PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sirosis didefinisikan sebagai perkembangan histologis dari regenerasi nodul
yang dikelilingi oleh jaringan fibrosa sebagai respon cedera hepar kronis, yang
mengawali terjadinya hipertensi portal dan penyakit hepar fase akhir. Sirosis hepatis
ditandai dengan tiga karakteristik utama yaitu, pembentukan fibrosis pada septa yang
biasanya bersifat irreversible, pembentukan nodulus parenkimal, dan kerusakan
struktur dan fungsi hati.1,2
Prevalensi sirosis diperkirakan terjadi sebesar 0,15% atau 400.000 di
Amerika Serikat, dengan angka kematian lebih dari 25.000 kematian per tahun. Pada
tahun 2007, Centers for Disease Controls and Preventions (CDC) mencatat 29.165
orang meninggal karena penyakit liver kronik dengan crude rate sebesar 9,7%. Hal
ini terjadi diluar perkiraan karena prevalensi terjadinya sirosis yang diakibatkan oleh
nonalcoholic steatohepatitis dan hepatitis C sering tidak terdiagnosa sampai
timbulnya sirosis hepatis. Angka kejadian sirosis hepatis lebih tinggi pada negaranegara di Asia dan Afrika dengan tingginya angka kejadian hepatitis B dan C kronis,
namun prevalensi terjadinya sirosis hepatis tidak diketahui secara pasti. Di Indonesia
data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya laporan dari beberapa pusat
pendidikan. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, jumlah pasien sirosis hepatis berkisar
4,1% dari pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam kurun waktu 1 tahun pada
tahun 2004. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis
sebanyak 4% dari seluruh pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam (819
pasien).1,3,4
Melihat tingginya angka kejadian dan mortalitas dari sirosis hepatis, maka
dalam referat ini penulis ingin mengetahui berbagai penyebab dari sirosis,
penatalaksanaan, dan komplikasinya dengan lebih mendalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
tubuh. Fungsi hepar antara lain yaitu sekresi asam empedu, proses metabolisme
nutrisi, inaktivasi dari racun dan obat-obatan; sintesis protein plasma, tempat
penyimpanan glikogen, lemak, besi, dan vitamin, bersama dengan ginjal
mengaktifkan vitamin D, berperan dalam imunitas (sel kuppfer), mengekskresikan
kolesterol serta menghancurkan sel darah merah yang sudah rusak. Fungsi hepar
tersebut, kecuali fungsi imunitas dilaksanakan oleh sel hati yang telah terspesialisasi
bernama hepatosit.5,6
Hepar terletak pada regio kanan atas dari abdomen dan dilindungi oleh
rangka toraks dan diafragma. Hepar tersusun dari 2 lobus besar, yaitu lobus kanan
dan lobus kiri. Lobus kanan berukuran lebih besar dibanding lobus kiri dan terdapat
dua lobus tambahan yaitu lobus quadratus dan lobus caudatus.
Secara histologis, hepar mempunyai gambaran unit berbentuk heksagonal
yang tersusun berderet. Gambaran ini disebut sebagai lobulus hepar, yang merupakan
satu kesatuan fungsional. Di tengah lobulus terdapat vena sentralis. Sekitar 60% dari
total sel hepar didominasi oleh sel hepatosit. Jaringan penyambung di sekitarnya
membentuk daerah portal atau triad portal, yaitu cabang arteri hepatika, vena portal
hepatika, dan duktus biliaris. Vena portal hepatika merupakan pembuluh darah
penting yang membawa darah kaya akan nutrien dari proses absorpsi saluran
pencernaan ke hati, sebelum diedarkan ke seluruh tubuh. Arteri hepatika adalah
pembuluh darah yang mensuplai oksigen ke sel hati. Kedua pembuluh darah ini akan
bertemu dan bersatu di sinusoid untuk menuju ke vena sentralis. Setelah itu darah
akan keluar dari hepar melalui vena hepatika lalu ke vena cava inferior. Sinusoid
adalah pembuluh darah kapiler yang mengalami pelebaran dan memungkinkan
terjadinya pertukaran materi secara efisien di dalam hepar. Hepatosit juga
mensekresikan empedu melalui kanalikuli biliaris yang terletak diantara hepatosit.
Kanalikuli biliaris ini akan berjalan menuju perifer dan bersatu pada duktus biliaris.
Sel lain selain hepatosit adalah sel kuppfer, sel endotel, dan sel stellate. Sel endotel
ini melapisi sinusoid, lapisan ini penuh dengan lubang yang disebut fenestrae. Sel
endotel pada hepar juga tidak membentuk ikatan yang kuat, akan tetapi banyak celah
yang memungkinkan plasma sinusoid untuk berpindah. Celah antara sel endotel
dengan permukaan sinusoid disebut dengan celah Disse. Sel kuppfer adalah sel
fagosit yang terdapat di celah antara sel endotel dan permukaannya. Sel kuppfer ini
berfungsi sebagai pertahanan tubuh lini pertama melawan infeksi dan racun. Sel
kuppfer yang teraktivasi mengeluarkan bermacam-macam sitokin seperti Tumor
Necrosis Factor (TNF), interleukin, interferon, dan juga Tumor Growth Factor alfa
dan beta. Sel stellate adalah sel yang terdapat di celah Disse dan sering disebut
dengan nama sel Ito. Sel ini mempunyai kemampuan penyimpanan khusus, seperti
penyimpanan lemak, vitamin A, dan juga vitamin lain yang larut dalam lemak. Sel
stellate juga mensekresikan
laminin, dan proteoglikan. Dalam keadaan patologis, komponen matriks ini terdapat
dalam jumlah berlebihan sehingga menyebabkan fibrosis hepatis yang menjadi salah
satu ciri khas dari sirosis hepatis.3,5,7,8
2.2.
2.3.
Patogenesis
Patogenesis sirosis hepatis merupakan gabungan dari beberapa proses, yaitu
dan proteoglikan, hanya terdapat pada kapsul hepar, jaringan portal, dan di sekitar
vena sentralis. Hal ini menyebabkan densitas yang rendah pada membrana basalis
celah Disse. Ketika terjadi luka pada hepar, sel stellate yang pada keadaan normal
berfungsi sebagai tempat penyimpanan lemak dan vitamin A akan memproduksi
jaringan matriks ekstraseluler sebanyak 3 sampai 8 kali lebih banyak. Sel stellate ini
akan teraktivasi oleh sitokin yang dihasilkan dari sel yang mengalami luka. Sitokin
dapat berupa lipid peroksidase dari hepatosit, TGF-1 dari sel endotel, dan PDGF
dari trombosit. Proses parakrin tersebut akan diikuti autokrin dari sel stellate itu
sendiri dengan menghasilkan sitokin untuk dirinya sendiri. Aktivasi dari sel stellate
ini akan diikuti dengan hilangnya zat retinoid yang disimpannya, peningkatan
proliferasi dan pembesaran sel, peningkatan aktivitas retikulum endoplasma, dan
peningkatan ekspresi -actin pada otot polos. Sel stellate ini akan menjadi sel
kontraktil. Sel ini akan menghasilkan jaringan matriks ekstraseluler berupa kolagen
tipe 1 dan 3 (pembentuk fibrosa) yang menumpuk di celah antara sel endotel dan
permukaan sinusoid. Penumpukan jaringan ektraseluler matriks ini menyebabkan
pertukaran yang terjadi di celah disse menjadi menurun. 2,5
Pada pasien sirosis hepatis, produksi jaringan matriks ekstraseluler yang
berlebihan tidak diimbangi dengan degradasi yang cukup. Proses degradasi matriks
sangat bergantung pada keseimbangan matriks metaloproteinase (MMPs), matriks
metaloproteinase inhibitor (TIMPs) dan converting enzim (MT1-MMP dan
stromelysin). Peningkatan TIMPs akan menekan kerja metaloproteinase, sehingga
fibrosis yang terbentuk tidak terkendali dan menjadi berlebihan. 2,5
Sel stellate yang telah teraktivasi sering disebut dengan miofibroblas, yang
menunjukan aktivitas menyerupai otot polos dan bersifat kontraktil. Miofibroblas ini
ketika berkontraksi akan melakukan kontriksi pada permukaan sinusoid secara lokal
dan mempengaruhi laju aliran darah. Kontriksi ini dapat distimulus oleh
adrenomedulin, vasopressin, dan arginin. Nitrogen oksida juga dihasilkan oleh sel
stellate sebagai antagonis dari zat kontriksi di atas. Jadi kontriksi pada sinusoid dapat
disebabkan oleh kekurangan produksi nitrogen oksida ataupun produksi berlebihan
dari zat-zat kontriksi. Perubahan pada pembuluh darah ini juga akan mengakibatkan
berkurangnya fenetrasi pada permukaan endotel serta kelainan pada aliran darah
arteri hepatika dan vena porta. Skema peran sel stellate pada patogenesis sirosis
hepatis dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini. 2,5
Gambar
2.2.
