Anda di halaman 1dari 4

TINJAUAN TEORI

1. PENGERTIAN KECEMASAN
Kata anxietas berasal dari Bahasa latin, angere, yang berarti tercekik atau tercekat. Respon
anxietas sering kali tidak berkaitan dengan ancaman yang nyata, namun tetap dapat membuat
seseorang tidak mampu bertindak atau bahkan menarik diri. Gangguan ansietas adalah keadaan
tegang yang berlebihan atau tidak pada tempatnya yang ditandai oleh perasaan khawatir,
tidak menentu, atau takut(Maramis & Maramis, 2009)
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam
kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan
kehidupan seseorang, dan karena itu berlangsung tidak lama(Savitri Ramaiah, 2003)
Kecemasan adalah suatu perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh
antisipasi bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu untuk bersiap mengambil
tindakan menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi
dalam kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi. Salah satu
dampak psikologis yaitu ansietas atau kecemasan(Arismunandar et al., 2019)
Menurut kamus Kedokteran Dorland, kata kecemasan atau disebut dengan anxiety adalah keadaan
emosional yang tidak menyenangkan, berupa respon-respon psikofisiologis yang timbul sebagai
antisipasi bahaya yang tidak nyata atau khayalan, tampaknya disebabkan oleh konflik intrapsikis yang
tidak disadari secara langsung(Dorland, 2010)
Kecemasan adalah suatu perasaan takut akan terjadinya sesuatu yang disebabkan oleh
antisipasi bahaya dan merupakan sinyal yang membantu individu untuk bersiap mengambil
tindakan menghadapi ancaman. Pengaruh tuntutan, persaingan, serta bencana yang terjadi
dalam kehidupan dapat membawa dampak terhadap kesehatan fisik dan psikologi. Salah satu
dampak psikologis yaitu ansietas atau kecemasan(Arismunandar et al., 2019)

2. RENTANG RESPON

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik


Rentang respon Cemas(Stuart, 2006)
Kecemasan (Anxiety) memiliki tingkatan menurut(Stuart, 2006) mengemukakan tingkat
ansietas, diantaranya.
1. Ansietas ringan Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari,
ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang
persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan
serta kreativitas.
2. Ansietas sedang Memungkinkan individu untuk berfokus pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain. Ansietas ini mempersempit lapang persepsi individu.
Dengan demikian, individu mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat
berfokus pada lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3. Ansietas berat Sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu cenderung
berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain.
Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Individu tersebut
memerlukan banyak arahan untuk berfokus pada area lain.
4. Tingkat panik Berhubungan dengan terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci
terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali, individu yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan untuk berhu
3. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Laraia (20050) terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan
terjadinya ansietas, diantaranya:
a. Faktor Biologis, Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine, yang
membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam
mekanisme biologis timbulnya ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas
mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas
seseorang untuk mengatasi stressor.

1. Norepinephrine

Norepinephrine merupakan respon dari „fight or flight‟ dan regulasi dari tidur,
suasana hati, dan tekanan darah. Ketika seseorang mengalami stress akut mungkin
memiliki sistem noradrenergikyang teregulasi secara buruk dan akan terjadi
peningkatan dari pelepasan NE. Pusat dari norepinephrine terletak pada locus
ceruleus di pons pars rostralis dan badan selnya menjulurkan aksonnya ke korteks
serebri, sistem limbik, batang otak serta medula spinalis (Sadock, Benjamin.J,
Sadock, Virginia.A, 2010). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelepasan
NE memegang peranan penting dalam ketakutan, kecemasan. Beberapa jenis
pembelajaran tentang emosional, memori tergantung pada stimulasi noradrenegik
 dan 1 adrenoreseptor di inti basolateral dari amigdala. Aktivitas sistem
norepinefrin dalam tubuh dan otak menghasilkan gejala fisik kecemasan, seperti
berkeringat dan palpitasi, yang dapat menyebabkan orang menjadi khawatir
(Davis,Kenneth.L,et al., 2012).
2. Serotonin
Badan sel pada sebagaian besar neuron serotonergik berlokasi di nukleus raphe di
batang otak rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistem limbik dan
hipotalamus. Pemberian obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku
yang mengarah pada kecemasan. Beberapa laporan menyatakan obat-obatan yang
menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan peningkatan kecemasan pada
pasien dengan gangguan kecemasan.
3. GABA
Peranan GABA dalam gangguan kecemasan telah dibuktikan oleh manfaat
benzodiazepine sebagai salah satu obat beberapa jenis gangguan kecemasan.
Benzodiazepin yang bekerja meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA
terbukti dapat mengatasi gejala gangguan kecemasan umum bahkan gangguan
panik. Beberapa pasien dengan gangguan kecemasan diduga memiliki reseptor
GABA yang abnormal.Stimulasi sistem saraf otonom juga dapat menimbulkan
gejala tertentu yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin dari adrenal.
Hiperaktivitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi berbagai sistem organ dan
menyebabkan gejalatertentu, misalnya : kardiovaskuler (contohnya : takikardi),
gastrointestinal (contihnya : diare) dan pernapasan (contohnya : takipnea).
b. Faktor Psikologis
1) PAndangan Psikoanalitik. Ansietas adalah konflik emosional yang terjadi antara antara 2
elemen kepribadian – id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang yang dikendalikan oleh norma-
norma budaya seseorang. Ego atau aku berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
bertentangan dan fungsi ansietas adalah mengingatkan ego bahwa akan bahaya.
2) PAndangan Interpersonal, Ansietas timbul dari perasaan takut terhadap penerimaan dan
penolakan interpersonal. Ansietas berhubungan dengan kejadian trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan dari lingkungan maupun orang yang berarti bagi pasien,. Individu dengan
harga diri rendah sangat mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat.
3) Pandangan Perilaku, Ansietas merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku
menganggap ansietas sebagai dorongan belajar dari dalam diri unntuk menghindari
kepedihan. Individu yang sejak kecil terbiasa menghadapi ketakutan yang berlebihan lebih
sering menunjukkan ansietas dalam kehidupan selanjutnya dibandingkan dengan individu
yang jarang menghadapi ketakutan dalam kehidupannya.
c. Sosial budaya
Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Faktor ekonomi, latar belakang
pendidikan berpengaruh terhadap terjadinya ansietas.
4. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ansietas dibedakan menjadi 2 yaitu:
a. Ancaman terhadap integritas seseorang seperti ketidakmampuan atau penurunan fungsi
fisiologis akibat sakit sehingga menganggu individu untuk melakukan aktivitas hidup
sehari-hari
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang. Ancaman ini akan menimbulkan gangguan
terhadap identitas diiri, harga diri, dan fungsi sosial individu.
DAFTAR PUSTAKA
Arismunandar, A., Suharyono, S., & Aryani, A. (2019). HUBUNGAN TINGKAT

KECEMASAN PASIEN DENGAN TINDAKAN PENCABUTAN GIGI DI POLI GIGI

PUSKESMAS.

Dorland, W. N. (2010). Kamus kedokteran dorland edisi 31. Jakarta: EGC.

Davis, E.P., & Sandman, C.A, 2010, The Timingof Prenatal Exposure to Maternal Cortisol
and Psychosocial Stress is Associated With Human Infant Cognitive Development, Child
Development, 81(1), pp. 131–148
Maramis, W. F., & Maramis, A. A. (2009). Catatan ilmu kedokteran jiwa edisi 2. airlangga

university Press.

Savitri Ramaiah, Dr. (2003). Kecemasan, Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Yayasan

Obor Indonesia.

Sadock, Benjamin J. and SadockV. A., 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta : EGC.
Stuart, G. W. (2006). Buku Saku: Keperawatan Jiwa.

Stuart & Laraia. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai