Anda di halaman 1dari 16

PENYAKIT PADA SISTEM PEREDARAN DARAH

 Penyakit yang disebabkan karena faktor genetika/keturunan.

1. Hemofilia
Hemofilia merupakan gangguan pada sistem pembekuaan darah. Kondisi ini membuat tubuh
kekurangan protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuaan darah. Protein ini lazim disebut
faktor pembekuan. Dengan begitu, ketika seseorang mengalami luka, perdarahannya bisa
berlangsung lebih lama bila dibandingkan dengan kondisi tubuh normal. Hemofilia sendiri
merupakan penyakit keturunan yang sebenarnya cukup langka.

 Penyebab Hemofilia

Penyebab utama hemofilia merupakan masalah pada gen, alias mutasi genetik yag membuat
tubuh tak cukup memiliki faktor pembekuan tertentu. Untaian DNA atau sebutan lainnya
adalah kromosom merupakan suatu rangkaian instruksi lengkap yang mengendalikan produksi
berbagai faktor.

Peran kromosom dalam tubuh bukan cuma menentukan jenis kelami pada bayi saja, tapi
kromosom juga berperan dalam mengatur kinerja sel-sel tubuh. Setiap manusia memiliki
sepasang kromosom seks. Pada wanita XX, sedangkan pria XY.

Hal yang perlu ditegaskan, hemofilia merupakan penyakit keturunan yang diwarisi lewat
mutasi pada kromosom X. Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara wanita
cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut.

Yang perlu kita ketahui, bahwa penyakit ini tidak akan bisa hilang sehingga akan
diderita seumur hidup. Namun pengobatan dan pola hidup yang baik membuat
penderita hemofilia mampu bisa hidup panjang, tetap aktif dan produkt i dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.

 Macam-macam Hemofilia

Hemofilia A
Hemofilia tipe A sering juga disebut sebagai hemofilia klasik atau hemofilia yang “didapat”
karena tidak disebabkan oleh faktor genetik.
Hemofilia tipe pertama ini terjadi saat tubuh kekurangan faktor pembeku darah VIII yang
umumnya terkait dengan kehamilan, kanker, penggunaan obat-obatan tertentu, juga berkaitan
dengan penyakit seperti lupus dan rheumatoid arthritis.

Tipe hemofilia A termasuk langka dan sangat berbahaya.


Hemofilia B
Berbeda dengan hemofilia A, hemofilia B terjadi karena tubuh kekurangan faktor pembeku
darah IX. Kondisi ini biasanya diwariskan oleh ibu, tapi bisa juga terjadi ketika gen berubah
atau bermutasi sebelum bayi dilahirkan.
Hemofilia B cenderung lebih banyak terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-
laki. Dilansir dari Medical News Today, sekitar 1 dari 5.000 bayi laki-laki yang lahir
mengalami hemofilia A. Sekitar 1 dari 30.000 bayi laki-laki mengalami hemofilia B. Jadi,
penyakit hemofilia A sebenarnya lebih umum daripada hemofilia B.

Hemofilia C
Dibanding dua tipe hemofilia di atas, kasus hemofilia C tergolong amat jarang ditemukan.
Hemofilia tipe C disebabkan oleh tubuh yang kekurangan faktor pembeku darah XI.
Hemofilia C juga cukup sulit untuk didiagnosis karena meski perdarahannya berlangsung
lama, aliran darahnya sangat ringan sehingga lebih sulit diketahui dan dikelola.

 Gejala Hemofilia :
Hal terpenting bahwa penderita hemofilia saat mengalami luka, maka anak akan
mengalami perdarahan yang lebih lama dbandingkan anak normal lainnya. Menurut
dr.Purnamawati S.Pujiarto, Sp.AK.MMPed, mengungkapkan bahwa gejala dini yang
bisa mama deteksi jika anak dicurigai hemofilia antara lain:

 Perdarahan spontan atau akibat benturan ringan seperti lebam yang berukuran
besar dan jauh di bawah kulit.
 Nyeri sendi
 Perdarahan hidung yang lama dan tidak diketahui sebabnya.
 Saat belajar merangkak, anak sering mengalami bengkak.
 Susah untuk berjalan
 Ada riwayat keluarga
2. Sickle cell

Sel sabit, atau disebut juga anemia sel sabit atau sickle cell anemia, adalah penyakit anemia
turunan. Sel sabit adalah kondisi di mana tidak adanya sel darah merah yang sehat untuk
mengantarkan oksigen ke seluruh tubuh.

Biasanya, sel darah merah berbentuk bulat dan dapat bergerak dengan mudah melalui
pembuluh darah, yang membantu mengantarkan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Pada
anemia sel sabit, sel-sel ini berubah menjadi sabit dan kaku serta lengket. Kelainan bentuk sel
ini dapat menyebabkan kesulitan bergerak melalui pembuluh darah, dan dapat memperlambat
atau menghentikan aliran darah dan oksigen ke seluruh bagian tubuh. Situasi ini memicu
rusaknya jaringan dan organ-organ karena tidak mendapat cukup darah.

Sel darah merah yang berbentuk seperti bulan sabit ini mudah pecah dan menyebabkan anemia.
Sel darah merah berbentuk sabit ini hanya dapat bertahan hidup selama 10-20 hari, di mana sel
darah merah normal dapat hidup selama 120 hari.

 Penyebab Sickle Cell


Sickle cell disease disebabkan oleh kelainan genetika pada gen yang mengatur hemoglobin,
yang menyebabkan terbentuknya hemoglobin sabit. Saat oksigen dilepaskan dari hemoglobin
sabit ini, maka terjadi perubahan bentuk dan kerusakan pada sel darah merah dan menyebabkan
timbulnya sickle cell disease.
Penyakit ini tidak menular. Anak-anak biasanya telah memiliki penyakit ini saat lahir. Hal ini
terjadi bila anak mewarisi dua gen hemoglobin sabit dari kedua orang tuanya. Anak yang hanya
mewarisi satu gen hemoglobin sabit tidak menderita penyakit ini dan biasanya hanya sebagai
carrier atau pembawa gen hemoglobin sabit sehingga tidak mengalami anemia maupun nyeri
hebat akibat krisis sel sabit.
 Gejala Sickle Cell
Gejala sickle cell disease yang dapat ditemukan adalah:
 Nyeri hebat
 Anemia
 Nyeri dada
 Kesulitan bernapas
 Stroke
 Nyeri dan radang sendi
 Infark tulang (kematian sel tulang)
 Penyumbatan aliran darah pada limpa atau hati
 Infeksi berat
Penderita sickle cell disease biasanya mengalami nyeri hebat pada dada, punggung, tangan,
kaki, dan perut. Nyeri dapat terjadi pada setiap bagian tubuh anda. Adanya sel darah merah
sabit di dalam paru-paru dapat menyebabkan gangguan kesehatan berat yang disertai dengan
nyeri dada, demam, dan kesulitan bernapas.
3. Thalassemia

Thalassemia atau thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang diwariskan dalam silsilah
keluarga. Thalasemia ditandai oleh produksi hemoglobin dengan bentuk abnormal, berukuran
terlalu kecil, atau dalam jumlah yang tidak tidak memadai (terlalu sedikit).

Hemoglobin adalah protein dalam sel darah merah (eritrosit) yang membawa oksigen ke
seluruh tubuh dan mengangkut balik karbon dioksida ke paru-paru untuk
dikeluarkan. Hemoglobin juga berfungsi untuk memberi warna merah khas pada sel darah ini.

 Penyebab
Thalasemia terjadi akibat kelainan genetik. Gen yang mengalami kelainan (mutasi) adalah
gen yang menghasilkan komponen sel darah merah (hemoglobin). Kondisi ini menyebabkan
gangguan produksi sel darah merah yang sehat, sehingga sel darah merah akan lebih cepat
dihancurkan. Kondisi ini membuat penderita thalasemia mengalami anemia atau kurang
darah.
Jika salah satu orang tua memiliki kelainan genetik yang menyebabkan thalasemia, anak yang
dilahirkan berisiko mengalami thalasemia jenis ringan (thalasemia minor). Namun jika kedua
orang tua memiliki kelainan genetik ini, anak yang dilahirkan berisiko mengalami thalasemia
yang berat, yaitu thalasemia mayor.
 Jenis-jenis Thalassemia
Thalassemia alfa
Hemoglobin tersusun dari 2 rantai globin, yakni alfa dan beta. Thalassemia alfa terjadi ketika
molekul hemoglobin tidak dapat menghasilkan protein alfa globin yang cukup. Jika ingin
membuat rantai protein alfa globin, tubuh membutuhkan 4 gen yang masing-masing berasal
dari orangtua.

Dengan kata lain, 2 gen berasal dari ayah dan 2 sisanya berasal dari ibu. Apabila jumlah gen
tersebut tidak mencukupi, misalnya kekurangan satu atau justru lebih, maka muncullah
thalasemia alfa.

Tingkat keparahan jenis thalasemia alfa ditentukan oleh berapa banyak gen yang rusak dan
mengalami mutasi

Thalassemia beta
Thalassemia beta terjadi ketika tubuh tidak mendapatkan dua gen beta globin yang masing-
masing seharusnya berasal dari kedua orangtua. Serupa dengan thalasemia alfa, tingkat
keparahan thalasemia beta juga tergantung dari berapa banyak gen yang bermutasi.

 Kehilangan 1 gen: Pengidap mengalami gejala yang masih ringan. Jenis thalassemia ini
dikenal juga dengan nama thalassemia intermedia. Kondisi ini tidak terlalu parah, sehingga
tidak memerlukan transfusi darah.
 Kehilangan 2 gen: Pengidap mengalami gejala yang berkisar dari sedang hingga berat. Jenis
ini dikenal juga dengan nama thalassemia mayor (anemia Cooley). Kondisi ini terbilang
parah, sehingga membutuhkan transfusi darah secara teratur.

Thalasemia minor

Seseorang yang memiliki thalassemia jenis ini bisanya tidak menunjukkan gejala apa pun.
Meskipun ada gejala, kemungkinan hanya sebatas anemia ringan saja. Kondisi ini bisa juga
digolongkan sebagai thalasemia alfa minor yakni kehilangan 2 gen, atau thalassemia beta
minor yakni kehilangan 1 gen.

Oleh karena minimnya gejala, kadang membuat jenis thalasemia ini sulit untuk dideteksi
sejak dini. Maka itu, penting untuk mencari tahu lebih lanjut jika salah satu atau kedua
orangtua maupun ada riwayat keluarga lainnya yang memiliki thalasemia.

 Gejala
 Kulit berwarna kekuningan atau pucat (jaundice)
 Kelelahan parah
 Sakit dada
 Cacat atau kelainan tulang, khususnya pada wajah
 Perut membengkak
 Pertumbuhan cenderung lambat
 Urine berwarna gelap
 Tangan dan kaki dingin
 Sesak napas
 Detak jantung cepat
 Sakit kepala
 Rentan terserang infeksi
 Penyakit yang disebabkan bukan dari faktor keturunan

1. Anemia

Anemia adalah suatu kondisi penyakit di mana jumlah sel darah merah Anda lebih rendah
dari jumlah normal. Kondisi ini juga bisa disebut sebagai kekurangan darah.

Kondisi ini juga bisa terjadi jika sel-sel darah merah tidak mengandung cukup
hemoglobin. Hemoglobin adalah protein kaya zat besi yang memberikan warna merah darah.
Protein ini membantu sel-sel darah merah membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh.

 Penyebab

Penyakit anemia pada dasarnya disebabkan karena tubuh kekurangan sel darah merah. Perlu
diketahui, bahwa banyak organ tubuh yang membantu membuat sel-sel darah merah, namun
sebagian besar pekerjaan ini dilakukan pada sumsum tulang. Sumsum tulang adalah jaringan
lunak di tengah tulang yang membantu membentuk semua sel darah.

Sel-sel darah merah yang masih muda umumnya dapat bertahan antara 90 dan 120 hari. Lalu
secara alami, tubuh akan menghapus sel-sel darah tua dan sudah rusak. Proses ini semua
diatur oleh sebuah hormon yang disebut erythropoietin (EPO). hormon ini dibuat di ginjal
dengan memberikan sinyal kepada sumsum tulang Anda untuk membuat lebih banyak sel
darah merah.

