Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya angka merokok pada masyarakat akan menjadikan kanker
paru sebagai salah satu masalah kesehatan di Indonesia, seperti masalah
keganasan lainnya. Peningkatan angka kesakitan penyakit keganasan, seperti
penyakit kanker dapat dilihat dari hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) yang pada 1972 memperlihatkan angka kematian karena kanker
masih sekitar 1,01 % menjadi 4,5 % pada 1990.
Data yang dibuat WHO menunjukan bahwa kanker paru adalah jenis
penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok
kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada
perempuan. Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan
jarangnya penderita datang ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam
stadium awal penyakit. Hasil penelitian pada penderita kanker paru
pascabedah menunjukkan bahwa, rerata angka tahan hidup 5 tahunan stage I
sangat jauh berbeda dengan mereka yang dibedah setelah stage II, apalagi jika
dibandingkan dengan staging lanjut yang diobati adalah 9 bulan.
Kanker paru adalah salah satu jenis penyakit paru yang memerlukan
penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Penegakan diagnosis
penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang tidak sederhana dan
memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit ini membutuhkan
kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli radiologi
diagnostik, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks,
ahli rehabilitasi medik dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan
penyakit ini sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan
diagnosis pasti. Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat
membantu penderita, dan penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat
memungkinkan penderita memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam
perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat menyembuhkannya. Pilihan

1
terapi harus dapat segera dilakukan, mengingat buruknya respons kanker paru
terhadap berbagai jenis pengobatan. Bahkan dalam beberapa kasus penderita
kanker paru membutuhkan penangan sesegera mungkin meski diagnosis pasti
belum dapat ditegakkan. Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit
keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri
maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru). Dalam pedoman
penatalaksanaan ini yang dimaksud dengan kanker paru ialah kanker paru
primer, yakni tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma
bronkus (bronchogenic carcinoma).

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui secara menyeluruh mengenai konsep teori dan konsep
asuhan keperawatan tentang gagal jantung.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mendefinisikan pengertian Ca Paru
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi etiologi Ca Paru
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi patofisiologi Ca Paru
d. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Ca Paru
e. Mahasiswa mampu mengidentifikasi komplikasi Ca Paru
f. Mahasiswa mampu mengidentifikasi pemeriksaan penunjang pada
Ca Paru
g. Mahasiswa mampu mengidentifikasi penatalaksanaan Ca Paru
h. Mahasiswa mampu mendeskripsikan pengkajian fokus sesuai dengan
kasus Ca Paru
i. Mahasiswa mampu membuat dan menjelaskan pathways Ca Paru
j. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang sesuai
dengan kasus Ca Paru
k. Mahasiswa mampu memahami dan menjalankan intervensi beserta
rasional pada Ca Paru

2
C. Metode Penulisan
Dalam metode penulisan makalah kali ini penulis menggunakan sistem
tinjauan pustaka dari berbagai sumber buku dan internet kemudian penulis
menata kembali menjadi satu makalah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran
napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan
sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang
normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh masa pra
kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia.
Kanker Paru merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat
insidensi yang tinggi di dunia, sebanyak 17% insidensi terjadi pada pria
(peringkat kedua setelah kanker prostat) dan 19% pada wanita (peringkat
ketiga setelah kanker payudara dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and
Victoria, 2004). Di Indonesia, kanker paru menjadi penyebab kematian utama
kaum pria dan lebih dari 70 % kasus kanker itu baru terdiagnosis pada
stadium lanjut (Anonim, 2006).

