Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PASIEN DENGAN
POSTPARTUM SECTIO CAESAREA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu


Praktek Klinik Keperawatan Maternitas

Oleh:
Nama : TITIS MAHANANI
NIM : P17210191014

PRODI D-III KEPERAWATAN MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Masalah


Postpartum sectio caesarea Periode 23 Agustus 2021 s/d 28 Agustus 2021 Tahun
Ajaran 2020/2021

Telah disetujui dan disahkan pada tanggal 29 Bulan Agustus Tahun 2021

Malang, 29 Agustus 2021

Preceptor Klinik Preceptor Akademik

Sri Mudayatiningsih.,SKp.,M.Kes
A. Konsep Teori

1.1 Definisi

Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas

(puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya

kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6

minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke

keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010). Masa nifas atau puerperium

adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu

(42 hari).

Sectio caesarea adalah suatu tindakan mengeluarkan janin dengan cara

membuat insisi pada dinding uterus melalui dinding perut berupa sayatan

(MURTI, 2020)

Istilah caesar dalam bahasa inggris adalah gabungan dari kata

“caesarean section” yang asal katanya “caesar (caedere)” berarti

membedah. Di dalam kamus besar bahasa indonesia caesar adalah

pembedahan yang dilakukan dengan pengirisan dindiding perut dan

peranakan untuk melahirkan atau mengeluarkan janin (Sudirman, 2018).

Section caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina

(Cyatraningtyas, n.d.)

1.2 Patofisiologi

Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang

menyebabkan bayi tidak lahir normal ataupun spontan, misalnya


disebabkan oleh plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior),

panggul sempit, disporsi sefalopelvik : yaitu ketidak seimbangan antara

ukuran kepa dan ukuran panggul, rupture uteri mengancam, partus lama

(prologed labor), partus tak maju (obstructed labor), preeklamsia dan

hipertensi, melpresentasi janin (litak lintang, letak bokong, presentasi

dahi dan muka, presentasi rangkap jiwa repososo tidak berhasil dan

gemeli). Dalam proses operasinya di lakukan tindakan anestesi yang akan

menyebabkan pasien mengalami imbolisasi, efek anestesi menyebabkan

konstipasi. Dalam proses pembedahan akan dilakukan insisi pada

dinding abdomen sehigga menyebabkan terputusnya kontinutas jaringan

merangsang area sensorik yang menyebabkan gangguan rasa aman

nyaman yaitu nyeri. Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi

akan ditutup dan menimbulkan luka post sectio caesarea, yang bila tidak

di rawat dengan baik akan menyebabkan resiko infeksi. pada saat post

partum mengalami penurunan hormon progesteron dan esterogen akan

terjadi konteraksi uterus dan invulsi tidak adekuat sehingga terjadi

pendarahan dan bisa menyebabkan resiko syok, Hb menurun dan

kekurangan O2 mengakibatkan kelemahan dan menyebabkan defisit

perawatan diri (nurarif, 2015)

Ketika ibu mengalami nyeri maka akan takut melakukan mobilisasi

dini karena kepercayaan seseorang terhadap budayanya apabila sering

bergerak setelah melahirkan maka benang jahitannya akan terputus dan

lebih sakit jika melakukan mobilisasi dan ibu semakin takut untuk

melakukannya (Chapman,Anis Satus, 2017)


Mobilisasi dini post sc sangat perlu dilakukan jika tidak akan

memberi dampak terhadap ibu seperti peningkatan suhu, perdarahan

abnormal, thrombosis, involusi yang tidak baik, aliran darah tersumbat,

peningkatan intensitas nyeri (MAEDA DWI TIKA SARI, 2020)

1.3 Tanda dan Gejala

Tanda dan Gejala yang lazim terjadi, pada infeksi sebagai berikut :
a. Rubor : yaitu kemerahan
b. Kalor : Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan akut.
c. Dolor : Perubahan PH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf.

d. Tumor : Pembengkakan

e. Functio Laesa : reaksi peradangan

(Puteri & Hafifah, 2021) post partus ditandai oleh :

a. Sistem reproduksi

1) Uterus di tandai dengan kembalinya uterus ke kondisi normal

setelah hamil

2) Keluarnya lochea, komposisi jaringan endometrial, darah dan

limfe

Tahapannya : Rubra (merah) : 1-3 hari, kemudian Sanguinolenta

: warna merah kekuningan, berisi darah dan lendir terjadi pada

hari ke 3-7, Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak

berdarah lagi pada hari ke 7-14 pasca persalinan, Lochea alba :

cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu pasca


persalinan, Lochea purulenta : ini terjadi karena infeksi, keluar

cairan seperti nanah berbau busuk, Lochiotosis : lochea tidak

lancar keluarnya

3) Siklus menstruasi

Mengalami perubahan saat ibu mulai menyusui pada saat

menstruasi

4) Serviks

Setelah lahir serviks akan terjadi edema, bentuk distensi untuk

beberapa hari, struktur interna akan kembali setelah 2 minggu

5) Vagina

Nampak berugae kembali pada 3 minggu

6) Perinium

Terdapat robekan jika di lakukan episiotomi yang akan terjadi masa

penyembuhan selama 2 minggu

7) Payudara

Payudara akan membesar karena vaskularisasi dan engorgemen


(bengkak karena peningkatan prolaktin).

1.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi


faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi nyeri
antara lain :
1. Usia

Usia suatu variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada

individu

2. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan


dalam berespon terhadap nyeri.

3. Kebudayaan

Perawat seringkali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap

individu dalam masalah nyeri adalah sama

4. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

5. Ansietas

6. Dukungan keluarga dan sosial

1.5 Pemeriksaan Penunjang / diagnostik

1. Pemantauan janin terhadap kesehatan janin

2. Pemantauan EKG

3. JDL dengan diferensial

4. Elektrolit

5. Hemoglobin/Hematokrit

6. Golongan darah

7. Urinalis

8. Amniosintesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi


9. Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi

10. Ultrasound sesuai pesanan (nurarif, 2015)

1.6 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada pasien yang sudah menjalani operasi

sectio caesarea adalah sebagai berikut :

1. Analgesik

2. Tanda-tanda vital

3. Terapi cairan dan diet


4. Vesika urinarius dan usus

5. Ambulansi

6. Perawatan diri

7. Laboratorium

8. Memulangkan pasien dari rumah sakit

9. Pemberian cairan.

Penggantian cairan ini pada saat pasien kritis atau

kehilangan cairan terlalu banyak baik dalam

bentuk air maupun darah.

10. Post operasi pada hari kedua pasien dapat duduk.

11. Adanya pemberian obat-obatan.

12. Perawatan luka.

13. Perawatan Payudara

Perawatan payudara ini supaya produksi ASI lancar dan

menghindari kesulitan dalam menyusui (MURTI, 2020)

1.7 Adaptasi Post Partum

Post partum adalah berlangsung selama kira-kira 6 minggu,

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

kembali pada keadaan sebelum hamil .

a) Tahapan masa post partum

1. Immediate Postpartum ( setelah plasenta lahir-24 jam Masalah

yang sering terjadi pendarahan karena atonia uteri, karena itu perlu

melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia,


tekanan darah dan suhu, dan setelah plasenta lahir sampai 24jam.

2. Early postpartum (24 jam-1 mg)

Uteri normal tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak

demam, ibu cukup mendapat makanan dan cairan serta ibu dapat

menyusui dengan baik.

3. Late post partum ( 1 mg-6 mg )

Melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta

konseling/pendidikan kesehatan Keluarga Berencana (KB)

(Wahyuningsih Sri, 2019)

b) Kebutuhan masa post partum

1) Nutrisi dan cairan

2) Ambulasi

3) Eliminasi

4) Kebersihan diri

5) Istirahat dan Tidur (Wahyuningsih Sri, 2019)

c) Perubahan fisiologis pada Masa post partum

1. Uterus

Uterus akan mulai mengeras karena kontraksi dan retraksi

otot-ototnya setelah plasenta lahir. Uterus berangsur-angsur

mengecil sampai keadaan sebelum hamil (Wahyuningsih Sri, 2019)

2. Lochea

Selama masa post partum mengeluarkan cairan/ secret berasal

dari kavum uteri dan vagina. Berikut ini, beberapa jenis


lokia(Wahyuningsih Sri, 2019).

a. Lokia Rubra

berlangsung 2 hari post partum berwarna merah karena berisi

darah segar dan sisa-sisa selaput desidua, ketuban, meconium,

verniks lanugo.

b. Lokia Sanguilenta

Berlangsung 3-7 hari post partum berwarna merah kuning berisi

darah dan ensit.

c. Lokia serosa

Berlangsung 7-14 hari post partum berwarna kuning karena

mengandung serum, jaringan desidua, leukosit dan eritrosit.

d. Lokia alba

Berlangsung 14 hari-2 minggu berwarna putih terdiri atas leukosit

dan sel-sel desidua.

3. Endometrium

Kontraksi menonjol ke kavum uteri karena bekas implantasi

plasenta, endometrium akan rata setelah hari ke 3 dan hari ke 1

endometrium tebal 2,3 mm.Perubahan terjadi dengan timbulnya

thrombosis, degenerasi dan nekrosis di tempat implantasi

(Wahyuningsih Sri, 2019)

4. Serviks

Setelah 7 hari setelah persalinan serviks menganga dapat di

lalui 1 jari, setelah 4 minggu rongga bagian luar kembali normal

(Wahyuningsih Sri, 2019).


5. Vagina dan Perineum

Perinium yang terdapat laserasi atau jahitan serta udem akan

berangsur-angsur pulih sembuh 6-7 hari tanpa infeksi. Vagina

seperti ukuran nullipara dan berangsur-angsur luasnya berkurang,

hymen berubah menjadi karunkula mitiformis dan tampak sebagai

tonjolan jaringan yang kecil. Minggu ke tiga rugae vagina kembali.

Oleh karena itu vulva hygiene perlu dilakukan (Wahyuningsih Sri,

2019).

6. Mamae/payudara

jaringan payudara tumbuh dan menyiapkan fungsinya selama

kehamilan mempersiapkan makanan bagi bayi. Wanita yang telah

melahirkan proses laktasi terjadi secara alami. Ada 2 mekanisme

: produksi susu, sekresi susu atau let down. Pada hari ke tiga setelah

melahirkan efek prolactin pada payudara mulai dirasakan, sel acini

yang menghasilkan ASI mulai berfungsi. Oksitoksin merangsang

ensit let dowm ( mengalirkan pada saat bayi menghisap, sehingga

menyebabkan ejeksi ASI (Wahyuningsih Sri, 2019).

7. Sistem pencernaan

Ibu merasa lapar setelah persalinan 2 jam tidak ada alesan

menunda pemberian makan, kecuali ada komplikasi persalinan,

konstipasi terjadi karena psikis takut BAB karena ada luka jahit

perineum (Wahyuningsih Sri, 2019).

8. Sistem perkemihan

Kurang dari 40% wanita post partum mengalami proteinuria


non patologis, kecuali pada kasus preeklamsi. Pelvis ginjal

beregang dan dilatasi selama kehamilan, kembali normal akhir

minggu ke 4 setelah melahirkan (Wahyuningsih Sri, 2019).

9. Sistem muskoloskeletal

Saat kehamilan ligament, fasia, diafragma pelvis

meregang dan berangsur-angsur mengecil seperti

semula (Wahyuningsih Sri, 2019).

10. Sistem Endokrin

1. Okstitoksin membantu uterus kembali normal sehinngga berperan

dalam konstraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Isapan bayi

dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin

2. Prolatin, jika ibu post partum tidak menyusui dalam 14-21 hari

timbul menstruasi. Dikeluarkan oleh kelenjar dimana pituitrin

merangsang pengeluaran prolaktin untuk produksi ASI.

3. Estrogen dan progesteron, progesterone meningkat setelah melahirkan

estrogen menurun (Wahyuningsih Sri, 2019).

11. Tanda-tanda vital

1. Suhu tubuh

Saat post partum naik kurang lebih 0,5C, setelah 2 jam post partum

normal.

2. Nadi dan pernafasan

Nadi dapat bradikardi jika terjadi takikardi waspada terjadi

pendarahan, pernafasan akan sedikit meningkat setelah persalinan


lalu kembali normal.

3. Tekanan darah setelah beberapa hari kadang naik lalu kembali

normal asalkan tidak ada penyakit yang menyertai dan BB turun

rata-rata 4,5 kg.

4. Adanya striae pada dinding abdomen tidak dapat dihilangkan

sempurna dan berubah jadi putih (striae albicans) (Wahyuningsih Sri,

2019).

a. Adaptasi psikologis
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan ibu akan

melalui fase fase sebagai berikut (Pitriani Risa & Rika Andriani,

2014)

1. Fase Taking In ( Masa Ketergantungan )

Terjadi pada hari ke 1 sampai ke 2, ibu biasanya fokus terhadap diri

sendiri, mungkin pasif dan tergantung, biasanya ibu tidak

menginginkan kontak dengan bayinya tetapi bukan berarti tidak

memperhatikan, pada fase ini ibu lebih perlu informasi bayinya

dibbandingkan cara merawat bayinya.

2. Fase Taking Hold ( Fase independen )

Terjadi pada hari ke 3 sampai hari ke 10, perasaan ibu pada fase ini

sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasi kurang hati-

hati. Ibu mulai berusaha mandiri dan berinisiatif, perhatian terhadap

kemampuan mengatasi fungsi tubuhnya seperti buang air kecil dan

buang air besar, ingin belajar tentang perawatan diri dan bayi.

3. Fase Letting Go ( Pase interdependen)


Terjadi setelah hari ke-10 post partum, ibu menerima peran dan

tanggung jawab baru, terdapat penyesuaian dalam hubungan

keluaraga termasuk bayinya dan peningkatan kemandirian dalam

merawat diri dan bayinya. Pada masa post partum terdapat

perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang di

rasakan dan akan kembali secara perlahan.

1.8 Etiologi

Pada masa nifas, keadaan alat alat genetalia internal ataupun

eksternal akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan alat genital ini dalam keseluruhannya

disebut involusi (Winknjosastro, 2006:237).

Pada otot rahim terdiri dari tiga lapis otot bentuk anyaman

sehingga pembuluh darah dapat tertutup sempurna, dengan

demikian terhindari dari perdarahan post partum

Etiologi yang berasal dari ibu.

Etiologi yang berasal dari ibu yaitu primi para tua disertai

dengan kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik ( disproporsi

janin/ panggul ), primigravida dengan kelainan letak, terdapat

sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, panggul sempit,

plasenta previa terutama pada primigravida, tingkat I-III solusio

plasenta, terdapat komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-

eklampsia, kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ), kista

ovarium, mioma uteri yang menyebabkan gangguan perjalanan


persalinan (Nurarif & Kusuma, 2015).

1. Etiologi yang berasal dari janin

Yaitu fetal distress/gawat janin, kedudukan janin mal presentasi

dan mal posisi janin, pembukaan yang kecil pada prolapsus tali

pusat, vakum atau forceps ekstraksi menyebabkan kegagalan

persalinan (Nurarif & Kusuma, 2015)

1.9 Pathway
Sectio caesarea

Luka post op

Jaringan Terputus Jaringan Terbuka

Merangsang area Sensorik Proteksi Kurang

Gangguan rasa nyaman Invasi Bakteri

Nyeri Akut Resiko Infeksi

Itoleransi Aktivitas

1.10 Pembagian Masa Post partum

Menurut referensi dari Prawirohardjo (2009:238), pembagian nifas di


bagi 3 bagian, yaitu:

1. Puerperium Dini

Yaitu kepulihan dimana ibu di perbolehkan berdiri dan berjalan.

Dalam agama Islam, dianggap telah bersih dan boleh bekerja


setelah 40 hari.

2. Puerperium Intermedial

Yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8


minggu.

3. Remote Puerperium

Yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna

terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu,

bulan atau tahunan.

Periode pasca partum ialah masa enam minggu setelah bayi lahir

sampai organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum

hamil. Periode ini kadang disebut puerperium atau trimester

keempat kehamilan. Immediate post partum –> Berlangsung dlm

24 jam pertama, Early post partum–>Berlangsung sampai minggu

pertama, Late post partum –> Berlangsung sampai masa post

partum berakhir.

1.11 Adaptasi spikologis post partum

Menurut Reva Rubin, adaptasi psikologi ibu post patum terbagi atas
3 bagian, yaitu :

a. Fase Taking In

Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung

dari hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada

saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri.

Kelelahan membuat ibu cukup istirahat untuk mencegah gejala

kurang tidur, seperti murah tersinggung. Hal ini membuat ibu


cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.

b. Fase Taking Hold

Fase ini berlangsung selama 3 – 20 hari setelah melahirkan.

Pada fase ini taking hold, ibu merasa khawatir akan

ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat

bayi, selain itu perassannya sangat sensitive sehingga mudah

tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Saat ini ibu

memerlukan dukungan karena ini merupakan kesempatan yang

baik untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri

dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.

c. Fase Letting Go

Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran

barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu

sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan

bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat

pada fase ini.


2.1 Konsep Nyeri

2.1.1 Defenisi

Nyeri yaitu pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan dan muncul terkait akibat adanya kerusakan jaringan

aktual, potensial, atau digambarkan kondisi terjadinya kerusakan

sedemikian rupa (International Association Study of Paint) : Awitan

yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan

akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi (NANDA, 2013).

2.1.2 Fisiologi Nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2002) Biasanya terdapat interkoneksi antara

sistem neural desenden serta traktus sensori asenden. kornu dorsalis dari

medula spinalis dapat dianggap sebagai tempat memproses sensori.

Serabut perifer berakhir disini dan serabut traktus sensori asenden

berawal disini.

Agar nyeri dapat diserap secara sadar, neuron pada sistem asenden

harus diaktifkan (Smeltzer & Bare, 2002)

2.1.3 Penyebab Nyeri

Menurut (Asmadi, 2009) penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke

dalam dua penyebab yaitu :

1. Penyebab fisik
a. Trauma (mekanik, termis, kimiawi, elektrik)

Pada trauma mekanik nyeri adanya ujung saraf mengalami kerusakan

akibat benturan, gesekan atau luka. Sedangkan pada trauma termis nyeri

adanya ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin.

Dan pada trauma kimiawi terjadi akibat tersentuh zat asam atau basa.

Trauma elektrik menimbulkan nyeri akibat pengaruh aliran listrik yang

kuat mengenai reseptor rasa nyeri.

b. Neoplasma menyebabkan nyeri terjadi akibat tekanan atau kerusakan

jaringan yang mengandung reseptor nyeri

c. Peradangan menimbulkan nyeri akibat kerusakan ujung- ujung saraf

reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.

2. Penyebab psikologis

Nyeri diakibatkan karena faktor psikologis yaitu nyeri dirasakan karena

adanya trauma psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik. Nyeri karena

faktor ini disebut psychogenic pain.

2.1.4 Faktor –faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

Menurut prasetyo (2010),faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

persepsi dan reaksi nyeri antara lain :

1. Usia

Usia suatu variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada

individu

2. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam
berespon terhadap nyeri.

3. Kebudayaan

Perawat seringkali berasumsi bahwa cara berespon pada setiap individu

dalam masalah nyeri adalah sama

4. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

5. Ansietas

6. Dukungan keluarga dan sosial

2.1.5 Klasifikasi Nyeri

Berupa nyeri akut dan nyeri kronis :

1. Nyeri akut

Nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang, tidak

melebihi enam bulan, dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot.

2. Nyeri kronis

Nyeri yang timbul secara perlahan-lahan biasanya berlangsung dalam

waktu yang cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan.

2.1.6 Respon Terhadap Nyeri

Respon tubuh terhadap nyeri adalah sebuah proses komplek dan

bukan sebuah kerja spesifik. Respon tubuh terhadap nyeri memiliki

aspek fisiologis dan psikososial. Pada awalnya, sistem saraf simpatik

berespon, menyebabkan respon melawan atau menghindar. Apabila

nyeri terus berlanjut, tubuh beradaptasi ketika system syaraf para

simpatik mengambil ahli, membalik banyak respons fisiologis. Adaptasi

terhadap nyeri ini terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari

mengalami nyeri.
Reseptor nyeri aktual sangat sedikit beradaptasi terus mentransmisikan

pesan nyeri. Seseorang dapat belajar tentang nyeri melalui aktivitas

kognitif dan perilaku, yaitu : pengalihan, imajinasi, dan banyak tidur.

Individu dapat berespon terhadap nyeri dengan mencari intervensi fisik

untuk mengatasi nyeri seperti, analgetik, oijat dan olah raga.

2.1.7 Karakteristik Nyeri

Karakteristik dapat juga dilihat nyeri berdasarkan metode PQRST, P

provocate, Q Quality, R Region, S Scale, T Time.