 Jenis-jenis Anemia
Anemia akibat kekurangan zat besi
Kekurangan zat besi membuat tubuh tidak mampu menghasilkan hemoglobin (Hb). Kondisi
ini bisa terjadi akibat kurangnya asupan zat besi dalam makanan, atau karena tubuh tidak
mampu menyerap zat besi, misalnya akibat penyakit celiac.
Anemia pada masa kehamilan
Ibu hamil memiliki nilai hemoglobin yang lebih rendah dan hal ini normal. Meskipun
demikian, kebutuhan hemoglobin meningkat saat hamil, sehingga dibutuhkan lebih banyak
zat pembentuk hemoglobin, yaitu zat besi, vitamin B12, dan asam folat. Bila asupan ketiga
nutrisi tersebut kurang, dapat terjadi anemia yang bisa membahayakan ibu hamil maupun
janin.
Anemia akibat perdarahan
Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara perlahan dalam waktu
lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera, gangguan menstruasi, wasir, peradangan
pada lambung, kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat antiinflamasi nonsteroid
(OAINS).
Anemia aplastik
Anemia aplastik terjadi ketika kerusakan pada sumsum tulang membuat tubuh tidak mampu
lagi menghasilkan sel darah merah dengan optimal. Kondisi ini diduga dipicu oleh infeksi,
penyakit autoimun, paparan zat kimia beracun, serta efek samping obat antibiotik dan obat
untuk mengatasi rheumatoid arthritis.
Anemia hemolitik
Anemia hemolitik terjadi ketika penghancuran sel darah merah lebih cepat daripada
pembentukannya. Kondisi ini dapat diturunkan dari orang tua, atau didapat setelah lahir
akibat kanker darah, infeksi bakteri atau virus, penyakit autoimun, serta efek samping obat-
obatan, seperti paracetamol, penisilin, dan obat antimalaria.
Anemia akibat penyakit kronis
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses pembentukan sel darah merah, terutama bila
berlangsung dalam jangka panjang. Beberapa di antaranya adalah penyakit Crohn, penyakit
ginjal, kanker, rheumatoid arthritis, dan HIV/AIDS.
Anemia sel sabit (sickle cell anemia)
Anemia sel sabit disebabkan oleh mutasi (perubahan) genetik pada hemoglobin. Akibatnya,
hemoglobin menjadi lengket dan berbentuk tidak normal, yaitu seperti bulan sabit. Seseorang
bisa terserang anemia sel sabit apabila memiliki kedua orang tua yang sama-sama mengalami
mutasi genetik tersebut.
Thalasemia
Thalasemia disebabkan oleh mutasi gen yang memengaruhi produksi hemoglobin. Seseorang
dapat menderita thalasemia jika satu atau kedua orang tuanya memiliki kondisi yang sama.

 Gejala

 Merasa mudah marah


 Merasa lemah atau lelah lebih sering dari biasanya
 Sakit kepala
 Sulit berkonsentrasi atau berpikir

Jika penyakit anemia semakin memburuk, gejala yang mungkin dapat terjadi adalah sebagai
berikut:

 Ada warna putih pada bagian dalam kelopak mata bawah


 Kuku jari kaki dan tangan rapuh
 Punya keinginan makan yang disebut sebagai pica, yaitu seperti makan es batu atau tanah
 Saat berdiri merasa pusing
 Warna kulit pucat
 Sesak napas
2. Eritroblastosis Fetalis

Eritroblastosis berasal dari kata eritrosit yaitu sel darah merah dan juga fetalis atau fetal yaitu
berarti janin atau bayi. Eritroblastosis fetalis adalah penyakit kelainan sel darah merah pada
janin. Pada janin atau bayi yang terkena penyakit ini, sel darah merahnya mengalami
hemolisis atau pecah. Akibat pecahnya sel darah merah yaitu adalah muculnya gejala-gejala
seperti pembengkakan hati dan limfa, dan anemia.
Sel darah merah pada bayi pecah karena diserang oleh bagian dari sistem imun tubuh ibunya
sendiri, yaitu antibodi ibunya. Antibodi dibentuk sistem imun karena ada zat yang diangggap
asing yaitu sel darah merah janin. Tentunya, antibodi yang dibentuk sIstem imun ibu
memiliki alasan untuk menyerang suatu benda, yaitu karena dianggap asing atau berbahaya.
Sel darah merah bayi bisa dianggap asing oleh system imun tubuh ibu akibat perbedaan
rhesus antara ibu dan janin yang dikandung.
 Penyebab :
Ada dua penyebab utama eritroblastosis fetalis, yakni (1) inkompabilitas rhesus
(ketidakcocokan rhesus) dan (2) inkompabilitas ABO. Kedua kasus ini terkait dengan
masalah golongan darah.
Seperti diketahui, ada 4 jenis golongan darah, yakni A, B, O, dan AB. Masing-masing
golongan darah itu terbagi lagi menjadi 2, yakni rhesus negatif (Rh -) dan rhesus positif (Rh
+).
Jika Anda bergolongan darah A rhesus +, artinya di permukaan sel darah merah Anda
terdapat (1) antigen A dan (2) antigen jenis Rh. Antigen adalah subtansi yang memicu respon
kekebalan di tubuh kita.
Jika Anda memiliki golongan darah AB negatif, artinya Anda memiliki antigen A dan B di
permukaan sel darah merah, tapi tidak mempunyai antigen jenis Rh.
Apa itu inkompatibilitas rhesus?
Inkompatibilitas rhesus terjadi ketika ibu dengan rhesus negatif menikah dengan ayah dengan
rhesus positif, kemudian mengandung bayi dengan rhesus positif.
Ibu Rh - menikah dengan Ayah Rh + → Bayi Rh +
Dalam kasus demikian, antigen Rh bayi akan dianggap oleh tubuh ibu (yang tidak memiliki
antigen Rh) sebagai benda asing yang mengancam, digolongkan serupa dengan virus atau
bakteri.
Sel darah putih ibu kemudian menyerang sel darah merah bayi (yang mengandung antigen
Rh) sebagai mekanisme pertahanan. Sel darah merah bayi menjadi rusak dan bayi terancam
kekurangan sel darah merah.
Mekanisme ini akan terus berulang jika ibu mengandung bayi dengan rhesus negatif lagi.

Apa itu inkompabilitas ABO?


Ketidakcocokan golongan darah lain yang bisa menyebabkan imunitas ibu menyerang bayi
adalah inkompatibiltas ABO. Kasus ini terjadi apabila golongan darah ibu berbeda dengan
bayi.
Inkompabilitas ABO bisa terjadi pada

 Ibu bergolongan darah A, bayi bergolongan darah B atau O


 Ibu bergolongan darah B, bayi bergolongan darah A atau O
 Ibu bergolongan darah O, bayi bergolongan darah A atau B

Namun, ketidakcocokan golongan darah di atas baru menyebabkan eritroblastosis fetalis jika
bayi membawa salah satu antigen berikut.

 Kell
 Duffy
 Kidd
 Lutheran
 Diego
 Xg
 P
 Ee
 Cc
 MNSs

Inkompabilitas ABO tidak akan muncul jika ibu atau bayi atau keduanya bergolongan darah
AB.
 Ciri-ciri bayi yang terkena Eritroblastosis Fetalis
Bayi yang mengalami eritroblastosis fetalis selama di kandungan akan lahir dengan keadaan
bengkak, pucat, atau kuning. Gejala lainnya adalah ukuran liver atau limpa yang lebih besar
daripada umumnya dan bayi lahir dengan anemia (kekurangan sel darah merah).
Eritroblastosis fetalis selama hamil bisa menyebabkan bayi lahir dengan kondisi hidrops
fetalis, yakni kondisi ketika cairan terkumpul di organ tubuh yang tak seharusnya. Misalnya
di organ seperti perut, jantung, dan paru-paru.
3. Hipotensi

Hipotensi dikenal juga sebagai tekanan darah rendah. Saat darah mengalir melalui arteri, darah
memberikan tekanan pada dinding arteri, tekanan itulah yang dinilai sebagai ukuran kekuatan
aliran darah atau disebut dengan tekanan darah. Jika tekanan darah terlalu rendah, kondisi
tersebut bisa menyebabkan aliran darah ke otak dan organ vital lainnya seperti ginjal menjadi
terhambat atau berkurang. Itulah sebabnya orang yang mengalami tekanan darah rendah akan
mengalami gejala berupa kepala terasa ringan dan pusing. Ketika mengalami gangguan ini,
tubuh juga akan terasa tidak stabil atau goyah, bahkan kehilangan kesadaran.

Ukuran tekanan darah muncul dalam dua angka, yaitu tekanan sistolik (bilangan atas) dan
tekanan diastolik (bilangan bawah). Tekanan darah yang normal adalah antara 90/60 mm/Hg
dan 120/80 mm/Hg. Pengidap hipotensi memiliki tekanan darah di bawah 90/60 mm/Hg,
sedangkan jika tekanan darah di atas 120/80 mm/Hg, orang tersebut mengidap hipertensi.

