Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN S DENGAN CEDERA OTAK RINGAN ( COR )

DI RUANG ANGGREK RSUD dr R GOETENG TARUNADIBRATA

DI SUSUN OLEH :

RAKHMAYANTO, S.Kep

NIM : 200104072

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1 PROFESI NERS


UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2020
BAB I
LANDASAN TEORI

1.1 Definisi Cidera Otak Ringan

Cidera otak merupakan kerusakan akibat perdarahan atau pembbengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (Smeltzer, 2000)
Cedera Otak Ringan (COR) Adalah cidera otak yang ditandai dengan tidak adanya
kehilangan kesadaran, pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, dan pasien dapat
menderita laserasi dan hematoma kulit kepala.(Mansjoer Arif, :2000)
Cedera Orak Ringan (COR) adalah hilangnya fungsi neurologi atau menurunnya kesadaran
tanpa menyebabkan kerusakan lainnya (Smeltzer, 2002)
Cedera Otak Ringan (COR) adalah cedera kapala tertutup yang ditandai dengan hilangnya
kesadaran sementara (Corwin, 2000)

1.2 Klasifikasi

Trauma /cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkanGlasgow Coma Scale (GCS):


1. Ringan (Minor)
 Total GCS 13 – 15
 Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
 Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma.
2. Sedang
 Total GCS 9 – 12
 Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24
jam.
 Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
 Total GCS 3 – 8
 Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
 Juga dapat terjadi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakanial.
1.3 Etiologi

Penyebab cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, dan cedera
olahraga, cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh pisau atau peluru.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab terbesar kematian dan kecacatan utama pada
usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Disamping penanganan
dilokasi kejadian dan transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal diruang
gawat darurat sangat menentukan pelaksanaan dan prognosis selanjutnya.(Corwin, 2000)

a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi (Tabrakan motor dan mobil)


b. Trauma tembus : Luka tembus peluru dari cedera tembus lainnnya (Mansjoer, 2000)

1.4 Manifestasi Klinis

Tanda-tanda :
a. Pingsan tidak lebih dari 10 menit
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau menurun
c. Setelah sadar timbul nyeri
d. Pusing
e. Muntah
f. GCS 13-15
g. Tidak terdapat kelainan neurologis

Gejala :
a. Pernafasan secara progresif menjadi abnormal
b. Respon pupil mungkin lenyap atau progresif memburuk
c. Nyeri kepala dapat timbul segera atau bertahap seiring dengan TIK
d. Mual-muntah akibat TIK
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara serta gerakan motoric
dapat timbul segera atau secara lambat (Corwin, 2000)
Gejala-gejala cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih lama
setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.

1.5 Patofisiologi

1.6 Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1.      Observasi 24 jam
2.      Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3.      Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4.      Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5.      Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6.      Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7.      Pemberian obat-obat analgetik.
8.      Pembedahan bila ada indikasi.

Pasien dengan cedera kepala ringan umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu
dilakukan pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:
  Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal
  Foto servikal jelas normal
  Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama,
dengan instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan
(Corwin, 2000)

1.7 Pemeriksaan Diagnostik


a. CT Sean : tanpa/ dengan kontras mengidentifikasi adanya heronagik, menentukan  ukuran
ventrikel, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi Serebial : menunjukkan kelainan sirkulasi serebial, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.
c. X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(pendarahan/ edema), fragmen tulang.
d. Analisa gas darah : mendeteksi ventilasi oleh atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi kenaikan tekanan intra kronial
e. Elektrolit : untuk mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tik.

1.8 Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala adalah :
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknyaleptomeningen dan
terjadi pada 2 – 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos,kemosis,dan bruit
orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah
edema paru. Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari
sindrom distres pernapasan dewasa.
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu pertama) atau
lanjut (setelah satu minggu).
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

Fokus pengkajian pada cedera otak ringan menurut (Dongoes, 2000) meliputi :
1) Riwayat kesehatan meliputi : keluhan utama, kapan cedera terjadi, penyebab cedera,
riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga
2) Pemeriksaan fisik head to toe
3) Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien)
4) Pemeriksaan persistem
a. Sistem persepsi sensori (pemeriksaan panca indera : penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap dan perasa)
b. Sistem persarafan (tingkat kesadaran/nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu
dan tempat)
c. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas)
d. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas dan frekuensi)
e. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peristaltic,
eliminasi)
f. Sistem integument (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/lesi)
g. Sistem reproduksi
h. Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
5) Pemeriksaan Fungsional
a. Pola makan/cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur
keluar, disfagia)
b. Aktifitas/istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara berjalan
tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus spatik
c. Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
Tanda : perubahan frekuensi jantung (bradikardia,takikardia yang diselingsi
disritmia)
d. Integritas Ego
Gejala : perubahan tingkah laku kepribadian (terang atau dramatis)
Tanda : cemas, mudah tersingguung, deliurin, agitasi, bingung,depresi , dan impulsive
e. Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih/ usus mengalami gangguan fungsi
f. Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia seputar keadian, vertigo, sinkope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagin lapang pandang, fotopobia
Tanda : perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian/konsentrasi,
pemecahan masalah, pengaruh emosi, atau tingkah laku dan memori). Perubahan
pupil (respon erhadap cahaya simetris), ketidak mampuan kehilangan penginderaan
sepertipengecapan, penciuman dan pendengaran.Wajah tidak simetris, genggaman
lemah tidak seimbang, reflek tendon dalam tidak ada atau lemah, apaksia,
hemiparese, postur dekortikasi atau deselebrasi, kejang sangat sensitivitas terhadap
sentuhan atau gerakan.
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dengan lokasi yang berbeda biasanya sama
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyericyang hebat,
gelisah, tidak bisa istirahat, merintih
(Dongoes, 2000)

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :


1.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di
otak).
2.      Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeabronkial
3.      Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral
4.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis
5.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.
6.      Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi.
7.      Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan tingkat kesadaran,
mual, muntah.

NANDA NOC NIC


Bersihan jalan  nafas tidak Status pernapasan: jalan Manajemen jalan napas
efektif b.d kerusakan napas paten
neurovaskular (cedera Aktivitas
pusat pernapasan di otak). Indikator:          Membuka jalan nafas
         Tidak ada demam dengan cara dagu diangkat atau
Batasan karakteristik:          Tidak ada cemas rahang ditinggikan.
         Tidak adanya batuk          Tidak ada hambatan          Memposisikan pasien agar
         Bunyi nafas yang jalan napas mendapatkan ventilasi yang
menguntungkan          Pengeluaran dahak maksimal.
         Perubahan nilai nafas          Bebas dari bunyi          Mengidentifikasi pasien
         Perubahan irama napas berdasarkan penghirupan nafas
pernafasan yang potensial pada jalan nafas.
         Cyanosis          Penghirupan nafas melalui
         Kesulitan bersuara mulut atau nasopharing.
         Pengurangan bunyi          Memberikan terapi fisik
nafas pada dada.
         Dyspnea          Mengeluarkan sekret
         Kelebihan dahak dengan cara batuk atau
         Batuk yang tidak penyedotan.
efektif          Mendorong pernapasan
         Orthopnea yang dalam, lambat, bolak-balik,
         Kurang istirahat dan batuk.
         Mata yang melebar          Menginstruksikan
bagaimana batuk yang efektif.
         Mendengarkan bunyi
nafas, mancatat daerah yang
mangalami penurunan atau ada
tidaknya ventilasi dan adanya
bunyi tambahan.
         Melakukan penyedotan
pada endotrakea atau nasotrakea.
         Memeriksa
bronchodilators dengan tepat.
         Mengajarkan pasien
bagaimana penghirupan nafas
yang tepat.
          Memberikan perawatan
ultrasonic.
         Memberikan oksigen yang
tepat.
         Memeriksa keadaan
pernafasan dan oksigen.

Pola napas tidak efektif b.d Status pernapasan:ventilasi Terapi oksigen


kerusakan neurovaskuler,
obstruksi trakeobronkial Indikator: Aktivitas:
         Frekuensi napas          Menyediakan peralatan
Batasan karakteristik: IER* pemberian oksigen, sistem
         Napas dalam          Irama napas IER kekebalan.
         Perubahan gerakan          Kedalaman inspirasi          Memberikan oksigen
dada          Pengembangan dada tambahan, sesuai petunjuk dokter.
         Mengambil posisi simetris          Mengontrol aliran
tiga titik          Kenyamanan oksigen.
         Bradipneu bernapas          Memeriksa alat
         Penurunan tekanan          Penggunaan otot pentransferan oksigen.
ekspirasi aksesoris/tambahan tidak ada          Memeriksa secara berkala
         Penurunan tekanan          Suara napas alat pemberian oksigen untuk
inspirasi tambahan tidak ada memastikan bahwa telah sesuai
         Penurunan ventilasi          Penarikan dada tidak dengan resep untuk konsentrasi
semenit ada yang diberikan.
         Penurunan kapasitas          Pengerutan bibir          Mengubah tempat masker
vital pada saat bernapas tidak ada oksigen kapan saja alat tersebut
         Dispneu          Dispnea saat istirahat dipindahkan.
         Peningkatan tidak ada          Mengamati tanda-tanda
diameter anterior-posterior          Dispnea dengan oksigen yang menyebabkan
         Napas cuping hidung pengerahan tenaga tidak hypoventilasi
         Ortopneu ada/hilang          Memeriksa tanda-tanda
         Fase ekspirasi yang          Orthopnea tdak keracunan oksigen dan penyerapan
lama ada/hilang atelektasis.
         Pernapasan pursed-          Napas pendek tidak          Memeriksa alat pernafasan
lip ada/hilang untuk memastikan
         Takipneu          Fremitus tidak ketidakcampuran dengan usaha
         Penggunaan otot-otot ada/hilang pasien untuk bernafas.
bantu untuk bernapas          Suara perkusi tidak          Memeriksa/mengontrol
ada/hilang kecemasan pasien yang
         Auskultasi suara mempengaruhi terapi oksigen.
napas, IER          Memeriksa kerusakan
         Volume tidal IER kulit karena pergeseran alat bantu
         Kapasitas vital IER pernafasan.
         Memasukkan/memberikan
alat bantu nafas yang lain untuk
kenyamanan.  

Perfusi jaringan Status neurologi:kesadaran Kenaikan perfusi serebral


serebraltidak efektif b.d
edema serebral Indikator: Aktivitas:
         Fungsi saraf       dalam rentang tersebut.
Faktor resiko:          Kontrol pusat       konsultasikan dengan dokter
         Trauma kepala motorik untuk menentukan posisi kepala
         Tumor otak          Fungsi dan monitor respon pasien
         Gangguan jaringan motorik/sensori saraf otak terhadap posisi kepalanya
otak (krnil)       hindari fleksi leher atau
         Fungsi fleksi panggul/ lutut yang
motorik/sensori saraf otak berlebihan
spinal       beri dan monitor efek
         Fungsi saraf otonom diuretic dan kortikosteroid
         Tekanan dalam       berikan anti nyeri tersedia
cranial       monitor tanda-tanda
         Komunikasi pendarahan
         Ukuran pupil       monitor status neurologi
         Rangsangn pupil       hitung dan monitor tekanan
         Gerakan pupil perfusi serebral
         Pola nafas       monitor TIK dan neurologi
         Tanda-tanda vital untuk aktivitas perawatan
(WNL)       monitor tekanan arteri rata-
         Aktifitas otak(yang rata
tak terlihat)       monitor tekanan
         Sakit kepala (yang kardiovaskuler
tak terlihat)       monitor status respirasi
      monitor factor penentu dari
transport oksigen ke jaringan
seperti PaCO2,SaO2 dan Hb serta
CO2
      montor hasil laboratorium
untuk erubahan oksigenasi dan
perubahan asam basa
      monitor intake dan output
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius.FKUI. 2000.


Smeltzer, S.C & Bare, B.G., (2002). Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa
Kuncara, H.Y,dkk, EGC, Jakarta
Corwin, E.J., (2000). Patofisiologi, Alih Bahasa Brahn U, Pandit EGC, Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6.
EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai