Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN HEAD INJURY ( TRAUMA KAPITIS )

A.

ASUHAN KEPERAWATAN HEAD INJURY ( TRAUMA KAPITIS )


PENGERTIAN
Trauma kapitis adalah suatu trauma mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala dan mengakibatkan gangguan fungsi
neurologis.
Cedera kepala (Head Injury) adalah jejas atau trauma yang terjadi pada
kepala yang dikarenakan suatu sebab secara mekanik maupun non-mekanik.
Cedera kepala adalah penyakit neurologis yang paling sering terjadi
diantara penyakit neurologis lainnya yang biasa disebabkan oleh kecelakaan,
meliputi: otak, tengkorak ataupun kulit kepala saja. (Brunner & Suddart,
1987: 2210).
Jadi, cedera kepala (head Injury) atau trauma atau jejas yang terjadi
pada kepala bisa oleh mekanik ataupun non-mekanik yang meliputi kulit
kepala, otak ataupun tengkorak saja dan merupakan penyakit neurologis
yang paling sering terjadi, biasanya dikarenakan oleh kecelakaan (lalu
lintas). atau Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat
kepala.
The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala
Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):
Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)

Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)

Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)

Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang

Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala

Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.

Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)

Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)

Konkusi

Amnesia pasca trauma

Muntah

Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata


rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).

Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)

Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)

Penurunan derajat kesadaran secara progresif

Tanda neurologis fokal

Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):


Cidera kepala ringan /minor

SKG 13-15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30


menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan
hematoma.

Cidera kepala sedang

SKG 9-12

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi


kurang dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.

Cidera kepala berat

SKG 3-8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga


meliputi kontusio serebral,laserasi hematoma intrakranial.

Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan
lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :
1. Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia
berlangsung kurang dari 30 menit

2. Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia


terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
3. Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih
dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.
B.PATOFISIOLOGI
Berat ringannya daerah otak yang mengalami cedera akibat trauma kapitis
bergantung pada :
1. Besar dan kekuatan benturan
2. Arah dan tempat benturan
3. Sifat dan keadaan kepala sewaktu menerima benturan
Sehubungan dengan pelbagai aspek benturan tersebut maka dapat
mengakibatkan lesi otak berupa :
Lesi bentur (Coup)
Lesi antara (akibat pergeseran tulang, dasar tengkorak yang menonjol/falx
dengan otak, peregangan dan robeknya pembuluh darah dan lain-lain = lesi
media)
Lesi kontra (counter coup)
Lesi benturan otak menimbulkan beberapa kejadian berupa :
1. Gangguan neurotransmitter sehingga terjadi blok depolarisasi pada sistem
ARAS (Ascending Reticular Activating System yang bermula dari brain stem)
2. Retensi cairan dan elektrolit pada hari pertama kejadian
3. Peninggian tekanan intra kranial ( + edema serebri)
4. Perdarahan petechiae parenchym ataupun perdarahan besar
5. Kerusakan otak primer berupa cedera pada akson yang bisa merupakan
peregangan ataupun sampai robeknya akson di substansia alba yang bisa
meluas secara difus ke hemisfer sampai ke batang otak
6. Kerusakan otak sekunder akibat proses desak ruang yang meninggi dan
komplikasi sistemik hipotensi, hipoksemia dan asidosis
C. ETIOLOGI
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera
setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi
ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
v Lokasi
v Kekuatan
v Fraktur infeksi/ kompresi
v Rotasi
v Delarasi dan deselarasi
Mekanisme cedera kepala

1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala


yang diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan
integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada
tengkorak.
D. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori
utama ( Hoffman, dkk, 1996):
1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan
berfikir kompleks
3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :

Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.

Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.

Respon pupil mungkn lenyap.

Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan


peningkatan TIK.

Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.

Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan


gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

E.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK:
1. CT Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran
ventrikel pergeseran cairan otak.
2. MRI : sama dengan CT Scan dengan atau tanpa kontraks.
3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.

4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.


5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur
pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan
adanya frakmen tulang).
6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan
batang otak..
7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme
pada otak.
8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan
subaractinoid.
9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang
berpengaruh dalam peningkatan TIK.
10.
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi
atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
11.
Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin
bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
12.
Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui
tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
F. KOMPLIKASI
1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior
dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari
tulang temporal.
2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam
pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai
hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.
G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh
faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi
jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga
direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :

Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.


Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
Berikan oksigenasi.
Awasi tekanan darah
Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
Atasi shock
Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3
hari kemudian diberikana makanan lunak.
7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak
cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam
kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila
kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp).
Pemberian protein tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
1. Pemantauan TIK dengan ketat.
2. Oksigenisasi adekuat.
3. Pemberian manitol.
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neuro.

Tindakan pendukung lain


1. dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.
H.PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin
diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
Sirkulasi
Gejala : Perubahan darah atau normal (hipertensi)
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi
bradikardia disritmia).
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan
impulsif.
Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan
fungsi.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil)
Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,
sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)

Wajah tidak simetri


Genggaman lemah, tidak seimbang
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya
koma.
Tnda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang
hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
Pernapasan
Tanda : Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi).
Nafas berbunyi stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum
mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulangulang.
I.DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah
2. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan
neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo
bronkial
3. Perubahan persepsi sensori b/d perubahan resepsi sensori, transmisi.
4. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif,
penurunan kekuatan.
6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia, kekurangan
nutrisi, respon inflamasi tertekan.
Asuhan keperawatan :

Pengkajian riwayat terjadinya injury akan membantu guna memahami


trauma craniocerebral. Mengetahui jika klien kehilangan kesadaran akan
membantu perawat untuk merencanakan tindakan keperawatan.
Asuhan keperawatan pada klien pada phase akut biasanya difukuskan pada
mempertahankan pengaliran udara dan pola nafas. Asuhan keperawatan
ditujukan untuk mengkaji secara terus menerus dan memonitoring fungsi
neurologis pengaruhnya terhadap berbagai sistem tubuh.
Banyak diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan dengan
hematoma intracranial atau sebagai akibat peningkatan ICP.
Diagnosa keperawatan :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan Coma atau
perdarahan masuk kedalam jalan nafas.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan jalan nafas tetap efektif, ditandai :
1. Jalan nafas bagian atas bebas dari sekresi.
2. Pernafasan teratur (16-22)
3. bunyi perbafasan jelas pada kedua dasar paru.
4. Gerakan dada simetris.
5. Tidak ada dispnea, agitasi, confusio.
6. AGD normal ( PO2 diatas 90 mmHg dan PCO2 antara 30 35 mmHg..
Implementasi :
1. Pertahankan jalan udara bebas.
2. Pertahankan jalan nafas tetap bebas.
3. Lakukan suction oropharynx dan trachea setiap 1 2 jam.
4. Kaji RR setiap 1 2 jam.
5. Cek bunyi nafas dan gerakan dada.
6. Monitor AGD.

7. Posisi baring semi prone/posisi lateral.


8. Berikan oksigen humidified.
9. Bantu atau pertahankan endotracheal tube, tracheostomy, dan
mechanical ventilation (bila diperlukan).
Diagnosa keperawatan :
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
hipotensi/intracranial hemorrhage/hematoma/atau injury lain.
Tujuan :
Klien akan mempertahankan perfusi jaringan serebral yang adekuat, ditandai
dengan :
1. LOC stabil atau meningkat.
2. GCS nilai 9 atau lebih.
3. Temperatur kurang dari 38.5C.
4. refleks pupil terhadap cahaya baik.
5. Respon motorik stabil atau peningkatan(gerakan lengan dan tungkai).
6. ICP kurang dari 15 mmHg.
7. tekanan sistolik diatas 90 mmHg.
Implementasi :
1. Kaji LOC.
2. Kaji lebarnya pupil setiap 1 4 jam.
3. Kaji gerakan ekstraokuler setiap 1 4 jam.
4. Cata respon verbal, gerakan tungkai, dorsiflexion dan plantar flexion
setiap 1 4 jam.

5. Jika klien tidak sadar, catat gerekan spntan atau upaya menghindari nyeri
setiap 1 4 jam.
6. Laporkan jika ada kelainan/kemunduran yang terjadi.
7. Monitor temperatur setiap setiap 2 jam, pertahankan temperatur batas
normal denganpemberian obat antiperetika.
8. Monitor kondisi kardiovaskular dan pernafasan.
9. Cata vital sign setiap 1 4 jam.
10. Pertahankan posisi kepala 30 derajat dan pertahankan posisi kepala
secara netral dengan memasang bantal pasir.
11. Monitor input dan output urin.
12. Lakukan massage setiap 2- 4 jam untuk mencegah adanya tekanan
pada tonjolan tulang.
13. Robah posisi setiap 2 jam.

DAFTAR PUSTAKA
Alexander (1995). Care of the patient in Surgery. (10 th ed.), St Louis ; Mosby. P :
855 930.
Doenges, Moorehouse & Geisser (1993). Nursing Care Plans ; Guidelines for
planning and dokumenting patient care. (3rd ed) philadelphia ; F.A.Davis
Company. p : 271 290.
Lemone & burke. (1996). Medical-Surgical Nursing ; critical thinking in client
care. California : Addison-Wesley. p : 1720 - 1728
Lewis, Heitkemper & Dirkssen (2000). Medical Surgical Mursing ; Assessment
and management ofg clinical problems. St.louis : Mosby. P : 1720
171624 1630.
Luckman (1996). Core principles and practice of medical-surgical nursing.
Philadelphia : W.B.Sauders Company. p ; 341 354

KRANIOTOMI

ASUHAN KEPERAWATAN KRANIOTOMI

A. KONSEP DASAR MEDIK


1. Definisi
Kraniotomi ialah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan
untuk meningkatkan akses pada struktur intrakranial.
Prosedur ini dilakukan untuk menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi
bekuan darah dan mengontrol hemoragi. (Brunner and Suddarth).
2. Anatomi dan Fisiologi

Otak dibagi menjadi tiga bagian besar: serebrum, batang otak, dan
serebelum. Semua berada dalam satu bagian struktur tulang yang disebut sebagai
tengkorak, yang juga melindungi otak dari cedera. Empat tulang yang berhubungan
membentuk tulang tengkorak; tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada
dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fosa-fosa, yaitu:
Fosa anterior: berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer.

Bagian tengah fosa: berisi lobus parietal, temporal dan oksipital.

Bagian fosa posterior: berisi batang otak dan medula.

a.

Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Keempat lobus tersebut
adalah:

1.
Fungsinya:
2.
Fungsinya:

Lobus frontal: merupakan lobus terbesar, terletak pada fosa anterior.


untuk mengontrol prilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan
menahan diri.
Lobus parietal: lobus sensasi.
-

Menginterpretasikan sensasi.

Mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.

3.

Lobus temporal

Fungsinya:
4.
Fungsinya:

b.

mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek


sangat berpengaruh dengan daerah ini.
Lobus oksipital: terletak pada lobus posterior hemisfer serebri.
bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.

Batang otak
Batang terletak pada fosa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari
otak tengah, pons, dan medula oblongata, otak tengah (midbrasia) menghubungkan
pons dan sereblum dengan hemisfer cerebrum, bagian ini berisi jalus sensorik dan
motorik dan sebagai pusat refleks pendengaran dan penglihatan.

c.

Serebelum
Terletak pada fosa posterior dan terpisah dari hemisfer cerebral, lipatan dura
meter tentorium serebelum. Serebelum mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan
menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakan
halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan
mengintegrasikan input sensorik.

3. Etiologi

Penyebab cedera kepala ada 2, yaitu:

Bersifat terbuka: menembus melalui dura meter (peluru, pisau)

Bersifat tertutup: trauma tumpul, tanpa penetrasi menembus dura (kecelakaan


lalu lintas, jatuh, cedera olahraga).
4. Patofisiologi
Trauma kepala (trauma eraniocerebral) dapat terjadi karena cedera kulit
kepala, tulang kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya. Beberapa
variabel yang mempengaruhi luasnya cedera kepala adalah sebagai berikut:

1.

Lokasi dan arah dari penyebab benturan.

2.

Kecepatan kekuatan yang datang.

3.

Permukaan dari kekuatan yang menimpa.

4.

Kondisi kepala ketika mendapat penyebab benturan.


Cedera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai geger otak. Luka
terbuka dari tengkorak ditandai kerusakan otak. Luasnya luka bukan merupakan
indikasi berat ringannya gangguan. Pengaruh umum cedera kepala dari tingkat
ringan sampai tingkat berat adalah edema otak, defisit sensori dan motorik,
peningkatan intra kranial. Kerusakan selanjutnya timbul herniasi otak, isoheni otak
dan hipoxia.
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung
pada kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau
keluaran yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung
bila kepala langsung terluka. Semua ini berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi
dan pembentukan rongga (dilepasnya gas, dari cairan lumbal, darah, dan jaringan
otak). Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya, rusaknya
otak oleh kompresi, goresan atau tekanan.
Cedera akselerasi terjadi bila kepala kena benturan dari objek yang bergerak
dari objek yang bergerak dan menimbulkan gerakan. Akibat dari kekuatan

akselerasi, kikiran atau kontusi pada lobus oksipital dan frontal, batang, otak dan
cerebelum dapat terjadi.
Cedera deselerasi bila kepala membentur bahan padat yang tidak bergerak
dengan deselerasi yang cepat dari tulang tengkorak, otak berdeselrasi lebih lambat.
Ada beberapa tipe patah tulang:
1.

Linear-retak sederhana pada tulang

2.

Pecah-retaknya satu atau lebih dari dua fragmen.

3.

Depresi-tulang terdorong sampai di bawah permukaan tulang normal.

4.

Hancur-bisa linear, banyak potongan atau tertekan.


Perdarahan akibat trauma cranio cerebral dapat terjadi pada lokasi-lokasi
tersebut: kulit kepala, epidural, subdural, intracerebral, intraventricular. Hematom
subdural dapat diklasifikasi sebagai berikut:

1.

Akut: terjadi dalam 24 jam sampai 48 jam.

2.

Subakut: terjadi dalam 48 jam sampai 2 minggu.

3.

Kronis: terjadi setelah beberapa minggu atau bulan dari terjadinya cedera.
Perdarahan intracerebral biasanya timbul pada daerah frontal atau temporal.
Kebanyakan kematian cedera kepala akibat edema yang disebabkan oleh kerusakan
dan disertai destruksi primer pusat vital. Edema otak merupakan penyebab utama
peningkatan TIC.
Klasifikasi cedera kepala:

1.

Conscussion/comosio/memar
Merupakan cedera kepala tertutup yang ditandai oleh hilangnya kesadaran,
perubahan persepsi sensori, karakteristik gejala: sakit kepala, pusing, disorientasi.

2.

Contusio cerebri
Termasuk didalamnya adalah luka memar, perdarahan dan edema. Dapat terlihat
pada lobus frontal jika dilakukan lumbal pungkri maka lumbal berdarah.

3.

Lacertio cerebri
Adanya sobekan pada jaringan otak sehingga dapat terjadi tidak sarah/pingsan,
hemiphagia, dilatasi pupil.
5. Tanda dan Gejala

Perubahan dan kesadaran/perubahan perilaku.


Gangguan penglihatan dan berbicara.

Mual dan muntah.

Pusing.

Keluar cairan cerebro spinal dari lubang hidung dan telinga.

Hemiparese.

Terjadi peningkatan intrakranial.


6. Test Diagnostik

CT Scan (tanpa/dengan kontras)


Tujuan: mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
Catatan: pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada iskemia/infark mungkin
tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.
-

MRI (Magnetic Resonance Imaging)

Angiopati Serebral

Tujuan: menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma.
-

EEG

Tujuan: untuk memperlihatkan atau berkembangnya gelombang patologis.


-

Sinar X

Tujuan: mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
-

BAER (Brain Auditory Evoked Respons)

Tujuan: menentukan fungsi korteks dan batang otak.


-

PET (Positrion Emission Tomography)

Tujuan: menunjukkan perubahan aktifitas metabolisme pada otak.


-

Fungsi lumbal, CSS: dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub


arachnoid.

GDA (Gas DaraH Arteri): mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
yang akan dapat meningkatkan TIC.

Kimia/elektrolit darah: mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam


meningkatkan TIC (perubahan mental).

Pemeriksaan toksilogi: mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab


terhadap kesadaran pasien.

Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif untuk mengatasi kejang.
7. Therapi

Observasi dan tirah baring.

Evaluasi hematom secara bedah.

Debridement secara bedah, terutama pada cedera kepala terbuka.

Perlu antibiotik untuk cedera kepala terbuka.

Pemberian metode-metode untuk menenangkan TIC termasuk pemberian diuretik


dan obat anti inflamasi.

Kolaborasi untuk pemberian therapi O2 (oksigen).


8. Komplikasi

a.

Perdarahan epidural
Yaitu: penimbunan darah di bawah dura meter. Terjadi secara akut dan biasanya
karena perdarahan arteri yang mengancam jiwa.

b.

Perdarahan subdural

Perdarahan subdural dapat terjadi akibat perdarahan lambat yang disebut


perdarahan subdural sub akut, secara cepat (subdural akut) dan sangat besar
(subdural kronik).
c.

Perdarahan intracranial
Yaitu perdarahan di dalam otak itu sendiri. Dapat terjadi pada cedera kepala
tertutup yang berat, atau yang lebih sering, cedera kepala terbuka. Dapat timbul
akibat pecahnya suatu ancorisma atau stroke hemoragik. Perdarahan di otak
menyebabkan peningkatan TIC, sehingga sel-sel dan vaskuler tertekan.

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


Pre Operasi
1. Pengkajian
a.
-

Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.


Pemakaian alat pengaman atau pelindung diri pada saat mengendarai kendaraan
atau alat pada saat bekerja.

Riwayat trauma pada tempat kejadian.

Pingsan beberapa lama.

b.

Pola nutrisi metabolik

Keluhan mual, muntah, dan mengalami perubahan sklera.

Kesulitan mengunyah.

Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).

c.

Pola eliminasi

Adanya inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi.

d.

Pola aktifitas dan latihan

Keluhan lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

Perubahan kesadaran, letargi.

Hemiparese.

Cedera.

Kehilangan tonus otot, otot spastik.

e.

Pola tidur dan istirahat

Gelisah.

Sulit tidur karena nyeri kepala.

f.

Pola persepsi sensori dan kognitif

Pusing/nyeri kepala.

Pingsan.

Amnesia regagrade.

Gangguan penglihatan.

Kehilangan rasa bau dan selera.

Perubahan status mental (penglihatan, emosional, tingkah laku, konsentrasi).

Wajah tidak simetris dan tidak ada reflek tendon.

Tidak mampu mengkoordinasi otot dan gerakan.

g.

Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan tingkah laku (halus dan dramatik).

Kecemasan, lekas marah, gelisah dan bingung.


2. Diagnosa Keperawatan

1.
2.

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d gangguan persepsi/kognitif, trauma.


Gangguan mobilisasi fisik b/d gangguan neuromuskuler.

3.

Hipertermi b.d penyakit/trauma.

4.

Nyeri b/d peningkatan tekanan intra cranial.

5.

Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intra cranial.

6.

Pola nafas tidak efektif b.d gangguan neuromuskuler.


3. Rencana Tindakan

a.

Dp 1.

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d gangguan persepsi/kognitif, trauma.

HYD:
-

Jalan udara bebas, bebas sianosis

Pola pernapasan pasien efektif.


Rencana Tindakan :

1)

Pantau

frekuensi,

trauma,

kedalaman

pernapasan,

catat

katidakakuratan

pernapasan.
R/

Perubahan dapat menandakan adanya komplikasi pulmonal atau menandakan


lokasi/luasnya keterlibatan otak.

2)

Catat refleksi gangguan menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan
napas sendiri.

R/

- Kemampuan memobilisasi atau memberikan sekresi


penting untuk pemeliharaan jalan napas.

Kehilangan refleksi menelan atau batuk menandakan perlunya jalan napas


buatan/inkubasi.

3)

Berikan posisi fowler

R/

Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh


yang menghambat jalan napas.

4)
R/
b.

Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian therapi oksigen.


Membantu dalam mencegah hipoksia
Hipertermi berhubungan dengan penyakit atau trauma.
Hasil Yang Diharapkan :

Suhu tubuh dalam bats normal 365-37 0C


Rencana Tindakan :

1)
R/

Monitor suhu tubuh klien tiap 4 jam


Panas tubuh yang tidak bisa diturunkan menunjukkan adanya kerusakan
hipotalamus atau panas karena peningkatan metabolisme tubuh.

2)
R/

Berikan selimut hipertermi


-

Menurunkan suhu pasien

Kanaikan suhu mempercepat kerusakan otak.

3)

Anjurkan pasien utnuk tirah baring

R/
4)
R/
5)
R/
c.

Mobilisasi dapat meningkatkan suhu tubuh


Berikan kompres es
Kompres dingin akan membantu menurunkan suhu tubuh.
Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan
Pemberian cairan penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
Perubahan perfusi jaringan otak b.d peningkatan tekanan intracranial.
Hasil Yang Diharapkan :

Tekanan jaringan otak adekuat

Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIC

Edema otak berkurang

Tanda-tanda vital stabil


Rencana Tindakan :

1)
R/
2)
R/
3)
R/
4)

Kolaborasi dengan tim medik untuk pemberian terapi oksigen


Memperbaiki oksigenisasi otak.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dioresika.
Membantu mengurangi edema otak.
Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan TIC, TTV.
Menentukan pilihan intervensi.
Pantau dan catat status neurologis dan bandingkan dengan nilai standar.

R/

Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan


TIC.

5)
R/
6)
R/

Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana.


Mengukur kesadaran secara keseluruhan dan kemampuan untuk berespon.
Berikan posisi anti trandelenberg
Meningkatkan aliran balik darah vena kepala sehingga akan mengurangi kongesti
dan edema.

d.

Gangguan mobilisasi fisik b.d gangguan neuromuskuler.


Hasil Yang Diharapkan :

Pasien bekerjasama dengan baik terhadap perencanaan pengobatan

Kebutuhan higiene, nutrisi, eliminasi klien dapat terpenuhi.


Rencana Tindakan :

1)
R/
2)
R/
3)
R/

Kaji kemampuan dan keadaan secara fungsional terhadap kerusakan yang terjadi.
Mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.
Ubah posisi pasien secara teratur.
Meningkatkan sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
Tingkatkan aktifitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah sangat penting untuk
meningkatkan kerjasama pasien atau keberhasilan dari suatu program tersebut.

4)
R/

Berikan perawatan kulit dan linen tetap bersih tidak berkerut.


Meningkatkan sirkulasi dan ekstremitas kulit dan menurunkan risiko terjadinya
ekstremitas kulit.

e.

Nyeri b.d peningkatan TIK


Hasil Yang Diharapkan :

Nyeri dapat berkurang sampai dengan hilang

Rencana Tindakan :
1)
R/
2)
R/
3)
R/
4)
R/

Kaji keluhan nyeri, karakteristik, lokasi dan intensitas.


menentukan dan memberikan tindakan yang tepat.
Ajarkan teknik relaksasi : tarik napas dalam
Ketegangan syaraf yang mengendur akan mengurangi nyeri.
Beri posisi tidur yang nyaman untuk pasien dengan atau tanpa bantal.
TIC akan turun dan mengurangi nyeri.
Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik
Mengurangi rasa nyeri.

Post Operasi
1.

Pengkajian

a)

Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan

Keluhan nyeri pada kepala

Keadaan luka dan balutan : tidak ada perdarahan

b)

Pola nutrisi metabolik

Keluhan mual, muntah

Kesulitan mengunyah/menelan

c)

Pola aktifitas

Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan

Perubahan kesadaran, letargi

Hemiparese

Cedera (trauma)

Kehilangan tonus otot.

d)

Eliminasi

Inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi

e)

Pola persepsi sensori dan kognitif

Pusing

Gelisah

Adanya keluhan napas (sesak, ronchi, apnea)

2.

Diagnosa Keperawatan

1.
2.
3.

Potensial terhadap kerusakan pertukaran gas b.d hipoventilasi, aspirasi dan


imobilisasi.
Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema cerebral
Potensial terhadap ketidakefektifan termoregulasi b.d kerusakan hipotalamus,
dehidrasi dan infeksi.

4.

Gangguan pemenuhan aktifitas dan latihan b.d kelemahan fisik.

5.

Nyeri b.d trauma.

3.

Perencanaan

a.

DP.I

HYD :
-

Mempunyai pertukaran gas yang normal yang ditandai dengan

Gas arteri normal

Bunyi napas bersih tanpa bunyi-bunyi tambahan

Melakukan napas dalam dan mengubah posisi secara langsung.


Rencana Tindakan :

1)
R/
2)
R/
3)
R/
4)
R/

Kaji keluhan sesak napas, suara napas, kecepatan, irama.


Suara napas berkurang menunjukkan akumulasi sekret.
Catat karakteristik sputum (warna, jumlah, konsistensi)
Sebagai penentu dalam kemajuan terapi.
Anjurkan minum 250 cc/hari bila tidak ada kontra indikasi.
Mengencerkan lendir agar dapat dibatukkan.
Berikan posisi fowler
Meminimalkan expansi paru dan memudahkan dalam bernapas..

b.

DP.II: Perubahan perfusi jaringan cerebral b.d edema serebral.

HYD:
Tercapainya hemokonsentrasi neurologis/meningkatnya perfusi jaringan cerebral
yang ditandai dengan :
-

Membuka mata sesuai perintah, menggunakan kata-kata yang dikenal, bicara


normal

Mematuhi perintah dengan respon motorik yang tepat.


Rencana Tindakan :

1)
R/
2)
R/

Kaji TTV
Mengkaji tingkat kesadaran dan responnya.
Ubah posisi pasien tiap dua jam.
Mencegah gangguan pada sistem pemantau TIC.

3)
R/
4)
R/

Kaji tanda-tanda peningkatan TIC


Menentukan tindakan keperawatan yang tepat.
Kaji tempat insisi
Mengetahui adanya kemerahan, nyeri tekan, bau yang menyengat.

5)
R/

Anjurkan pada pasien untuk menghindari batuk, hernia, atau meniup hidung.
Dapat menyebabkan (CS dengan menciptakan takanan pada tempat operasi).

c.

DP.III

HYD :
-

Tercapainya pengaturan suhu dan suhu tubuh dalam batas normal.


Rencana Tindakan :

1)
R/
2)
R/
d.

Monitor TTV
Panas tubuh yang tidak turun-turun kemungkinan adanya kerusakan hipotalamus.
Anjurkan tirah baring
Mempertahankan suhu tubuh pasien.
Gangguan pemenuhan perawatan diri b.d kelemahan fisik
Hasil Yang Diharapkan :

Kebutuhan perorangan seperti higiene, toileting, nutrisi terpenuhi.

Pasien tidak mengeluh lemas.


Rencana Tindakan :

1)
R/
2)

Kaji kemampuan pasien dalam memenuhi aktifitasnya.


Menentukan tindakan yang harus diberikan pada pasien.
Bantu perawatan diri klien sesuai dengan kebutuhan klien.

R/
3)
R/

Kebutuhan dapat terpenuhi sehingga memberikan rasa nyaman.


Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan akan perawatan diri klien.
Kerjasama dapat meningkatkan pemenuhan perawatan diri klien.

Anda mungkin juga menyukai