 Penyebab
Tekanan darah dapat berubah sepanjang waktu, tergantung kondisi dan aktivitas yang
dilakukan tiap orang. Kondisi ini merupakan hal yang normal, karena tekanan darah
dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pertambahan usia dan keturunan. Tidak hanya pada
orang dewasa, tekanan darah rendah juga bisa terjadi pada anak-anak.

 Kehamilan
Tekanan darah selama masa kehamilan akan menurun seiring berkembangnya
sirkulasi darah dalam tubuh ibu hamil.
 Konsumsi obat-obatan tertentu
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek menurunnya tekanan darah, di antaranya
adalah furosemide, atenolol, propranolol, levodopa, dan sildenafil.
 Ketidakseimbangan hormon
Beberapa penyakit, seperti diabetes dan penyakit tiroid, menyebabkan penurunan
kadar hormon dalam darah, dan berdampak pada menurunnya tekanan darah.
 Dehidrasi
Ketika kekurangan cairan atau mengalami dehidrasi, volume darah juga dapat
berkurang. Kondisi ini dapat memicu penurunan tekanan darah.
 Infeksi
Ketika infeksi yang terjadi dalam suatu jaringan mulai memasuki aliran darah
(sepsis), tekanan darah dapat
 Penyakit jantung
Terganggunya fungsi jantung menyebabkan jantung tidak dapat memompa darah
dengan baik ke seluruh tubuh, sehingga tekanan darah akan menurun.
 Kekurangan nutrisi
Kekurangan vitamin B12 dan asam folat dapat menyebabkan anemia dan berakhir
pada penurunan tekanan darah.
 Perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar akibat cedera dapat menurunkan volume dan
aliran darah ke berbagai jaringan tubuh, sehingga tekanan darah menurun drastis.
 Reaksi alergi parah
Beberapa pemicu alergi (alergen) dapat menimbulkan reaksi alergi parah (anafilaksis)
yang berdampak pada menurunnya tekanan darah.
 Hipotensi ortostatik.
Gejala hipotensi ortostatik biasanya muncul saat seseorang berubah posisi secara tiba-
tiba. Seseorang dengan hipotensi ortostatik mengalami penurunan tekanan darah
sistolik sebanyak 15-30 mmHg ketika berdiri dari posisi duduk atau berbaring.
 Neural Mediated Hypotension (NMH).
Hipotensi ini dapat terjadi saat seseorang berdiri terlalu lama hingga darah menumpuk
di bagian tungkai.

 Gejala

 Pusing
 Mual dan muntah
 Lemas
 Pandangan buram
 Konsentrasi berkurang
 Tubuh terasa tidak stabil
 Pingsan
 Sesak napas

4. Hipertensi

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi saat tekanan darah berada pada nilai 130/80
mmHg atau lebih. Kondisi ini dapat menjadi berbahaya, karena jantung dipaksa memompa darah
lebih keras ke seluruh tubuh, hingga bisa mengakibatkan timbulnya berbagai penyakit, seperti
gagal ginjal, stroke, dan gagal jantung.

Hipertensi adalah salah satu penyakit yang sering disebut dengan “pembunuh diam-diam”
karena penyakit ini tidak menyebabkan gejala jangka panjang. Namun, penyakit ini mungkin
mengakibatkan komplikasi yang mengancam nyawa.
 Penyebab
Tekanan darah tinggi seringkali tidak diketahui penyebabnya. Tetapi, ada beberapa kondisi
yang dapat memicu tekanan darah tinggi, di antaranya:

 Kehamilan
 Kecanduan alkohol
 Penyalahgunaan NAPZA
 Gangguan ginjal
 Gangguan pernapasan saat tidur.

Meskipun bisa terjadi pada semua orang, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami tekanan darah tinggi, seperti:

 Lanjut usia
 Memiliki keluarga yang menderita hipertensi
 Memiliki kebiasaan merokok
 Jarang berolahraga.
 Gejala

 Sakit kepala parah


 Pusing
 Penglihatan buram
 Mual
 Telinga berdenging
 Kebingungan
 Detak jantung tak teratur
 Kelelahan
 Nyeri dada
 Sulit bernapas
 Darah dalam urin
 Sensasi berdetak di dada, leher, atau telinga

5. Leukimia

Leukimia atau disebut juga kanker darah adalah kondisi di mana tubuh memproduksi sel
darah putih lebih banyak dari normal sehingga mengganggu fungsi tubuh dalam melawan
infeksi. Penyakit leukimia menjadi berbahaya karena jumlah sel darah putih yang berlebih
dalam aliran membuat produksi sel-sel darah lainnya terganggu.

 Penyebab

Penyebab leukemia adalah dari faktor internal maupun faktor eksternal tubuh. Penyebab
leukimia secara internal adalah dari kelainan kromosom, paparan polusi, paparan radiasi, dan
merokok. Selain itu, perubahan lain dalam sel darah putih akibat faktor gen dan lingkungan
juga diperkirakan turut menjadi penyebab leukimia atau kanker darah. Sementara faktor
eksternal penyebab leukimia adalah termasuk paparan radiasi, polusi, atau zat kimia tertentu
yang berbahaya.

 Gejala

 Anemia dan gejala yang terkait seperti kelelahan atau bibir pucat.
 Kecenderungan untuk memar atau mudah berdarah, termasuk perdarahan dari gusi
dan hidung, atau darah dalam tinja atau urine bisa menjadi salah satu gejala.
 Rentan terhadap infeksi seperti sakit tenggorokan atau pneumonia bronkial, yang bisa
disertai dengan sakit kepala, demam ringan, sariawan, atau ruam kulit.
 Pembengkakan kelenjar getah bening, biasanya di tenggorokan, ketiak, atau
selangkangan.
 Kehilangan nafsu makan dan berat badan juga merupakan salah satu tanda leukimia.
 Ketidaknyamanan di bawah tulang rusuk kiri bawah (disebabkan oleh limpa yang
bengkak).
 Jumlah sel darah putih yang sangat tinggi dapat mengakibatkan masalah penglihatan
seperti perdarahan retina, telinga berdenging (tinnitus), gangguan mental, ereksi
berkepanjangan (priapismus), stroke, ataupun kejang karena perdarahan di otak.

6. Trombus
Trombus adalah gumpalan darah yang terbentuk pada dinding pembuluh darah. Gumpalan
darah terjadi ketika darah mengeras menjadi padat. Gumpalan darah yang terbentuk di
dalam pembuluh darah arteri dan vena ini disebut trombus.
Trombus dapat terbentuk di bagian tubuh mana pun, kemudian bisa terlepas dan terbawa
aliran darah ke bagian tubuh yang lain, serta menyebabkan sumbatan di daerah tersebut.
Trombus yang terlepas dan mengakibatkan sumbatan ini disebut emboli.
Sumbatan pada arteri dapat menghalangi asupan oksigen ke jaringan di daerah tersebut.
Kurangnya oksigen pada jaringan ini disebut dengan iskemia. Jika iskemia tidak segera
diobati, dapat terjadi kerusakan pada jaringan tubuh, bahkan kematian jaringan.
 Penyebab
Trombosis arteri seringkali terjadi pada penderita aterosklerosis, yaitu penebalan pembuluh
arteri akibat penumpukan lemak. Penumpukan lemak yang terjadi menyebabkan pembuluh
arteri mengeras dan menyempit sehingga lebih mudah terjadi penyumbatan pembuluh darah.
Trombosis arteri juga dapat terjadi pada seseorang yang darahnya mudah menggumpal
seperti pada penderita fibrilasi atrium atau sindrom antifosfolipid.
Beberapa hal yag dapat meningkatkan risiko seseorang menderita trombosis arteri ataupun
ateroskleosis, antara lain adalah:

 Merokok.
 Obesitas.
 Pola makan yang tidak sehat.
 Memiliki keluarga dengan riwayat aterosklerosis.
 Menderita tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, atau diabetes.
 Ketergantungan alkohol.
 Berusia lanjut.
 Kurang melakukan aktivitas fisik.

 Gejala menurut tempat penyumbatan

Sumbatan pada vena tungkai (deep vein thrombosis/DVT)


Kondisi ini menimbulkan rasa nyeri, kemerahan, dan pembengkakan pada tungkai dan kaki.
Gejala trombosis vena dalam (DVT) biasanya hanya muncul pada satu tungkai dengan
tingkat keparahan yang bervariasi, sesuai ukuran bekuan darah.

Sumbatan pada paru-paru (emboli paru)


Kondisi ini menimbulkan nyeri dada, sesak napas mendadak, serta denyut nadi yang cepat.
Selain itu, dapat ditemukan muntah darah. Emboli paru adalah kondisi yang perlu segera
mendapatkan pertolongan medis.