Kanker paru dapat disebabkan karena berbagai faktor, antara lain yaitu
asap rokok dan perubahan genetik. Merokok adalah penyebab utama
terjadinya kanker paru pada 80-90% kasus kanker paru meskipun hanya 10-
15% perokok terserang kanker paru (Kopper and Timar, 2005). Asap rokok
telah terbukti merupakan penyebab utama timbulnyakanker paru, baik pada
perokok aktif maupun pasif. Angka kesakitan dan kematian
akibat kanker paru meningkat sebanding dengan jumlah rokok yang dihisap
setiap hari, usia saat mulai merokok, dalamnya hisapan, lama kebiasaan
merokok dan tingginya zat-zat karsinogen dalam tar pada asap rokok. Zat-zat
karsinogen tersebut antara lain naftilamin, pirena, toluidin, dibenzacridin,
kadmium, benzo[a]pirena, vinilklorida, dan polonium-210 (Serpi, 2003).
Selain itu asap rokok diketahui mengandung lebih dari 20 jenis karsinogen

4
terutama tobacco-specific nitrosamine4 – (methylnitrosamino) -1 – (3-
pyrydyl) -1- butanon (NKK). Zat karsinogenik tersebut dapat menyebabkan
perubahan sel-sel epitel bronkus kearah keganasan.
Klasifikasi kanker paru
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung
cancer, SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer,
NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk
didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid,
adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
Karsinoma sel skuamosa (epidermoid) merupakan tipe histologik
kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari permukaan epitel
bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok
jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel
skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam
bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan
cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding
dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan (Wilson, 2005).
Adenokarsinoma, memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar
bronkus dan dapat mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di
bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan
jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali
meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
Karsinoma bronkoalveolus dimasukkan sebagai subtipe
adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru tumor paru dari WHO. Karsinoma
ini adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini
cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat tempayang jauh.

5
Karsinoma sel kecil umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat
yang terletak di sentral dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan
keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini
terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma,
dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya
ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering
memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan
sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit
sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
Karsinoma sel besar adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi
sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-
macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat
dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson,
2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan
mesotelioma bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena
dapat menyerupai karsinoma bronkogenik dan mengancam jiwa.

Tingkatan stadium kanker paru dibagi menjadi empat (Anonim, 2006) :

Stadium Manifestasi Klinis


Stadium I Pertumbuhan kanker paru masih terbatas pada paru-
paru dan dikelilingi oleh jaringan paru-paru
Stadium II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium IIIa Kanker telah menyebar keluar paru-paru tetapi masih
bisa diambil dengan operasi bedah
Stadium IIIb Kanker telah menyebar keluar paru-paru dan tidak bisa
diambil dengan operasi bedah
Stadium IV Kanker telah menyebar ke organ/jaringan tubuh yang
lain (metastasis)

6
Perubahan genetik yang terjadi pada kanker paru dikarenakan mutasi
pada tumor suppressor gene atau oncogene. Ketidakseimbangan antara kedua
gen tersebut memicu berkembangnya sel kanker. Kanker paru terjadi mutasi
pada onkogen Ras yang memegang peran penting dalam proliferasi sel dan
tranduksi sinyal. Famili gen Ras yang sering mengalami mutasi pada
sel kanker adalah H-Ras, K-Ras dan N-Ras. Mutasi yang terjadi pada K-Ras
antara lain transversi GC, transisi GA dan transversi GC sedangkan
mutasi pada N-Ras antara lain transverse TG dan transisi AG. Mutasi Ras
jarang terjadi pada SCLC dan terjadi 15-20% NSCLC (Forgacs et al., 2001).
Selain Ras, onkogen yang berperan dalam pertumbuhan kanker paru adalah
BCl-2 yang menurunkan regulasi apoptosis, kematian sel kanker yang
terprogram (Petmirt et al., 2003). Pada penderita kanker paru juga ditemukan
adanya mutasi tumor suppressor gene, p53 yaitu transversi GT sehingga
fungsi protein p53 sebagai dalam menekan pertumbuhan
sel kanker terganggu (Hainaut and Pfeifer, 2001).

Kanker paru dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat dan
menghindari kebiasaan merokok. Proteksi terhadap paparan karsingen mutlak
diperlukan pada mereka yang bekerja dalam lingkungan yang tercemar polusi
industri seperti asbes, uranium, kromium dan senyawa karsinogen yang lain.

Terapi yang paling penting bagi pasien kanker paru adalah kombinasi
dari pembedahan, kemoterapi dan radioterapi. Pembedahan adalah
pengobatan pasien NSCLC stadium I, II dan beberapa IIIa. Kemoterapi dan
radioterapi dapat diberikan pada pasien dengan stadium penyakit yang
terbatas, jika secara fisiologis mereka masih mampu menjalani pengobatan
ini. Pasien-pasien dengan stadium penyakit ekstensif ditangani dengan
kemoterapi saja. Regimen kombinasi kemoterapi yang sering digunakan
adalah siklofosfamid-doksorubisin-vinkristin dan siklofosfamid –
doksorubisin-vinkristin-etopoksid. Terapi radiasi juga dipakai untuk

7
profilaksis metastasis ke otak dan untuk penanganan paliatif nyeri, hemoptisis
berulang, efusi atau obstruksi saluran nafas (Price and Wilson, 1995).

B. Etiologi

Penyebab primer untuk terjadinya kanker pada manusia belum


diketahui. Tahun 1775 Persival Pott, seorang ahli bedah dari Inggris
menemukan bahwa kanker scrotum banyak dijumpai pada orang yang bekerja
di pabrik yang memakai cerobong asap. Setelah dipelajari, ternyata
hydrocarbon yang berhasil diisolasi dari batubara merupakan Carcinogenic
agent. Sejak itu zat kimia yang menyebabkan kanker pada hewan percobaan
disebut karsinogen. Berbagai faktor penyebabnya antara lain : Zat-zat
karsinogenik, virus-virus onkogenik, faktor herediter, faktor lingkungan,
faktor sosio ekonomi.

1. Zat-Zat Karsinogenik
a. Karsinogenik Kimia
Aromatik amine dikenal sebagai penyebab kanker traktus
urinarius. Benzene dianggap berhubungan dengan terjadinya
leukemia akut. Jelaga batubara, anthracene, creosote dihubungkan
dengan kanker kulit, larynx dan bronkhus. Asbestos sering
menyebabkan mesothelioma pada pekerja tambang dan pekerja
kapal.
b. Karsinogenik Fisik
Karsinogenik fisik yang utama adalah radiasi ion. Pada pekerja
yang melakukan pengecatan radium pada lempeng arloji dijumpai
adanya perkembangan ke arah kanker tulang. Kanker tiroid banyak
dihubungkan dengan adanya irradiasi leher pada masa anak-anak.
Selain itu, bagi korban yang berhasil hidup akibat meledaknya bom
atom memberi gejala ke arah leukemia. Sinar ultraviolet dianggap
sebagai penyebab meningginya insidensi kanker kulit pada pelaut
atau petani, yang biasanya berhubungan dengan sinar matahari

8
secara berlebihan. Pekerja di bagian radiologi yang sering terkena X-
ray mempunyai kecenderungan untuk mendapat kanker kulit. Contoh
lain dari karsinogen fisik adalah iritasi mekanik, misalnya iritasi
kronis yang dihubungkan dengan perkembangan kanker seperti
degenerasi ganas dari scar luka bakar yang lama yang disebut
Marjolin`s ulcer.
c. Drug- Induced Cancer
Penggunaan alkilator seperti melphalan dan cyclophosphamide
diketahui menyebabkan leukemia dan kanker kandung kemih.
Estrogen dianggap sebagai penyebab adenokarsinoma vagina, kanker
endometrium. Imunosupresive seperti azathioprine dihubungkan
dengan limfoma, kanker kulit dan kanker ganas jaringan lunak.
2. Virus-Virus Onkogenik
Dikenal dua jenis virus yang dapat menyebabkan keganasan yaitu: RNA
virus dan DNA virus.
a. RNA virus menyebabkan leukemia, sarkoma dan urinari papiloma
serta kanker payudara.
b. DNA virus dianggap sebagai penyebab kanker: Eipstein Barr virus,
papilloma virus, Hepatitis B virus. Eipstein Barr virus (EBV)
dianggap sebagai penyebab dari kanker nasofaring. Hepatitis B virus
berhubungan dengan hepatocellular carcinoma primer.
Imunodefisiensi kongenital dan terapi imunosupresif pada keganasan
dianggap sebagai induksi keganasan, khususnya limfoma dan
leukemia.
Teori bagaimana terjadi perubahan dan differensiasi karena
pengaruh virus onkogenik, diterangkan sebagai berikut : Sel-sel onkogen
adalah gen normal yang mengatur pertumbuhan dan diferensial,
perubahan pada sel onkogenik itu sendiri atau perubahan terhadap
pengaturan, menghasilkan pertumbuhan yang normal. Diduga
transformasi virus disekitar sel onkogen menyebabkan perubahan
molekul hingga terjadi perubahan pertumbuhan. Misalnya, P21 protein,

9
protein ini terlibat pada pengaturan proliferasi sel. Beberapa karsinogen
dapat merubah P21 protein ini hingga terjadi perubahan proliferasi sel
tersebut.
3. Faktor Herediter
Pada penelitian hewan percobaan, factor genetik juga dianggap
penting sebagai penyebab keganasan setelah faktor kimia dan faktor
fisik. Misalnya, perkembangan kanker pada manusia ditunjukkan ketika
tipe kanker yang sama terdapat pada kembar identik, juga ketika kanker
colon berkembang pada anggota keluarga dengan riwayat poliposis pada
keluarga tersebut. Kanker payudara ditemukan tiga kali lebih banyak
pada seorang anak perempuan dari seorang ibu yang menderita kanker
payudara, dan ternyata pada anak perempuan tersebut akan timbul kanker
payudara pada usia yang lebih muda daripada ibunya.

Beberapa kanker diturunkan secara autosomal dominant seperti


neuroblastoma rectum, multiple polyposis colon, kanker tiroid dan
adayang diturunkan secara autosomal recessive seperti xeroderma
pigmentosa. Namun sulit ditentukan apakah kanker terjadi karena faktor
herediter sendiri atau karena kombinasi faktor-faktor lain seperti
lingkungan, kebiasaan hidup dan makanan.

4. Lingkungan dan Karsinogen Industri


Beberapa jenis hasil industri serta sisa pembakaran dapat bersifat
karsinogenik. Selain itu kebiasaan tertentu dapat mengakibatkan suatu
keganasan, misalnya, pemakai tembakau cenderung mendapat kanker
paru sedangkan pemakai alkohol cenderung mendapat kanker traktus
digestivus. Pekerja industri perminyakan yang banyak berhubungan
dengan polisiklik hidrokarbon dijumpai banyak menderita kanker kulit.
Dengan meningkatnya perhatian terhadap faktor lingkungan seperti
polusi udara, kontaminasi air, proses makanan termasuk pemakaian
nitrat, nitrosamine untuk pengawetan daging serta sacharine, diduga
mempunyai sifat karsinogen yang potensial.

10
Selain hal tersebut diatas, faktor migrasi penduduk sering
menyebabkan pergeseran atau perubahan pola kanker di suatu daerah.
Sebagai contoh di Jepang insidensi kanker gaster tinggi, sedangkan
insidensi kanker paru rendah. Namun karena ada migrasi dari generasi
kedua ke Amerika, maka terjadi penurunan kasus kanker lambung dan
peninggian kanker paru.
5. Faktor Sosio Ekonomi
Walaupun belum diketahui dengan pasti, faktor sosial ekonomi
ternyata tampak mempengaruhi insidensi kanker. Kanker gaster dan
cervix dijumpai lebih tinggi pada golongan sosio ekonomi rendah, sekitar
tiga sampai empat kali lebih banyak daripada golongan sosio ekonomi
menengah dan tinggi.Pada literatur ada juga yang disebut dengan
keadaan Pre kanker. Beberapa keadaan klinis seperti leukoplakia,
keratosisactin, polyp colon, polyp rectum, neurofibroma, dysplasia
cervix, dysplasia mucosa bronchus dan colitis ulcerativa kronis dianggap
sebagai keadaan pre kanker, karena pada keadaan tersebut biasanya
diikuti dengan timbulnya kanker sehingga menjadi perhatian bagi para
dokter untuk mengawasi keadaan ini dengan melakukan pemantauan
terhadap penderita tersebut.
6. Etiologi Multifaktor
Kelihatannya terjadinya kanker merupakan hasil dari interaksi virus
onkogenik dengan karsinogen kimia atau karsinogen fisik dan dapat juga
akibat sifat sinergistik dari dua jenis karsinogen kimia atau kombinasi
karsinogen kimia dengan faktor herediter. Terjadinya satu kanker dengan
etiologi multifaktor kemungkinan misalnya pada kanker paru. Merokok
menyebabkan iritasi dengan latar belakang faktor genetik yang spesifik
(karena tidak semua perokok menjadi penderita kanker paru) dan faktor
hormonal (laki-laki lebih banyak dari wanita) disertai virus dan masa
laten antara mulai merokok dengan insiden yang tinggi pada usia 35
tahun. Dalam hal ini perlu pemikiran yang integratif terhadap faktor-
faktor terjadinya suatu kanker ganas.

11
C. Patofisiologi

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen / sub bronkus


menyebabkan silia hilang dan dekuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsnogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan dysplasia. Bila perilesiperifer yang disebabkan
oleh metaplasia, hyperplasia dan dysplasia menembus ruang pleura, biasa
timbul efusi pleura, dan bias diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.

Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstruksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
supurasi di bagian distal. Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk,
hemoptysis, dispneu,demam dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar
pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penerunan berat badan biasanya
menunjukan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat
bermetastase kestruktur-strukturterdekat seperti kelenjar limfe, dinding
esofagus, pericardium, otak, tulanh rangka. (Bararah: 2013)

D. Manifestasi Klinik
1. Gejala Awal
Stridor lokal dan dyspnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi bronkus.
2. Gejala Umum
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor.
Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi
berkembang sampai titik di mana dibentuk sputum yang kental dan
purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptysis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor
yang mengalami ulserasi.

12
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan

E. Komplikasi
Kanker paru paru dapat menyebabkan beberapa komplikasi misalnya :
1. Sesak napas
Orang dengan kanker paru-paru dapat mengalami sesak napas jika kanker
berkembang untuk menutup saluran udara yang utama.
2. Batuk darah
Penyakit ini dapat menyebakan pendarahan disaluran napas, yang dapat
membuat batuk darah “hemokisis”.
3. Nyeri
Kanker paru-paru yang hebaat meluas kelapisan paru-paru atau bagian
lain dari tubuh dapat menyebabkan sakit.
4. Cairan didada atau efusi plura
Hal ini dapat menyebabkan cairan menumpuk diruang yang mengelilingi
paru-paru dirongga dada (ruang pleura)
5. Kanker yang menyebar dibagian lain tubuh atau metastasis
Ini sering menyebar atau bermetastasis kearea lain dari tubuh, biasanya
berlainan dengan paru-paru, seperti tulang, otak, hati, dan kelenjar
adrenali. Kanker yang meluas dapat menyebabkan rasa sakit, sakit
kepela, mual, atau tanda dan gejala lain bergantung pada organ yang
terkenaa.
6. Kematian
Tinggat ketahanan hidup untuk orang diagnosa dengan penyakit ini
sangat rendah. Dalam kasus mayoritas, penyakit ini memetikan.
Penyebaran kanker ketulang atau tekanan pada saraf dari tumor dapat
menyebabkan rasa sakit, dan beberapa jenis kanker paru-paru
menghasilakan hormone yang menyebabkan gejala seperti memerah dan
diare.

13
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi.
a. Foto thoraks posterior-anterior (PA) dan lateral serta tomografi dada.
Merpakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effusi pleural,
atelektasis erosi tulang rsuuk atau vertebra.
b. Bronkhografi untuk melihat tumor dipercabangan bronkus.
2. Laboratorium
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk
mengkaji adanya / tahap karsinoma.
b. Pemerikasaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk
mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolut limfosit. Dapat dilakkan untuk
mengevaluasi kompetensi imun (umum pada anker paru).
3. Histopatologi
a. Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian, dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi trans torakal (BTT)
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
kuran < 2 cm, sensitivitsnya mencapai 90-95 %.
c. Torakoskopi
Biopsi tumor di daerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastatis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
e. Torakotomi

14
Torakotomi untuk diagnostik kanker paru dilakukan bila bermacam-
macam prosedur moninvansif dan invansif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan
a. CT-Scanning, untuk mengetahui jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastimum. (Bararah : 2013)
G. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Medis
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
b. Paliatif
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup
c. Rawat Rumah (Hospicel Care) pada kasus terminal. Mengurangi
dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun
keluarga.
d. Supotif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, transfuse darah dan komponen darah, obat anti
nyeri dan anti infeksi.

Penatalaksanaan Medis terdiri dari:

a. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru paru yang tidak
terkena kanker. Pembedahan untuk mengobati kanker paru dapat
dilakukan dengan cara :
1) Wedge Resection, yaitu melakukan pengangkatan bagian paru
yang berisi tumor, bersamaan dengan margin jaringan normal.

15
2) Lobectomy, yaitu pengangkatan keseluruhan lobus dari satu
paru.
3) Pneumonectomy, yaitu pengangkatan paru secara keseluruhan.
Hal ini dilakukan jika diperlukan dan jika pasien memang
sanggup bernafas dengan satu paru.
b. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastase luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
c. Radioterapi Radical, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel
kecil yang tidak bisa dioperasi tetapi radikal sesuai untuk penyakit
yang bersifat lokal yang hanya menyembuhkan sedikit.
d. Radioterapi Paliatif, untuk hemoptysis, batuk ,sesak nafas atau nyeri
lokal.
e. Terapi Endobrankia, seperti kerioterapi, terapi laser atau penggunaan
stent dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan
penyakit endobronkial yang signifikan.
f. Perawatan paliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
dyspnea. Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan
memperbaiki selera makan.
2. Penatalaksanaan Perawat
a. Bantu pasien untuk mencari posisi yang paling sedikit nyerinya
b. Dalam tindakan psikologis kurangi ansietas dengan memberikan
informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang
dilakukan untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap
pengobatan. (Bararah : 2013)
H. Pengkajian Fokus
1. Identitas klien
Nama : Tn. Herman
Usia : 56 th
Jenis kelamin : laki-laki

16
2. Keluhan Utama : Klien merasakan dada terasa sesak di dada, nyeri, batuk
disertai darah.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang: batuk-batuk yang kadang bercampur
darah dan sesak pada dada.
b. Riwayat kesehatan dahulu: tidak ada
c. Riwayat kesehatan keluarga: tidak ada
4. Kebutuhan dasar:
Pola Hidup : perokok aktif selam 10 tahun
Pola Makan : Nafsu makan berkurang karena adanya batuk
Pola Minum : Frekuensi minum meningkat (Rasa Haus)
Pola Tidur : Susah Tidur Karena adanya batuk dan nyeri dada
Aktifitas : Keletihan, Kelemahan
7. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan Umum : Pasien tampak Sesak disertai nyeri dada dan suara
serak.
a. Tanda Tanda Vital
(Tidak Diketahui)
b. Sistem Pernafasan
 Sesak nafas,Nyeri dada
 Batuk bercampur darah
 Suara serak
c. Data Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi didapat adanya gambaran metastase sel
tumor.
2) Akan dilakukan biopsi paru untuk mendapat sampel jaringan
paru guna diperiksa oleh laborat.

17
I. Pathways Keperawatan

18
J. Diagnosa Keperawatan (Secara Umum)
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) yang berhubungan dengan invasi kanker
ke pleura, atau dinding dada.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efek paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan
tebal.
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
7. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan
batuk.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat
oksigenasi untuk aktivitas.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan
berhubungan dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif.
10. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan
primer adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi,
malnutrisi.
K. Diagnosa Keperawatan sesuai dengan kasus Tn. Herman
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) yang berhubungan dengan invasi kanker
ke pleura, atau dinding dada.

19
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efek paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan
tebal.
L. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,
kelemahan upaya batuk buruk.
Tujuan: Setelah dilakkan tindakan keperawatan 1X24 jam diharapkan
jalan nafas pasien efektif.
KH : Menunjukkan patensi jalan napas, cairan/secret mudah
dikeluarkan, bunyi napas jelas, pernapasan tidak bising.
Intervensi dan Rasional:
a. Auskultasi bunyi napas dan adanya sekret.
Rasional: Pernapasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan
tertahannya sekret atau obstruksi jalan napas.
b. Bantu dengan instruksikan untuk napas dalam dan batuk efektif
dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional: Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal
dan penekanan menguatkan upaya batuk untuk
memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan
dilakukan perawat.
c. Observasi jumlah dan karakter sputum/aspirasi sekret. Selidiki
perubahan sesuai indikasi.
Rasional: Peningkatan jumlah secret tak berwarna (bercak
darah)/berair awalnya normal dan harus menurun sesuai
kemajuan penyembuhan. Adanya sputum yang tebal,
berdarah atau purulen diduga terjadi sebagai masalah
skunder (misalnya dehidrasi, edema paru, pendarahan
local atau infeksi) yang memerlukan perbaikan atau
pengobatan.

20
d. Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam
toleransi jantung.
Rasional: Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/
peningkatan pengeluaran.
e. Gunakan oksigen humidifikasi/nebulizer. Berikan cairan tambahan
melalui IV sesuai indikasi.
Raional: Memberikan hidrasi maksimal membantu
penghilangan/pengenceran sekret untuk meningkatkan
pengeluaran. Gangguan masukan oral memerlukan
tambahan melalui IV untuk mempertahankan hidrasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan
kekurangan upaya batuk.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pola nafas klien efektif.
KH : klien mengungkapkan sesak nafas berkurang/tidak sesak,
respirasi dalam batas normal, dan terlihat tidak menggunakan
otot bantu pernafasaan.
Intevensi dan Rasional:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Rasional: untuk mengetahui frekuensi dan kedalaman pernafasan
karena kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat
gagal nafas.
b. Auskltasi bunyi nafas, dan catat adanya bunyi nafas tambahan.
Rasional: perubahan bunyi nafas menunjukkan obstruksi sekunder.
c. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional: kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritatif.
d. Berikan pada klien posisi semi fowler.
Rasional: posisi membantu memaksimalkan ekspansi parudan
menurunkan paya pernafasan.
e. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan.
Rasional: memaksimalkan pernafasan dan menurunkan kerja nafas.

21
f. Berikan humidifikasi tambahan.
Rasional: memberikan kelembaban pada membran mukosa
danmembantu mengenceran sekret.
3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) yang berhubungan dengan invasi kanker
ke pleura, atau dinding dada.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan nyeri berkurang/hilang.
KH : TTV normal, klien tampak rileks, klien dapat tidur, dan klien
dapat berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Rasional:
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik, intensitas
serta durasi nyeri.
Rasional: Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker,
yang dapat melibatkan saraf atau jaringan tulang.
Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam
mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk
evaluasi keefektifan analgesic, meningkatkan control
nyeri.
b. Dorong pasien untuk menyatakan perasaan tentang nyeri.
Rasional: Takut masalah akan meningkat tegangan otot menurunkan
ambang persepsi nyeri
c. Berikan tindakan kenyamanan, misalnya sering ubah posisi, pijat
punggung, sokongan bantal.
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
d. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya visualisasi,
bimbingan imajinasi, dan aktivitas hiburan yang tepat.
Rasional: Menghilangkan ketidaknyamanan dan meningkatkan efek
terapeutik analgesic.
e. Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional: Penurunan kelemahan dan penghematan energi,
meningkatkan kemampuan koping.

22
f. Bantu aktivitas perawatan diri, pernapasan /latihan tangan.
Raional: Mendorong dan membantu fisik mungkin perlu dilakukan
untuk beberapa waktu sebelum pasien mampu atau cukup
percaya untuk melakukan aktivitas karena nyeri dan takut
nyeri.
g. Berikan analgesik sesuai indikasi.
Rasional: Membantu menurunkan rasa nyeri.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efek paru. Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan
tebal.
Tujuan: setelah dilakkan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
diharapkan pasien menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan yang adekuat dan pertukaran gas efektif.
KH : Pasien tidak bingung dan gelisah, TTV normal, tidak sesak, nilai
GDA normal.
Intervensi dan Rasional
a. Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernapasan. Observasi
penggunaan otot bantu nafas, napas bibir, perubahan kulit/membrane
mukosa pucat atau sianosis.
Rasional: Pernapasan meningkat sebagai akibat nyeri atau sebagai
mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan
paru. Namun, peningkatan kerja napas dan sianosis dapat
menunjukkan peningkatan konsumsi oksigen dan
kebutuhan energi dan/atau penurunan cadangan
pernapasan misalnya pada lansia.
b. Pantau nilai AGDA
Rasional: Mengetahui keseimbangan asam basa dan mencegah
komplikasi akibat ketidakseimbangan asam basa.
c. Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien dengan posisi fowler.
Rasional: Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.

23
d. Kaji respon pasien terhadap aktifitas. Dorong periode istirahat/batasi
aktifitas sesuai toleransi pasien.
Rasional: Peningkatan konsumsi kebutuhan oksigen dapat
mengakibatkan peningkatan dispnea dan perubahan tanda
vital. Kesimbangan istirahat yang kuat dapat mencegah
pengaruh pernafasan.
e. Kaji tanda vital pasien berkala.
Rasional: Mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskuler,
pernapasan dan suhu tubuh untuk mengetahui dan
mencegah komplikasi.
f. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Memaksimalkan sediaan oksigen, khususnya bila ventilsi
menurun depresi nyeri, juga selama periode kompensasi
fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional dan alveolar.

24
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada


wanita maupun pria, yang sering kali di sebabkan oleh merokok. Setiap tipe
timbul pada tempat atau tipe jaringan yang khusus, menyebabkan
manifestasi klinis yang berbeda, dan perbedaan dalam kecendrungan
metastasis dan prognosis. Karena tidak ada penyembuhan dari kanker,
penekanan utama adalah pada pencegahan misalnya dengan berhenti
merokok karena perokok mempunyai peluang 10 kali lebih besar untuk
mengalami kanker paru di bandingkan bukan perokok, dan menghindari
lingkungan polusi. Pengobatan pilihan dari kanker paru adalah tindakan
bedah pengangkatan tumor. Sayangnya, sepertiga dari individu tidak dapat
dioperasi ketika mereka pertama kali didiagnosa.
Asuhan keperawatan klien berpusat pada peningkatan ventilasi dan
reekspansi paru dengan mempertahankan jalan nafas yang bersih,
pemeliharaan sistem drainage tertutup, meningkatkan rasa nyaman dengan
peredaran nyeri, meningkatkan masukan nutrisi, dan pemantauan insisi
terhadap perdarahan dan emfisema subkutan.
B. Saran
Dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kanker
Paru diperlukan pengkajian, konsep dan teori oleh seorang perawat.
Informasi atau pendidkan kesehatan berguna untuk klien dengan kanker
paru misalnya mengurangi atau menghentikan kebiasaan merokok,
memperhatikan lingkungan kerja terkait dengan polusinya. Dukungan
psikologik sangat berguna untuk klien.

25
DAFTAR PUSTAKA

ccrc.farmasi.ugm.ac.id/?page_id=802 diakses 22/09/2016

repository.usu.ac.id/bitstream/.../mkn-sep2006-%20sup%20(13).pdf diakses
22/09/2016

Bararah, Taqqiyah. 2013. Asuhan Keperawatan Jilid 1. Jakarta, Prestasi


Pustakaraya

Wilson, L and Price, S. 2005. Patofisologi : konsep klinis Prose-Proses Penyakit


Edisi 6. EGC, Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai