Anda di halaman 1dari 15

SIROSIS HEPATIS

Ns. Ester Inung Sylvia, M.Kep., Sp.MB

A. Anatomi Fisiologi
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau ± 2%
dari berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
terbentuk oleh struktur disekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan usus. Hati memiliki dua lobus
utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut
sebagai lobulus, yang merupakan mikroskopis dan fungsional organ. Hati manusia
memiliki maksimal 100.000 lobulus. Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler
yang disebut sebagai sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica.
Tidak seperti kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer. Sel Kupffer
merupakan system monosy makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan
benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel Kupffer;
sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan infasi
bakteri dan agen toksik.
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk
adalah darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena porta. Volume total
darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan dialirkan melalui vena
hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena cava inferior.
Selain merupakan organ parenkim yang paling besar. Hati sangat penting untuk
mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi metabolik tubuh, dan
terutama bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktivitas berbeda. Fungsi utama hati
adalah membentuk dan mengekskresikan empedu. Hati berperan penting dalam
metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh vena porta pasca absorpsi dari
usus. Fungsi metaboplisme hati yang lain adalah metabolism lemak; penimbun vitamin,
besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta detoksifikasi
sejumlah zat endogen (indol, skatol, dan fenol yang dihasilkan oleh kerja bakteri pada
asam amino dalam usus besar) dan zat eksogen (morfin, fenobarbital).

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 1


B. Pengertian
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul.Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan usaha regenerasi
nodul.Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut, diungkapkan
oleh (Suzanne.C Smeltzer dan Brenda.G Bare, 2001).
Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi arsitektur hati
normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang tidak
berkaitan dengan vaskulatur normal ( Price & Wilson, 2005, hal. 493).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus, ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul (FKUI, 1996).

C. Etiologi
Penyebab Sirosis hati lain yang dikemukakan oleh Hadi, S (1995: 612) dalam buku
gastroenterologi adalah:
1. Malnutrisi
Kekurangan nutrisi terutama protein hewani dapat menyebabkan Sirosis hepatis.
Protein hewani yang memegang peranan penting ialah kholin dan methionin, demikian
pula kekurangan vitamin B komplek, tocoferol, cystine dan alfa 1-antitripsin dapat
terjadi Sirosis hati.
2. Penyakit metabolik
Termasuk didalamnya yaitu penyakit wilson dan hemokromatosis. Penyakit wilson
ditandai dengan degenerasi basal ganglia otak, dan terdapatnya cincin pada kornea
yang berwarna coklat kehijauan (kayser fleisher ring). Penyakit ini diduga disebabkan
defisiensi bawaan dari seruloplasmin. Hemokromatosis merupakan kelainan
peningkatan absorbsi dari Fe, yang dapat menimbulkan Sirosis hati.
Penyebab yang tidak diketahui, Sirosis kriptogenik penderita ini sebelumnya tidak
menunjukkan tanda-tanda hepatitis, alkoholisme. Sedangkan dalam makanannya
cukup mengandung protein.

D. Klasifikasi
Secara makroskopik, sirosis dibagi atas :
1. Sirosis mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, didalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil merata diseluruh lobus, besar nodulnya sampai 3
mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makronodular.
2. Sirosis makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, dengan besar nodul
lebih dari 3 mm.
3. Sirosis campuran
Umumnya sinosis hepatis adalah jenis campuran ini.

Selain klasifikasi diatas, sirosis hepatis terbagi dalam 3 pola yaitu :


1. Sirosis laennec/sirosis alkoholik, portal dan sirosis gizi
Sirosis ini berhubungan dengan penyalahgunaan alkohol kronik. Sirosis jenis ini
merupakan 50% atau lebih dari seluruh kasus sirosis. Perubahan pertama pada hati

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 2


yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara gradual didalam sel-sel hati
(infiltrasi lemak).
Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan metabolik. Pada
kasus sirosis laennec yang sangat lanjut, membagi parenkim menjadi nodula-nodula
halus. Nodula-nodula ini dapat membesar akibat aktifitas regenerasi sebagai usaha hati
untuk mengganti sel-sel yang rusak. Hati tampak terdiri dari sarang-sarang sel-sel
degenerasi + regenerasi yang dikemas padat dalam kapsula fibrosa yang tebal. Pada
keadaan ini sirosis sering disebut sebagai sirosis nodular halus.
Hati akan menciut, keras dan hampir tidak memiliki parenkim normal pada
stadium akhir sirosis, dengan akibat hipertensi portal dan gagal hati.