1. P provocate, tenaga kesehatan harus mengkaji tentang penyebab

terjadinya nyeri pada penderita.

2. Q Quality, kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subyektif yang

diungkapkan klien.

3. R Region, untuk mengkaji lokasi, tenaga kesehatan meminta penderita

untuk menunjukkan semua bagian/daerah yang dirasakan tidak nyaman.

4. S Scale, tingkat keparahan merupakan hal yang paling subyektif yang

dirasakan oleh penderita

5. T Time, tenaga kesehatan mengkaji tentang awitan, durasi, dan

rangkaian nyeri.

2.1.8 Penilaian dan Pengukuran Nyeri

Evaluasi ini juga dapat didekati dengan menggunakan penelitian yang

lebih formal, seperti kuesioner nyeri MC bill, yang merupakan salah

satu alat untuk menilai nyeri. Bagian pertama klien menandai lokasi

nyeri disebuah gambar tubuh manusia. Pada bagian kedua klien memilih
duapuluh kata yang menjelaskan kualitas sensorik, afektif, evaluatif,

dan kualitas lain dari nyeri. Pada bagian ketiga klien memilih kata

seperti singkat, berirama atau menetap untuk menetap untuk

menjalaskan pola nyeri. Pada bagian keempat klien menentukan

tingkatan nyeri pada suatu skala 0 sampai 5

Kualitas nyeri dapat dinilai sederhana yang meminta pasien

menjelaskan nyeri dengan kata-kata mereka sendiri (misalnya tumpul,

berdenyut, seperti terbakar).Alat bantu lain yang digunakan untuk

menilai intensitas atau keparahan nyeri klien:

B. Konsep Asuhan keperawatan

1.12 Pengkajian

Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan

meliputi distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan,

malposisi janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta

previa.

a. Identitas atau biodata klien


Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,

pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan

diagnosa keperawatan.

b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk

menentukan prioritas intervensi keperawatan, keluhan utama pada post

operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian abdomen, pusing dan sakit


pinggang.

c. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat pada saat sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar

pervaginan secara spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda

persalinan.

2. Riwayat kesehatan dahulu


Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul sempit,

serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain dapat juga

mempengaruhi penyakit sekarang.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT, TBC,

DM, penyakit kelamin, abortus yang mungkin penyakit tersebut

diturunkan kepada klien.

e. Pemeriksaan fisik

1. Kepala

a. Rambut

Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut, dan

apakah ada benjolan.

b. Mata

Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva, dan


kadang-kadang keadaan selaput mata pucat (anemia) karena proses

persalinan yang mengalami perdarahan, sclera kuning.

c. Telinga

Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana kebersihannya,

adakah cairan yang keluar dari telinga.

d. Hidung

Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum kadang- kadang

ditemukan pernapasan cuping hidung.

e. Mulut dan gigi

Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab.

2. Leher

Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid, karna

adanya proses penerangan yang salah.

3. Thorak

a. Payudara

Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara, areola hitam

kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancer dan banyak keluar.

b. Paru-paru

I : Simetris / tidak kiri dan kanan, ada / tidak terlihat

pembengkakan.
P : Ada / tidak nyeri tekan, ada / tidak teraba

massa

P :Redup / sonor

A : Suara nafas Vesikuler / ronkhi / wheezing


c. Jantung

I : Ictus cordis teraba / tidak P : Ictus

cordis teraba / tidak P : Redup /

tympani

A : Bunyi jantung lup dup

4. Abdomen

I : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban, adanya strie gravidarum

P: Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus lembek / keras Redup

A: Bising usus

5. Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lender, pengeluaran air ketuban, bila

terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk anak dalam

kandungan menandakan adanya kelainan letak anak

6. Eksremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena

membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit jantung


atau ginjal.

7. Tanda-tanda vital

Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah turun, nadi

cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.

1.13 Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik dibuktikan dengan tampak

meringis.

2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas dibuktikan dengan

merasa lemah.

1.14 Intervensi Keperawatan


Nyeri Akut

Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional


kriteria hasil
keperawatan
SIKI
SLKI
1. Nyeri Setelah Manajemen nyeri  Untuk mengetahui
lokasi,
dilakukan (1.08238)
berhubungan karakteristik,
intervensi frekuensi, intensitas
dengan agen Observasi : nyeri pada klien
keperawatan
 Identifikasi terhadap luka
cedera fisik selama 2x24 lokasi,  Untuk mengetahui
karakteristik, skala nyeri klien
jam, maka
dibuktikan frekuensi,  Untuk mengetahui
Tingkat nyeri intensitas nyeri factor penyebab
dapat menurun , 
dengan Identifikasi skala nyeri klien saat
nyeri
tampak dengan  Identifikasi factor timbul
penyebab nyeri  Memonitor efek
meringis. kriteria hasil  Monitor efek samping
samping penggunaan
(L.08066)
penggunaan analgetik terhadap
analgetik obat
1. Keluhan nyeri
cukup menurun Terapeutik :  memberikan teknik
(5)  Berikan teknik nonfarmakologis
nonfarmakologis (tarik nafas dalam,
2. Meringis (tarik nafas dalam, kompre hangat atau
kompre hangat dingin) tarik nafas
menurun (5)
atau dingin)  mengontrol
3. Gelisah  Kontrol lingkungan yang
menurun (5) lingkungan yang memperberat rasa
memperberat rasa nyeri (suhu,
4. Sikap Protektif nyeri (suhu, pencahayaan,
(5) pencahayaan, kebisingan)
kebisingan)  memfasilitas
 Fasilitas istirahat istirahat dan tidur
dan tidur  memjelaskan
penyebab dan
Edukasi :
 Jelaskan penyebab pemicu nyeri
dan pemicu nyeri  menjelaskan strategi
 Jelaskan strategi pereda nyeri
pereda nyeri  menganjurkan
monitor nyeri
 Anjurkan
secara mandiri
monitor
 menganjurkan teknik
nyeri
secara mandiri nonfarkamkologis
 Anjurkan teknik untuk mengurangi
nonfarkamkologis nyeri
untuk mengurangi Kolaborasi
nyeri -memberikan
Kolaborasi : analgetik (jika
Kolaborasi
perlu)
pemberian
analgetik (jika
perlu)
Resiko Infeksi

Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
keperawata
SIKI
n SLKI

2. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan


infeksi Infeksi  Memonitor
intervensi tanda dan gejala
berhubunga ( 1.14539)
n dengan keperawatan infeksi local dan
kerusakan Observasi : sistemik pada
selama 2x24 jam, klien
integritas
kulit. maka tingkat  Monitor tanda
dan gejala  membatasi
infeksi menurun infeksi local dan jumlah
dengan kriteria sistemik pengunjung
terhadap klien
hasil (L.14137) Terapeutik :  memberikan
perawatan kulit
 Kebersiha  Batasi jumlah pada area edema
n tangan pengunjung  mencuci tangan
meningka  Berikan sebelum dan
t (5) perawatan kulit sesudah kontak
 Kebersiha pada area edema dengan pasien
n badan  Cuci tangan dan lingkungan
meningka sebelum dan pasien
t (5) sesudah kontak
 Nyeri dengan pasien  mempertahanka
menurun dan lingkungan n teknikn
(5) pasien aseptic pada
pasein beresiko
 Pertahankan tinggi
teknikn aseptic
pada pasein  menjelaska tanda
beresiko tinggi dan gejala infeksi
 mengajarkan cuci
Edukasi : tangan dengan
 Jelaska tanda dan benar
gejala infeksi  meganjurkan
meningkatkan
 Ajarkan cuci asupan nutrisi
tangan dengan  meganjurkan
benar meningkatkan
 Anjurkan asupan cairan
meningkatkan
asupan nutrisi mengkolaborasi
 Anjurkan pemberian
meningkatkan antibiotok
asupan cairan ataupun imusisasi
(jika perlu)
Kolaborasi : dengan dokter
Kolaborasi
pemberian
antibiotok
ataupun imusisasi
(jika perlu)

Intoleransi Aktifitas

Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil
keperawatan
SIKI
SLKI
3.Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi
 mengidentifikasi
intervensi (1.05178 )
aktivitas gangguan fungsi
keperawatan tubuh yang
berhubunga Observasi : mengakibatkan
selama 2x24 jam,
 Identifikasi kelelahan
n dengan maka Toleransi gangguan fungsi  Memonitor
tubuh yang kelelahan fisik dan
Aktifitas
imobilitas mengakibatkan Emosional
meningkat dengan kelelahan  Memonitor Pola
dibuktikan  Monitor kelelahan Dan jam Tidur
kriteria hasil fisik dan Emosional  Memonitor lokasi
dengan  Monitor Pola Dan dan Dan ketidak
(L.0047)
jam Tidur nyamanan selama
merasa  Monitor lokasi dan melakukkan
1. Kemudahan dalam
Dan ketidak aktivitas
lemah. melakukan
nyamanan selama
aktivitas sehari-  menyediakan
melakukkan
hari meningkat (5) lingkungan nyaman
aktivitas
2. Kecepatan dan rendah Stimulus
berjalan Terapeutik : (misal
meningkat (5) ,cahaya,suara,kunju
 Sediakan
3. Jarak berjalan
meningkat (5) lingkungan nyaman ngan)
4. Perasaan lemah dan rendah Stimulus
(misal  Lakukkan terhadap
menurun (5) ,cahaya,suara,kunju klien latihan rentan
ngan) gerak pasif dan atau
aktif agar lebih
 Lakukkan latihan membaik
rentan gerak pasif
dan atau aktif  memberikan
Aktifitas ditraksi
 Berikan Aktifitas yang menyenangkan
ditraksi yang
menyenangkan  memfasilitasi duduk
disisi tempat tidur
 Fasilitasi duduk ,jika tidak dapat
disisi tempat tidur berpindah atau
,jika tidak dapat berjalan
berpindah atau  menganjurkan tirah
berjalan baring
 menganjurkan
Edukasi : melakukkan
 Anjurkan tirah aktivitas secara
baring bertahap
 Anjurkan  menganjurkan
melakukkan Menghubunggi
aktivitas secara perawat jika tanda
bertahap dan gejala
 Anjurkan kelelahan tidak
Menghubunggi berkurang
perawat jika tanda
dan gejala mengkalaborasikan
kelelahan tidak
berkurang dengan ahli gizi
tentang cara
Kalaborasi
Kalaborasi dengan meningkatkan
ahli gizi tentang asupan makanan .
cara meningkatkan
asupan makanan .

2.4 Implementasi

Perawat harus mengetahui teknik komunikasi, kemampuan dan prosedur


tindakan, dan memahami tingkat perkembangan dari klien. Pelaksanaan
tindakan perawat mengarahkan pada rencana tindakan perawata yang
tidak dapat di lakukan sesuai dengan intervensi masing-masing

2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian keberhasilan rencana dan pelaksanaan
keperawatan untuk memenuhi kebutuhan klien. Seperti apakah tujuan
dapat tercapai, tercapai sebagian atau belum tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Chapman,Anis Satus. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN


POST SECTIO CAESAREA DENGAN DIAGNOSA NYERI
AKUT DI RUANGAN KALIMAYA BAWAH RUMAH SAKIT
UMUM ….
Cyatraningtyas, H. (n.d.). Hubungan Jenis Persalinan Dengan Kejadian
Postpartum Blues Pada Ibu Nifas DI Rumah Sakit Daerah Balung
Kabupaten Jember.
MAEDA DWI TIKA SARI, N. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN POST SECTIO CAESAREA DENGAN
DIAGNOSA NYERI AKUT DI RUANGAN KALIMAYA
BAWAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR SLAMET
GARUT.
MURTI, C. S. (2020). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN POST
SECTIO CAESAREA DENGAN NYERI AKUT DI RUANG
KALIMAYA BAWAH RSUD DR SLAMET GARUT.
nurarif. (2015). PENGELOLAAN NYERI AKUT PADA TN. S DENGAN
POST OPERASI ABSES COLLI DISERTAI DIABETES
MELITUS DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN.
Pitriani Risa & Rika Andriani. (2014). ASUHAN KEPERAWATAN PADA
KLIEN POST SECTIO CAESAREA DENGAN DIAGNOSA
NYERI AKUT DI RUANGAN KALIMAYA BAWAH RUMAH
SAKIT UMUM ….
Puteri, M. D., & Hafifah, N. Y. (2021). Ibu Bersalin Dengan Retensio
Plasenta. Initium Variety Journal, 1(1), 42–48.
Wahyuningsih Sri,. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
POST PARTUM SPONTAN DENGAN NYERI AKUT DI RUANG
CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR ….

Anda mungkin juga menyukai