Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI PRAKTEK

PROFESI NERS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS


SERPONG 1 TANGERANG SELATAN TAHUN 2022

Oleh :

ANISA PUTI

PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANTEN

TANGERANG SELATAN

2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK PROFESI NERS LANSIA DI


PUSKESMAS SERPONG 1

Laporan ini telah di setujui untuk dipertanggungjawabkan di hadapan pembimbing


materi dan pembimbing lapangan

Program studi ners (profesi) ilmu keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banten
Tangerang, Desember 2022

PEMBIMBING MATERI PEMBIMBING LAPANGAN

( Ns. Royani, S.Kep, M.Kep ) ( Eva Nurul F, A.Md. Kep )


HIPERTENSI

A. Definisi
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan
tekanan darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka
morbiditas maupun mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg
menunjukkan fase darah yang sedang dipompa oleh jantung dan fase diastolik
90 mmHg menunjukkan fase darah yang kembali ke jantung (Triyanto,2014).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak
hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (Sylvia A. Price, 2015).
Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan hipertensi ini
merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri atau tekanan
systole > 140 mmhg dan tekanan diastole sedikitnya 90 mmHg. Secara
umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan
yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko
terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal.
B. Klasifikasi
Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan dengan menggunakan
sfigmomanometer air raksa atau dengan tensimeter digital. Hasil dari
pengukuran tersebut adalah tekanan sistol maupun diastol yang dapat
digunakan untuk menentukan hipertensi atau tidak. Terdapat beberapa
klasifikasi hipertensi pada hasil pengukuran tersebut. Apakah klasifikasi
hipertensi menurut WHO adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130-139 85-89
Hipertensi ringan 140-159 90-99
(Stadium 1)
Hipertensi sedang 160-179 100-109
(Stadium 2)
Hipertensi berat 180-209 110-119
(Stadium 3)
Hipertensi sangat berat 210 120
(Stadium 4)

C. Etiologi
Penyebab yang mendasari hipertensi tidak diketahui pada sebagian besar
pasien (lebih dari 95%) dan disebut hipertensi esensial. Etiologi hipertensi
terdiri atas multifaktor. Faktor yang berkaitan dengan hipertensi meliputi
obesitas, diabetes, asupan garam (natrium) tinggi, alkohol, dan rokok. Faktor
genetik juga memegang peranan. Tekanan darah meningkat seiring usia dan
hipertensi juga jarang terjadi pada kelompok usia dibawah 25 tahun, kecuali
mereka mengalami penyakit primer seperti gagal ginjal (Brooker 2009).
Faktor risiko hipertensi menurut Jaya (2009) ada dua, yaitu faktor yang
dapat dikontrol dan faktor yang tidak dapat dikontrol.
a. Faktor yang dapat dikontrol diantaranya :
1) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko yang kuat untuk terjadinya
kematian akibat hipertensi. Penghentian merokok terbukti dapat
mengurangi risiko mengalami hipertensi.
2) Konsumsi garam berlebih
Reaksi orang terhadap asupan garam yang di dalamnya mengandung
natrium, berbeda-beda. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam
tubuh, karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar, sehingga
akan mengakibatkan volume dan tekanan darah.
3) Konsumsi kafein secara berlebih
Kafein banyak terdapat pada kopi, teh dan minuman bersoda, kopi dan
teh jika dikomsumsi melebihi batasan normal dalam penyajian akan
mengakibatkan hipertensi.
4) Obesitas
Berat badan individu dan indeks masa tubuh (IMT) berkorelasi
langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik.
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi, akan tetapi prevalensi
hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Individu dengan obesitas
memiliki risiko lima kali lebih besar mengalami hipertensi.
b. Faktor yang tidak dapat dikontrol diantaranya :
1) Riwayat keluarga
Individu yang keluarga atau orang tua mengalami hipertensi cenderung
memiliki kemungkinan lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan
individu yang tidak memiliki keluarga yang mengalami hipertensi.
2) Jenis kelamin
Saat memasuki menopause, penurunan hormone estrogen yang dialami
perempuan akan meningkatkan risiko hipertensi atau tekanan darah
tinggi. Maka perempuan lebih rentan mengalami hipertensi
dibandingkan laki-laki.
3) Usia pasien
Dimana usia 40 tahun hingga 59 tahun dianggap mengalami
kecenderungan hipertensi karena pada usia middle age merupakan usia
dimana kondisi tubuh mulai menurun dan rentang mengalami penyakit
kronis.
D. Tanda dan Gejala
Gejala yang lazim menurut Rokhaeni (2001) yaitu : mengeluh sakit kepala,
pusing, lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis,
kesadaran menurun.
Manisfestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah :
a. Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg
b. Sakit kepala
c. Rasa berat ditengkuk
d. Sukar tidur
e. Lemah dan lelah
f. Nokturia
g. Sesak nafas / sulit bernafas saat beraktivitas
E. Patofisiologi
Berbeda dengan usia yang lebih muda, pasien hipertensi pada usia lanjut
sering sudah mengalami pengurangan elastisitas arteri atau terjadi proses
sklerosis terutama pada arteri yang besar, sehingga mengakibatkan tekanan
sistolik lebih tinggi dan tekanan diastolik yang lebih rendah atau kenaikan
dari nadi (pulse pressure). Hal ini menyebabkan suatu keadaan yang dikenal
sebagai hipertensi sistolikterisolasi, yang penanganannya lebih sulit
dibandingkan dengan hipertensi esensial biasa. Selain itu pada usia lanjut juga
sering mengalami disregulasi sistem saraf otonom yang menyebabkan
hipotensi ortostatik dan ortostatik hipertensi. Komplikasi lain seperti
kerusakan mikrovaskuar pada ginjal juga menjadi salah satu penyebab
penyakit ginjal kronik (PGK) yang berakibat berkurangnya fungsi tubulus
dalam mengatur keseimbangan elektrolit Na dan K. fungsi ginjal yang
menurun secara progresif pada usia lanjut dapat terjadi juga oleh proses
glomerulosklerosis dan fibrosis interstisial yangmenyebabkan kenaikan
tekanan darah melalui mekanisme peningkatan natrium dan ekspansi volume
darah.
F. Pathway

Umur, Jenis kelamin, Gaya hidup, Obesitas

Hipertensi

Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan pembuluh darah

Vasokonstriksi

Gagguan sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokonstriksi Retina arteriole


Resistensi Suplai pembuluh darah ginjal Sistemik Koroner
pembuluh 02 otak Diplopis
darah otak  Blood flow Iskemi
Vasokonstriksi
Sinko  miocard Resti Injuri
p
Nyeri KepalaGangguan Pola Tidur Respon RAAAfterload 
Nyeri Dada
Ganggua
n Perfusi Rangsang aldosteron
Jaringan
Retensi Na Penurunan Fatique
Curah
Jantung
Intoleransi Aktifitas

Edema
G. Komplikasi
Komplikasi hipertensi menurut Triyanto (2014) adalah :
a. Penyakit jantung
Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.
b. Ginjal
Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah
akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu
sehingga menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membran glomerulus,
protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma
berkurang dan menyebabkan edema.
c. Otak
Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami
hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang
diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi berupa perdarahan retina, gangguan penglihatan, hingga
kebutaan.
e. Kerusakan pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan penyempitan
arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis dan arterosklerosis
(pengerasan pembuluh darah).
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
a. Pemeriksaan yang segera
1) Darah rutin (Hematokrit/hemoglobin)
2) Blood Unit Nitrogen/kreatinin
3) Glukosa
4) Kalium serum
5) Kolesterol dan trigliserid serum
6) Pemeriksaan tiroid
7) Kadar aldosteron urin/serum
8) Urinalisa
9) Steroid urin
10) EKG
b. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama)
1) IVP : dapat mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit
parenkim ginjal, batu ginjal / ureter.
2) CT Scan : mengkaji adanya tumor celebral, encelopati
3) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal,
perbaikan ginjal.
4) USG : untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan sesuai kondisi klinis
pasien.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi ada dua pilihan yaitu : pengobatan
farmakologis dan pengobatan nonfarmakologis. Pengobatan farmakologis
dilakukan dengan menggunakan obat-obatan anthihipertensi sedangkan
pengobatan nonfarmakologis atau tanpa obat, antara lain dilakukan dengan
menganut gaya hidup sehat, rendam air hangat, terapi musik klasik, bekam
dan senam lansia.
a. Penatalaksanaan farmakologi hipertensi
Tujuan penatalaksanaan farmakologi atau pengobatan tekanan darah
adalah untuk menurunkan tekanan darah dan mengembalikan tekanan
darah pada ukuran normal dengan obat-obatan yang dikonsumsi.
Pemberian obat hipertensi yang biasa diberikan pada orang hipertensi
menurut Darmawan (2012) adalah:
1) Diuretik thiazide merupakan obat yang diberikan untuk mengobati
hipertensi
2) Pengobatan adrenergic seperti alfa-bloker dan beta-bloker merupakan
obat yang menghambat efek system saraf simpatis.
3) Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-INHIBITOR)
merupakan obat penurun tekanan darah dengan cara melebarkan arteri.
4) Angiotensin II bloker merupakan obat penurun tekanan darah dengan
cara melebarkan arteri.
5) Antagonis kalsium menyebabkan melebarnya pembuluh darah.
6) Vasodilator langsung menyebabkan pelebaran pembuluh darah.
7) Kedaruratan hipertensi merupakan penatalaksanaan dengan
memerlukan obat yang menurunkan tekanan darah tinggi dengan segera
contoh nya : diazoxide, nitroprusside, nitroglycerin, dan labelatol.
b. Penatalaksanaan nonfarmakologi hipertensi
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan
sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa
obat ini meliputi :
1) Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a) Pengurangan konsumsi garam dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b) Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c) Konsumsi buah dan sayur seperti semangka, mentimun, seledri,
tomat, kesemek
2) Penurunan berat badan
3) Penurunan asupan etanol
4) Menghentikan merokok
5) Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan
untuk penderita hipertensi adalah olahraga yang mempunyai empat
prinsip yaitu: macam olahraga isotonis dan dinamis seperti lari, jogging,
bersepeda, berenang dan lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara
60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal
yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25
menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3x
perminggu dan paling baik 5x perminggu.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Fokus pengkajian menurut Wijayaningsih (2013) Asuhan keperawatan pada
klien hipertensi dilaksanakan melalui proses keperawatan yang terdiri dari :
a. Aktivitas atau istirahat
Kelemahan, letih, nafas pendek, frekuensi jantung tinggi, perubahan irama
jantung.
b. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit selebravaskular, kenaikan
tekanan darah, takikardi, distritmia, kulit pucat, sianosis, diaphoresis.
c. Integritas ego
Perubahan kepribadian, ansietas, depresi atau marah kronik, gelisah, otot
muka tegang, pernafasan maligna, peningkatan pola bicara.
d. Gangguan ginjal saat ini atau masa lalu seperti infeksi, obstruksi atau
riwayat penyakit ginjal
e. Makanan / cairan
Makanan yang disukai tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual
dan muntah, perubahan berat badan, adanya edema
f. Neurosensori
Pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, perubahan keterjagaan,
orientasi pola atau isi bicara efek proses pikir atau memori (ingatan),
respon motorik (penurunan kekuatan genggaman tangan), perubahan retina
optik.
g. Nyeri atau kenyamanan
Angina, nyeri hilang atau timbul pada tungkai klaudikasi, sakit kepala,
nyeri abdomen.
h. Pernapasan
Dispnea, takipnea, dispnea nocturnal paroksimal, riwayat merokok, batuk
dengan atau tanpa sputum, distress respirasi atau penggunaan otot aksesori
pernafasan.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan
peningkatan afterload dan vasokontriksi (D.0008)
2. Nyeri atau sakit kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular
selebral (D.0077)
3. Gangguan pola tidur (d.0055)
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik (D.0056)
C. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Intervensi
1. Resiko tinggi Luaran Utama : Perawatan Jantung
penurunan curah Curah Jantung (I.02075)
jantung (D.0008) (L.02008) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi
asuhan keperawatan tanda/gejala
diharapkan sekunder
ketidakadekuatan penurunan curah
jantung memompa jantung
darah meningkat 2. Identifikasi
dengan kriteria : tanda/gejala
1. Kekuatan nadi sekunder curah
perifer meningkat jantung
2. Ejection fraction 3. Monitor tekanan
(EF) meningkat darah
3. Dispnea menurun 4. Monitor intake dan
output cairan
5. Monitor saturasi
oksigen
Terapeutik
6. Posisikan semi
fowler atau fowler
dengan kaki ke
bawah atau posisi
nyaman
7. Berikan diet
jantung yang
sesuai
8. Fasilitasi pasien
dan keluarga untuk
memotivasi gaya
hidup sehat
Edukasi
9. Anjurkan aktifitas
fisik sesuai
toleransi
10. Anjurkan aktiitas
fisik secara
bertahap
11. Anjurkan pasien
dan keluarga
mengukur intake
dan output cairan
harian
Kolaborasi
12. Kolaborasi
pemberian
antiaritmia, jika
perlu
2. Nyeri atau sakit Luaran Utama : Manajemen Nyeri
kepala (D.0077) Tingkat Nyeri (I.08238)
(L.08066) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi, lokasi,
tindakan karakteristik,
keperawatan durasi, frekuensi,
diharapkan tingkat kualitas, intensitas
nyeri
nyeri menurun 2. Identifikasi skala
dengan kriteria : nyeri
1. Kemampuan 3. Identifikasi respon
menuntaskan non verbal
aktivitas 4. Identifikasi faktor
meningkat yang memperberat
2. Keluhan nyeri dan memperingan
menurun nyeri
3. Kesulitan tidur 5. Monitor efek
menurun samping
4. Tekanan darah penggunaan
membaik analgetik
Terapeutik
6. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri (mis.
TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik,
biofeedback,
teknik imajinasi
terbimbing,
kompres
hangat/dingin,
terapi bermain)
7. Fasilitasi istirahat
dan tidur
8. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
9. Jelaskan penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
11. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
12. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
umtuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi
13. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
3. Gangguan pola Luaran Utama : Dukungan Tidur
tidur (D.0055) Pola Tidur (I.05174)
(L.05045) Observasi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola
tindakan diharapkan dan aktifitas tidur
pola tidur membaik 2. Identifikasi faktor
dengan kriteria : penganggu tidur
1. Keluhan sulit (fisik dan/atau
tidur psikologis)
Terapeutik
2. Keluhan tidak 3. Batasi waktu tidur
puas tidur siang, jika perlu
3. Keluhan istirahat 4. Fasilitasi
tidak cukup meghilangkan
stress sebelum
tidur
5. Tetapkan jadwal
tidur rutin
Edukasi
6. Jelaskan
pentingnya tidur
selama sakit
7. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu
tidur
4. Intoleransi Toleransi Aktifitas Manajemen Energi
Aktifitas (D.0056) (L.05047) (I.05178)
Setelah dilakukan Observasi
tindakan 1. Identifikasi
keperawatan gangguan fungsi
diharapkan toleransi tubuh yang
aktifitas meningkat mengakibatkan
dengan kriteria : kelelahan
1. Saturasi oksigen 2. Monitor pola dan
meningkat jam tidur
2. Kemudahan 3. Monitor lokasi dan
dalam melakukan ketidaknyamanan
aktifitas sehari- selama melakukan
hari meningkat aktifitas
3. Keluhan lelah Terapeutik
menurun 4. Sediakan
lingkungan
4. Dyspnea saat nyaman dan
aktifitas menurun rendah stimulus
5. Berikan aktifitas
distraksi yang
menenangkan
Edukasi
6. Anjurkan tirah
baring
7. Anjurkan
melakukan
aktifitas secara
bertahap
Kolaborasi
8. Kolaborasi dengan
ahli gisi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
DAFTAR PUSTKA

A, Sylvia., M, Lorraine. (2015). Patifisiologi Edisi 6 Vo 2 Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit. Jakarta : EGC
Kartika sari Wijataningsih. 2013. Standar Asuhan Keperawatan : Jakarta. TIM.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Defnisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Defnisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Triyanto, Endang. 2014. Pelayanan Keperawatan bagi Penderita Hipertensi
Secara Terpadu. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai