PENDAHULUAN
Hati merupakan organ intestinal terbesar pada tubuh manusia yang menempati
sebagian besar kuadran kanan atas abdomen dan memiliki banyak fungsi kompleks
yang berhubungan satu dengan yang lain. Penyakit hati dapat disebabkan oleh infeksi,
toksin, genetik dan metabolic.1
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Sirosis hepatis merupakan tahap akhir difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul yang regeneratif.
Gambaran morfologi dari sirosis hepatis meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular hepatik dan
intrahepatik antara vena porta dan arteri hepatika serta vena hepatika.2,3
2.2 Epidemiologi
Prevalensi sirosis hepatis di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 1,7%. Secara
umum, diperkirakan angka insiden sirosis hepatis pada seluruh rumah sakit di
Indonesia berkisar antara 0,6-14,5%.7,8 Menurut laporan rumah sakit umum
pemerintah Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh
pasien yang dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh
penyakit hati yang dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria : wanita adalah
2,1 : 1 dan usia rata-rata 44 tahun.13
2
Penyebab utama terjadinya sirosis hepatis di negara-negara maju adalah
infeksi virus hepatitis C, penyalahgunaan alkohol dan juga perlemakan hati akan
mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH). Infeksi virus hepatitis B
dilaporkan menjadi penyebab tersering pada daerah sub-Sahara Afrika dan sebagian
besar wilayah Asia. Prevalensi sirosis hepatis sendiri sulit untuk dinilai dan
diperkirakan lebih besar dari yang dilaporkan karena pada stadium awal penyakit ini
umumnya asimptomatis sehingga penyakit ini sulit untuk didiagnosis.6,14,15
2.3 Etiologi
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplasmosis
Virus hepatitis (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit keturunan dan metabolic
Defisiensi α1-antitripsin
Sindrom Fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hemokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
Tirosinemia herediter
Penyakit Wilson
Obat dan toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
3
Kolangitis sklerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
2.4 Patogenesis
Salah satu akibat yang ditimbulkan adalah gagalnya sel hepar untuk
membuang bilirubin dari darah dan menyebabkan adanya manifestasi klinis berupa
icterus. Akibat selanjutnya dari kegagalan sel hepar adalah menurunnya kemampuan
sel hepar mengubah estrogen dan derivatnya, sehingga menyebabkan
hiperestrogenisme. Adapun gejala kegagalan sel hepar yang disebabkan oleh
gangguan hiperestrogenisme adalah eritema palmaris, kerontokan rambut pada tubuh,
spider naevi dan ginekomastia. Pada pasien ditemukan keluhan yang terkait dengan
kegagalan fungsi hepar, yaitu kuning pada kedua mata dan kulit seluruh tubuh, perut
yang membesar dan bengkak pada kaki kanan dan kiri, pembesaran payudara kanan
dan kiri dan keluar darah dari hidung.2,16
Penyebab kedua dari timbulnya manifestasi klinis pada sirosis hati adalah
hipertensi porta. Hipertensi porta merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi
vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Secara
4
anatomi, sistem porta terdiri dari semua vena yang mengangkut darah dari vena
gastrika, vena mesenterika inferior (mengangkut darah dari kolon desenden dan
rektum), vena mesenterika superior (mengangkut darah dari usus halus, kolon
asenden dan caput pankreas) dan vena lienalis. Manifestasi klinis yang ditemui pada
pasien sesuai dengan vena yang terlibat dalam patogenesisnya.2
2.5 Klasifikasi
5
Secara klinis sirosis dapat dapat dibedakan menjadi sirosis kompentasa (gejala
klinis belum ada atau minimal) dan sirosis dekompensata (gejala dan tanda klinis
jelas).
1. Sirosis Kompensata
Kebanyakan bersifat asimtomatis dan hanya dapat didiagnosis melalui
pemeriksaaan fungsi hati. Bila ada gejala yang muncul berupa kelelahan
nonspesisik, penurunan libido atau gangguan tidur. Tanda khas (stigmata) sirosis
juga seringkali belum tampak pada tahap ini. Sebenarnya sektar 40% kasus sirosis
kompentasa telah mengalami varises esofagus, namun belum menunjukkan tanda-
tanda perdarahan.
2. Sirosis Dekompensata
Disebut sirosis dekompensata apabila ditemukan paling tidak satu dari manifestasi
berikut, ikterus, asites dan edema perifer, hematemesis melena (akibat perdarahan
esofagus), jaundice atau ensefalopati (baik tanda dan gejala minimal hingga
perubahan status mental). Asites merupakan tanda dekompensata yang paling
sering ditemukan (sekitar 80%). Selain itu, tedapat beberapa stigma sirosis lainnya
yang dapat diidentifikasi, antara lain:
a. Tanda gangguan endokrin:
i. Spider angioma, gambaran seperti laba-laba dikulit, terutama daerah leher,
bahu dan dada.
ii. Eritema palmaris pada tenar dan hipotenar
iii. Atrofi testis, sering disertai penurunan libido dan impotensi
iv. Ginekomastia
v. Alopesia pada dada dan aksila
vi. Hiperpigmentasi kulit, diduga akibat peningkatan kadar melanocyte-
stimulating hormone (MSH).
b. Kuku Muchrche. Gambaran pita putih horizontal yang memisahkan warna
kuku normal
c. Kontraktur Dupuytren. Penebalan fasia pada palmar (terutama pada sirosis
alkoholik)
d. Fetor hepatikum. Bau napas khas akibat penumpukan metionin (gagal
dimetabolisme) atau akibat peningkatan konsentrasi dimetilsulfida akibat pirau
portosistemik yang berat
e. Atrofi otot
f. Petekie dan ekimosis bila terjadi trombositopenia koagulopati berat
g. Splenomegali
6
h. Pemeriksaan palpasi hati sangat bervariasi, mulai dari tidak ditemukan
pembesaran hati, lobus kiri hati yang dapat teraba lunak (khas sirosis), atau
teraba nodul dengan konsistensi keras.
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Sirosis hepatis sering disebut sebagai silent disease, dengan sebagian besar
pasien tidak menunjukkan gejala apapun sampai proses dekompensasi terjadi. Maka
dari itu perlu dilakukan anamnesis yang akurat tentang faktor-faktor risiko yang
mempengaruhi pasien sirosis hepatis. Kuantitas dan durasi konsumsi alkohol
merupakan faktor penting dalam diagnosis awal sirosis. Selain itu, riwayat transmisi
virus hepatitis B dan hepatitis C (misal kelahiran di daerah endemis, hubungan
seksual berisiko, penggunaan obat intranasal atau intravena, tindik badan atau tato,
kontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya), sejarah transfusi dan riwayat
penyakit autoimun terdahulu serta riwayat penyakit hati atau autoimun di keluarga.2
7
Eritema palmaris, warna merah saga pada tenar dan hipotenar telapak tangan.
Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen.Tanda ini
juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis rematoid,
hipertiroidisme dan keganasan hematologi. Ginekomastia secara histologis berupa
proliferasi jinak jaringan kelenjar mamae laki-laki, kemungkinan akibat
peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada
dan aksilla pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah lebih
feminim. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga
diduga fase menopause.
Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini
menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Fetor hepatikum, yakni
merupakan bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus pada
kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang
dari 2-3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap, seperti air teh. Adanya
kecenderungan untuk lebih mudah mengalami perdarahan maupun anemia. Hal ini
dikarenakan menurunnya produksi faktor pembekuan darah yang dihasilkan dihati
sehingga memudahkan untuk terjadinya perdarahan yang berujung pada
berkurangnya darah.
8
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Urin
Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada
ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urin akan
berkurang (kurang dari 4 mEq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi sindrom
hepatorenal.
Tinja
Darah
9
GGT dari hepatosit. Konsentrasi bilirubin bisa normal pada sirosis hepatis
kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin yang
sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis. Konsentrasi globulin meningkat pada sirosis yang terjadi
sekunder akibat dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan
limfoid, selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin.
Serologis
b. Pemeriksaan radiologi
Foto thoraks
Barium meal
Ultrasonografi (USG)
c. Biopsi hati
10
Biopsi hati sebenarnya tidak diperlukan, bahkan kontraindikasi bila diagnosis
sirosis hepatis dapat ditegakkan dengan temuan klinis dan pencitraan. Biopsi
hanya diindikasikan bila penyebab sirosis tidak dapat ditentukan atau stadium
penyakitnya belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan
sebelumnya dan untuk mencari tahu apakah terdapat tanda-tanda keganasan pada
sel hati tersebut.
