Oleh:
Pendamping Internsip:
POSO 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis hati merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya
arsitektur lobulus normal oleh fibrosis, destruksi sel parenkim dan terbentuknya nodul,
proses ini terjadi secara sekunder akibat injury kronis yang menyebabkan alterasi bentuk
lobuler hati menjadi abnormal. Berbagai kondisi dapat menginduksi terjadinya sirosis
seperti infeksi viral, toksin, kondisi herediter ataupun proses autoimun. Apabila faktor
etiologi tidak segera ditangani, maka setelah bertahun-tahun hepar akan membentuk
jaringan parut berupa fibrosis dan fungsi hati akan menghilang. 1
Kerusakan pada hepar bersifat irreversibel. Kerusakan hati lanjut harus dicegah
dan menghambat progres penyakit. Manajemen umum berupa perbaikan pola hidup serta
pemantauan rutin tanda vital. Terapi spesifik berfokus untuk menangani etiologi
penyebab sirosis. 2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Hepar merupakan salah satu organ glandula terbesar di tubuh setelah kulit.
Beratnya sekitar 1500gram atau 2.5% dari berat badan orang dewasa. Seluruh nutrisi dari
makanan kecuali lemak yang diserap oleh traktus gastrointestinal akan dikirim ke hepar
melalui system vena porta. Hepar menyimpan glikogen dan mengekskresikan cairan
empedu secara terus menerus untuk emulsifikasi lemak. Hepar terletak pada kuadran
kanan atas abdomen di bagian kanan kosta 7-11, dilindungi oleh tulang iga dan diafragma.
Permukaan hepar berbentuk kubah dan halus sedangkan bagian visceralnya terdapat
beberapa fisura dan jejak dari organ lain. Trias porta mernghubungkan hepar dengan
gaster, terdiri dari ductus bilier, arteri hepatica dan vena porta hepatica. 3
Hepar terbagi menjadi 2 lobus secara anatomis besar yaitu lobus kiri dan kanan,
dipisahkan oleh ligamen koronarium dan falsiform. Pembagian lebih detil menjadi 4
bagian dan 8 segmen. Masing-masing bagian menerima vaskularisasi dari arteri hepatica.
Terdapat lobus kaudatus yang divaskularisasikan oleh bifukatio trias porta. Hepar
memiliki 2 suplai darah dari pembuluh darah aferen, dari vena porta hepatika yang
berperan dalam membawa 75-80% darah ke hepar. Darah di vena porta yang mengandung
40% oksigen memberikan nutrisi pada parenkim hati dan hepatosit melalui sinusoid
hepar. Hepar merupakan organ penghasil cairan limfa mayor, umumnya dihasilkan di
spasium perisinusoidal dan akan melewati drainase di jaringan limfatik profunda di triad
porta intralobular.3
Sirosis dapat terjadi secara sekunder akibat kondisi lain. Umumnya sirosis
didahului oleh penyakit hati kronis. Pada negara maju, penyebab sirosis paling sering
adalah infeksi virus hepatitis C, penyakit hati alkoholik, non alcoholic steatohepatitis.
