1.4 Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks
adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat
respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon
ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan
structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan
tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang
diteruskan ke sel jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan
tekanan darah. Dan apabila diteruskan pada ginjal, maka akan
mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II
berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga
terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan
hormone aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan
berakibat pada peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan
darah maka akan menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti
jantung. (Suyono, Slamet. 1996).
1.5 Pathway
Hipertensi
Perubahan struktur
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Afterload
Nyeri kepala Risiko
meningkat
cedera
Gangguan pola
Penurunan curah jantung
tidur
1.6 Tanda Dan Gejala
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis.
Menurut Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang
menderita hipertensi yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas,
kelelahan, sesak nafas, gelisah, mual muntah, epistaksis, kesadaran
menurun. Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
a. Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg.
b. Sakit kepala
c. Pusing / migraine
d. Rasa berat ditengkuk
e. Penyempitan pembuluh darah
f. Sukar tidur
g. Lemah dan lelah
h. Nokturia
i. Azotemia
j. Sulit bernafas saat beraktivitas
1.8 Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan,
kematian sel otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel
ginjal, gagal ginjal), jantung (membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal
jantung).
1.9 Penatalaksanaan
Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan
mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan
pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1. Terapi tanpa obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi
ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan
berat. Terapi tanpa obat ini meliputi: diet destriksi garam secara
moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet rendah kolesterol dan
rendah asam lemak jenuh.
a. Penurunan berat badan
b. Penurunan asupan etanol
c. Menghentikan merokok
d. Latihan fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang
mempunyai empat prinsip yaitu:
a) Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari,
jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain.
b) Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas
aerobik atau 72- 87 % dari denyut nadi maksimal yang
disebut zona latihan.
c) Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam
zona latihan.
d) Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5
x perminggu.
e. Edukasi psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi
meliputi:
a) Tehnik BiofeedbackBiofeedback adalah suatu tehnik yang
dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek
dianggap tidak normal. Penerapan biofeedback terutama
dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti
kecemasan dan ketegangan.
b) Tehnik relaksasiRelaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik
yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat
belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks.
f. Pendidikan kesehatan (penyuluhan)
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan
pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan
darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat
hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat. Pengobatan hipertensi
umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita.
Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli
Hipertensi (Joint National Committee On Detection, Evaluation And
Treatment Of High Blood Pressure, Usa, 1988) menyimpulkan bahwa
obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat
ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada
penderita.
• Kaji pengetahuan
4. Setelah 1 x • Keluarga dapat • Lingkungan yang keluarga tentang
45 menit menyebutkan dapat menunjang pencegahan dan
keluarga 2 dari 4 kesehatan : penularan Hipertensi.
mampu lingkungan 1. Lingkungan
• Diskusikan bersama
memodifik yang rumah yang
keluarga bagaimana
asi mendukung nyaman
lingkungan yang dapat
lingkungan kesehatan 2. Hindari
menunjang kesehatan.
untuk kebisingan
• Evaluasi kembali
menunjang 3. Hindari
tentang bagaimana
kesehatan permasalahan
lingkungan yang dapat
keluarga. yang dapat
menunjang kesehatan
meningkatkan terhadap semua anggota
emosi keluarga.
4. Istirahat yang • Berikan pujian pada
cukup keluarga atas jawaban
5. Dapat yang benar.
mengendalikan
emosi dan
menikmati hidup.
• Kaji pengetahuan
• Keluarga 1. Mengidentifikasi keluarga tentang cara
mampu faktor eksternal dan merawat anggota
melakukan internal yang dapat keluarga yang sakit
perawatan di meningkatkan atau • Demontrasikan cara
rumah mengurangi perawatan Hipertensi.
motivasi untuk • Evaluasi kembali
perilaku sehat tentang merawat
anggota keluarga yang
sakit.
2. Tentukan • Berikan pujian pada
pengetahuan kesehatan keluarga atas jawaban
dan gaya hidup yang benar.
perilaku saat ini pada
individu atau keluatga
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta,
EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with hypertension. In: Webb NJA,
Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric Nephrology. 3rd edition.
Oxford: Oxford University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition.
PPNI, TIM Pokja SDKI DPP. (2017). SDKI. Dewan Penguru Pusat Persatuan
Perawat Nasiona Indonesia.
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan edisi 1 cetakan 2. Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
PPNI, TIM POKJA SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
DPP PPNI.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt Grasindo:Jakarta
Soeparman dkk,2007 Ilmu Penyakit Dalam , Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara Media:malang