Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

MODERATE CHOLANGITIS

A. Definisi
Cholangitis adalah peradangan pada duktus biliaris yang biasanya
disebabkan oleh infeksi bakkteri pada lumen steril (Dorland, 2011). Cholangitis
adalah infeksi bakterial dari saluran empedu yang tersumbat, sumbatan dapat
disebabkan oleh penyebab dari dalam saluran empedu misalnya batu koledokus,
askaris yang memasuki duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya
karsinoma caput pankreas yang menekan duktus koledokus, atau dari dinding
saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau striktur saluran empedu
(Nurman, 1999). Cholangitis dapat dibagi tingkat keparahannya dari ringan
sampai berat. Moderate Cholangitis merupakan kolengitis dengan tingkat
keparahan sedang yang memiliki ciri-ciri tidak dapat berspon dengan obat-obatan
namun tidak menimbulkan kematian atau disfungsi organ.

B. Etiologi
Penyebab tersering obstruksi biliaris adalah koledokolitiasis, obstruksi
struktur saluran empedu, dan obstruksi anastomose biliaris. Penyebab kedua
kolangitis adalah obstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma pankreas,
metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis. Pemakaian jangka
panjang stent biliaris sering disertai dengan obstruksi stent oleh cairan biliaris
yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan kolangitis (Cameron, 1997;
Brunicardi dkk, 2007).
Cholangitis dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti :
a. Koledookolitiasis
b. Obstruksi saluran empedu lainnya seperti tumor, kateter, stent,
pankreatitis akut, striktur ringan
c. Bakteri seperti E. coli, klebsiella, clostridium, bacteroides, enterobacter,
streptococcus grup D yang dapat masuk ke spingter oddi
d. Striktur bilier sistem
e. Tumor pankreas
f. Parasit cacing ascaris
g. Pankreatitis kronis
h. HIV/AIDS

C. Klasifikasi
Klasifikasi kolangitis menurut Tokyo Guidelines (Wada et al, 2007):
Kriteria Mild Moderate Severe
(Grade I) (Grade II) (Grade III)
Disfungsi
Tidak Tidak Ya
Organ
Respon
Ya Tidak Tidak
terhadap terapi
a. Mild (Grade I) didefinisikan sebagai kolangitis yang dapat berespon
terhadap terapi
b. Moderate (Grade II) didefinisikan sebagai kolangitis yang tidak dapat
berespon dengan pengobatan dan tidak menimbulkan disfungsi organ
c. Severe (Grade III) didefinisikan kolangitis yang tidak dapat berespon
dengan pengobatan dan menimbulkan disfungsi organ seperti:
Kardiovaskuler: hipotensi
Saraf: penurunan kesadaran
Pernapasan: PaO2 < 300
Renal: Serum kreatinin > 2.0 mg/dl
Liver: PT-INR > 1.5
Hematology: Platelet count < 1000.000/ul

D. Patofisiologi
Bakteri dapat masuk ke saluran empedu ketika terdapat pengganggu pada
saluran. Hal ini dapat mengakibatkan translokasi bakteri dari sistem portal atau
duodenum ke dalam pohon bilier. Adanya hambatan dari aliran cairan empedu
akan menimbulkan stasis cairan empedu. Stasis inilah yang menyebabkan
terjadinya kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Bakteri ini
berasal dari bakteri atau folra duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi dan
dari kantung empedu yang terinfeksi (Nurman, 1999). Organisme paling umum
yang dapat diisolasi dalam empedu adalah Escherischia coli (27%), Spesies
Klebsiella (16%), Spesies Enterococcus (15%), Spesies Streptococcus (8%),
Spesies Enterobacter (7%), dan spesies Pseudomonas aeruginosa (7%). Bakteri-
bakteri inilah yang dapat mengebabkan kolangitis.
Tekanan tinggi yang disebabkan oleh tersumbatnya saluran empedu
mengakibatkan bakteri akan mengalami refluks ke dalam saluran limfe dan aliran
darah yang dinamakan refluks cholangiovenosous dan cholangiolimfatik sehingga
dapat mengakibatkan sepsis dengan gejala seperti demam (Nurman, 1999). efek
serius dari cholangitis dapat disebabkan oleh produk pemecahan bakteri gram
negatif yaitu endotoksemia. Endotoksin diserap di usus lebih mudah bila terdapat
obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya mengeluarkan
endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan garam
empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu
fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk
mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana cholangitis tidak diobati,
dapat timbul bakteremia sistemik yang dapat menimbulkan abses.

E. Manifestasi Klinis
Manivestasi klinis kolangitis pada 54% kasus berupa Trias Charcot yaitu
demam, ikterus dan nyeri abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik,
menjalar ke belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat
konstan (Nurman, 1999).
Tanda gejala lain yang menyertai antara lain:
a. Penyakit ini biasanya dimulai secara bertahapdari merasa sangat
kelelahan, gatal dan jaudince.
b. Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas
karena adanya batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke
belakang atau ke skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan
c. Terdapat pembesaran hati dan limpa, atau gejala-gejala sirosis.
d. Bisa juga terjadi hipertensi portal, asites dan kegagalan hati, yang bisa
berakibat fatal.
e. Pada sebagian kecil kasus ini tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat
diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih
mudah bergerak sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar,
sehingga bilirubin normal atau sedikit saja meningkat
f. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan lekositosis.
g. Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat,
padabeberapa pasien bahkan dapat meningkat secara menyerupai
menyerupaihepatitis virus akut.

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah
Pada pemeriksaaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis pada sebagian
besar pasien. Hitung sel darah putih biasanya melebihi 13.000. Lekopeni atau
trombositopenia kadang – kadang dapat ditemukan, biasanya jika terjadi
sepsis parah. Sebagian besar penderita mengalami hiperbilirubinemia sedang.
Peningkatan bilirubin yang tertinggi terjadi pada obstruksi maligna. Tes
fungsi hati termasuk alkali fosfatase dan transaminase serum juga meningkat
yang menggambarkan proses kolestatik (Shojamanes, 2006).
b. Foto polos abdomen
Pada pemeriksaan ini diharapkan dapat melihat batu opak dikandung empedu
atau di duktus koledokus. Kadang-kadang pemeriksaan ini dipakai untuk
skrening, melihat keadaan secara keseluruhan dalam rongga abdomen
(Soetikno, 2007).
c. Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi
untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu
intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan ultrasonografi lumpur empedu
dapat diketahui karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi (Brunicardi,
2005)
d. CT Scan
CT Scan tidak lebih unggul daripada ultrasonografi untuk mendiagnosis batu
kandung empedu. Cara ini berguna untuk diagnosis keganasan pada kandung
empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90 persen.
e. ERCP
Endoskopik merupakan selang kecil yang digerakkan menggunakan lensa
atau kaca untuk melihat bagaian dari traktus gastro intestinal.
f. Skintigrafi
Skintigrafi bilier digunakan untuk melihat sistem bilier termasuk fungsi hati
dan kandung empedu serta diagnosa beberapa penyakit dengan sensitifitas
dan spesifitas sekita 90% sampai 97%.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan berdasarkan derajat kolangitis (Erina et al, 2011):
a. Kolangitis grade I
Pengobatan direspon dengan baik oleh pasien dengan grade ini. Setelah itu,
dapat dipertimbangkan untuk melakukan drainase bilier dengan menggunakan
endoskopi, perkuatneus, ataupun drainase terbuka.
b. Kolangitis grade II
Pada pasien ini kurang memiliki respon baik dengan pengobatan. Selain itu,
muncul tanda-tanda gagal organ. Pada pasien ini, dilakukan drainase bilier
awal dengan menggunakan endoskopi atau perkutaneus drainase. Terapi
definitif dengan menghilangkan sumber sumbatan dilakukan setelah kondisi
klien stabil.
c. Kolangitis grade III
Pada pasien ini memerlukan terapi suportif seperti ventilator, obat-obatan
inotropik,, terapi medikamentosa. Drainase bilier dilakukan secepatnya segera
setelah kondisi pasien stabil.
H. Clinical Pathway
Psot op kantung empedu,
Batu empedu askaris, pasca ERCP

Menyumbat aliran Penumpukan bakteri dan


getah pankreas kuman

kolangitis
Distensi kantung Statis cairan empedu
empedu
Tekanan tinggi saluran Iritasi lumen Gangguan rasa
Bagian fundus empedu tersumbat nyaman
menyentuh kartilago
inflamasi
Aliran balik getah
Merangsang ujung empedu
syaraf smpatis
Peningkatan enzim Permeabilitas kapiler
Termostat di SGOT dan SGPT
Nyeri pada bagian hipotlamus
kuadran kanan atas Cairan shif ke
Merangsang nervus peritonium
menjalar ke belakang
Peningkatan suhu vagal

Nyeri akut resiko


hipertermia Makanan tertahan
di lambung ketidakseimbangan
cairan
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari Meningkatkan
kebutuhan tubuh mual muntah
I. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian/Assesment
1. Identitas Pasien
Identitas meliputi data demografi klien yang terdiri dari nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, alamat, No.RM, pekerjaan, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Adanya keluhan berupa demam, ikterus, nyeri pada bagian kuadran kanan
atas, nyeri menjalar kebelakang skapula kanan
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan cholangitis biasanya akan diwali dengan adanya tanda
seperti nyeri pada kuadran kanan atas, demam, jaundice. Pada riwayat
penyakit sekarang perlu ditanyakan terkait keluhaan awal muncul dan
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan dan menghilangkan
keluhan yang dirasakan
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang dapat menjadi faktor utama terjadinya cholangitis seperti
batu kanting empedu atau batu saluran empedu, pasca cholecystectomy,
manipula endoskopik atau ERCP cholangiogram, riwayat cholangitis
sebelumnya, dan riwayat HIV/AIDS yang memiliki ciri edema bilier
ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier.
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus, hipertensi, anemia.
4. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan Gordon
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Bagaimana persepsi dan pendapat klien terkait dengan penyakit yang
dideritanya, serta penanganan pertama dalam mengatasi masalah
kesehatannya.Riwayat merokok, minum alkohol, dan penggunaan obat-
obatan.

b) Pola nutrisi dan metabolisme


Bagaimana pola pemenuhan nutrisi setiap harinya. Perawat perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui
status nutrisi pasien. Pasien dengan cholangitis akan mengalami penurunan
nafsu makan. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit
sehingga keadaan pasien tampak lemah. Pasien cholangitis akan
mengalami penurunan nafsu makan akibat dari mual dan muntah.
c) Pola eliminasi
Perawat perlu menanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum dan
sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi yang akibat
dari menurunnya gerakan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
pasien akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri pada kuadran
kanan atas dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan
pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.
e) Pola tidur dan istirahat
Adanya nyeri pada kuadran kanan atas dan peningkatan suhu tubuh akan
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur, istitahat dan sering
terbangun jika nyeri, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan
seperti keluarga pasien yang menunggu banyak dan kondisi rumah sakit
yang pasiennya banyak.
f) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan
peran, misalkan pasien seorang laki-laki sebagai kepala rumah tangga,
tidak dapat menjalani fungsinya untuk menafkahi istri dan anaknya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakat pun juga mengalami perubahan
dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat,
tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya.
h) Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga
dengan proses berpikirnya. Adapun dari pola sensori yang teganggu tapi
jarang yaitu ketika demam dan nyeri yang mengakibakan kelemahan.
i) Pola reproduksi seksual
Kebutuhan seksual pasien akan terganggu untuk sementara waktu karena
pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
j) Pola managemen stress dan koping
Pasien yang tidak mengtahui penyabab dan proses dari penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih
tahu mengenai penyakitnya.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada
Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari
Tuhan.
5. Pengkajian Fisik
a) Keadaan umum
Pasien tampak nyeri pada kuadran kanan atas, jaundice, demam
b) Tingkat kesadaran
Komposmentis
c) TTV
RR : reguler
N : bisa terjadi takikardi
S : jika ada infeksi bisa hipertermi
TD : bisa hipotensi
d) Keadaan fisik umum lainnya dapat dikaji dengan IPPA, yang meliputi:
1) Mata: mata ikterik
2) Hidung: sesak nafas, terdapat cuping hidung, alat bantu yang
terpasang pada hidung.
3) Leher: deviasi trakea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika
terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikandan peggunaan otot
bantu nafas.
4) Dada
Paru-paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, pernapasan dangkal,
pasien gelisah
Palpasi : vokal fremitus teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan
5) Jantung
Inspeksi : terdapat takikardi dan diaporesis
6) Abdomen: inspeksi adanya distensi abdomen perut kanan atas. Pasien
mengeluh mual muntah
Auskultasi: peristaltik usus 5-12x/menit flatuensi
Perkusi: adanya pembengkakan di abdomen atas, nyeri tekan
epigastrium
7) Urogenital: inspeksi bentuk anatomi genital, alat bantu eliminasi yang
terpasang.
8) Ekstremitas: inspeksi kelainan bentuk ekremitas baik bawah maupun
atas, fungsi pergerakan dan perubahan bentuk.
9) Kulit dan Kuku
Terdapat ikterik atau jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
10) Keadaan Lokal
Gasglow Coma Scale (GCS)

b. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses
penyakit (inflamasi) yang ditandai dengan suhu pasien meningkat (lebih
dari 37,5 derajat celsius), akral hangat
2) Nyeri akut berhubungan dengan distensi kandung empedu yang ditandai
dengan pasien mengeluh sakit, skala nyeri lebih dari 2
3) Hambatan rasa nyaman berhubungan dengan iritasi lumen yang ditandai
dengan pasien mengeluh tidak nyaman pada perutnya
4) Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan mual muntah
dan permeabilitas kapiler
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan peningkatan mual dan muntah yang ditandai dengan pasien lemas
DAFTAR PUSTAKA

Brunicardi F, Andersen D, Billiar T, dkk. Cholangitis in Schwartz Principles of


Surgery, Eight edition, New York ; McGraw-Hill, 2000, p : 1203-1213
Brunner & Suddarth, 2013, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,Jakarta.
Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standart Diagnosis Keperawatan
Indonesia.DewanPpengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia:Jakarta
Pokja SLKI DPP PPNI.2019. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi
I .DewanPpengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia:Jakarta
Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia edisi I
.Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia:Jakarta
Kowalak, Welsh, Meyer. 2011. Buku ajar patofisiologi. EGC. Jakarta.
Mansjoer, A dkk. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius.
Smeltzer & Bare (2013), Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Bruner &
Suddarth, EGC, Jakarta.
Cahyono, J.B.S.B. 2009. Batu Empedu. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Cameron L, John, Terapi bedah Mutakhir, Edisi 4, Binarupa Aksaram Jakarta,
1997, hal : 476-479
Dorland, N. 2011. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC.
Erina, O.S.N.U, & Kiki, L. 2011. Pola Kuman di Duktus Biliaris dan Test
Resistensi/Sensitifitas terhadap Antimikroba pada Pasien Ikterus Obstruktif
di Duvisi Bedah Digestif , Departemen Ilmu Bedah RSHS. Bandung:
Universitas Padjajaran
Gibson, J. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat. Jakarta: EGC
Nanda Internasional 2018. Diagnosis Keperawatan 2018-202. Oxford: Willey
Backwell.0
Nurafif, A.H. dan K. Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Edisi 2. Yogyakarta: Mediaction.
Nurman, A. 1999. Kolangitis Akut Dipandang dari Sudut Penyakit Dalam. J.
Kedokteran Trisakti 18 (3): 1-7
Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Soetikno, R. D. 2007. IMAGING PADA IKTERUS OBSTRUKSI. Bandung :
Bagian/UPF Radiologi FKUNPAD/RSUP dr. Hasan Sadikin
Shojamanes, Homayoun, Mo, Cholangitis, in : http:/www.emidicine.com7 2006, p
: 1-10
Wada K, dkk. Diagnostic criteria and severity assessment of acute cholangitis.
Tokyo Guidelines. J Hepatobiliary Pancreat Surg. 2007; 14 (1) 52-8

Anda mungkin juga menyukai