Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN CEDERA KEPALA

Disusun Oleh :
Dimas Nando Septianto
(G3A020054)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

TAHUN 2020/202
A. Definisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala,tengkorak, dan otak (Morton, 2012)

Cedera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau


penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan
(accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh
perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta
notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat
perputaran pada tindakan pencegahan (Hudak & Gallo, 1996).

Cedera percepatan (akselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak


membentur kepala yang diam, seperti taruma akibat pukulan benda tumpul
atau karena kena lemparan benda tumpul. Cidera perlambatan (deselerasi) bila
kepala membentur objek yang secar relatif tidak bergerak, seperti badan mobil
atau tanah. (Hudak & Gallo, 1996)

Berdasarkan Glassgow Coma Scale (GCS) cedera kepala atau otak dapat
dibagi menjadi 3 gradasi :

1. Cedera kepala ringan (CKR)


a. GCS 14-15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30
menit
c. Tidak ada fraktur tengkorak
d. Tidak ada kontusio serebral, hematoma.
2. Cedera kepala sedang (CKS)
a. GCS 9-13
b. Kehilangan kesadaran dan masa amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
d. Diikuti dengan kontusio serebral, laserasi, dan hematoma intra kranial.
3. Cedera kepala Berat (CKB)
a. GCS 3-8
b. Kehilanagan kesadaran dan atau terjadinya amnesia lebih dari 24 jam
c. Juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intra kranial.

B. Etiologi
Menurut Cholik Harun Rosjidi & Saiful Nurhidayat, (2009 : 49) etiologi
cedera kepala adalah:
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Pukulan
4. Kejatuhan benda
5. Kecelakaan kerja atau industri
6. Cedera lahir
7. Luka tembak

Mekanisme cedera kepala

Mekanisme cerdera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi,


akselerasi-deselerasi, coup-countre coup, dan cedera rotasional ( Satyanegara,
2010 ) :
1. Cedera akselerasi terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang
tidak bergerak.
2. Cedera deselerasi terjadi jika kepala yang bergerak membentur objek
diam, seperti pada kasus tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca
depan mobil.
3. Cedera akselerasi-deselerasi sering terjadi dalam kasus kecelakaan
kendaraan bermotor dan episode kekerasan fisik.
4. Cedera coup-countre coup terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan
otak bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang
tengkorak.
5. Cedera rotasional terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak
berputar dalam rongga tengkorak, yang mengakibatkan pergangan atau
robeknya neuron dalam subtansia alba serta robeknya pembuluh darah yang
memfiksasi otak dengan bagian dalam rongga tengkorak.

C. Patofisiologi

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa
dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen,
jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan
bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70
% akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak yang mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi


kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau
kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolisme
anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam keadaan
normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas


atypicalmyocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan
otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan
disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler,
dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi . Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada
pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :

1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelerasi rotasi )


yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera primer dapat
terjadi :

a. Gegar kepala ringan


b. Memar otak
c. Laserasi
2. Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

a. Hipotensi sis temik


b. Hipoksia
c. Hiperkapnea
d. Udema otak
e. Komplikasi pernapasan
f. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
PATHWAY Web of caution pada pasien cedera kepala berat
D. Pemeriksaan khusus dan pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan mendetil, meliputi tingkat


kesadaran, pergerakan, refleks, mata dan telinga, denyut nadi, tekanan
darah dan laju pernafasan.
b. Pemeriksaan mata dititikberatkan kepada penentuan ukuran pupil dan
reaksinya terhadap cahaya; bagian dalam mata diperiksa dengan bantuan
oftalmoskop untuk mengetahui adanya peningkatan tekanan di dalam
otak.
c. Pemeriksaan lainnya adalah CT scan dan rontgen kepala.

Pemeriksaan penujang pada cedera kepala berat adalah:

CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan :
Untuk mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam

a. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras


radioaktif.
b. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti:
perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan
trauma.
c. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
d. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
e. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
f. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
g. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan
subarachnoid.
h. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan
(oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
i. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai
akibat peningkatan tekanan intrkranial
j. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran.

E. ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian

a) Pengkajian Primer
1) Airways
 Sumbatan jalan napas (ada tidaknya benda asing , darah,
bronkospasme, sputum, lendir)
2) Breathing
 Apakah terdapat Sesak, sesak saat aktifitas (ringan, berat atau
istirahat)
 Apakah terdapat penggunaan otot tambahan.
 Berapa fekuensi pernapasan, dan irama teratur atau tidak.
 Ekspansi dada ( dalam atau dangkal)
 Penggunaan otot bantu nafas
 Batuk (produktif atau tidak)
 Sputum (warna dan konsistensi)
 Bunyi napas (ronchi, creacles, wheezing, snoring)
3) Circulation
 Nadi kuat atau lemah
 Irama teratur atau tidak
 Sirkulasi darah perifer (CRT < 3 detik) atau (> 3 detik).
 Takikardi atau tidak.
 TD meningkat / menurun
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine
4) Disabillity
 Tingkat kesadaran ( cm, apatis, somnollen, soporocoma,koma)
 Pupil (isokor, unisokor, moosis, midriasis)
 Reaksi pupil terhadap cahaya (kanan: positif jika bereaksi, negatif jika
tidak ada reaksi) dan (kiri : positif jika bereaksi dan negatif jika tidak
ada reaksi).
 GCS (E...M....V...)
 Apakah terjadi kelumpuhan ( mulut mencong, afasia, dan disatria).
 Menilai kekuatan otot ( refleks; patella, babinsky, bisep/trisep, dan
brudynsky).
5) Exposure
 Apakah terdapat oedema (anasarka, lokal).
 Apakah terdapat fraktur
 Penilaian suhu tubuh.

b) Pengkajian sekunder
1) Riwayat alergi :
o Tidak
o Ya :..........
2) Penilaian nyeri
o Tidak
o Ya :...... (P, Q, R, S, T)
3) Resiko jatuh : □ tidak □ ya :......... □ tinggi □ sedang □ rendah
4) Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab): nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan
darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
5) Riwayat kesehatan :
a) Tingkat kesadaran / GCS ( < 15 )
b) Convulsi
c) Muntah
d) Dispnea / takipnea
e) Sakit kepala
f) Wajah simetris / tidak
g) Lemah
h) Luka di kepala
i) Paralise
j) Akumulasi sekret pada saluran napas
k) Adanya liquor dari hidung dan telinga
l) Kejang
m)Riwayat penyakit dahulu harusdiketahui, baik yang berhubungan
dengan sistem persarafan maupun penyakit sistemik lainnya. Riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
n) Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS
< 15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski
yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk,
hemiparese. Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala
meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak
juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.

6).Pengkajian Saraf Kranial


Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf
kranial I-X11.
a) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
b) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori
primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan
visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam
area spasial) sering terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri.
Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis,
pada
d) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan
gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
e) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis
saraf trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
f) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
g) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
h) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan
membuka mulut.
i) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
j) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi, serta indra pengecapan normal.

F. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a) Pola napas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular, gangguan kognitif

b) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran darah vena


arteri

c) Gangguan mobilitas fisik b.d intoleran aktivitas, gangguan kognitif

d) Resiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko immobilisasi fisik,


gangguan sirkulasi

e) Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan, perubahan pada status


kesehatan
G. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1 Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway Management
b.d disfungsi keperawatan selama 12 1. Buka jalan nafas,
neuromuskular, jam, klien mampu guanakan teknik chin lift
gangguan kognitif mempertahankan pola atau jaw thrust bila perlu
napas yang efektif melalui 2. Posisikan pasien untuk
ventilator, dengan kriteria memaksimalkan ventilasi
hasil: 3. Identifikasi pasien
a. Penggunaan otot bantu perlunya pemasangan
napas tidak ada alat jalan nafas buatan
b. Sianosis tidak ada atau 4. Auskultasi suara nafas,
tanda-tanda hipoksia catat adanya suara
tidak ada. tambahan
c. Menunjukkan jalan 5. Kolaborasikan pemberian
nafas yang paten (klien bronkodilator bila perlu
tidak merasa tercekik, 6. Monitor respirasi dan
irama nafas, frekuensi status O2
pernafasan dalam
rentang normal)
Oxygen Therapy
d. Tanda Tanda vital
1. Bersihkan mulut, hidung
dalam rentang normal
dan secret trakea
(tekanan darah, nadi,
2. Pertahankan jalan nafas
pernafasan)
yang paten
3. Atur peralatan oksigenasi
4. Monitor aliran oksigen
5. Pertahankan posisi pasien
6. Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
7. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
1. Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor kualitas dari
nadi
4. Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
5. Monitor suara paru
6. Monitor pola pernapasan
abnormal
7. Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
8. Monitor sianosis perifer

2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation


perfusi jaringan b/d keperawatan selama 6 jam, Management (Manajemen
penurunan aliran darah klien mampu sensasi perifer)
vena arteri mempertahankan dan a. Monitor adanya daerah
memperbaiki tingkat tertentu yang hanya peka
kesadaran fungsi motorik, terhadap
dengan kriteria hasil : a. panas/dingin/tajam/tump
Tanda-tanda vital stabil ul
b. Peningkatan b. Instruksikan keluarga
intrakranial tidak untuk mengobservasi
ditemukan (tidak lebih kulit jika ada lesi atau
dari 15 mmHg) laserasi
c. Tekanan systole dan c. Gunakan sarung tangan
diastole dalam rentang untuk proteksi
yang diharapkan d. Batasi gerakan pada
d. Berkomunikasi dengan kepala, leher dan
jelas dan sesuai dengan punggung
kemampuan e. Monitor kemampuan
e. Menunjukkan fungsi BAB
sensori motori cranial f. Kolaborasi pemberian
yang utuh : tingkat analgetik
kesadaran mambaik, g. Monitor adanya
tidak ada gerakan tromboplebitis
gerakan involunter

3 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Exercise therapy :


fisik b.d intoleran keperawatan selama 1x24 ambulation
aktivitas, gangguan jam, kebutuhan dasar klien a. Monitoring vital sign
kognitif dapat sebelm/sesudah latihan
dan lihat respon pasien
saat latihan
terpenuhi secara adekuat, b. Konsultasikan
dengan kriteria hasil: dengan terapi

a. Kebersihan diri dan fisik tentang

lingkungan terjaga rencana ambulasi


sesuai dengan
b. Nutrisi terpenuhi
kebutuhan
sesuai dengan
kebutuhan c. Ajarkan pasien
tentang teknik
c. Kebutuhan oksigen
ambulasi  Kaji
adekuat
kemampuan
d. Klien meningkat dalam
pasien dalam
aktivitas fisik
mobilisasi
e. Memperagakan
 Latih pasien dalam
penggunaan alat bantu
pemenuhan kebutuhan
untuk mobilisasi
ADLs secara mandiri
(walker)
sesuai kemampuan
 Dampingi dan Bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika
klien memerlukan.
 Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan Pressure Management
integritas kulit dengan keperawatan selama 1x24 a. Anjurkan pasien untuk
faktor resiko jam, kerusakan integritas menggunakan pakaian
immobilisasi fisik, kulit tidak terjadi, dengan yang longgar
gangguan sirkulasi kriteria hasil: b. Hindari kerutan padaa
a. Integritas kulit yang tempat tidur

- baik bisa c. Jaga kebersihan kulit


dipertahankan agar tetap bersih dan
b. Melaporkan adanya kering
gangguan sensasi atau d. Mobilisasi pasien (ubah
nyeri pada daerah kulit posisi pasien) setiap dua
yang mengalami jam sekali k/p
gangguan e. Monitor kulit akan
c. Mampumelindungi adanya kemerahan
kulit dan f. Oleskan lotion atau
mempertahankan minyak/baby oil pada
kelembaban kulit dan derah yang tertekan
perawatan alami g. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
h. Monitor status nutrisi
pasien

5 Ansietas b.d ancaman Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction


pada status keperawatan selama 1x24 (penurunan kecemasan)
kesehatan, perubahan jam, kecemasan keluarga a. Gunakan pendekatan
pada status kesehatan dapat berkurang, dengan yang menenangkan
kriteria hasil: b. Jelaskan semua prosedur
a. Klien mampu dan apa yang dirasakan
mengidentifikasi dan selama prosedur
mengungkapkan c. Pahami prespektif pasien
gejala cemas terhdap situasi stres
b. Mengidentifikasi, d. Berikan informasi
mengungkapkan dan faktual mengenai
menunjukkan tehnik kondisi pasien
untuk mengontol e. Dorong keluarga untuk
cemas menemani anak
c. Vital sign dalam f. Dengarkan dengan
batas normal penuh perhatian
d. Postur tubuh, g. Identifikasi tingkat
ekspresi wajah, kecemasan
bahasa tubuh dan h. Dorong pasien untuk
tingkat aktivitas mengungkapkan
menunjukkan perasaan, ketakutan,
berkurangnya persepsi
kecemasan i. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
j. Kolaborasi dalam
pemberian obat ansietas
DAFTAR PUSTAKA

Blackwell W. Nursing Diagnosis Definition and Classification 2009-2011. USA:


NANDA International. 2009.

Bulechek GM, Howard KB, and Joanne MC. Nursing Interventions Classification (NIC).
USA : Mosby Elsevier. 2004.

Moorhead S, et all. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA : Mosby Elsevier.


2004.

Wong DL, Eaton MH, Wilson D, Winkelstein ML, Schwartz P. Buku ajar keperawatan
pediatrik volume 1. Jakarta: EGC, 2008.

Anda mungkin juga menyukai