Sumbatan pada arteri otak


Kondisi ini menyebabkan nyeri kepala yang mendadak dan berat. Selain itu, dapat muncul
gejala stroke, seperti kehilangan kemampuan bicara dan penglihatan, sulit berjalan, serta
kelemahan (kelumpuhan) pada salah satu sisi tubuh.

Sumbatan pada arteri jantung


Kondisi ini menyebabkan munculnya gejala serangan jantung, seperti nyeri dada yang
menjalar hingga ke leher atau lengan, sesak napas, mual, gangguan pencernaan, dan keluar
keringat dingin.

Sumbatan pada arteri yang memasok darah ke usus


Kondisi ini menimbulkan nyeri perut, mual, dan adanya darah dalam tinja. Gejala ini tidak
khas karena sering kali juga ditemukan pada infeksi virus dan keracunan makanan.
7. Aneurisma Aorta
Aneurisma adalah penggelembungan di dinding arteri (pembuluh darah yang membawa darah
dari jantung ke bagian tubuh lain). Aneurisma yang membesar bisa pecah dan menyebabkan
perdarahan, bahkan kematian. Sebagian besar aneurisma terjadi di aorta, yaitu arteri utama
yang jalurnya dari jantung hingga ke dada dan perut.
 Jenis Aneurisma

Aneurisma aorta torakalis: terjadi di bagian aorta yang berada di dada


Aneurisma aorta abdominalis: terjadi di bagian aorta yang berada di perut

 Penyebab

Aneurisma aorta muncul akibat ada kelemahan pada dinding aorta. Kelemahan ini bisa terjadi
karena bawaan lahir, atau bisa juga terjadi saat dewasa karena beberapa kondisi berikut ini:

 Aterosklerosis

Aterosklerosis adalah kondisi saat arteri rusak atau tersumbat. Pada kondisi ini, plak yang
berasal dari kolesterol menempel di dinding pembuluh darah dan membuatnya jadi lemah.
Selain jadi penyebab utama aneurisma aorta, aterosklerosis juga sering kali menyebabkan
penyakit jantung dan serangan jantung.

 Tekanan darah tinggi

Tekanan darah yang tinggi memberi tekanan pada dinding aorta. Jika dibiarkan selama
bertahun-tahun, tekanan ini bisa memicu penggelembungan dinding pembuluh darah.

 Diabetes

Diabetes yang tidak dikontrol dapat membuat kondisi aterosklerosis muncul lebih awal dan
lebih parah, sehingga merusak pembuluh darah dan membuatnya jadi lemah, mudah diserang
gangguan lain.

 Nekrosis medial kistik

Pada kondisi ini, lapisan medial (tengah) pada pembuluh darah memburuk, dan ada lapisan
abnormal yang melemahkan struktur pendukung dinding pembuluh darah. Ini biasanya terjadi
pada beberapa penyakit keturunan seperti sindrom Marfan dan sindrom Ehlers-Danlos.
Terkadang juga muncul akibat penyakit katup jantung, atau saat hamil.

 Aneurisma mikotik

Terjadi saat ada bakteri yang masuk ke sistem pembuluh darah dan menyerang dinding
pembuluh darah. Biasanya bakteri akan masuk melalui area yang sempat terluka atau yang
lemah sejak lahir. Meski kini sudah mulai langka, di awal abad 20 salah satu penyebab utama
kondisi ini adalah penyakit kelamin sipilis yang sudah parah.

 Aneurisma inflamasi
Kondisi inflamasi atau vaskulitis seperti psoriasis atau rheumatoid arthritis bisa memicu
peradangan di dinding pembuluh darah. Jika tidak ditangani, ini akan membuat dinding aorta
menjadi lemah.

 Cedera

Cedera yang memengaruhi bagian dada atau perut, misalnya saat kecelakaan kendaraan atau
terjatuh dengan keras, dapat merusak bagian dari aorta, membuatnya lebih lemah dan lebih
mudah mengalami penggelembungan.

 Gejala

 Nyeri dada
 Nyeri punggung
 Perasaan aneh atau tak nyaman di bagian dada atas
 Denyut yang kuat di area perut
 Merasa kenyang setelah makan hanya sedikit
 Mual atau muntah
 Kepala “keliyengan”
 Lemas
 Napas pendek
 Denyut jantung cepat
 Mati rasa, kesemutan, atau sensasi dingin pada tangan atau kaki
 Pingsan

Anda mungkin juga menyukai