Sementara penyebab sirosis paling umum di negara berkembang adalah infeksi hepatitis
B dan hepatitis C4. Penyebab lain sirosis berupa hepatitis autoimun, primary biliary
cholangitis, primary sclerosing cholangitis, hemochromatosis, Wilson disease, alpha 1
antitrypsin deficiency, Budd-Chiari syndrome, sirosis akibat obat, dan gagal jantung
kanan kronis. Sirosis akibat penyebab yang tidak jelas disebut sirosis kriptogenik.5
Sirosis yang disebabkan konsumsi alkohol terdapat pada 13.7 per 100,000 orang
di Amerika. Pada tahun 2011, sebuah studi menunjukkan peningkatan prevalensi sirosis
dari 9% pada tahun 1996 menjadi 18.5% pada tahun 2006 di Amerika. Sedangkan di
Inggris, insidensi sirosis adalah sebesar 16.99 kasus per 100.000 penduduk pada tahun
2001. Data mengenai prevalensi sirosis hepatis masih sangat terbatas. 6Suatu penelitian
di Rumah Sakit Dr. Sardjito Yogyakarta menunjukkan bahwa terdapat 4.1% pasien
dengan sirosis selama satu tahun dari seluruh pasien penyakit dalam yang dirawat.7
Berbagai sel berperan dalam terjadinya sirosis hepar yaitu hepatosit, sel sinusoidal
seperti sel stellata, sel endotel sinusoidal dan sel kuppfer. Sel stellata membentuk dinding
sinusoid hepar dan berfungsi untuk menyimpan vitamin A. Apabila terekspos pada sitokin
inflamasi maka sel stellata akan teraktivtasi dan membentuk myofibroblast dan
mendeposisi kolagen sehingga membentuk jaringan parut fibrosis. Sel endotel sinusoidal
membentuk lapisan fenestrata yang memberikan kemampuan pertukaran cairan dan
nutrisi pada hepar terutama di sinusoid dan hepatosit. Proses defenestrasi pada dinding
sinusoidal dapat terjadi secara sekunder dari konsumsi alkohol kronis yang dapat
menyebabkan fibrosis pada perisinusoidal. Sel kuppfer adalah makrofag satelit yang
terdapat pada dinding sinusoid. Jika terekspost pada virus atau agen toksik maka sel
kuppfer akan mengeluarkan mediator yang dapat menstimulasi fibrosis. Hepatosit yang
rusak akan mengeluarkan reactive oxygen species dan inflamasi mediator yang dapat
mengaktivasi terbentuknya fibrosis. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas akibat
sirosis adalah hipertensi portal dan sirkulasi hiperdinamik. Hipertensi porta terbentuk
secara sekunder setelah terjadinya fibrosis dan perubahan vasoregulasi secara intrahepatal
atau sistemik. Sel endotel sinusoidal menghasilkan nitric oxide dan endothelin-1 yang
menyebabkan relaksasi dan kontraksi pada sinusoid. Perubahan kadar NO dan ET-1 akan
menyebabkan vasokostriksi dan resistensi vaskular intrahepatal menginisiasi terjadinya
hipertensi portal. Proses ini akan menstimulasi kompensasi pada sirkulasi sistemik dan
splanikus, terjadi produksi NO untuk menurunkan resistensi vascular sistemik,
mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosterone sehingga air dan sodium akan
diretensi. 2
Etanol diabsorbsi di usus halus dan gaster, dimetabolisme oleh alcohol dehydrogenase
menghasilkan asetaldehid, senyawa ini memiliki sifat yang sangat reaktif. Peningkatan
konsumsi etanol dapat menurunkan oksidasi asam lemak dan lipoprotein serta
meningkatkan trigliserida. Terjadi gangguan pada sintesis protein, glikosilasi dan sekresi.
Asetaldehid secara aktif berikatan dengan protein yang menganggu kerja enzim dan
merusak hepatosit, menstimulasi sel kuppfer. 8
• Viral: hepatitis B, C, D
• Toksin: alcohol, obat-obatan
• Autoimun
• Kolestatik: primary biliary cholangitis, primary sclerosing cholangitis
• Vascular: Budd-Chiari syndrome, sinusoidal obstruction syndrome
• Metabolic: hemochromatosis, NASH, Wilson disease, defisiensi alfa-1antitripsin
Gambar 2. Etiologi sirosis
Sirosis dapat dibagi menjadi beberapa kelas sesuai dengan etiologi dan
morfologinya. Menurut morfologinya, sirosis diklasifikasikan menjadi 2,8
Transisi sirosis kompensata menjadi dekompensata terjadi 5-7% per tahun. Pada kondisi
9
dekompensasi, akan terjadi disfungsi multi-organ. Efek sirosis pada berbagai organ
adalah sebagai berikut:
Pemeriksaan fisik pada pasien sirosis memiliki temuan khas penyakit hati kronis
berupa spider teleangiectasia, palmar eritema, dupuytren contracture, ginekomastia dan
atrofi testis. Tanda portal hipertensi dapat ditemukan seperti ascites, splenomegaly, caput
medusae) dan tanda ensefalopati hepatikum (kebingungan, asteriksis, fetor hepaticus),
tanda lain berupa kuning, pembesaran kelenjar parotis. 1,2
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Identitas pasien
Nama : Yakub Undilele
Usia : 56 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Alamat : Olumokunde
Pekerjaan : Petani
Status : Sudah menikah
II. Anamnesis
A. Keluhan utama: badan lemas
B. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien merupakan rujukan puskesmas dengan keluhan lemas yang
dirasakan disertai rasa tidak nyaman pada perut beberapa hari sebelum
berobat ke puskesmas. Keluhan demam, nyeri kepala, batuk, sesak, mual
disangkal. Pasien sempat muntah berwarna kehitaman 2 kali, terjadi
setelah makan dan minum, BAK berwarna coklat seperti teh namun lancar,
BAB warna kehitaman 2 kali, tampak pendarahan pada gusi. Menurut
keluarga perut pasien dirasa semakin membesar sejak 3 minggu terakhir,
pasien terlihat semakin kurus. Pasien merupakan penderita hepatitis B
terdiagnosa 5 tahun yang lalu namun tidak pernah minum obat rutin.
C. Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat hepatitis B (+) sejak tahun 2017 terdiagnosa saat skrining
pemeriksaan akibat ada keluarga yang mengalami penyakit serupa,
diabetes mellitus (+) tidak rutin minum obat, riwayat muntah darah dan
BAB hitam (-), riwayat hipertensi (-), riwayat keganasan (-), riwayat
kolesterol (-), riwayat vaksin saat kecil (-)
D. Riwayat penyakit keluarga:
Riwayat hepatitis B (+) pada kakak laki-laki pasien, diabetes mellitus (-),
riwayat muntah darah dan BAB hitam (+) pada kakak pasien hingga rawat
inap, riwayat hipertensi, riwayat keganasan, dan riwayat kolesterol tidak
diketahui
E. Lifestyle:
Merokok (+) kurang lebih 1 bungkus per hari, alkohol (+) kadang-kadang
2 gelas sehari sejak muda, tato (-), penggunaan jarum suntik dan narkoba
(-), riwayat transfusi (-)
B. Status interna
i. Kepala
Wajah : simetris
Deformitas : tidak ada
Bentuk kepala : normocephal
Rambut : hitam, lurus, pendek
Mata : konjungtiva anemis (+/+)
Sklera : ikterik (+/+)
Pupil : bulat, isokor 3mm/3mm, reflek (+/+)
Mulut : pucat (-) lidah kotor (-)
ii. Leher
Kelenjar KGB : tidak ada pembesaran
Tiroid : tidak ada pembesaran
Trakea : tidak ada deviasi
Massa : tidak ada
iii. Thoraks (paru)
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, retraksi (-)
spidernevi (-) ginekomastia (-)
Palpasi : nyeri tekan (-) massa (-) fremitus vokal normal
Perkusi : sonor (+/+)
Auskultasi : vesikuler (+/+) ronkhi (-/-) wheezing (-/-)
iv. Thoraks (jantung)
Inspeksi : normal
Palpasi : iktus kordis tidak teraba
Perkusi : kardiomegali (-)
Auskultasi : S1 S2 reguler, bising (-)
v. Abdomen
Inspeksi : datar, spidernevi (-), caput medusa (-)
Auskultasi : bising usus (+) menurun
Perkusi : nyeri ketuk CVA (-) shifting dullness (+)
Palpasi : nyeri tekan (-) massa (-) hepar dan lien tidak teraba
vi. Ekstremitas
Atas : edema (-/-) akral hangat, CRT < 2 detik, jaundice
(+/+) clubbing finger (-) asterixis (-) motorik 5/5
Bawah : edema (-/-) akral hangat, CRT < 2 detik, jaundice
(+/+) motorik 4/4
B. EKG
Gambar 8. Foto EKG pasien
Intepretasi:
Sinus rhythm, heart rate 91 kali per menit, segmen PR, QRS, ST normal
C. USG abdomen
Intepretasi:
• Hepar: ukuran dan echo parenkim heterogen, permukaan irregular,
tip tajam, tidak tampak dilatasi vascular dan bile duct
ekstra/intrahepatic, tidak tampak SOL
• Gallbladder: dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak tampak
batu/SOL
• Pankreas: ukuran dan echo parenkim dalam batas normal, tidak
tampak SOL
• Lien: ukuran membesar, echo parenkim dalam batas normal, tidak
tampak SOL
• Ginjal kanan: bentuk, ukuran, echo kortikomedullar normal, tidak
tampak dilatasi PCS, tidak tampak echo/batu/SOL
• Ginjal kiri: bentuk, ukuran, echo kortikomedullar normal, tidak
tampak dilatasi PCS, tidak tampak echo batu/SOL
• Vesika urinaria: dinding tidak menebal, mukosa regular, tidak
tampak echo batu/SOL
• Cairan bebas pada cavum peritoneal
V. Diagnosis
Hematemesis melena e.c. sirosis, hepatitis B kronik, ascites, trombositopenia,
general weakness e.c. chronic disease
Diagnosis banding
Hipertensi porta, ruptur varises esofagus
VII. Follow up
5 Oktober 2022
7 Oktober 2022
8 Oktober 2022
9 Oktober 2022
Glukosa stik: 162mg/dL
10 Oktober 2022
S: badan lemas, pendarahan gusi (+) sedikit, muntah darah (-) BAB darah (-)
nyeri perut (-) pusing kepala (-)
11 Oktober 2022
12 Oktober 2022
S: penurunan kesadaran (+) tidak merespon saat diajak bicara, lemas (+)
13 Oktober 2022
S: penurunan kesadaran (+) tidak merespon saat diajak bicara, lemas (+)
keringat dingin (+)
GDS 385
14 Oktober 2022
GDS 491
PEMBAHASAN
Pada pasien dari hasil anamnesis didapatkan temuan gejala hematemesis dan
melena, serta perut yang membesar mengarah ke ascites. Pasien memiliki riwayat
hepatitis B kronis sejak tahun 2017 terdiagnosa saat skrining akibat kakak yang
mengalami hepatitis B hingga rawat inap. Saat terdiagnosa pasien tidak mengalami gejala
apapun dan setelah terdiagnosa pasien tidak mengkonsumsi obat rutin. Pasien memiliki
faktor risiko diabetes mellitus namun tidak mengkonsumsi obat rutin, riwayat hipertensi
disangkal. Pasien merokok dan memiliki riwayat minum alkohol, namun penggunaan
narkoba, tato, jarum suntik dan transfusi disangkal. Pasien baru pertama kali mengalami
gejala saat ini dan sebelumnya merasa sehat-sehat saja.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan sklera ikterik. Pada
pemeriksaan organ thoraks dan jantung dalam batas normal. Pemeriksaan abdomen
didapatkan shifting dullness yang mengarah ke ascites, bising usus menurun. Pada
esktremitas didapatkan jaundice dan penurunan motorik pada tungkai bawah. Tanda khas
sirosis seperti caput medusa, spider nevi, palmar eritema maupun asterixis tidak
ditemukan pada pasien.
Hasil laboratorium didapatkan anemia kesan makrositik hiperkromik, dengan
leukosit normal namun ditemukan neutrofilia, peningkatan ureum kreatinin dan SGOT
SGPT, HbsAg reaktif, dan penurunan kadar natrium dan klorida relatif. Hasil EKG pasien
normal. Hasil USG didapatkan hepar dengan ukuran dan echo parenkim heteroen,
permukaan irregular, dengan cairan bebas pada cavum peritoneal mengarah kepada
tanda-tanda sirosis hepatis, splenomegaly dan ascites.
Pasien dengan sirosis tahap lanjut dapat menjadi komplikasi seperti hipertensi
portal, pendarahan varises esofagus, ascites, splenomegali, ensefalopati hepatikum,
peritonitis bacterial spontan, sindrom hepatorenal.8 Pada saat rawat inap didapatkan
penurunan kesadaran pada pasien, akibat dekompensasi dari sirosis dan komplikasi
berupa ensefalopati hepatikum yang menyebabkan koma hepatikum.
DAFTAR PUSTAKA
2. Sharma Bashar, John Savio. Hepatic Cirrhosis. Statpeals publishing, treasure island (FL),
2021.
3. Moore KL, Agur A, Dalley AF. Clinically Oriented Anatomy. 8th ed. Lippincott Williams
and Wilkins, 2017.
5. Kasper DL FAHS et al. Harrison’s principles of internal medicine. 19th ed. New York: The
McGraw-Hill Companies, 2015.
9. Angeli P, Bernardi M, Villanueva C, et al. EASL Clinical Practice Guidelines for the
management of patients with decompensated cirrhosis. J Hepatol 2018; 69: 406–460.
10. Mandiga P, Foris LA, Bollu PC. Hepatic Encephalopathy. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing.