0,026 0,377
2. Praktik kurang 1 100% - -
495
tingkat stunting (p>0,05). Berdasarkan tabel 4.6 p-value pengetahuan yaitu 0,724.
Sedangkan pada sikap dan praktik tentang PHBS ada hubungan terhadap tingkat
stunting (p<0,05). Berdasarkan tabel 4.6 p-value sikap yaitu 0,643 dan p-value
praktik yaitu 0,696. Nilai koefisien korelasi pengetahuan yaitu -0,094, nilai
koefisien korelasi sikap 0,377dan nilai koefisien korelasi praktik 0,337.
496
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
497
HUBUNGAN KETERSEDIAAN AIR BERSIH, SANITASI
LINGKUNGAN, DAN PERILAKU HIGIENE DENGAN
BALITA STUNTING DI DESA CIMARGA KABUPATEN
SUMEDANG TAHUN 2018
PENELITIAN
PEMBIMBING
dr. Desy Ria Simanjuntak, M. Kes
498
KATA PENGANTAR
Dengan kerendahan hati peneliti memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia dan hikmat pengetahuan-Nya
sehingga penelitian dengan judul “HUBUNGAN KETERSEDIAAN AIR
BERSIH, SANITASI LINGKUNGAN, DAN PERILAKU HIGIENE
DENGAN BALITA STUNTING DI DESA CIMARGA KABUPATEN
SUMEDANG TAHUN 2018” dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penelitian ini ditulis dalam rangka pemenuhan salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan di Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia Periode 1 Oktober – 8 Desember 2018. Peneliti
menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah
sulit bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
9. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang dan Kepala Puskesmas
Kecamatan Cisitu yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan
penelitian di Desa Cimarga Kabupaten Sumedang.
10. Dr. dr. Robert Sirait, Sp.An, selaku dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Indonesia.
11. Dr. Sudung Nainggolan, MHSc, selaku Kepala Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia
12. dr. Desy Ria Simanjuntak, M.Kes selaku dosen pembimbing penelitian
yang telah mencurahkan perhatian waktu, tenaga dan dorongan semangat
kepada penulis sehingga dapat diselesaikannya penelitian ini dengan baik
dan benar.
13. Seluruh masyarakat Desa Cisitu, yang telah menerima peneliti dengan
baik, mencurahkan perhatian, waktu, tempat, tenaga dan dorongan doa
serta semangat untuk kelancaran penelitian ini.
14. Seluruh dokter muda kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat periode 1
Oktober – 8 Desember 2018 yang telah mencurahkan perhatian, waktu,
499
tenaga dan dorongan semangat kepada penulis sehingga dapat
diselesaikannya penelitian ini dengan baik dan benar.
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelasian penulisan penelitian ini.
Penulis
500
BAB I
PENDAHULUAN
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah
lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk
Z score dihitung dengan data antropometrik anak dan global data base WHO
Rekomendasi WHO anak yang mempunyai Z score di bawah atau lebih rendah
perawakan pendek adalah keadaan anak dengan panjang badan atau tinggi badan
for Health Statistic), atau kurang dari -2SD dari rata-rata pada kurva pertumbuhan
(Riset Kesehatan Dasar / Riskesdas 2013) dan di seluruh dunia, Indonesia adalah
usia Dua Tahun) yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak
maksimal, menjadikan anak menjadi lebih rentan terhadap penyakit dan di masa
penelitian tentang stunting dan literatur yang ada diketahui bahwa selain infeksi
501
stunting berhubungan juga dengan defisiensi gizi (mikronutrien dan
makronutrien). Terdapat beberapa zat gizi yang berkaitan dengan stunting seperti
protein, zat besi, zink, kalsium, dan vitamin D, A dan C. Selain itu, faktor
terhadap pelayanan kesehatan dasar, dan masih terjadi disparitas antar provinsi
rawan.2
stunting pada anak di bawah tiga tahun, perlu diteliti lebih lanjut faktor risiko
yang menyebabkan stunting, pada penelitian ini peneliti akan difokuskan kepada
perilaku higiene pada ibu dengan anak usia 2-5 tahun di Desa Cimarga, Sumedang
tahun 2018.
2018?
502
3. Bagaimana gambaran sanitasi lingkungan di desa Cimarga tahun
2018?
1.3 Hipotesis
503
1.4.2 Tujuan Khusus
desa Cimarga.
1. Bagi Peneliti
2. Bagi Institusi
504
ketersediaan air, sanitasi lingkungan dan perilaku higiene sehingga
505
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
506
Berikut luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Sumedang
Tahun 2018.
507
Laju perkembangan penduduk di Kabupaten Sumedang sangat
bervariasi antara 0,08 persen sampai dengan 1,26 persen. Untuk kepadatan
upaya perbaikan gizi masyarakat untuk lebih efektif dan fokus pada 1000
HPK. Dengan demikian, seluruh upaya gizi harus meliputi perbaikan dan
pencegahan masalah gizi pada ibu hamil, ibu nifas, anak baduta, dan anak
balita.5
508
Berbagai kinerja positif dalam capaian indikator yang dihasilkan
tetap di bawah ambang batas yang telah ditentukan secara daerah (RPJMD
yaitu <1%) sesuai dengan trend capaian dalam 3 (tiga) tahun terakhir, yaitu
status gizi buruk Tahun 2016 sebanyak 567 balita (0.68%). Tetapi,
pada balita yang selalu meningkat persentasenya sejak Tahun 2014. Hal ini
disebabkan karena hingga saat ini belum ada intervensi langsung terhadap
keseimbangan antara kebituhan dan masukan zat gizi. Status gizi sangat
ditentukan oleh ketersediaan zat gizi dalam jumlah yang cukup dan dalam
kombinasi waktu yang tepat ditingkat sel tubuh agar berkembang dan
berfungsi secara normal. Status gizi ditentukan oleh zat gizi yang diperlukan
Status gizi pada balita merupakan salah satu unsur penting yang
mempengaruhi status gizi balita seperti gambaran pola asuh dan diare pada
balita.7
509
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan timbangan dacin
yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang badan diukur dengan length-board
dengan presisi 0,1 cm, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan
microtoise dengan presisi 0,1 cm.Untuk menilai status gizi anak, maka
angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam
atau lebih lambat badan menurut umur. Sehingga indeks BB/U lebih
510
Z-Score atau simpangan baku digunakan untuk menilai seberapa
Score berbeda untuk populasi yang distribusinya normal atau tidak normal. 8
Tinggi > 2 SD
Gemuk > 2 SD
Prenadamedia Group
tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh manusia.
511
Ditinjau dari sudut pandang gizi, makan antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri dapat digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Hal ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air
berikut:9
4. Umur
penentuan berat badan dan tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Batasan
Bulan usia penuh (completed month) untuk anak umur 0-2 tahun
air, dan mineral pada tulang. Berat badan seseorang sangat dipengaruhi
512
oleh beberapa faktor antara lain: umur, jenis kelamin, aktifitas fisik, dan
menentukan tingkat kesehatan anak. Oleh karena itu, setiap balita yang
tubuh balita secara keseluruhan mulai dari kepala, leher, dada, perut,
Jika berat badan balita kurang dari kisaran pola standar, makanan
(untuk anak berumur 4 atau 6 bulan ke atas). Selain itu, orangtua harus
Alat yang digunakan untuk mengukur berat badan terdiri dari beam
balance untuk anak kurang dari 2 tahun, setelah umur tersebut digunakan
hasilpengukuran.
513
6. Tinggi Badan
Kenaikan tinggi badan ini berfluktuasi, yaitu meningkat pesat pada masa
objektif dan dapat diulang, alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah
macam teknik pengukuran, pada anak umur kurang dari 2 tahun dengan
posisi tidur terlentang (panjang supinasi) dan pada umur lebih dari 2
514
Alat pengukur panjang badan balita : untuk balita atau anak yang
2.4 Stunting
olehasupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai
janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.
dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh
yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor keluarga dan rumah tangga
515
dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor lingkungan rumah. Faktor
maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan, dan
laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilah pada usia remaja,
rumah berupa stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan
yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak adekuat, akses dan
ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang
tidak adekuat yang dibagi lagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang
rendah, cara pemberian yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan
makanan hewani yang rendah, makanan yang tidak mengandung nutrisi, dan
pemberian makanan yang tidak aadekuat ketika sakit dan setelah sakit,
konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makan yang rendah dalam
persiapan makanan yang tidak aman. Faktor ketiga yang dapat menyebabkan
stunting adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) yang salah bisa karena inisiasi
516
yang terlambat, tidak ASI eksklusif, penghentian menyusui yang terlalu
cepat. Faktor keempat adalah infeksi klinis dan subklinis seperti infeksi pada
Status Gizi (PSG) yang merupakan studi potong lintang dengan sampel dari
517
Menurut Riskesdas pada tahun 2013, salah satu kabupatan yang
Tabel 2.3 Profil Desa Di 10 Kabupaten 100 Desa Lokasi Stunting Tahun 2018
minum, memasak, mandi, mencuci dan kepentingan lainnya. Air yang kita
gunakan harusberstandar 3B yaitu tidak berwarna, tidak berbau dan tidak beracun.
518
Tetapi banyakkita lihat air yang berwarna keruh dan berbau sering kali bercampur
sebagainya. Pemandangan seperti ini sering kita jumpai pada aliran sungai,
selokan maupunkolam-kolam. Air yang demikian disebut air kotor atau air yang
terpolusi dan tercemar. Air yangterpolusi dan tercemar mengandung zat- zat yang
sumber air sehari-hari untuk kelangsungan hidup. Mereka kurang begitu peduli
makhluk hidup, zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, atau
berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam
Yang dikatakan sebagai polutan adalah suatu zat atau bahan yang kadarnya
melebihi ambang batas serta berada pada waktu dan tempat yang tidak tepat,
panas dan suara. Polutan tersebut dapat menyebabkan lingkungan menjadi tidak
519
(tempat terjadinya), pencemaran lingkungan dapat dibedakan menjadi 3 macam,
yaitu:
1. Pencemaran air
2. Pencemaran tanah
3. Pencemaran udara
makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan
manusia sehingga kualitas dari air tersebut turun hingga batas tertentu yang
“Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air”, air bersih adalah air yang
1. Persyaratan Biologis
520
umumnya yang menjadi parameter kualitas air adalah bakteri seperti
Eschericia coli.
2. Persyaratan Fisik
Persyaratan fisik air bersih terdiri dari kondisi fisik air pada
yang terkait dengan kualitas fisik seperti suhu dan keasaman tetapi juga
3. Persyaratan Kimia
kandungan kimiawi air yang memberi akibat buruk pada kesehatan karena
nitrat, arsenic, dan berbagai macam logamberat khususnya air raksa, timah
hitam, dan cadmium dapat menjadi gangguan pada faal tubuh dan berubah
menjadi racun.
4. Persyaratan Radioaktif
sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti di
521
2.5.3 Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
tenaga listrik, untuk industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan rekreasi
b. Pengaruh Langsung
seperti: Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50-70 % dari seluruh
berat badan. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan
kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minimum 1,5-2 liter air
ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya
kristalisasi unsur-unsur yang ada di dalam cairan tubuh. Selain itu, jika
kebersihan air tidak dijaga dapat menyebabkan diare, penyakit saluran cerna,
dll.
1. Sungai
522
Rata-rata lebih dari 40.000 kilometer kubik air segar diperoleh dari
2. Curah hujan
dan tandon air untuk menyimpan air bersih di saat bulan-bulan musim
a. Pertanian.
tanah.
523
b. Industri.
apapun.
penuh lumpur, genangan air dan tumpukan sampah dan puing, beserta serangga
vektor penyakit. Sayuran yang dimakan mentah dapat menjadi media transmisi
524
penyakit dari tanah yang tercemar tinja. Kejadian penyakit merupakan hasil
sebagai media transmisi penyakit meliputi udara, air, tanah atau pangan, binatang
atau serangga penular penyakit atau vekor, dan manusia melalui kontak
langsung.19
status gizi anak-anak. Penyakit diare termasuk salah satu penyakit dengan sumber
penularan melalui air (water borne diseases), dan penyakit diare yang terjadi pada
terhadap air bersih atau air minum serta buruknya sanitasi dan perilaku higiene
berkontribusi terhadap kematian 1,8 juta orang per tahun karena diare.Upaya
penurunan angka kejadian penyakit bayi dan balita dapat diusahakan dengan
Hygiene fokus pada kebersihan pribadi yang melihat kebersihan rambut, tubuh,
tangan, jari, kaki dan pakaian, dan kebersihan menstruasi. Berbagai perilaku
525
sehat, seperti mencuci tangan sebelum makan dan setelah membersihkan pantat
anak, dan pembuangan kotoran yang aman. Pendidikan dan pemahaman tentang
menjaga kebersihan tangan, mata, mulut, kulit, ketiak, hidung, pakaian dan
tempat tidur serta bagian pribadi untuk menghindari bau tak sedap dan
526
3. Environmental Hygiene atau kebersihan lingkungan yaitu melibatkan
4. Water Hygiene atau kebersihan air. Air yang terkontaminasi dengan feses
527
2.8 Kerangka Teori
AIR BERSIH
Pencemaran Air Bersih Balita Usia 24-60
Syarat Air Bersih Bulan Stunting
Pengaruh Air Terhadap
Kesehatan
Sumber Air Bersih
528
2.9 Kerangka Konsep
529
BAB III
METODE PENELITIAN
Barat.
a. Populasi Penelitian
Populasi yang di pilih adalah seluruh ibu yang mempunyai balita usia 24-
b. Sampel Penelitian
530
a. Kriteria inklusi
b. Kriteria eksklusi
1. Variabel bebas: Variabel bebas pada penelitian ini adalah ketersediaan air
dalam pemilihan karena peneliti akan memilih sampel dianggap yang sesuai
531
3.4. Cara Pengumpulan Data
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar kuesioner dan alat
antropometri.
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan merupakan data primer yaitu berupa wawancara
3. Cara Kerja
532
1. Pengkodean data (data coding). Pengkodean data merupakan suatu
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Definisi
Variabel Cara Ukur Instrumen Skala
Operasional
Usia Balita Usia 24 – 60 Responden diminta Kuesioner Interval
tahun. mengisi usia 1. 0-12 bulan
anaknya saat 2. 13-24 bulan
mengisi kuesioner. 3. 25-36 bulan
4. 37-48 bulan
5. 49-60 bulan
Stunting Masalah kurang Responden diminta Microtoise Nominal
533
gizi kronis yang berdiri tegak lurus straturmeter 1. Tidak
disebabkan dengan lantai tanpa 2. Ya
olehasupan gizi menggunakan alas
yang kurang kaki, kedua tangan
dalam waktu merapat kebadan,
cukup lama akibat punggung dan
pemberian bokong menempel
makanan yang pada dinding.
tidak sesuai Bagian pengukur
dengan kebutuhan yang dapat
gizi. bergerak
disejajarkan
dengan vertex.
Ketersediaan Akses air bersih Responden diminta Kuesioner Nominal
air bersih (jarak sumber air, mengisi kuesioner. (Dinas
1. Buruk
waktu tempuh Kesehatan)
untuk 2. Baik
memperoleh air,
akses air
terlingdungi)
Sanitasi Sarana air bersih, Responden diminta Kuesioner Nominal
lingkungan ketersediaan mengisi kuesioner. (Dinas
1. Buruk
jamban, Kesehatan)
2. Baik
pengolahan air
limbah.
Hygiene atau Cuci tangan Responden diminta Kuesioner Nominal
kebersihan sebelum makan mengisi kuesioner. (Dinas
1. Buruk
dan setelah BAB, Kesehatan)
penggunaan 2. Baik
jamban.
534
BAB IV
ketersediaan air bersihnya buruk dan 4,1% (47 rumah tangga) memiliki
535
Dari 49 ibu yang diwawancara, didapatkan 93,9% (3 rumah tangga) yang
sanitasi lingkungannya buruk dan 6,1% (46 rumah tangga) memiliki sanitasi
higienenya buruk dan 8,2% (45 ibu) memiliki perilaku higiene yang baik.
536
Setelah dilakukan pengukuran pada 49 anak, didapatkan 93,9% (3 anak
stunting)yang termasuk dalam kategori pendek dan 6,1% (46 anak) lainnya
sanitasi lingkungan, perilaku higiene ibu, dan balita stunting di desa Cimarga. Hal
ini didasarkan pada teknik pengambilan sampel accidental sampling dengan total
responden 49 orang.
baik mencapai 95,9% (47 rumah tangga) dan yang buruk 4,1% (2 rumah tangga).
Sanitasi lingkungan yang baik mencapai 93,9% (46 rumah tangga) sedangkan
yang buruk mencapai 6,1% (3 rumah tangga). Perilaku higiene ibu yang memiliki
balita didapatkan 91,8% (45 rumah tangga) ibu dengan perilaku higiene yang baik
dan 8,2% (4 rumah tangga) ibu memiliki perilaku higiene yang buruk. Anak
537
Tabel 2. Tabel one-sample Kolmogrov-Smirnov test
dilihat bahwa data yang didapat distribusinya tidak normal (p<0.05), sehingga
ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan perilaku higiene dengan balita
538
Tabel 4. Tabel Spearman testSanitasi Lingkungan dengan Stunting
dan kejadian stunting yang ditunjukkan dengan nilai p = 0,043 (p<0.05), dan
adanya hubungan antara perilaku higiene dan kejadian stunting dibuktikan dengan
539
4.6 Pembahasan
asupan gizi yang kurang dan infeksi, namun juga dipengaruhi oleh ketersediaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan air bersih yang baik
mencapai 95,9% (47 rumah tangga) dan yang buruk 4,1% (2 rumah tangga).
Ketersediaan air bersih pada penelitian ini dinilai berdasarkan kebutuhan air dari
setiap rumah tangga, akses dari sumber air, jarak sumber air dengan rumah serta
sedangkan yang buruk mencapai 6,1% (3 rumah tangga). Penilaian pada sanitasi
lingkungan rumah tangga didasarkan pada kualitas air, kualitas jamban, dan
Perilaku higiene ibu yang memiliki balita didapatkan 91,8% (45 ibu)
dengan perilaku higiene yang baik dan 8,2% (4 ibu) memiliki perilaku higiene
yang buruk. Perilaku higiene dinilai berdasarkan kebiasaan cuci tangan dan
penggunaan jamban.
Sumedang tahun 2018, dibuktikan adanya hubungan antara ketersediaan air bersih
juga dengan hubungan antara sanitasi lingkungan dan kejadian stunting yang
540
Berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Jovana Dodos dkk pada tahun 2017,
Pengaruh dari ketersediaan air bersih sebesar 40%, sanitasi lingkunan sebesar
16,7%, higiene lingkungan sebesar 6,7%, dan untuk perilaku higiene berpengaruh
sebesar 36,7%. Pengelolaan limbah yang tidak memadai, akses air yang kurang
aman, pasokan air yang tidak memadai, dan perilaku higiene yang buruk secara
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lisa Cameron,
Manisha Shah dan Susan Olivia di 8 kabupaten di Jawa Timur yaitu Probolinggo,
tahun 2013 yang melakukan intervensi dengan membangun jamban sehat dan
peningkatan angka pertumbuhan berat badan dan tinggi badan anak pada
Berdasarkan jurnal Maternal & Child Nutrition pada tahun 2016 yang
ditulis oleh Oliver Cumming dan Sandy Cairncross, akses air, sanitasi lingkungan,
dan higiene yang baik memberikan pengaruh yang besar terhadap kesehatan.
lingkungan, dan higiene membawa dampak positif yang signifikan terhadap anak-
541
anak dengan gizi kurang. Ketersediaan air bersih, sanitasi lingkungan, dan
komprehensif.28
542
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
ketersediaan air bersih yang baik dan 4,1% (2 rumah tangga) memiliki
tahun 2018.
543
5.2 Saran
menuju Desa Cimarga agar memudahkan akses sarana dan prasarana, seperti
penelitian lebih mendalam dan spesifik mengenai ketersediaan air bersih di desa
sama dan kuisoner yang sama agar dapat menjadi penelitian co-hort.
544
HASIL PENELITIAN
89,7 %
10,3 %
545
I.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Agama
100%
546
I.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Anggota Keluarga
84,4%
%
11,1%
2,5%
547
I.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Ibu
548
II. Hasil Penelitian 8 Desa
Distribusi frekuensi demografi berikut diambil dari desa lokus stunting kecuali
Cilembu dan Mekarsari karena kedua desa tersebut hanya meneliti mengenai ibu
hamil.
65 %
549
80.7 %
Gambar II.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Gizi menurut IMT/U (580
responden)
550
Gambar II.3. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan BB/U (580
responden)
551
Gambar II.4. Distribusi Frekuensi Status Gizi Berdasarkan BB/U (580
responden)
552
II.5 Distribusi Berdasarkan Menurut Jenis Kelamin
54.1
%
45.9
%
Gambar II.5. Distribusi Berdasarkan Status Gizi menurut Jenis Kelamin (580
responden)
553
III. Hasil Penelitian 7 Desa
Hasil penelitian dibawah ini tidak termasuk desa Cilembu, Mekarsari serta
Margamukti.
90.4
%
7.7 %
1.9 %
554
III.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Panjang Badan Lahir
78.5
%
21.5 %
555
III. 3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden
556
IV. Desa Mekarsari
Penelitian pada Desa Mekarsari adalah mengenai kecacingan pada ibu hamil yang
mengalami anemia (209 responden).
557
IV.2. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil berdasarkan Umur
558
IV.3. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Suku
559
IV. 4. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Agama
560
IV.5. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Pekerjaan Ibu
561
IV.6. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Berdasarkan Pendapatan Keluarga
562