Peran
Sel
Stellate
pada
Sirosis
Hepatis
Pada kasus pengguna alkohol kronik, terjadi proses perlemakan hepar lalu hepatitis
alkoholik, dan tahap akhir sirosis alkoholik. Alkohol dianggap sebagai suatu zat
hepatotoksik yang bekerja secara langsung pada hepar. Walaupun demikian, hanya
10 sampai 20% dari pengguna alkohol kronik yang menderita hepatitis alkoholik.
Hal ini sampai sekarang belum dapat diketahui mekanismenya dengan jelas, akan
tetapi diduga terdapat peran genetis, jenis kelamin, dan tingkat imunitas. Sirosis
alkoholik merupakan sebuah proses yang kompleks yang dimulai dari infiltrasi
lemak (hepatik steatosis). Penumpukan lemak, khususnya trigliserida di dalam sel
hepatosit umumnya disebabkan oleh peningkatan lipogenesis dan berkurangnya
oksidasi asam lemak oleh hepatosit. Alkohol akan mengalami metabolisme menjadi
asetildehida yang bersifat toksik. Asetildehida berlebihan akan meningkatkan kerja
lipid peroksidase, merusak sitoskeleton, dan merusak mitokondria. Semua hal
tersebut
akan
mengakibatkan
terjadinya
hiperlipidemia,
hipoglikemia,
dan
Etiologi Sirosis3
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal, yaitu konsumsi alkohol
berlebihan,
hepatitis
B dan C kronik,
hepatitis
autoimun,
nonalcoholic
Sirosis Alkoholik
Konsumsi alkohol yang berlebihan secara terus menerus dalam
jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan berbagai tipe penyakit hepar
kronis antara lain alcoholic fatty liver, hepatitis alkoholik, dan sirosis
alkoholik. Selain itu, konsumsi alkohol yang berlebihan berkontribusi pada
kerusakan hepar pada pasien-pasien dengan hepatitis C, hemokromatosis,
dan pasien dengan fatty liver dikarenakan obesitas. Konsumsi alkohol kronis
akan memicu terjadinya fibrosis tanpa disertai adanya inflamasi dan/atau
nekrosis. Fibrosis dapat berupa sentrilobular, periselular, atau periportal.
Saat fibrosis mencapai tahap tertentu, akan terjadi gangguan pada hepar
yang normal dan terjadi penggantian sel hepar dengan regenerative nodules.
Pada sirosis alkoholik, nodul umumnya berdiameter <3mm, dimana ukuran
nodul seperti ini didefinisikan sebagai mikronodular. Apabila terjadi
penghentian dari konsumsi alkohol, maka akan terbentuk nodul yang
berukuran
besar
sehingga
akan
menghasilkan
kombinasi
antara
metabolisme
alkohol.
Metabolisme
alkohol
di
hepar
menggunakan tiga sistem enzim, diantaranya sitosolik ADH, microsomaloxidizing system (MEOS), dan peroxisomal catalase. Sebagian besar etanol
akan dioksidasi melalui ADH menjadi asetildehida, dimana merupakan
suatu
molekul
yang
sangat
reaktif.
Kemudian
asetildehida
akan
yang
bersifat
profibrogenik
yang
akan
menginisiasi
dan
seperti nyeri
kuadaran kanan atas yang samar-samar, demam, mual, muntah, diare, dan
lemas-lemas. Namun, terkadang dapat pula timbul gejala-gejala komplikasi
dari penyakit hepar kronis yang spesifik seperti asites, edema, dan
perdarahan saluran pencernaan atas. Banyak kasus yang ditemukan secara
tidak sengaja pada otopsi maupun operasi elektif. Manifestasi klinis lain
yang dapat timbul antara lain jaundice dan ensefalopati. Onset yang
mendadak dari komplikasi tersebut umumnya yang menyebabkan pasien
mencari
pengobatan.
Sedangkan
pasien-pasien
lainnya
umumnya
sebagai
penyakit
hepar
alkoholik.
Namun,
untuk
membutuhkan
pengobatan
yang
spesifik.
Pemberian
produksi
TNF-
dan
sitokin
pentoxyfillin,
proinflamatori
dimana
lainnya.
10
11
dimana
dapat
mensupresi
virus
dan menurunkan
kadar
dapat pula
Sirosis
karena
Hepatitis
Autoimun
dan
Nonalcoholic
steatohepatitis
Penyebab lain dari sirosis posthepatik diantaranya adalah hepatitis
autoimun dan sirosis hepatis akibat nonalcoholic steatohepatitis (NASH).
Banyak pasien dengan AIH menunjukan adanya sirosis yang telah stabil.
Umumnya pasien-pasien ini tidak akan berhasil dengan pemberian terapi
imunosupresif dengan glukokortikoid atau azatioprin sejak AIH burned
out. Pada keadaan ini, biopsi hepar tidak menunjukkan adanya infiltrat
inflamasi yang signifikan. Diagnosis membutuhkan adanya penanda
autoimun yang positif seperti antinuclear antibody (ANA) atau antismoothmuscle antibody (ASMA). Saat pasien dengan AIH datang dengan sirosis
dan inflamasi aktif disertai dengan peningkatan enzim hepar, maka dapat
dipertimbangkan pemberian terapi imunosupresif.
Pasien dengan NASH akan berkembang menjadi sirosis hepatis.
Dengan bertambahnya jumlah orang dengan obesitas di negara barat, maka
banyak pasien yang didiagnosis dengan NAFLD. Selama beberapa tahun
12
Sirosis Bilier
Penyebab utama dari sindrom cholestatis kronis adalah sirosis bilier
penurunan
metabolisme
kolesterol.
Hiperpigmentasi
sering
13
menegakkan
diagnosis
cholangitis
sclerosis
primer,
14
Cardiac Cirrhosis
Pasien
berkepanjangan
dengan
dapat
penyakit
gagal
menimbulkan
jantung
kerusakan
kongestif
hepar
kronis
kanan
dan
hepar
kronis
sehingga
dapat
menyebabkan
sirosis,
antara
lain
15
alfa-1-antitripsin
adalah
kelainan
bawaan
yang
adalah kelainan bawaan yang ditemukan pada ras kaukasia di Eropa Utara.
Penyakit ini sangat jarang ditemukan.
2.5.
perubahan patologis pada struktur hepar yang merefleksikan tingkat kerusakan sel
hepar. Pada keadaan hepar yang mengalami inflamasi, umumnya hanya akan ditemui
gejala non spesifik seperti, nyeri, demam, mual, muntah, anoreksia, dan lemah. Jika
hepar sudah mengalami nekrosis, maka akan timbul penurunan metabolisme
bilirubin yang ditandai dengan hiperbilirubinemia serta kulit berwarna kuning,
berkurangnya metabolisme protein, lemak, karbohidrat, berkurangnya plasma protein
yang menyebabkan asites, dan penurunan metabolisme hormon. Pada hepar yang
mengalami fibrosis, komplikasi tersering adalah hipertensi portal.
Hipertensi portal merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah pada
sistem vena porta tinggi, biasa disebabkan oleh adanya hambatan pada aliran darah
portal. Tekanan normal pada sistem portal adalah 3 mmHg. Dikategorikan sebagai
hipertensi portal apabila terjadi kenaikan lebih dari 5 mmHg. Secara umum penyebab
hipertensi portal dapat dikategorikan, prehepatik, intrahepatik, dan post hepatik.
Trombosis pada vena porta dan vena splenika merupakan penyebab utama terjadinya
hipertensi prehepatik.
16
umum adalah sirosis hepatis. Hipertensi porta post hepatik umumnya disebabkan
oleh trombosis pada vena hepatika dan juga gangguan jantung khususnya bagian
kanan jantung. Tekanan yang tinggi pada sistem portal akan memicu tumbuhnya
pembuluh darah kolateral. Pembuluh kolateral ini tumbuh sebagai bentuk
kompensasi tubuh untuk dapat tetap mengalirkan darah, walau ada obstruksi di
sistem portal. Saat aliran darah dalam sistem portal menurun, hepar semakin
bergantung kepada aliran darah dari arteri hepatika. Akan tetapi aliran darah dari
arteri hepatika lebih kecil dari aliran darah vena portal. Hal ini membuat hepar
mengecil dan menurunnya kemampuan regenerasinya. Apabila dibiarkan terus
menerus hipertensi portal dapat menimbulkan komplikasi serius seperti varises,
splenomegali, asites, dan ensefalopati hepatik.
2.6.
Tatalaksana Sirosis
Tatalaksana sirosis hepatis tergantung pada penyebab dan derajat keparahan
dari penyakit. Untuk sirosis hepatis terkompensasi baik, hanya diperlukan diet yang
cukup, menghindari konsumsi alkohol, deteksi dini terhadap tanda-tanda kegagalan
hepar, pengobatan retensi urin, pencegahan ensefalopati, dan pencegahan perdarahan
varises esofagus. Inti dari pengobatan sirosis hepatis juga terletak pada pembuangan
agen-agen perusak, menekan inflamasi pada hepar, dan pengurangan fibrogenesis.
Penggunaan antiviral menjadi penting bagi sirosis yang disebabkan oleh virus
hepatitis B dan C. Sedangkan penggunaan kortikostreoid diperlukan bagi hepatitis
autoimun. Penggunaan ursodeoxycholid acid (UDCA) terbukti menghambat
progresivitas dari sirosis bilier, namun belum terbukti dapat menyembuhkan sirosis.
Terapi untuk menurunkan aktivitas sel stellate dan penggunaan antioksidan sebagai
penghambat fibrogenesis sedang dalam penelitian dan masih membutuhkan uji
klinis. Tindakan operasi pada pasien sirosis hepatis membawa resiko tinggi dan
tingkat mortalitas yang tinggi. Tindakan operasi ini diperlukan bagi hepar yang sudah
mengalami kerusakan parah dan ireversibel. Apabila sirosis sudah merusak hepar dan
menyebabkan kegagalan hepar, maka transplantasi hepar menjadi satu-satunya
pilihan terapi.
2.7.
Komplikasi Sirosis3
Komplikasi utama pada penyakit sirosis hepatis, antara lain hipertensi
17
18
2.7.1.
Hipertensi Portal3
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan gradien
tekanan vena hepatik sampai >5 mmHg. Hipertensi portal disebabkan oleh:
(1) peningkatan resistensi intrahepatik terhadap aliran darah yang melewati
hepar karena sirosis dan pembentukan nodul, dan (2) peningkatan aliran
darah splanknik hasil dari vasodilatasi kapiler splanknik. Hipertensi porta
bertanggung jawab langsung terhadap dua komplikasi utama sirosis:
perdarahan varises dan asites. Pendarahan varises merupakan masalah yang
cukup dapat mengancam jiwa dengan angka mortalitas mencapai 20-30%
setiap kali terjadi perdarahan. Sistem vena porta normalnya mendapat aliran
darah dari lambung, usus, lien, pankreas, dan kandung empedu, dan vena
porta dibentuk dari gabungan vena mesenterika superior dan vena splenika.
Darah yang telah dioksigenisasi dari usus halus dibawa ke vena mesenterika
superior. Sebaliknya, vena splenika mendrainase lien dan pankreas dan
digabungkan oleh vena mesenterika inferior, yang membawa darah dari
kolon transversal dan descenden. Normalnya, vena portal menerima darah
dari hampir seluruh saluran cerna.
Penyebab dari hipertensi portal biasanya
dibagi menjadi:
19
Hepatik
Presinusoid
Skistosomiasis
Fibrosis hepar kongenital
Sinusoid
Sirosis-beberapa penyebab
Hepatitis alkoholik
Postsinusoid
Obstruksi sinusoid hepar (sindrom venaoklusif)
Posthepatik
Sindrom Budd-Chiari
Jaring vena kava inferior
Penyebab jantung
Kardiomiopati restriktiva
Perikarditis konstriktiva
Gagal jantung berat
Sirosis merupakan penyebab utama terjadinya hipertensi portal di
Amerika Serikat, dan secara klinis hipertensi portal terjadi pada >60%
pasien dengan sirosis. Obstruksi vena portal mungkin idiopatik atau dapat
terjadi berkaitan dengan sirosis atau dengan infeksi, pankreatitis, atau
trauma abdomen.
Gangguan koagulasi mengawali perkembangan trombosis vena
portal termasuk polisitemia vera; trombosis esensial; defisiensi protein C,
protein S, antitrombin 3, dan faktor V Leiden; dan abnormalitas gen
pengatur produksi protrombin.
Tiga komplikasi primer dari hipertensi portal adalah varises
gastroesofagus dengan perdarahan, asites, dan hipersplenisme. Pasien akan
menunjukkan perdarahan saluran bagian atas, dengan endoskopi, dapat
ditemukan adanya varises esofagus atau gaster, dengan perkembangan asites
diikuti oleh edema perifer, atau dengan pembesaran lien berkaitan dengan
berkurangnya platelet dan sel darah putih dalam pemeriksaan laboratorium
rutin.
20
pasien
dengan
sirosis
yang
diikuti
secara
kronis,
21
Sirosis terkompensasi
Childs class A
Sirosis terkompensasi
Childs class A
Pembedahan shunt
vs TIPS
Evaluasi transplantasi
Terapi endoskopik atau beta
bloker
Transplantasi hepar
Pertimbangkan TIPS
22
Transplantasi hepar
dengan
berkembangnya
trombositopenia
Asites3
Asites merupakan akumulasi cairan didalam rongga peritoneum.
23
Sirosis
Hipertensi portal
Vasodilatasi splanknik
Tekanan splanknik
Pengisian arteri
Pembentukan asites
Retensi natrium
Pembentukan
limfe
24
untuk
melakukan
parasentesis
untuk
mengetahui
karakteristik cairannya. Hal ini termasuk menentukan total protein dan isi
albumin, penghitungan sel darah dengan diferensiasinya, dan kultur. Pada
pasien asites, konsentrasi protein pada cairan asites cukup rendah, dengan
mayoritas pasien memiliki konsentrasi protein cairan asites < 1g/dL.
Penentuan serum ascites-to-albumin gradient (SAAG) dapat menentukan
cairan tersebut transudat atau eksudat. Ketika SAAG > 1.1.g/dL, penyebab
asites lebih diarahkan karena hipertensi portal, dan ketika SAAG < 1.1.
g/dL, penyebab asites lebih disebabkan oleh infeksi atau keganasan. Ketika
kadar protein cairan asites sangat rendah, pasien memiliki risiko tinggi
terjadinya PBS.
Pasien dengan asites dalam jumlah kecil biasanya ditangani dengan
retriksi diet natrium. Rata-rata di Amerika diet natrium sebanyak 6-8 g per
hari, dan jika pasien makan di restoran, jumlah natrium dalam dietnya akan
berlebih. Rekomendasi sederhana lainnya seperti hindari makanan
berkaleng, yang biasa diawetkan dengan natrium. Ketika, asites sedang,
terapi diuretik diperlukan. Secara tradisional, diberikan spironolakton dalam
dosis tunggal sebanyak 100-200 mg/hari, dan mungkin dapat ditambahkan
dengan furosemide sebanyak 40-80 mg/hari, terutama pada pasien dengan
edema perifer. Kadar spironolakton dapat dinaikkan sampai 400-600
25
transjugular
intrahepatic
portosystemic
shunt
(TIPS)
dipertimbangkan.
2.7.3.
renal yang terjadi pada 10% pasien dengan sirosis berat atau gagal hati akut.
Ditandai dengan gangguan sirkulasi arteri renalis pada pasien dengan SHR;
termasuk peningkatan resistensi vaskular, diikuti penurunan resistensi
vaskular
sistemik.
Alasan
terjadinya
vasokonstriksi
renal
yaitu
26
Ensefalopati hepatikum3
Ensefalopati hepatikum adalah komplikasi serius dari penyakit
hepar yang ditandai oleh perubahan status mental dan perubahan fungsi
kognitif. Pada acute liver failure, perubahan status mental dapat
berlangsung dalam beberapa minggu sampai bulan. Edema otak dapat
ditemukan,
dengan
ensefalopati
berat
yang
berhubungan
dengan
27
Prognosis Sirosis3,4
Prognosis sirosis hepatis bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child-Pugh digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis berkaitan
dengan kelangsungan hidup. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada
tidaknya asites, ensefalopati, dan status nutrisi. Angka kelangsungan hidup selama
satu tahun untuk pasien dengan Child A, B, dan C berturut-turut 100, 80, dan 45%.
Tabel 2.3. Klasifikasi Child-Pugh
28
BAB III
KESIMPULAN
Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif dengan pembentukan nodulus
regeneratif. Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi dua, yaitu sirosis hari
kompensata yang berarti belum adanya gejala klinis yang nyata, dan sirosis hati
dekompensata yang ditandai gejala klinis yang nyata dan tanda klinis yang jelas.
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak hal, yaitu konsumsi alkohol
berlebihan,
hepatitis
B dan C kronik,
hepatitis
autoimun,
nonalcoholic
gastropathy,
splenomegali,
asites),
sindrom
hepatorenal,
dan
29
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Learning; 2008.
Barrett KE, Barman SM, Boitano S, Brooks H. Ganongs Review of Medical
7.
8.
9.
30