Anda di halaman 1dari 13

PERSYARAFAN CEDERA KEPALA

A. Definisi
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2009). Cedera kepala
adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak (Sezanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2013).
B. Etiologi
Menurut Brain Injury Association of America (2013), penyebab utama cedera kepala
adalah karena terjatuh sebanyak 28%, kecelakaan lalu lintas sebanyak 20%, karena
disebabkan kecelakaan secara umum sebanyak 19%, disebabkan kekerasan sebanyak
11%, dan akibat ledakan di medan perang merupakan penyebab utama cedera kepala.
C. Klasifikasi
Menurut Padila (2013), cedera kepala dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Cedera Kepala Ringan
Glasgow Coma Scale >12, tidak ada kelainan dalam CT-scan, tidak ada lesi operatif
dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma kepala ringan atau cedera kepala
ringan adalah hilanghya fungsi neurologis atau menurunnya kesadaran tanpa
menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan
GCS: 15 (sadar penuh) tidak kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri
kepala, hematoma, laseri dan abrasi.
2) Cedera Kepala Sedang
Glasgow Coma Scale 9 – 12, lesi operatif dan abnormalitas dalam CT-scan dalam 48
jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin bingung atau somnolen namun tetap
mampu untuk mengikuti perintah sederhana (GCS 9-13).
3) Cedera Kepala Berat
Glasgow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Hampir 100%
cedera kepala berat dan 66% cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang
permanen. Pada cedera kepala terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera
otak sekunder apabila patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan
dihentikan.
D. Patofisiologi
Otak dapat berfungsi dengan baik oksigen dan glukosa terpenuhi. Energi yang
dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses okidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar
akan menyebabkan gangguan perfusi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai
bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20mg%, karena akan
menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 75% akan terjadi gejala-gejala
permulaan disfungsi serebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik an aerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat hipoksia atau kerusakan otak dapat terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme an aerob. Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah
50-60 ml/menit/100gr. Jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocordial, perubahan tekanan vaskuler dan uedem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan distritmia, fibrilasi atrium dan
ventrikel, takikardia.
Akibat adanya perubahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi.
Pengaruh persyarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar (Tarwoto, 2012).
E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera otak.
1. Cedera kepala ringan (Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

2. Cedera kepala sedang (Diane C. Baughman dan Joann C. Hackley 2003)


a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau bahkan
koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit neurologik,
perubahan tanda-tanda vital (TTV), gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan
c. Cedera kepala berat (Diane C. Baughman dan Joann C. Hackley 2003)
d. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya
penurunan kesadaran
e. Pupil tidak actual, pemeriksaan motorik tidak actual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologic
f. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukkan fraktur
g. Fraktur pada kubah cranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut
F. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang2 msk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yg mengalami hemoragik.
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
d. Radiografi kranium untuk mengetahui adanya fraktur cranium
G. Pathway
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1) Identitas klien
2) Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
3) Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi: Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif
(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler: Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh
peningkatan tekanan intracranial (TIK).
c. Kemampuan komunikasi: Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Psikososial: Data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien
dari keluarga.
e. Aktivitas/istirahat: Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan, perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam berjalan (ataksia),
cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
f. Sirkulasi: Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi), perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
g. Integritas Ego: Perubahan tingkah laku/kepribadian, mudah tersinggung,
delirium, agitasi, cemas, bingung, impulsive dan depresi.
h. Eliminasi: buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) mengalami
inkontinensia/disfungsi.
i. Makanan/cairan: Mual, muntah, perubahan selera makan, muntah (mungkin
proyektil), gangguan menelan (batuk, disfagia).
j. Neurosensori: kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengaran, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan
pengecapan/pembauan, perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental
(orientasi, kewaspadaan, atensi dan kinsentarsi) perubahan pupil (respon
terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta
pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap
sentuhan / gerakan.
k. Nyeri/Keyamanan: sakit kepala dengan intensitas dan lokai yang berbeda,
wajah menyeringa, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang hebat,
gelisah
l. Keamanan: Trauma/injuri kecelakaan, fraktur dislokasi, gangguan
penglihatan, gangguan range of motion (ROM), tonus otot hilang kekuatan
paralysis, demam, perubahan regulasi temperatur tubuh.
m. Penyuluhan/Pembelajaran: Riwayat penggunaan alcohol/obat-obatan terlarang
4) Pemeriksaan penunjang
a. Computed Temografik Scan (CT-Scan) (tanpa/denga kontras) :
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI) : Sama dengan Computed Temografik
Scan (CT-Scan) dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral: Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pengeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma
d. Electroencephalogram (EEG) : Untuk memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
e. Sinar-X : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
f. Brain Auditory Evoked Respons (BAER): Menentukan fungsi korteks dan
batang otak.
g. Positron Emission Tomography (PET): Menunjukan perubahan aktifitas
metabolisme pada otak.
h. Fungsi lumbal, cairan serebrosspinal (CSS): Dapat menduka kemungkinan
adanya perdarahan subarachnoid.
i. Gas Darah Artery (GDA) : Mengetahui adanya masalah ventilasi atau
oksigenasi yang akan dapat meningkatkan tekanan intracranial (TIK).
j. Kimia /elektrolit darah : Mengetahui ketidak seimbangan yang berperan
dalam peningkatan tekanan intracranial (TIK)/perubahan mental.
k. Pemeriksaan toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran.
l. Kadar antikonvulsan darah: dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi
yang cukup efektif untuk mengatasi kejang
2. Gejala dan Tanda Mayor Minor
a. Nyeri Akut
 Gejala dan Tanda Mayor
DS :
1. Mengeluh nyeri
DO :
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
 Gejala dan Tanda Minor
DS :
(tidak tersedia)
DO :
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berfikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
b. Pola Nafas Tidak Efektif
 Gejala dan Tanda Mayor
DS :
1. Dyspnea
DO :
1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspresi memanjang
3. Pola nafas abnormal (mis: takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)
 Gejala dan Tanda Minor
DS :
1. Ortopnea
DO :
1. Pernafasan pursed-lip
2. Pernafasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anteriorposterior meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapsitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inspirasi menurun
c. Gangguan Komunikasi Verbal
 Gejala dan Tanda Mayor
DS :
(tidak tersedia)
DO :
1. Tidak mampu berbicara atau mendengar
2. Menunjukan respon tidak sesuai
 Gejala dan Tanda Minor
DS :
(tidak tersedia)
DO :
1. Pelo
2. Gagap
3. Tidak ada kontak mata
4. Sulit memahami komunikasi
5. Sulit mempertahankan komunikasi
6. Sulit menggunakan ekspresi wajah atau tubuh
d. Gangguan Mobilitas Fisik
 Gejala dan Tanda Mayor
DS :
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
DO :
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun
 Gejala dan Tanda Minor
DS :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
DO :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

3. Intervensi
a. Nyeri Akut

Intervensi
Observasi

1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


2. Identifikasi skala nyeri
3. Identidikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

Terapeutik
5. Fasilitasi istirahat dan tidur
6. Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri

Edukasi

7. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri


8. Jelaskan strategi meredakan nyeri
9. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

10. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pola Nafas Tidak Efektif

Intervensi
Observasi

1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,usaha napas)


2. Monitor bunyi napas tambahan misalnya gurgling, mengi, wheezing,
ronkhi kering
3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)

Terapeutik

4. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift


(jawthrust jika curiga trauma servikal)
5. Posisikan semi-fowler atau fowler
6. Berikan minum hangat
7. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
8. Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
9. Laukukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal
10. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forcep McGill
11. Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

12. Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi


13. Ajarkan teknik batuk efektif

Kolaborasi

14. Kolaborasi pemberian bronkodilator.

c. Gangguan Komunikasi Verbal


Intervensi
Observasi

1. Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas, volume, dan diksi bicara


2. Monitor proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berkaitan dengan
bicara
3. Monitor frustasi, marah, depresi atau hal lain yang menggagu bicara
4. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi

Terapeutik

5. Gunakan metode komunikasi alternative (mis, menulis, mata berkedip,


papan komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan dan
komputer)
6. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bantuan
7. Ulangi apa yang disampaikan pasien
8. Berikan dukungan psikologis

Edukasi
9. Anjurkan bicara perlahan
10. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis
yang berhubungan dengan kemampuan bicara

Kolaborasi

11. Rujuk ke ahli bicara atau patologis

d. Gangguan Monilitas Fisik

Intervensi
Observasi

1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi


2. Identifikasi indikasi dan kontraindikasi mobilisasi
3. Monitor kemajuan pasien/keluarga dalam melakukan mobilisasi

Terapeutik

4. Persiapkan materi, media dan alat-alat seperti bantal, gait belt


5. Jadwalkan waktu pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan dengan
pasien dan keluarga
6. Beri kesempatan pada pasien/keluarga untuk bertanya

Edukasi

7. Jelaskan prosedur,tujuan, indikasi dan kontraindikasi mobilisasi serta


dampak mobilisasi
8. Ajarkan cara mengidentifikasi sarana dan prasarana yang mendukung
untuk mobilisasi dirumah
9. Ajarkan cara mengidentifikasi kemampuan mobilisasi (seperti kekuatan
otot, rentang gerak)

Anda mungkin juga menyukai