Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS SIROSIS HEPATIS DI RUANG GARDENA


RSD dr.SOEBANDI JEMBER

OLEH

NAMA : EVI ALFIYAH ULFA


NIM : 22101015

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr.SOEBANDI JEMBER
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
SIROSIS HEPATIS (SIROSIS HATI)

I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati kronis yang tidak
diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini
merupakan stadium terakhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan
dari hati (Sujono H, 2002).
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya
dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas,
pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati
akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur
akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
Sirosis Hepatis (Sirosis Hati) adalah penyakit hati menahun yang difus,
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan disertai nodul. Dimulai dengan
proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. (Iin Inayah, 2004).

B. KLASIFIKASI
1. Secara klinis chirrosis hati dibagi menjadi:
a. Chirrosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
b. Chirrosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Chirrosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati.
2. Secara morfologi Sherrlock membagi Chirrosis hati bedasarkan besar
kecilnya nodul, yaitu:
a. Makronoduler (Ireguler, multilobuler)
b. Mikronoduler (reguler, monolobuler)
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler.

3. Menurut Gall seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit chirrosis hati
atas:
a. Chirrosis Postnekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler
atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy chirrosis yang terbentuk
karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional chirrosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
chirrosis alkoholik, Laennec´s cirrhosis atau fatty cirrhosis. Chirrosis
terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Chirrosis Post hepatic, chirrosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis.
4. Shiff dan Tumen secara morfologi membagi atas:
a. Chirrosis portal laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parut
secara khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholis
kronis
b. Chirrosis pascanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Chirrosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di
sekitar saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan
infeksi (kolangitis). Bagian hati yang terlibat terdiri atas ruang portal dan
periportal tempat kanalikulus biliaris dari masing-masing lobulus hati
bergabung untuk membentuk saluran empedu baru. Dengan demikian akan
terjadi pertumbuhan jaringan yang berlebihan terutama terdiri atas saluran
empedu yang baru dan tidak berhubungan yang dikelilingi oleh jaringan
parut.
C. ETIOLOGI
Penyebab Chirrosis Hepatis :
Secara morfologis, penyebab sirosis hepatis tidak dapat dipastikan. Tapi ada dua
penyebab yang dianggap paling sering menyebabkan Chirrosis hepatis adalah:
1. Hepatitis virus
Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
chirrosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh
Blumberg pada tahun 1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati
kronis , maka diduga mempunyai peranan yang besar untuk terjadinya
nekrosa sel hati sehingga terjadi chirrosisi. Secara klinik telah dikenal
bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan untuk
lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A
2. Zat hepatotoksik atau Alkoholisme.
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan
berakibat nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis
akan berupa sirosis hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah
alcohol. Sirosis hepatis oleh karena alkoholisme sangat jarang, namun
peminum yang bertahun-tahun mungkin dapat mengarah pada kerusakan
parenkim hati.
3. Hemokromatosis
Bentuk chirrosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan
timbulnya hemokromatosis, yaitu:
a. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
b. Kemungkinan didapat setelah lahir (acquisita), misalnya dijumpai
pada penderita dengan penyakit hati alkoholik. Bertambahnya
absorpsi dari Fe, kemungkinan menyebabkan timbulnya sirosis hati.
D. FUNGSI HATI
Hati selain salah satu organ di badan kita yang terbesar , juga mempunyai fungsi
yang terbanyak. Fungsi dari hati dapat dilihat sebagai organ keseluruhannya dan
dapat dilihat dari sel-sel dalam hati.
1. Fungsi hati sebagai organ keseluruhannya diantaranya ialah; kut mengatur
keseimbangan cairan dan elekterolit, karena semua cairan dan garam akan
melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya.
2. Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya
pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar.
3. Sebagai alat saringan (filter)
Semua makanan dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh
intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal.

Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi


1. Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah:
a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, arang,
protein, lemak, empedu, Proses metabolisme akan diuraikan sendiri
b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil
metabolisme. Hati menyimpan makanan tersebut tidak hanya untuk
kepentingannnya sendiri tetapi untuk organ lainya juga.
c) Sebagai alat sekresi untuk keperluan badan kita: diantaranya akan
mengeluarkan glukosa, protein, factor koagulasi, enzim, empedu.
d) Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen
maupun endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi
dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi.
2. Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem
retikulo endothelial.
a) Sel akan menguraikan Hb menjadi bilirubin
b) Membentuk a-globulin dan immune bodies
c) Sebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau
makromolekuler.
E. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY
1. Patofisiologi
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menimbulkan peradangan sel hati. Peradangan
ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi
kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai
terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati, walaupun etiologinya
berbeda, gambaran histologi sirosis hati sama atau hampir sama, septa bisa
dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut.
Jaringan parut ini dapat menghubungkan daerah porta dengan sentral.
Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai macam
ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatik dan
gangguan aliran darah porta, dan menimbulkan hipertensi portal. Hal
demikian dapat pula terjadi pada sirosis alkoholik tapi prosesnya lebih lama.
Tahap berikutnya terjadi peradangan pada nekrosis pada sel duktules,
sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrinogenesis dan septa aktif. Jaringan
kolagen berubah dari reversible menjadi ireversibel bila telah terbentuk septa
permanen yang aseluler pada daerah porta dan parenkim hati. Gambaran septa
ini bergantung pada etiologi sirosis. Pada sirosis dengan etiologi
hemokromatosis, besi mengakibatkan fibrosis daerah periportal, pada sirosis
alkoholik timbul fibrosis daerah sentral. Sel limposit T dan makrofag
menghasilkan limfokin dan monokin, mungkin sebagai mediator timbulnya
fibrinogen. Mediator ini tidak memerlukan peradangan dan nekrosis aktif.
Septal aktif ini berasal dari daerah porta menyebar ke parenkim hati.
2. Pathway
F. GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. Gejala
Gejala chirrosis hati mirip dengan hepatitis, karena terjadi sama-sama di liver
yang mulai rusak fungsinya, yaitu: kelelahan, hilang nafsu makan, mual-
mual, badan lemah, kehilangan berat badan, nyeri lambung dan munculnya
jaringan darah mirip laba-laba di kulit (spider angiomas). Pada chirrosi

terjadi kerusakan hati yang terus menerus dan terjadi regenerasi noduler serta
ploriferasi jaringan ikat yang difus.
2. Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
a) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita chrirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda
bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan
mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus
dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi
sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan penyakit.
b) Timbulnya asites dan edema pada penderita chirrosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air
menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites
adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema
umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari
hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.
c) Hati yang membesar
Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati
membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan
rasa nyeri bila ditekan.
d) Hipertensi portal
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang
memetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah
peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi chirrosis hati yang dapat terjadi antara lain:
1. Perdarahan
Penyebab perdarahan saluran cerna yang paling sering dan berbahaya pada
chirrosis hati adalah perdarahan akibat pecahnya varises esofagus. Sifat
perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau hematemesis, biasanya
mendadak tanpa didahului rasa nyeri. Darah yang keluar berwarna kehitam-
hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung. Penyebab lain adalah tukak lambung dan tukak duodeni.

2. Koma hepatikum
Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang sudah sangat rusak,
sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Koma hepatikum
mempunyai gejala karakteristik yaitu hilangnya kesadaran penderita. Koma
hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma hepatikum primer, yaitu
disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan fungsi vital terganggu
seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan dengan sempurna. Kedua
koma hepatikum sekunder, yaitu koma hepatikum yang timbul bukan karena
kerusakan hati secara langsung, tetapi oleh sebab lain, antara lain karena
perdarahan, akibat terapi terhadap asites, karena obat-obatan dan pengaruh
substansia nitrogen.
3. Ulkus Peptikum
Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila
dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum,
resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya
defisiensi makanan.

4. Karsinoma Hepatoselular
Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada
bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan
berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma
yang multiple.

5. Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga
penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Infeksi yang sering timbul pada
penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia,
pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urine
Dalam urine terdapat urobilnogen juga terdapat bilirubin bila penderita
ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam urine
berkurang ( urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
b. Tinja
Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,
ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh

darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen
yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.
c. Darah
Biasanya dijumpai normostik normokronik anemia yang ringan, kadang –
kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik
dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah
mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik
anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.

d. Tes Faal Hati


Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap
hari akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya
9
dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam
38
darah 3,5-5,0 g/dL . Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing
diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum.
39
Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain
itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka
untuk mendeteksi kelainan hati secara dini.

2. Sarana Penunjang Diagnostik


a. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang sering dimanfaatkan ialah,: pemeriksaan
fototoraks, splenoportografi, Percutaneus Transhepatic Porthography
(PTP)
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelaianan
di hati, termasuk sirosi hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
nomal.
c. Peritoneoskopi (laparoskopi)
Secara laparoskopi akan tampak jelas kelainan hati. Pada sirosis hati akan
jelas kelihatan permukaan yang berbenjol-benjol berbentuk nodul yang
besar atau kecil dan terdapatnya gambaran fibrosis hati, tepi biasanya
tumpul. Seringkali didapatkan pembesaran limpa.
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
2. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000
kalori). Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III
(1.000-2000 mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-
3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda
prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan
(diet hati II) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai
toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan
pasien atau meningginya hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat
mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein
yang cukup perlu diperhatikan.
3. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang
jelas tidak hepatotoksik.
4. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
5. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.

Penatalaksanaan asitesis dan edema adalah :


1. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-
500 mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi.
Adakalanya harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan
selama 24 jam, hanya sampai 1 liter atau kurang.
2. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan
diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan
sampai 300 mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan
terapi medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat
ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali
dicoba untuk digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai
dengan infus albumin sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain
albumin dapat pula digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk
mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah
garam dan diuretik biasanya tetap diperlukan.
4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1
kg/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat,
dapat mencetuskan ensefalopati hepatik
J. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
1) Identitas pasien : nama, umur, alamat, pendidikan, pekerjaan, tanggal
masuk, diagnose medis, nomor register
2) Identitas penanggung jawab: nama, umur, alamat, pendidikan,
pekerjaan, hubungan dengan klien

b. Pengkajian Fokus
1) Keluhan Utama
Keluhan Nyeri abdomen bagian atas sebelah kanan, mual, muntah, dan
demam. Sedangkan pada tahap lanjut dengan keluhan adanya ikterus,
melena, muntah berdarah.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Pasien datang dengan mengeluh lemah/letih, nyeri abdomen kanan atas,
anoreksia(susah makan), kembung, pasien merasa perut terasa tidak enak
berat badan menurun, mengeluh perut semakin membesar, gangguan BAK
(inkontinensia urin), gangguan BAB (konstipasi/ diare), juga sesak nafas

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


a) Apakah ada riwayat konsumsi alkohol?
b) Apakah ada riwayat penyakit hepatitis kronis sebelumnya?
c) Apakah ada riwayat gagal jantung kiri/kanan?
d) Riwayat pemakaian obat obatan, merokok, pirampisin
4) Riwayat Kesehatan Keluarga Sirosis Hepatis merupakan penyakit
yang menular, jadi jika ada keluarga yang menderita hepatitis maka
akan menjadi faktor resiko.

5) Pola aktivitas sehari-hari


a) Nutrisi Biasanya nafsu makan pasien akan berkurang, karena
adanya mual, muntah
b) Eliminasi BAB : biasanya berwarna hitam (melena) BAK :
biasanya urine berwarna gelap

6) Personal Hygiene
Biasanya pasien mengalami defisit perawatan diri karena kelelahan

7) Pola Istirahat dan tidur


Biasanya pada ensefalopati pola tidur terbalik, malam hari terbangun dan
siang hari tertidur 5) Pola aktivitas Biasanya aktivitas dibantu keluarga dan
perawat karena adanya kelelahan

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital
Biasanya pada diperiksa tingkat kesadaran, bila pada ensefalopati
hepatikum akan terjadi penururnan kesadaran, Tanda- tanda vital juga
diperiksa untuk mengetahui keadaan umum pasien

2) Kepala Biasanya akan tampak kotor karena pase mengalami defisit


perawatan diri

3) Wajah
Wajah biasanya tampak pucat

4) Mata
Biasanya sklera ampak ikterik dan konjungtiva tampak anemis

5) Hidung
Biasanya tampak kotor

6) Mulut
Adanya bau karateristik pernapasan yaitu fetor hepaticus

7) Telinga Biasanya tampak kotor kaena defisit perawatan diri

8) Paru

a) Inspeksi : pasien terlihat sesak

b) Palpasi : fremitus seimbang bila tidak ada komplikasi

c) Perkusi : bila terdapat efusi pleura maka bunyinya hipersonor

d) Auskultasi : secara umum normal, akan ada stridor bila ada


akumulasi sekret.
9) Jantung

a) Inspeksi : anemis, terdapat tanda gejala perdarahan


b) Palpasi : peningkatan denyut nadi
c) Auskultasi : biasanya normal
10) Abdomen

d) Inspeksi : perut terlihat membuncit karena terdapat asites


e) Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut kuadran kanan atas, hepar
teraba membesar, terdapat shifting dullnes atau gelombang cairan
f) Perkusi : Redup
g) Auskultasi : penurunan bising usus
11) Ekstremitas Biasanya Terdapat udem tungkai, penurunan
kekuatan otot, Eritema Palmaris pada tangan, Jaundis dan CRT
>2 detik
12) Genitalia Biasanya pada wanita menstruasi tidak teratur

2. Diagnosa Keperawatan
a. Perfusi perifer tidak efektif bd penurunan konsentrasi hemoglobin dd
turgor kulit menurun (D.0009)

b. Nyeri akut bd mengeluh nyeri dd gelisah (D.0077)

c. Pola nafas tidak efektik bd depresi pusat pernapasan dd penggunaan otot


bantu pernapasan (D.0005)

d. Gangguan integritas kulit/jaringan bd penurunan mobilitas dd kerusakan


jaringan dan/atau lapisan kulit (D.0129)

e. Intolerasi aktivitas bd ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan


oksigen dd mengeluh lelah (D.0056)

f. Ansietas bd kurang terpapar informasi dd merasa khawatir dengan akibat


dari kondisi yang dihadapi (D.0080)
B. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa KRITERIA HASIL (SLKI) INTERVENSI (SIKI)


Keperawatan
1. Perfusi perifer tidakSetelah dilakukan intervensi Perawatan sirkulasi
keperawatan selama …x24 jam (1.02079)
efektif bd penurunan
maka diharapkan perfusi perifer Observasi:
konsentrasi meningkat dengan kriteria hasil:  Periksa sirkulasi perifer
hemoglobin dd Perfusi perifer (L.02011) (mis. Nadi perifer, edema,
Kriteria Hasil SA ST pengisian kapiler, warna,
turgor kulit menurun Denyut nadi 2 4 suhu, ankle brachial index)
(D.0009) (ket 1)  Identifikasi faktor risiko
Warna kulit 2 4 gangguan sirkulasi (mis.
pucar (ket 2) Diabetes, perokok, orang
Pengisian 2 4 tua, hipertensi dan kadar
kapiler (ket 3) kolesterol tinggi)
Akral (ket 3) 2 4
Turgor kulit 2 4 Terapeutik:
(ket 3)  Hindari pengukuran
Ket 1: tekanan darah pada
1. Menurun ekstermitas dengan
2. Cukup menurun keterbatasan perfusi
3. Sedang  Hindari penekanan dan
4. Cukup meningkat pemasangan tourniquet
5. Meningkat pada area yang cedera
Ket 2:  Lakukan pencegahan
1. Meningkat infeksi
2. Cukup meningkat  Lakukan perawatan kaki
3. Sedang dan kuku
4. Cukup menurun  Lakukan hidrasi
5. Menurun Edukasi:
Ket 3:
 Anjurkan berhenti merokok
1. Memburuk  Anjurkan berolahraga rutin
2. Cukup memburuk
3. Sedang  Informasika tanda dan
4. Cukup membaik gejala darurat yang harus
5. Membaik dilaporkan (mis.rasa nyeri
yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
2. Nyeri akut bd Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri (1.08238)
keperawatan selama …x24 jam Observasi:
mengeluh nyeri dd
maka diharapkan tingkat nyeri  Identifikasi lokasi,
gelisah (D.0077) menurun dengan kriteria hasil: karakteristik,
Tingkat nyeri ( L.08066) durasi,frekuensi,kualitas,in
Kriteria hasil SA ST tensitas nyeri
Keluhan nyeri 2 4  Identifikasi skala nyeri
Meringis 2 4 Terapeutik:
Gelisah 2 4  Kontrol lingkungan yang
Ket: memperberat rasa nyeri
1. Menurun (mi, suhu ruangan,
2. Cukup menurun pencahayaan, kebisingan
3. Sedang  Fasilitasi istirahat dan
4. Cukup meningkat tidur
5. Meningkat Edukasi:
 Menjelaskan penyebab
nyeri, periode, dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu

3 Pola nafas tidak Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas


keperawatan selama …x24 jam (1.01011)
efektik bd depresi
maka diharapkan pola napas Observasi:
pusat pernapasan dd membaik dengan kriteria hasil:  Monitor pola napas
Pola napas (L.01004) (frekuensi, kedalaman,
penggunaan otot
usaha napas)
Kriteria hasil S S
bantu pernapasan  Monitor bunyi napas
A T
(D.0005) tambahan (mis.gurgling,
Dispnea (ket 2) 2 4
mengi, wheezing, ronkhi
Penggunaan otot 2 4 kering)
bantu napas (ket
 Monitor sputum
2)
(jumlah,warna, aroma)
Pemanjangan fase 2 4 Terapeutik:
ekspirasi (ket 2)
 Pertahankan kepatenan
Frekuensi napas jalan napas dengan head-
(ket 3) tilt dan chin-lift (jaw-
Kedalaman napas thrust jika curiga trauma
(ket 3) servikal)
Ket 2:  Posisikan semi-Fowler
1. Meningkat atau fowler
2. Cukup meningkat  Berikan oksigenasi,jika
3. Sedang perlu
4. Cukup menurun Edukasi:
5. Menurun
 Anjurkan asupan cairan
Ket 3:
2000 ml/hari,jika tidak
1. Memburuk
kontraindikasi
2. Cukup memburuk
 Ajarkan teknik batuk
3. Sedang
efektif
4. Cukup membaik
Kolaborasi:
5. Membaik
 Kolaborasi pemberian
brokodilator,ekspektoran,
mukolitik,jika perlu

4 Gangguan integritas Setelah dilakukan intervensi Perawatan Integritas Kulit


keperawatan selama …x24 jam (1.11353)
kulit/jaringan bd
maka diharapkan integritas kulit Observasi:
penurunan mobilitas dan jaringan meningkat dengan  Identifikasi penyebab
kriteria hasil: gangguan integritas kulit
dd kerusakan
Integritas kulit dan jaringan (mis. Perubahan sirkulasi,
jaringan dan/atau (L.14125) perubahan status nutrisi,
lapisan kulit Kriteria Hasil SA ST penurunan kelembapan,
Kerusakan 3 4 suhu lingkungan ekstrem,
(D.0129) jaringan (ket 2) penurunan mobilisasi)
Kerusakan 3 4 Terapeutik:
lapisan (ket 2)  Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
Nyeri (ket2) 3 4
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan
Ket 2:
hipoalergik pada kulit
1. Memburuk sensitive
2. Cukup memburuk Edukasi:
3. Sedang
 Anjurkan minum air yang
4. Cukup membaik
cukup
5. Membaik
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

5 Intolerasi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen energi (1.05178)


keperawatan selama …x24 jam Observasi:
bd
maka diharapkan toleransi  Identifikasi gangguan
ketidakseimbangan aktivitas meningkat dengan fungsi tubuh yang
kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
antara suplai dan
Toleransi aktivitas (L.05047)  Monitor pola dan jam
kebutuhan oksigen Kriteria Hasil SA ST tidur
dd mengeluh lelah Frekuensi 2 4  Monitor lokasi dan
nadi (ket 1) ketidaknyaman selama
(D.0056) melakukan aktivitas
Keluhan lelah 2 4
(ket 2) Terapeutik:
Dispnea saat 2 4  Sediakan lingkungan
aktivitas (ket nyaman dan rendah
2) stimulus (mis.cahaya,
suara, kunjungan)
Dispnea 2 4
 Lakukan latihan rentang
setelah
gerak pasif dan/atau aktif
aktivitas (ket
2)  Berikan aktivitas distraksi
yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi
Ket 1:
tempat tidur, jika tidak
1. Menurun
2. Cukup menurun dapat berpindah atau
3. Sedang berjalan
4. Cukup meningkat Edukasi:
5. Meningkat  Anjurkan tirah baring
Ket 2:  Anjurkan aktivitas secara
1. Meningkat bertahap
2. Cukup meningkat Kolaborasi:
3. Sedang  Kolaborasi dengan ahli
4. Cukup menurun gizi tentang cara
5. Menurun meningkatkan asupan
makanan
6 Ansietas bd kurang Setelah dilakukan intervensi Reduksi Anseitas (1.09314)
keperawatan selama …x24 jam Observasi:
terpapar informasi
maka diharapkan tingkat  Identifikasi kemampuan
dd merasa khawatir ansietas menurun dengan kriteria mengambil keputusan
hasil:  Monitor tanda-tanda
dengan akibat dari
Tingkat Ansietas (L09093) ansietas (verbal dan
kondisi yang Kriteria Hasil SA ST nonverbal)
dihadapi (D.0080) Verbalisasi 3 5 Terapeutik:
khawatir akibat  Temani pasien untuk
kondisi yang mengurangi kecemasan,
dihadapi (ket1) jika memungkinkan
Perilaku 2 5  Ciptakan suasana
gelisah (ket 1) terapeutik untuk
Pola tidur (ket 3 4 menumbuhkan
2) kepercayaan
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Ket 1:
Edukasi:
1. Meningkat
 Anjurkan keluarga untuk
2. Cukup meningkat
tetap bersama pasien, jika
3. Sedang perlu
4. Cukup menurun
 Latih teknik relaksasi
5. Menurun
Kolaborasi:
Ket 2:
Kolaborasi pemberian obat
1. Memburuk antlansietas, jika perlu
2. Cukup memburuk
3. Sedang
4. Cukup membaik
5. Membaik
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Soeparman. (2004). Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.


Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia:
Definisi dan indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai