Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KEGAWATDARURATAN SISTEM SARAF


STROKE NON HEMORAGIK (SNH)

DISUSUN OLEH:
AHMAD FATONI (113120021)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2021
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1) Definisi

Stroke atau penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa


kelainan otak baik secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh
keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh
darah otak (Wijaya & Putri 2013), stroke atau cedera serebrovaskuler adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkkan oleh terhentinya suplai darah ke bagian
otak (Smeltzer & Bare 2013).

Stroke non hemoragik adalah stroke yang di sebabkan karena penyumbatan


pembuluh darah di otak oleh thrombosis maupun emboli sehingga suplai glukosa
dan oksigen ke otak berkurang dan terjadi kematian sel atau jaringan otak yang
disuplai (Wijaya & Putri 2013). Stroke non hemoragik ialah tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti (Nuratif & Kusuma, 2015).

2) Etiologi

Stroke non hemoragik disebabkan karena adanya penyumbatan pada


pembuluh darah yang menuju ke otak. Sumbatan ini dapat disebabkan oleh dua
hal, yang pertama adalah karena adanya penebalan pada dinding pembuluh darah
yang disebut dengan atheroschlerosis dan bekuan darah yang bercampur lemak
yang menempel pada dinding pembuluh darah, yang dikenal dengan istilah
thrombus.Yang kedua adalah tersumbatnya pembuluh darah otak oleh emboli,
yaitu bekuan darah yang berasal dari thrombus di jantung. Thrombus atau bekuan
darah di jantung ini biasanya terjadi pada pasien yang terpasang katup jantung
buatan, setelah serangan miokard akut, atau pasien dengan gangguan irama
jantung berupa febrilasi atrial, yaitu irama jantng yang tidak teratur yang berasal
dari serambi jantung (Mulyatsih & Arizia, 2010).

3) Klasifikasi
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih
dari 24 jam.
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
c. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal
dalam beberapa jam sampe beberapa hari
d. Stroke in Resolution
Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan
peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari
e. Completed Stroke (infark serebri)
Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau
gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa
memburuk lagi.
Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2010) Stroke iskemik (Stroke
Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :
a. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis
di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media.
Permulaan gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat
kemudian berkembang dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai
mencapai gejala maksimal dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam
beberapa hari (2-3 hari), kesadaran biasanya tidak terganggu dan ada
kecendrungan untuk membaik dalam beberapa hari,minggu atau bulan.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat
mendadak berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu,
kemungkinan juga disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk
membaik dalam beberapa hari, minggu atau bulan.

4) Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara lain :
a. Hipertensi
b. Gangguan motorik (kelemahan otot, hemiparese)
c. Gangguan sensorik
d. Gangguan visual
e. Gangguan keseimbangan
f. Nyeri kepala (migran, vertigo)
g. Muntah
h. Disatria (kesulitan berbicara)
i. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium, suppor,
koma)
5) Patofisiologi

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di


otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat.Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme
vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan
jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pad-a otak.
Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
(Muttaqin, 2010).

Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai
oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar
area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan
perbaikan.Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal„ jika tidak terjadi
perdarahan masif.Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
.menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur (Muttaqin, 2010).

Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi


pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering
menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai;
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi
batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi
perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons
(Muttaqin, 2008). Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi Jumlah
darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka
risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan
lobar. Sedangkan jika terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc
diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan
terdapat di pons sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2010).

6) Phatways
B. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah
sebagai berikut :
1. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
2. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
carran lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai
pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
3. CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang
pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
4. MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah
sistem karotis).
6. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam
jaringan otak.
Pemeriksaan Laboratorium:
1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
2. Pemeriksaan darah rutin.
3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
angsur turun kembali.
4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
7) Penatalaksanaan
a. Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.
b. Pembatasan aktivitas/ tirah baring.
c. Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.
d. Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.
e. EKG dan pemantauan jantung.
f. Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).
g. Rehabilitasi neurologik.
C. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian Primer
a. Airway
Kaji ada tidaknya sumbatan pada jalan nafas pasien, kaji adanya obstruksi jalan
antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia, penggunaan otot bantu pernafasan,
sianosis
1) L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya
retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran
2) L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
3) F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan
menggunakan pipi perawat
b. Breathing
Kaji ada atau tidaknya kelainan pada pernafasan misalnya dispnea, takipnea,
bradipnea, ataupun sesak.Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring,
gargling, rhonki atau wheezing. Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.
c. Circulation
Kaji ada tidaknya peningkatan tekanan darah, kelainan detak jantung misalnya
takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan capilarrefil.Kaji juga
kondisi akral dan nadi pasien.
d. Disability
Kaji ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil
anisokor dan nilai GCS.Menilai kesadaran dengan cepat, apakah sadar, hanya respon
terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.
Adapun cara yang cukup jelas dan cepat dengan metode AVPU. Namun sebelum
melakukan pertolongan, pastikan terlebih dahulu 3A yaitu aman penolong, aman
korban dan aman lingkungan.
1) A = Alert : Korban sadar jika tidak sadar lanjut ke poin V
2) V = Verbal : Cobalah memanggil-manggil korban dengan berbicara keras di
telinga korban, pada tahap ini jangan sertakan dengan menggoyang atau
menyentuh pasien, jika tidak merespon lanjut ke P.
3) P = Pain : Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat juga
dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal diatas mata
(supra orbital).
4) U = Unresponsive : Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak
bereaksi maka pasien berada dalam keadaan unresponsive.
e. Exposure of extermitas
Mengkaji ada tidaknya peningkatan suhu pada pasien, adanya deformitas, laserasi,
contusio, bullae, atau abrasi.

2) Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
1) kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis.
2) mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif:
1) Perubahan tingkat kesadaran
2) Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) ,
kelemahan umum.
3) Gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bacterial ), polisitemia.
Data obyektif:
1) Disritmia, perubahan EKG
2) Pulsasi : kemungkinan bervariasi
3) Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
c. Eliminasi : Inkontinensia, anuria, distensi abdomen ( kandung kemih sangat
penuh), tidak adanya bunyi usus( ileus paralitik )
d. Makan/ minum
Data Subyektif:
1) Nafsu makan hilang
2) Nausea / vomitus mengambarkan adanya PTIK
3) Kehilangan sensasi pengecap , pipi , tenggorokan, disfagia
4) Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah
Data obyektif:
1) Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
2) Obesitas ( factor resiko )
e. Sensori neural
Data Subyektif:
1) Pusing / syncope (sebelum CVA / sementara selama TIA)
2) Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
3) Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat ibarat lumpuh/mati
4) Penglihatan berkurang
5) Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada
muka ipsilateral ( sisi yang sama )
6) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif:
1) Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah
laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
2) Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke,
genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon dalam (
kontralateral )
3) Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
4) Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/
kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata komprehensif, global /
kombinasi dari keduanyaa
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
6) Apraksia : kehilangan kemampuan memakai motoric
7) Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi
lateral
f. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data obyektif: Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
g. Respirasi
Data Subyektif: Perokok ( factor resiko )
h. Keamanan
Data obyektif:
1) Motorik/sensorik : duduk kasus dengan penglihatan
2) Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang
kewasadaan terhadap pecahan badan yang sakit
3) Tidak bisa mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
4) Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
5) Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan,

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif
2. Intoleransi aktivitas
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif
INTERVENSI

No Tgl/jam Dx keperawatan SLKI SIKI


1 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah Manajemen jalan nafas
Pola nafas tidak efektif dapat berkurang Tindakan:
1. Observasi:
Luaran: Pola nafas  Monitor pola nafas (frekuensi,
Ekspektasi: membaik kedalaman dan usaha nafas)
Kriteria hasil: 2. Terapeutik:
 Posisikan pasien semi fowler
1. Tekanan inspirasi ( 5 )  Berikan oksigen
2. Tekanan ekspirasi ( 5 ) 3. Edukasi:
3. Frekuensi nafas ( 5 ) 4. Kolaborasi:
4. Kedalaman nafas ( 5 )  Pemberian terapi obat

2 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah Pemantauan tanda tanda vital
Intoleransi aktivitas dapat berkurang Tindakan:
1. Observasi:
Luaran: toleransi aktivitas  Monitor tekanan darah
Ekspektasi: membaik  Monitor nadi
Kriteria hasil:  Monitor pernafasan
1. Frekuensi nadi ( 5 ) 2. Terapeutik
2. Saturasi O2 ( 5 )  Atur interval pemantauan sesuai kondisi
3. Tekanan darah ( 5 ) pasien
 Dokumentasikan hasil
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan informasikan hasil
3 Resiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah Manajemen peningkatan intra kranial
efektif Resiko perfusi serebral tidak efektif dapat
berkurang Tindakan:
1. Observasi
Luaran: perfusi serebral  Monitor tanda dan gejala peningkatan
Ekspektasi: membaik TIK
Kriteria hasil:  Monitor status pernafasan
 Monitor itput dan output pasien
1. Tingkat kesadaran ( 5 ) 2. Terapeutik
2. Tekanan intra kranial ( 5 )  Berikan posisi semi fowler
3. TD sistolik ( 5 )  Cegah terjadi kejang
4. TD diastolic ( 5 )  Pertahankan suhu normal
3. Kolaboratif
 Pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Kementrian Kesehatan RI.2013 . Riset Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI

Kemenkes RI. 2018.Riset Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI 2018

Manjoer .2010. Kapitaselekta kedokteran. Media aesculapius: Jakartas

Mardjono. 2010. Neurologis Klinis Dasar. Dian rakyat: Jakarta

Moorhead, dkk. 2017. Nursing Outcome Classification. Jakarta : Elsevier.

Nanda International.2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi Edisi 10.


Jakarta: EGC.

Nugroho. 2011. Asuhaan keperawatan penyakit dalam dan bedah. Nuha medika :
yokyakarta.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC

Taylor, Cynthia M. (2013). Diagnnosa Keperawatan dan asuhan keperawatan. Jakarta:


Buku Kedokteran EGC.

Wijaya & Putri.2013. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Anda mungkin juga menyukai