NPM : 1420118090
MALUKU HUSADA
AMBON
TAHUN 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis Reumatoid (AR) salah satu dari beberapa penyakit rematik adalah suatu penyakit
otoimun sistemik yang menyebabkan peradangan pada sendi. Penyakit ini ditandai oleh
peradangan sinovium yang menetap, suatu sinovitis proliferatifa kronik non spesifik. Dengan
berjalannya waktu, dapat terjadi erosi tulang, destruksi (kehancuran) rawan sendi dan
kerusakan total sendi. Akhirnya, kondisi ini dapat pula mengenai berbagai organ tubuh.
Penyakit ini timbul akibat dari banyak faktor mulai dari genetik (keturunan) sampai pada gaya
hidup kita (merokok). Salah satu teori nya adalah akibat dari sel darah putih yang berpindah
Faktor risiko yang akan meningkatkan risiko terkena nya artritis reumatoid adalah;
adalah 2-3:1.
• Umur à Artritis reumatoid biasanya timbul antara umur 40 sampai 60 tahun. Namun penyakit
ini juga dapat terjadi pada dewasa tua dan anak-anak (artritis reumatoid juvenil)
• Riwayat Keluarga àApabila anggota keluarga anda ada yang menderita penyakit artritis
• Nyeri sendi
• Pembengkakan sendi
• Tangan kemerahan
• Lemas
• Kekakuan pada pagi hari yang bertahan sekitar 30 menit
• Demam
Artritis reumatoid biasanya menyebabkan masalah dibeberapa sendi dalam waktu yang sama.
Pada tahap awal biasanya mengenai sendi-sendi kecil seperti, pergelangan tangan, tangan,
pergelangan kaki, dan kaki. Dalam perjalanan penyakitnya, selanjutnya akan mengenai sendi
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaaan darah rutin. Orang dengan
RA pemeriksaan rasio sedimen eritrosit (ESR) cenderung meningkat, pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan adanya proses peradangan dalam tubuh. Pemeriksaan darah lain yang biasa
nya dilakukan adalah pemeriksaan antibodi seperti faktor rheumatoid dan anti-CCP.
Selain itu juga dapat dilakukan analisa cairan sendi. Dokter anda akan mengambil cairan sendi
dengan menggunakan jarum steril, lalu cairan sendi akan dianalisa apakah terdapat
peningkatan kadar leukosit atau tidak dan juga dapat menyingkirkan kemungkinan penyakit
rematik lainnya.
Pemeriksaan foto rontgen dilakukan untuk melihat progesifitas penyakit RA. Dari hasil foto
dapat dilihat adanya kerusakan jaringan lunak maupun tulang. Pemeriksaaan ini dapat
Tata Laksana
Penyakit rheumatoid arthritis tidak dapat disembuhkan. Tujuan dari pengobatan adalah
mengurangi peradangan sendi untuk mengurangi nyeri dan mencegah atau memperlambat
kerusakan sendi. Secara umum pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian obat-
mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan
natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi
mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek
kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka
• Obat remitif (DMARD). Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu
diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi
dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah
Pembedahan menjadi pilihan apabila pemberian obat-obatan tidak berhasil mencegah dan
memperlambat kerusakan sendi. Pembedahan dapat mengembalikan fungsi dari sendi anda
yang telah rusak. Prosedur yang dapat dilakukan adalah artroplasti, perbaikan tendon,
sinovektomi.
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos, yang berarti mukus; suatu cairan
yang dianggap jahat, mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan
rasa nyeri. Beberapa penelitian menunjukkan memang ada perubahan struktur mucine sendi
(mukopolisakarida, asam hialuronat) pada beberapa jenis penyakit reumatik, sehingga istilah
yang telah agak lama dipakai itu agaknya masih sesuai sampai saat ini.
Setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik,
termasuk penyakit jaringan ikat (penyakit kolagen). Sedangkan istilah artritis, umumnya dipakai
Reumatologi adalah ilmu yang mempelajari penyakit sendi, termasuk penyakit artritis, fibrositis,
bursitis, neuralgia dan kondisi lainnya yang menimbulkan nyeri somatik dan kekakuan.
Hingga kini dikenal lebih dari 100 macam penyakit sendi yang seringkali memberikan gejala
yang hampir sama. Oleh karena itu pendekatan diagnostik sangat diperlukan agar didapatkan
diagnosis yang tepat, sehingga pasien akhirnya memperolah penatalaksanaan yang adekuat.
Perlu diingat pula bahwa gangguan reumatik dapat merupakan manifestasi artikular berbagai
REUMATOID ARTRITIS
2.1. Definisi
Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang walaupun
manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progesif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan
seluruh organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien artritis reumatoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progesifitasnya. Pada umumnya selain gejala
artikular, AR dapat pula menunjukkan gejala konstitusional berupa kelemahan umum, cepat
Artritis Reumatoid ditandai dengan adanya peradangan dari lapisan selaput sendi (sinovium)
yang mana menyebabkan sakit, kekakuan, hangat, bengkak dan merah. Peradangan sinovium
dapat menyerang dan merusak tulang dan kartilago. Sel penyebab radang melepaskan enzim
yang dapat mencerna tulang dan kartilago. Sehingga dapat terjadi kehilangan bentuk dan
kelurusan pada sendi, yang menghasilkan rasa sakit dan pengurangan kemampuan bergerak.
Artritis adalah inflamasi dengan nyeri, panas, pembengkakan, kekakuan dan kemerahan pada
sendi. Akibat artritis, timbul inflamasi umum yang dikenal sebagai artritis reumatoid yang
Manifestasi tersering penyakit ini adalah terserangnya sendi yang umumnya menetap dan
progresif. Mula-mula yang terserang adalah sendi kecil tangan dan kaki. Seringkali keadaan ini
2.2. Epidemiologi
Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar luas di
Prevalensi Artritis Reumatoid adalah sekitar 1 persen populasi (berkisar antara 0,3 sampai 2,1
persen).15 Artritis Reumatoid lebih sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita
dan pria sebesar 3:1.7 Perbandingan ini mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur.
Artritis Reumatoid menyerang 2,1 juta orang Amerika, yang kebanyakan wanita. Serangan pada
umumnya terjadi di usia pertengahan, nampak lebih sering pada orang lanjut usia. 1,5 juta
2.3. Etiologi
Penyebab Artritis Reumatoid masih belum diketahui. Faktor genetik dan beberapa faktor
lingkungan telah lama diduga berperan dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari
terdapatnya hubungan antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya
HLA-DR4 dengan AR seropositif. Pengemban HLA-DR4 memiliki resiko relatif 4:1 untuk
Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya remisi pada wanita yang
sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah
satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon
sehingga kini belum berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab
penyakit ini.8
Sejak tahun 1930, infeksi telah diduga merupakan penyebab AR. Dugaan faktor infeksi sebagai
penyebab AR juga timbul karena umumnya onset penyakit ini terjadi secara mendadak dan
timbul dengan disertai oleh gambaran inflamasi yang mencolok. Walaupun hingga kini belum
berhasil dilakukan isolasi suatu mikroorganisme dari jaringan sinovial, hal ini tidak
mikroorganisme yang dapat mencetuskan terjadinya AR. Agen infeksius yang diduga
Heat shock protein (HSP) adalah sekelompok protein berukuran sedang (60 sampai 90 kDa)
yang dibentuk oleh sel seluruh spesies sebagai respons terhadap stress. Walaupun telah
diketahui terdapat hubungan antara HSP dan sel T pada pasien AR, mekanisme ini belum
2.4. Patogenesis
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis AR terjadi akibat rantai peristiwa
Suatu antigen penyebab AR yang berada pada membran sinovial, akan diproses oleh antigen
presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A, sel dendritik
atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR pada membran selnya.
Antigen yang telah diproses akan dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan
determinan HLA-DR yang terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu
kompleks trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel
CD4+.
Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan mengekspresi reseptor
interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan
mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan menyebabkan
terjadinya mitosis dan proliferasi sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus
selama antigen tetap berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi
juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor b
factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja merangsang makrofag untuk
meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk
memproduksi antibodi. Produksi antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.
Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan membentuk
kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi. Pengendapan
kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-
komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear
(PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial
menunjukkan bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas
mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran
sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan dan pembebasan
radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease neutral (collagenase dan
stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi dan tulang.8,10 Radikal oksigen bebas
penurunan viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan
Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat merangsang terjadinya
Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab dapat
dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR, antigen atau komponen antigen
umumnya akan menetap pada struktur persendian, sehingga proses destruksi sendi akan
disebabkan oleh terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi
terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses peradangan
akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi
mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan kompleks imun
menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam
patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas yang
berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah
perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita artritis reumatoid.
Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun
biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat
terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata tatapi terutama
menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi
yang kronik mengakibatkan erosi di tepi tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada
penderita. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal. Sendi-sendi besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan
6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga
orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini
adalah bursa olekranon (sendi siku ) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan;
walaupun demikian nodula-nodula ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya
nodula-nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: artritis reumatoid juga dapat menyerang organ-organ lain di luar
sendi. Jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.
Tangan
Berlainan dengan persendian distal interphalangeal (DIP) yang relatif jarang dijumpai,
keterlibatan persendian pergelangan tangan, MCP dan PIP hampir selalu dijumpai pada AR.
Gambaran swan neck deformities akibat fleksi kontraktur MCP, heperekstensi PIP dan fleksi
DIP serta boutonniere akibat fleksi PIP dan hiperekstensi DIP dapat terjadi akibat kontraktur
otot serta tendon fleksor dan interoseus merupakan deformitas patognomonik yang banyak
dijumpai pada AR
Selain gejala yang berhubungan dengan sinovitis, pada AR juga dapat dijumpai nyeri atau
disfungsi persendian akibat penekana nervus medianus yang terperangkap dalam rongga
karpalis yang mengalami sinovitis sehingga menyebabkan gejala carpal tunnel syndrome.
Walaupun jarang, nervus ulnaris yang berjalan dalam kanal Guyon dapat pula mengalami
sepanjang sarung tendon yang dapat menghambat gerakan tendon dalam sarungnya.
1. Panggul
Karena sendi panggul terletak jauh di dalam pelvis, kelainan sendi panggul akibat AR
umumnya sulit dideteksi dalam keadaan dini. Pada keadaan dini keterlibatan sendi panggul
mungkin hanya dapat terlihat sebagai keterbatasan gerak yang tidak jelas atau gangguan
ringan pada kegiatan tertentu seperti saat mengenakan sepatu. Walaupun demikian, jika
destruksi rawan sendi telah terjadi, gejala gangguan sendi panggul akan berkembang lebih
Lutut
Penebalan sinovial dan efusi lutut umumnya mudah dideteksi pada pemeriksaan. Herniasi
Keterlibatan persendian MTP, talonavikularis dan pergelangan kaki merupakan gambaran yang
khas AR. Karena persendian kaki dan pergelangan kaki merupakan struktur yang menyangga
berat badan, keterlibatan ini akan menimbulkan disfungsi dan rasa nyeri yang lebih berat
akan menyebabkan spasme otot yang berdekatan sehingga menimbulkan deformitas berupa
pronasio dan eversio kaki yang khas pada AR. Walaupun jarang, nervue tibialis posterior dapat
pula mengalami penekanan akibat sinovitis pada rongga tarsalis (tarsal tunnel) yang dapat
2.6. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang
merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat
pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi
Komplikasi saraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan
antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila
terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium
terdapat:
1. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila
masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis,
3. LED meningkat.
6. Trombosit meningkat.
Pada periksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi
metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka juga sering terkena. Pada awalnya
terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi
2.8. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam diagnosis dari rheumatoid arthritis adalah suatu pertemuan
antara dokter dan pasien. Dokter meninjau sejarah gejala, meneliti radang sendi dan kelainan
bentuk, kulit untuk rheumatoid nodules, dan bagian tubuh untuk radang. Tes darah tertentu dan
X-ray sering berlaku. Diagnosis akan berdasarkan pola gejala, yang mendistribusikan radang
sendi, dan temuan dari darah dan x-ray. Beberapa kunjungan mungkin diperlukan sebelum
dokter dapat menentukan diagnosis. Distribusi radang sendi adalah hal penting bagi dokter
dalam membuat diagnosis. Dalam rheumatoid arthritis, sendi kecil tangan, pergelangan tangan,
kaki, dan lutut yang biasanya meradang dalam distribusi simetris (mempengaruhi kedua sisi
tubuh). Bila hanya satu atau dua sendi yang radang, diagnosis rheumatoid arthritis akan
semakin sulit. Dokter mungkin akan melakukan tes lainnya yang akan kita diskusi pada
gambarberikutnya.
Setelah diagnosis AR dapat ditegakkan, pendekatan pertama yang harus dilakukan adalah
segera berusaha untuk membina hubungan yang baik antara pasien dengan keluarganya
dengan dokter atau tim pengobatan yang merawatnya. Tanpa hubungan yang baik ini agaknya
akan sukar untuk dapat memelihara ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam suatu jangka
1. Pendidikan pada pasien mengenai penyakitnya dan penatalaksanaan yang akan dilakukan
sehingga terjalin hubungan baik dan terjamin ketaatan pasien untuk tetap berobat dalam jangka
2. OAINS diberikan sejak dini untuk mengatasi nyeri sendi akibat inflamasi yang sering
a. Aspirin
Pasien dibawah 50 tahun dapat mulai dengan dosis 3-4 x 1 g/hari, kemudian dinaikkan 0,3-0,6
g per minggu sampai terjadi perbaikan atau gejala toksik. Dosis terapi 20-30 mg/dl.
3. DMARD digunakan untuk melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat
artritis reumatoid. Mula khasiatnya baru terlihat setelah 3-12 bulan kemudian. Setelah 2-5
tahun, maka efektivitasnya dalam menekan proses reumatoid akan berkurang. Keputusan
penggunaannya bergantung pada pertimbangan risiko manfaat oleh dokter. Umumnya segera
diberikan setelah diagnosis artritis reumatoid ditegakkan, atau bila respon OAINS tidak baik,
a. Klorokuin, paling banyak digunakan karena harganya terjangkau, namun efektivitasnya lebih
rendah dibandingkan dengan yang lain. Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan
b. Sulfasalazin dalam bentuk tablet bersalut enteric digunakan dalam dosis 1 x 500 mg/hari,
ditingkatkan 500 mg per minggu, sampai mencapai dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai,
dosis dapat diturunkan hingga 1 g/hari untuk dipakai dalam jangka panjang sampai tercapai
remisi sempurna. Jika dalam waktu 3 bulan tidak terlihat khasiatnya, obat ini dihentikan dan
diganti dengan yang lain, atau dikombinasi. Efek sampingnya nausea, muntah, dan dyspepsia.
c. D-penisilamin, kurang disukai karena bekerja sangat lambat. Digunakan dalam dosis 250-300
mg/hari, kemudian dosis ditingkatkan setiap 2-4 minggu sebesar 250-300 mg/hari untuk
mencapai dosis total 4x 250-300 mg/hari. Efek samping antara lain ruam kulit urtikaria atau
d. Garam emas adalah gold standard bagi DMARD. Khasiatnya tidak diragukan lagi meski
sering timbul efek samping. Auro sodium tiomalat (AST) diberikan intramuskular, dimulai
dengan dosis percobaan pertama sebesar 10 mg, seminggu kemudian disusul dosis kedua
sebesar 20 mg. Seminggu kemudian diberikan dosis penuh 50 mg/minggu selama 20 minggu.
Dapat dilanjutkan dengan dosis tambahan sebesar 50 mg tiap 2 minggu sampai 3 bulan. Jika
diperlukan, dapat diberikan dosis 50 mg setiap 3 minggu sampai keadaan remisi tercapai. Efek
samping berupa pruritis, stomatitis, proteinuria, trombositopenia, dan aplasia sumsum tulang.
Jenis yang lain adalah auranofin yang diberikan dalam dosis 2 x 3 mg. Efek samping lebih
jarang dijumpai, pada awal sering ditemukan diare yang dapat diatasi dengan penurunan dosis.
Metotreksat sangat mudah digunakan dan waktu mula kerjanya relatif pendek dibandingkan
dengan yang lain. Dosis dimulai 5-7,5 mg setiap minggu. Bila dalam 4 bulan tidak menunjukkan
perbaikan, dosis harus ditingkatkan. Dosis jarang melebihi 20 mg/minggu. Efek samping jarang
mengancam jiwa, seperti vaskulitis, karena obat ini memiliki efek samping yang sangat berat.
Dalam dosis rendah (seperti prednison 5-7,5 mg satu kali sehari) sangat bermanfaat sebagai
bridging therapy dalam mengatasi sinovitis sebelum DMARD mulai bekerja, yang kemudian
dihentikan secara bertahap. Dapat diberikan suntikan kortikosteroid intraartikular jika terdapat
Riwayat penyakit alamiah AR sangat bervariasi. Pada umumnya 25% pasien akan mengalami
manifestasi penyakit yang bersifat monosiklik (hanya mengalami satu episode AR dan
selanjutnya akan mengalami remisi sempurna). Pada pihak lain sebagian besar pasien akan
menderita penyakit ini sepanjang hidupnya dengan hanya diselingi oleh beberapa masa remisi
yang singkat (jenis polisiklik). Sebagian kecil lainnya akan menderita AR yang progresif yang
disertai dengan penurunan kapasitas fungsional yang menetap pada setiap eksaserbasi.12
Penelitian jangka panjang menunjukkan bahwa dengan pengobatan yang digunakan saat ini,
sebagian besar pasien AR umumnya akan dapat mencapai remisi dan dapat
mempertahankannya dengan baik pada 5 atau 10 tahun pertamanya. Setelah kurun waktu
tersebut, umumnya pasien akan mulai merasakan bahwa remisi mulai sukar dipertahankan
dengan pengobatan yang biasa digunakan selama itu. Hal ini mungkin disebabkan karena
pasien sukar mempertahankan ketaatannya untuk terus berobat dalam jangka waktu yang
lama, timbulnya efek samping jangka panjang kortikosteroid. Khasiat DMARD yang menurun
dengan berjalannya waktu atau karena timbulnya penyakit lain yang merupakan komplikasi AR
atau pengobatannya. Hal ini masih merupakan persoalan yang banyak diteliti saat ini, karena
saat ini belum berhasil dijumpai obat yang bersifat sebagai disease controlling antirheumatic
therapy (DC-ART).9
5. Rehabilitasi pasien AR
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk mengembalikan tingkat kemampuan pasien AR dengan
cara:1
Rehabilitasi dilaksanakan dengan berbagai cara antara lain dengan mengistirahatkan sendi
yang terlibat, latihan serta dengan menggunakan modalitas terapi fisis seperti pemanasan,
pendinginan, peningkatan ambang rasa nyeri dengan arus listrik. Manfaat terapi fisis dalam
pengobatan AR telah ternyata terbukti dan saat ini merupakan salah satu bagian yang tidak
Bagian lain tubuh, selain sendi, yang dipengaruhi oleh rheumatoid radang dirawat secara
individual. Sjogren's syndrome (seperti yang dijelaskan di atas, melihat gejala) dapat membantu
dengan air mata buatan dan kelembaban kamar di rumah atau kantor anda. Obat tetes mata,
cortisporine ophthalmic drops (Restasis), juga tersedia untuk membantu mata kering pada
orang-orang yang terpengaruh. Tetap check-up mata dan antibiotik awal untuk pengobatan
infeksi mata adalah penting. Radang otot (tendinitis), bursae (radang kandung lendir), dan
rheumatoid nodules dapat disuntik dengan cortisone. Peradangan lapisan dari jantung dan/atau
6. Pembedahan
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat alasan yang
cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan ini pada pasien AR
Anak-anak dapat terkena AR seperti orang dewasa. Di Amerika Serikat 13,9/ 100.000. Terdapat
Awitan sistemik (penyakit still) mengenai sekitar 20% dari semua kasus. Anak laki-laki dan
perempuan terserang dalam jumlah yang sebanding. Bentuk ini dapat terjadi pada setiap usia.
Sesuai dengan namanya penyakit ini melibatkan berbagai sistem organ, namun disamping itu
juga mengakibatklan poliartritis klinik. Subtipe ini memiliki prognosis terburuk dari antara ketiga
Awitan poliartikular bertanggung jawab atas sekitar 40% dari semua kasus. Anak perempuan
diserang dengan rasio 2:1 bila dibandingkan dengan anak laki-laki, dan bentuk ini juga dapat
terjadi pada semua umur. Lima atau lebih sendi terserang pada saat yang bersamaan tetapi
biasanya hanya mengkibatkan kelainan ekstra artikular yang tidak berat. Bentuk ini memiliki
prognosis yang lebih baik daripada awitan sistemik, tetapi dapat juga menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan.
Awitan pausiartikular bertanggung jawab atas kira-kira 40 dari semua kasus. Anak perempuan
yang diserang dengan rasio 6:1 bila dibandingkan dengan laki-laki. Bentuk ini biasanya terjadi
sebelum usia 6 tahun. Tidak lebih dari 4 sendi akan diserang, dan biasanya tidak ada atau
jarang terjadi kelainan ekstra-artikular. Bentuk ini memiliki prognosis yang paling baik dari ketiga
bentuk.
Penatalaksanaan artritis reumatoid juvenilis serupa dengan penatalaksanaan penyakit ini pada
orang dewasa, tetapi ada beberapa perbedaan penting. Beberapa obat yang dipakai untuk
orang dewasa tidak boleh diberikan pada anak-anak. Kortikosteroid sistemik dapat
imunosupresif dapat menekan fungsi sumsum tulang, sterilitas, dan keganasan pada anak-
anak.
BAB III
Kesimpulan
1. Artritis Reumatoid merupakan suatu penyakit autoimun sistemik menahun yang proses
2. Penderita Artritis Reumatoid seringkali datang dengan keluhan artritis yang nyata dan tanda-
tanda keradangan sistemik. Baisanya gejala timbul perlahan-lahan seperti lelah, demam,
hilangnya nafsu makan, turunnya berat badan, nyeri, dan kaku sendi.
3. Meskipun penderita artritis reumatoid jarang yang sampai menimbulkan kematian, namun
apabila tidak segera ditangani dapat menimbulkan gejala deformitas/cacat yang menetap.
Selain itu karena penyakit ini bersifat kronis dan sering kambuh, maka penderita akan
mengalami penurunan produktivitas pekerjaan karena gejala dan keluhan yang timbul
5. Tujuan pengobatan adalah menghasilkan dan mempertahankan remisi atau sedapat mungkin
berusaha menekan aktivitas penyakit tersebut. Tujuan utama dari program terapi adalah
meringankan rasa nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan mencegah
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Ed.III, hal. 536-539. Jakarta: Media
Aeculapius.
Daud. R. dan Adnan H.M., 1996, Artritis Reumatoid Dalam: Noer S. (Editor) Buku Ajar Penyakit
Dalam Jilid I, ed. III. Hal. 62-70. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Howard L. Weiner, Lawrence P. Levitt, 2001, Buku Saku Neurologi, Edisi V, hal. 232, Jakarta:
EGC.
Michael A. Carter, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 2, Edisi IV,
hal.
Nasution, Artritis Reumatoid, 1996, Aspek Genetik Penyakit Reumatik dalam Noer S (Editor)
Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I, ed. III, hal 29-36. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Peter E. L., 2000,Arthritis Rheumatoid, Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam, ed XIII,
Price, SA. Dan Wilson LM., 1993, Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit bag 2.