2. Sirosis post nekrotik


Terjadi menyusul nekrosis berbercak pada jaringan hati, menimbulkan nodula-nodula
degeneratif besar dan kecil yang dikelilingi dan dipisah-pisahkan oleh jaringan parut,
berselang-seling dengan jaringan parenkim hati normal.
Sekitar 25% kasus memiliki riwayat hepantis virus sebelumnya. Banyaknya pasien
dengan hasil tes HbsAg positif menunjukkan bahwa hepatitis kronik aktif agaknya
merupakan peristiwa yang besar peranannya.
Beberapa kasus berhubungan dengan intoksikasi bahan kimia industri, dan ataupun
obat-obatan seperti fosfat, kloroform dan karbon tetraklorida/jamur beracun. Sirosis jenis
ini merupakan predisposisi terhadap neoplasma hati primer.

3. Sirosis Billaris
Kerusakan sel hati dimulai disekitar duktus billaris, penyebabnya obstruksi billaris post
hepatik. Sifat empedu menyebabkan penumpukan empedu didalam masa hati dengan
akibat kerusakan sel-sel hati, terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus.
Sumber empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler,duktulus empedu dan sel-sel
hati seringkali mengandung pigmen hijau.

Klasifikasi CHILD pasien sirosis dalam terminologi cadangan fungsi hati

Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat


Bil. Serum (m.u mol/dl) < 35 35-50 > 50
Alb serum (gr/dl) > 35 30-35 < 30
Asites Nihil Mudah dikontrol sukar
PSE/ensefalopati Nihil Minimal berat/koma
Nutrisi Sempurna Baik kurang/kurus

E. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit sirosis hepatis dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau
dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada
peminum alkohol aktif. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan
membentuk ekstra seluler matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan
proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraseluler ini. Pada cidera yang
akut, sel stella membentuk kembali ekstraseluler matriks ini sehingga ditemukan
pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel
stella menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh
hepatocytes, sel kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cidera
berkepanjangan.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 3


Peningkatan deposissi kolagen pada peresinusoidal dan berkurangnya ukuran dari
fenestra endotel hepatik menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler)
dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup
besar untuk menekan daerah perisisnusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel
stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga
mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian
hepaticytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang
rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan
dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab
terjadinya manifestasi klinis.

F. Pathways
Terlampir

G. Manifestasi Klinis

Keluhan pasien sirosis hati tergantung pada fase penyakitnya. Gejala kegagalan hati
ditimbulkan oleh keaktifan proses hepatitis kronik yang masih berjalan bersamaan dengan
sirosis hati yang telah terjadi dalam proses penyakit hati yang berlanjut sulit dibedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dengan permulaan sirosis yang terjadi (sirosis dini ),
seperti :

1. Fase kompensasi, pada fase ini tidak mengeluh sama sekali atau bisa juga keluhan
samar-samar tidak khas seperti pasien merasa kurang kemampuan untuk
melakukan aktivitas, selera makan berkurang, perasaan perut gembung, mual,
kadang mencret atau konstipasi berat badan menurun, pengurangan masa otot
terutama pengurangannya masa daerah pektoralis mayor.
2. Fase dekompensasi, Pada fase ini sudah dapat ditegakkan diagnosisnya dengan
bantuan pemeriksaan klinis, laboratorium, dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi portal dengan
manifestasi seperti: eritema palmaris, spider nevy, vena kolateral pada dinding
perut, ikterus, edema pretibial dan asites. Ikterus dengan air kemih berwarna
seperti air kemih yang pekat mungkin disebabkan oleh penyakit yang berlanjut
atau transformasi ke arah keganasan hati, dimana tumor akan menekan saluran
empedu atau terbentuknya trombus saluran empedu intra hepatik.

Bisa juga pasien datang dengan gangguan pembentukan darah seperti


perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, haid berhenti. Kadang-kadang
pasien sering mendapat flu akibat infeksi sekunder atau keadaan aktivitas sirosis
itu sendiri. Sebagian pasien datang dengan gejala hematemesis melena, atau
melena saja akibat perdarahan farises esofagus. Perdarahan bisa menyebabkan
pasien jatuh ke dalam renjatan. Pada kasus lain, sirosis datang dengan gangguan
kesadaran berupa ensefalopati, bisa akibat kegagalan hati pada sirosis hati fase
lanjut atau akibat perdarahan varises esofagus.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 4


H. Pemeriksaan Penunjang
1. Scan / biopsi hati : Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
2. Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu, yang
mungkin sebagai faktor predisposisi.
3. Esofagoskopi : Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
4. Portografi transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
5. Bilirubin serum: Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk
mengkonjugasi, atau obstruksi bilier.
6. AST= Aspartat Transaminase (SGOT= Serum glutamic-oxaloacetic transaminase)/ALT=
Alanin Transaminase (SGPT= serum glutamic-pyruvic transaminase),LDH: Meningkat
karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
7. Alkalin fosfatase: Meningkat karena penurunan ekskresi.
8. Albumin serum: Menurun karena penekanan sintesis.
9. Globulin (IgA dan IgG): peningkatan sintesis.
10. Darah lengkap: Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM
dan anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin
ada sebagai akibat hipersplenisme.
11. Masa protrombin / PTT: Memanjang (penurunan sistesis protrombin).
12. Fibrinogen : Menurun.
13. BUN : Meningkat menunjukkan kerusakan darah / protein.
14. Amonia serum: Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah dari amonia
menjadi urea.
15. Glukosa serum: Hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
16. Elektrolit: Hipokalemia menunjukkan peningkatan aldosteron, meskipun berbagai
ketidakseimbangan dapat terjadi.
17. Kalsium: Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorpsi vitamin D.
18. Pemeriksaan nutrient: Defisiensi vitamin A, B12, C, K, asam folat dan mungkin besi.
19. Urobilinogen urine: Ada / tidak ada. Bertindak sebagai penunjuk untuk membedakan
penyakit hati, penyakit hemolitik, dan obstruksi bilier.
20. Urobilinogen fekal: Menurunkan ekskresi.

I. Penatalaksanaan
1. Medis
a. Asites
1) Asites diterapi dengan tirah baring total dan diawali dengan diet rendah
garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gr atau 90 mmol/hari.
2) Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik.
3) Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200mg sekali
sehari. Obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi. Obat
ini bekerja dengan cara menghambat penyerapan garam (natrium) berlebih
dalam tubuh dan menjaga kadar kalium dalam darah agar tidak terlalu
rendah, sehingga tekanan darah dapat ditekan
4) Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5
kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari bila edema kaki
ditemukan.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 5


5) Bila pemberian spironolaktin belum adekuat maka bisa dikombinasi dengan
furosemide dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan jika jumlah
asites sangat besar.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 6


b. Ensepalopati
Pada pasien dengan adanya ensephalophaty hepatik dapat digunakan laktulosa
untuk mengeluarkan amonia dan neomisin dapat digunakan untuk
mengeliminasi bakteri usus penghasil amonia.

c. Pendarahan Esofagus
Untuk perdarahan esofagus pada sebelum dan sesudah berdarah dapat
diberikan propanolol. Waktu perdarahan akut, dapat diberikan preparat
somatostatin atau okreotid dan dapat diteruskan dengan tindakan ligasi
endoskopi atau skleroterapi.

2. Keperawatan
a. Pengkajian keperawatan berfokuskan pada gejala dan riwayat faktor-faktor
pencetus.
b. Status mental dikaji melalui anamnesis dan interaksi lain dengan pasien;
orientasi terhadap orang terdekat pasien, tempat dan waktu harus
diperhatikan oleh perawat.
c. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau kegiatan rumah
tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani pasien
sebagai data objek dan data subjek.

J. Pengobatan

Terapi pengobatan & prognosis sirosis hati tergantung pada derajat komplikasi
kegagalan hati dan hipertensi portal. Dengan kontrol pasien yang teratur pada fase dini
akan dapat dipertahankan keadaan kompensasi dalam jangka panjang dan kita dapat
memperpanjang akan timbulnya komplikasi.

1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet TKTP, dan diet lemak secukupnya. Bila
timbul ensefalopati, protein dikurangi.
2. Pasien sirosis hati dengan sebab yang diketahui, seperti: Alkohol & obat-obatan lain
dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan mengurangi pemasukan
protein ke dalam tubuh. Hemokromatosis; dihentikan pemakaian preparat yang
mengandung besi atau terapi kelasi (desferioxamine). Dilakukan venaseksi 2x
seminggu sebanyak 500cc selama setahun.

Pada penyakit ini, Wilson mengemukakan (penyakit metabolik yang diturunkan),


diberikan D-penicilamine 20mg/kgBB/hari yang akan mengikat kelebihan cuprum,
dan menambah ekskresi melalui urin. Pada hepatitis kronik auto-imun diberikan
kortikosteroid. Pada keadaan lain dilakukan terapi terhadap komplikasi yang timbul,
diantaranya seperti penyakit dibawah ini :

a. Untuk asites, diberikan diet rendah garam 0,5 gr/hr dan total cairan 1,5 L/hr.
Spirolakton dimulai dengan dosis awal 4×25 mg/hr dinaikkan sampai total dosis
800 mg sehari,bila perlu dikombinasi dengan furosemid.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 7


b. Perdarahan varises esofagus. Pasien dirawat di RS sebagai kasus perdarahan
saluran cerna. Pertama melakukan pemasangan NGT, disamping melakukan
aspirasi cairan lambung. Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik 100x/mnt atau
Hb 0,9 gr% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian dekstrosa/salin dan
transfusi darah secukupnya. Diberikan vasopresin 2 amp. 0,1 g dalam 500 cc
cairan d 5 % atau salin pemberian selama 4 jam dapat dulang 3 kali. Dilakukan
pemasangan SB tube untuk menghentikan perdarahan varises.
c. Untuk ensefalopati dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL
pada hipokalemia, aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami
perdarahan pada varises, dilakukan klisma, pemberian neomisin peroral. Pada
saat ini sudah mulai dikembangkan transplantasi hati dengan menggunakan
bahan cadaveric liver.
d. Terapi yang diberikan berupa antibiotik seperti cefotaksim 2gr/8 jam melalui IV,
amokisilin, aminoglikosida untuk obat oral.
e. Sindrom haptorenal/nefropati hepatik, terapinya adalah imbangan air dan
garam diatur dengan ketat, atasi infeksi dengan pemberian antiobiotik, dicoba
melakukan parasintesis abdominal dengan ekstra hati-hati untuk memperbaiki
aliran vena kava, sehingga timbul perbaikan pada curah jantung dan fungsi
ginjal.

K. Komplikasi
Dua kelompok besar komplikasi, yaitu :
1. Kegagalan hati (hepatoselular)
2. Hipertensi portal

Bila penyakit berlanjut, dari kedua komplikasi diatas dapat timbul komplikasi lain, yaitu :
1. Asites
2. Encefalopali
3. Pentonitis bakterial spontan
4. Transformasi kanker hati primer (hepatoma)
5. Sindrom hepatorenal

L. Prognosis
Petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis hepatis :
1. Ikterus yang menetap/bilirubin darah > 1,5 mg%
2. Asites yang memerlukan diuretik dosis besar
3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
4. Kesadaran menurun (ensefalopati hepatik spontan faktor pencetus bagai hak tanpa
faktor pencetus luar mempunyai prognosis telah jelek daripada yang jelas faktor
pencetusnya
5. Hati mengecil
6. Perdarahan akibat pecahnya varises esofagus
7. Komplikasi neurologis bukan akibat kolateralisasi ekstensif
8. Kadar protrombin rendah
9. Kadar natrium darah yang rendah (< 120 mg/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg
10. CHE (Cholineraste) rendah, sediaan biopsi yang banyak mengandung nekrosis fokal
dan sedikit peradangan

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 8


M. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data dasar
b. Riwayat kesehatan
- Riwayat faktor-faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam
jangka waktu yang lama
- Pola penggunaan alkohol-alkohol (durasi dan jumlahnya)
- Riwayat kontak dengan zat-zat toksik
- Terpapar obat-obat hepatotoksik
c. Aktifitas/istirahat : Kelemahan, kelelahan, letargi
d. Sirkulasi : Disritmia
e. Eliminasi : Distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali, asites),
Penurunan/tidak adanya bising usus, Kesesuaian warna tanah liat, melena, urine
gelap, pekat
f. Makanan/cairan: Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan, edema, kulit
kering, turgor buruk, ikterik, nafas bau (fetor hepatikus), perdarahan gusi.
g. Neurosensori: Perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara lambat/tak
jelas.
h. Kenyamanan: Nyeri tekan abdomen kuadran kanan atas,pruritus.
i. Pernafasan: Dispnea, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan,
expansi paru terbatas hipoxia.
j. Keamanan : Pruritus, ikterik.
k. Seksualitas: Gangguan menstruasi , atrofi testis , ginekomastia.

2. Masalah keperawatan yang muncul


a. Resiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit
b. Perubahan nutrisi kruang dari kebutuhan
c. Intoleransi aktivitas
d. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan
e. Risiko tinggi perdarahan
f. Gangguan body image
g. Cemas
h. Nyeri
i. Pola nafas tidak efektif

3. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi


a. Risiko tinggi kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d Kehilangan berlebihan
melalui diare
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda
vital stabil, turgor kulit baik, pengisian kapiler nadi perifer dan haluan urine
individu sesuai
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan berat badan harian
Catat kehilangan melalui diare.
Rasional : Memberikan informasi tentang kebutuhan penggantian efek terapi.
2. Kajian tanda vital, nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa.
Rasional : Indikator volume sirkulasi/perfusi.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 9


3. Periksa adanya asites atau edema
Rasional : Deteksi kemungkinan pendarahan dalam jaringan
4. Observasi tanda perdarahan
Rasional : Absorbsi vitamin K terganggu pada GI
Kolaborasi :
1. Awasi nilai laboratorium, contoh Hb/Ht. Na+ albumin, dan waktu pembekuan.
Rasional : Menunjukkan hidrasi dan mengidentifikasi retensi natrium kadar
protein yang dapat menimbulkan pembentukan edema. Defisit pada
pembekuan potensi berisiko pendarahan.

2. Berikan :
a. Cairan Intra Vena
Rasional : Memberikan cairan dan penggantian elektrolit
b. Protein hidrolisat
Rasional : Memperbaiki kekurangan albumin/protein dapat membantu
mengembalikan cairan dari jaringan ke system sirkulasi
c. Vitamin K
Rasional : Karena Absorbsi terganggu, penambahan dapat mencegah
masalah koagulasi, yang dapat terjadi bila faktor pembekuan waktu
protrombin ditekan.
d. Antasida, simetidin
Rasional : Menetralisir/menurunkan sekresi gaster
e. Obat-obatan anti diare
Rasional : Mengurangi kehilangan cairan/elektrolit dari saluran GI

b. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan b.d Gangguan absorbsi dan metabolisme
pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolic
karena anoreksia, mual/muntah.
Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan
dengan nilai laboratorium normal dan bebas tanda malnutrisi
Intervensi :
Mandiri :
1. Awasi pemasukan diet/jumlah kalori. Berikan makan sedikit dalam frekuensi
sering dan tawarkan pagi paling besar
Rasional : Makan banyak sulit untuk mengatur bila pasien anoreksi
2. Berikan perawatan mulut sebelum makan
Rasional : Menghilangkan rasa tak enak, meningkatkan nafsu makan
3. Anjuran makan pada posisi duduk tegak
Rasional : Menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan
pemasukan
Kolaborasi :
1. Konsul pada ahli diet, dukungan tim nutrisi untuk memberikan diet sesuai
kebutuhan klien, dengan memasukkan lemak dan protein sesuai toleransi
Rasional : Berguna dalam membuat program diet untuk memenuhi kebutuhan
individu. Metabolisme lemak bervariasi tergantung pada produksi dan
pengeluaran empedu dan perlunya pembatasan lemak jika terjadi diare.
Pembatasan protein diidentifikasikan pada hepatitis kronis karena akumulasi
produk akhir dapat mencetuskan hepatic ensefalopati.
2. Awasi glukosa darah

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 10


Rasional : Hiperglikemia/hipoglikemia dapat terjadi, memerlukan perubahan
diet.
3. Berikan obat sesuai indikasi

c. Intoleransi aktivitas b.d fatique, depresi, mengalami keterbatasan aktivitas


Hasil yang diharapkan : Menunjukkan teknik atau perilaku yang memampukan
kembali melakukan aktivitas
Intervensi :
Mandiri :
1. Tingkatkan tirah baring, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung sesuai
kebutuhan
Rasional : Meningkatkan istirahat dan ketenangan
2. Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi
3. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, bantu melakukan latihan gerak sendiri
pasif/aktif.
Rasional : Peningkatan nadi dan penurunan TD menunjukkan kehilangan
volume darah sirkulasi.

4. Catat perubahan mental tingkat kesadaran


Rasional : Perubahan dapat menunjukkan penurunan perfusi jaringan
serebral sekunder terhadap hipovolemia, hipoksemi.
5. Hindari pengukuran suhu rektal, hati-hati memasukkan selang GI
Rasional : Rektal dan vena esofageal paling rentan untuk robek.

d. Gangguan body image b.d Ikterik, perasaan isolasi


Hasil yang diharapkan : Menyatakan penerimaan diri dan lamanya
penyembuhan/kebutuhan isolasi
Intervensi :
Mandiri :
1. Kontrak dengan pasien mengenai waktu untuk mendengar. Dorong diskusi
perasaan masalah
Rasional : Penyediaan waktu meningkatkan hubungan saling percaya dan
memberikan kesempatan pada kijen untuk mengekspresikan perasaan.
2. Hindari membuat penilaian moral tentang pola hidup
Rasional : Penilaian dan orang lain akan merusak harga diri lebih lanjut
3. Kaji efek penyakit pada faktor ekonomi klien/orang terdekat
Rasional : Masalah finansial mungkin terjadi karena kehilangan peran fungsi
klien.
4. Diskusikan harapan penyembuhan
Rasional : Periode penyembuhan mungkin lama (lebih dari 6 bulan) potensial
stress keluarga/situasi dan memerlukan perencanaan, dukungan dan evaluasi.
5. Anjurkan klien menggunakan warna merah terang atau biru/hitam daripada
kuning atau hijau
Rasional : Meningkatkan penampilan
Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi : sedatif, agen anti ansietas
Rasional : Membantu dalam manajemen kebutuhan istirahat.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 11


e. Risiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan b.d akumulasi garam empedu
dalam jaringan
Hasil yang diharapkan : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus

Intervensi :
Mandiri :
a. Gunakan air mandi dingin, hindari sabun alkali, berikan minyak kalamin sesuai
indikasi. Lotion calamine digunakan untuk mengobati rasa gatal, sakit, dan
tidak nyaman pada kulit akibat iritasi ringan yang disebabkan oleh tanaman
beracun. Obat ini tergolong sebagai obat kelas antihistamin topikal dan
antipruritik. Obat ini bekerja dengan cara mengeringkan luka lecet yang basah
dan lembap akibat kontak langsung dengan tanaman beracun.

Rasional : Mencegah kulit kering berlebihan

b. Anjurkan menggunakan buku-buku jari untuk menggaruk, usahakan kuku jari


pendek, lepas baju ketat, berikan sprei katun

Rasional : Menurunkan potensi cidera kulit

c. Berikan masase waktu tidur


Rasional : Bermanfaat dalam meningkatkan tidur dengan mamberikan
kenyamanan

d. Kolaborasi :
Berikan obat sesuai indikasi, misal : antihistamin dan antilipemik
Rasional : Antihistamin untuk menghilangkan gatal dan antilipemik untuk asam
empedu pada usus dan mencegah absorbsinya.

f. Risiko tinggi perdarahan b.d Gangguan faktor pembekuan, gangguan absorpsi


vitamin K
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan hemeostatis dengan tanpa
perdarahan, menunjukkan perilaku penurunan resiko
perdarahan
Intervensi :
Mandiri :
1. Kaji adanya perdarahan GI, observasi warna dan konsistensi feses, drainase
NGT, atau muntah
Rasional : Traktus GI paling biasa untuk sumber perdarahan sehubungan
dengan mukosa yang mudah rusak.
2. Observasi adanya petekie, ekimosis, perdarahan dari satu atau lebih sumber
Rasional : Sekunder terhadap gangguan faktor pembekuan
3. Awasi nadi, tekanan darah, dan CVP bila ada

g. Cemas b.d kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan


Hasil yang diharapkan :
- Menguraikan program pengobatan yang benar
- Menjelaskan rasional bagi terapi dan perawatan diet
- Mengenali komplikasi apabila penyakitnya berlanjut

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 12


Intervensi :
Mandiri :
1. Jelaskan dasar pemikiran program prinsip terapi hepatitis
2. Uraikan rasional bagi terapi, perawatan dan diet yang tepat
3. Bantu pasien menyusun jadwal dan checklist untuk memastikan pelaksanaan
sendiri
4. Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan
dan kurang
5. Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya

h. Nyeri b.d inflamasi pada hati dan bendungan vena porta


Hasil yang diharapkan :
- Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak
mengerut, menangis, intensitas dan lokasinya)
Intervensi :
Mandiri :
1. Yakinkan pasien bahwa Anda mengetahui nyeri yang dialami pasien nyata
dan akan membantunya dalam menghadapi nyeri tersebut
2. Gunakan skala pengkajian nyeri untuk mengidentifikasi intensitas nyeri
3. Kaji & catat nyeri & karakteristiknya: lokasi, kualitas, frekuensi & durasi
4. Catat keparahan nyeri pasien dalam bagan
5. Identifikasi dan dorong pasien untuk menggunakan strategi yang
menunjukkan keberhasilan pada nyeri sebelumnya

i. Pola pernafasan tidak efektif b.d Pengumpulan cairan intraabdomen, asites


penurunan ekspansi paru, akumulasi sekret
Intervensi :
1. Awasi frekwensi, kedalaman dan upaya pernafasan
Rasional : Pernafasan dangkal/cepat kemungkinan ada sehubungan dengan
hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen
2. Auskultasi bunyi tamabahan nafas
Rasional : Kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan
3. Ubah posisi sering dorong nafas dalam latihan dan batuk
Rasional : Membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak
4. Berikan O2 sesuai indikasi
Rasional : Mungkin perlu untuk mengobati/mencegah hipoksia
5. Berikan posisi semi fowler
Rasional : Memudahkan pernafasan dengan menurunkan tekanan pada
diafragma dan meminimalkan ukuran sekret.

DAFTAR PUSTAKA

1. Doenges, Marilyn. E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan


dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa I Made Kaniasa, edisi 3, Jakarta,
EGC, 1999.

2. Himawan. Sutisna, Patologi, Jakarta, Bagian Patologi Anatomi FKUI, 1996.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 13


3. Hudak, Carolyn. M, Keperawatan Kritis, Alih bahasa Adiyanti Monica. E.D, edisi 6,
volume 2, Jakarta, EGC, 1997.

4. Price, Syivian Anderson, Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit, Alih


bahasa Agung Waluyo, edisi 8, Jakarta, EGC, 2001.

5. Sjaifoellah Noer, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1, Edisi 3, Jakarta, FKUI, 1996.

6. Smeltzar, Suzanna. C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth,
edisi 8, volume . 2, Jakarta : EGC, 2001.

Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 14


Askep Sirosis Hepatis_esterinungs.files Page 15

Anda mungkin juga menyukai