11
2.7 Penatalaksanaan
12
satu pilihan. Interferon memiliki aktivitas antifibrotik yang dihubungkan dengan
pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek antiinflamasi serta mencegah
pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam penelitian sebagai antifibrosis
dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan sebagai antifibrosis.1
13
Pada komplikasi peritonitis bakterial spontan (PBS) dapat diberikan
antibiotik, seperti sefotaksim intravena, amoksisilin atau aminoglikosida. Pengobatan
PBS biasanya menggunakan antibiotik golongan sefalosporin generasi III, seperti
sefotaksim secara parenteral (2x2 gr/hari) selama lima hari. Pengobatan selanjutnya
berdasarkan pada hasil kultur dan tes sensitivitas antibiotik terhadap cairan asites.16
2.8 Komplikasi
14
2.9 Prognosis
Tabel 3. Klasifikasi Child Turcotte Pugh (CTP) Pasien Sirosis hepatis dalam
Terminologi Cadangan Fungsi Hati2,3
Derajat Kerusakan 1 2 3
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Asites Nihil Mudah dikontrol Sukar
Ensefalopati (derajat) Nihil Minimal I-II Berat/koma (III-IV)
INR <1,8 1,8-2,3 >2,3
15
Stadium 4 gastrointestinal 57%
Stadium 5 Infeksi dan gagal ginjal 67%
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. M
16
No.RM : 551843
Status perkawinan : Menikah
Tempat & tanggal lahir : 01-12-1983
Umur : 38 tahun
Jenis kelamin. : Laki-laki
Alamat. : Bonggo
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Tanggal MRS : 19-11-2021
E. Kebiasaan
Pasien mengaku sering mengkonsumsi makanan berlemak, dan jarang
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Pasien tidak pernah berolah raga
17
secara rutin, mempunyai kebiasaan merokok sewaktu muda dan mengkonsumsi
minuman beralkohol.
A. Pemeriksaan Fisik
1. Status Vital Sign
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Tekanan Darah : 144/86 mmHg
Nadi : 90x/menit
Respirasi : 26x/menit
Suhu : 37,1°C
2. Status Interna
Kepala/leher
Mata : Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik(+/+), Edema
Palpebra(-/-)
Hidung : Deformitas (-), secret (-)
Telinga : Deformitas (-), secret (-)
Mulut : Deformitas (-), Bibir sianosis (-), Oral Candidiasis (-), ulserasi (-)
hipertrofi gusi (-), atrofi papil lidah (-),
Leher : Trakea di tengah, Pembesaran KGB (-)
Thorax
Pulmo : Inspeksi : Simetris, ikut gerak napas, jejas (-)
Palpasi : Vocal Fremitus D=S
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : SN vesikuler, Rhonki (-/-), Wheezing(-/-)
Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikula
sinistra
Perkusi : Batas kanan jantung ICS IV linea parasternal
dextra
Batas kiri jantung ICS V linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I–II regular, murmur (-), Gallop (-).
Abdomen : Inspeksi : Cembung (+), venektasi (+), Caput Medusa (-)
Auskultasi : Bising Usus (+) normal: 2-3x/15 detik
Palpasi : Distended (+), Nyeri tekan (-), ascites (+),
Perkusi : Timpani (+), Shifting Dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (+/+), Ulkus (-/-), CRT >2’
Vegetatif : Makan dan Minum menurun, BAB/BAK dalam batas normal
18
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Laboratorium Pada saat di IGD RSUD Abepura (19/11/2021):
Jenis
Sampel pemeriks Hasil Nilai Rujukan Satuan
aan
HGB 5,7 11,0-16,5 g/dl
RBC 1,63 3,69-5,46 106/mm3
HCT 16,5 35,2-46,7 %
PLT 18 172-378 10 /mm3
3
Darah
MCV 101,2 86,7-102,3 fL
Lengka
MCH 35,0 27,1-32,4 Pg
p
MCHC 34,5 29,7-33,1 g/dL
WBC 2,26 3,37-8,38 103/mm3
DDR Negatif Negatif
GDS 90 <200 mg/dl
SGOT/
42 10-40,0 U/L
AST
Asam
3,4-7,0 Mg/dl
Urat
Kimia BUN 7,0-18,0 mg%
lengkap Kreatini
1,32 0,8-1,5 mg%
n
SGPT 20 <=40 Mg/dl
Albumin 2,2 3,5-5,2 g/dl
Natrium
135,0 135-148 mEq/L
darah
Elektro Kalium
4,44 3,50-5,30 mEq/L
lit darah
CL
112,0 98-106 mEq/L
Darah
19
Imunol Non
HbsAg Non reaktif
ogi reaktif
Tes
VCT
Non reaktif
Antibo
di
Rapit
tes
antigen Negatif Negatif
SARS-
COV -2
20
Kesimpulan: Tampak Hepar membesar, sudut tajam, permukaan rata, tekstur
parenkim homogeny halus, kapsul tidak menebal, tidak tampak bayangan
nodul/massa. Vena porta sedikit melebar, dan vena hepatica tidak melebar.
Tampak koleksi cairan disekitarnya, Hepatomegali dengan pelebaran vena
porta disertai acites ec cirosis hepatis.
21
Tanggal Catatan Tindakan
23 Nov S: Kepala terasa berat, lemas, perut kembung P:
2021 dan kedua kaki bengkak, BAB Hitam. 1. IVFD NaCl 0,9% 12
O: KU: TSS, Kesadaran: Compos mentis tpm
GCS: E4V5M6 2. Inj. Omeprazole 1
TD: 132/81, N:77x/m, S:36,7°C, R:20x/m vial/12 jam/IV
SpO2: 97% 3. Amlodipin 1x10 mg
K/L: CA(+/+), SI(+/+), OC(-) 4. Propanolol 3x10 mg
- Thorax 5. Onoiwa 3x1 mg
Pulmo :
- Inspeksi: Simetris, ikut gerak nafas
- Palpasi : Vocal Fremitus D=S
- Perkusi : Sonor/sonor
- Auskultasi: SN vesikuler, Rhonki (-/-)
, Wheezing (-/-)
Cor :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikula sinistra
- Perkusi : Dalam Batas Normal
- Auskultasi: BJ I–II regular, murmur (-),
Gallop (-).
- Abdomen :
- Inspeksi : Tampak Cembung
- Auskultasi : Bising Usus (+)
- Palpasi : Distended (+), Nyeri
tekan (+),
Hepar /Lien (ttb)
- Perkusi : Redup
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (+),
Ulkus (-/-),CRT >2’
Vegetatif : Makan dan Minum
sedikit, BAB dan BAK dalam batas
normal
A :
1. Cirosis Hepatis
2. Anemia Berat
3. Melena
4. Hipertensi grade I
22
24 Nov S: Kepala terasa berat, lemas, perut kembung P:
2021 dan kedua tungkai bengkak, BAB Hitam 1. IVFD NaCl 0,9% 12
O: KU: TSS, Kesadaran: Compos Mentis tpm
GCS: E4V5M6 2. Inj. Omeprazole 1
TD: 132/81mmHg, N:77x/m, S:36,7°C, vial/12 jam/IV
R:20x/m, SpO2: 97% 3. Amlodipin 1x10 mg
K/L: CA(+/+), SI(+/+), OC(-) 4. Propanolol 3x10 mg
- Thorax 5. Onoiwa 3x1mg
Pulmo : 6. Transfusi PRC 2 kolf
- Inspeksi: Simetris, ikut gerak nafas
- Palpasi : Vocal Fremitus D=S
- Perkusi : Sonor/sonor
- Auskultasi: SN vesikuler, Rhonki (-),
Wheezing (-/-)
Cor :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikula sinistra
- Perkusi : Dalam Batas Normal
- Auskultasi: BJ I–II regular, murmur (-),
Gallop (-).
- Abdomen :
- Inspeksi : Tampak cembung
- Auskultasi : Bising Usus (+)
- Palpasi : Distended (+), Nyeri
tekan(-)
Hepar /Lien (ttb)
- Perkusi : Redup
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (+),
Ulkus (-/-),CRT > 2’
Vegetatif : Makan dan Minum baik ,
BAB dan BAK dalam batas normal
A :
1. Cirosis Hepatis
2. Anemia Berat
3. Melena
4. Hipertensi grade I
25 Nov S: Kepala terasa berat, Perut terasa kembung, P:
2021 kedua kaki bengkak, BAB hitam. 1. Furosemid 2x1
23
O: KU: TSS, Kesadaran: Compos mentis 2. Omeprazole 2x1
GCS: E4V5M6 3. Kalnex 3x1
TD: 120/84, N:73x/m, S:36,4°C, R:20x/m 4. Spironolakton 1x25 mg
SpO2: 98% 5. Curcuma 3x1
K/L: CA(+/+), SI(+/+), OC(-) 6. Aspar K 1x1 mg
- Thorax 7. Amlodipin 1x10 mg
Pulmo : 8. Onoiwa 3x2 mg
- Inspeksi: Simetris, ikut gerak nafas 9. Propanolol 3x1 mg
- Palpasi : Vocal Fremitus D=S
- Perkusi : Sonor/sonor
- Auskultasi: SN vesikuler, Rhonki (-),
Wheezing(-/-)
Cor :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikula sinistra
- Perkusi : Dalam Batas Normal
- Auskultasi: BJ I–II regular, murmur (-),
Gallop (-).
- Abdomen :
- Inspeksi : Tampak cembung,
- Auskultasi : Bising Usus (+)
- Palpasi : Distended, Nyeri
tekan(-),
Hepar /Lien (ttb)
- Perkusi : Redup
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (+),
Ulkus (-/-),CRT > 2’
Vegetatif : Makan dan Minum baik ,
BAB dan BAK dalam batas normal
A :
1. Cirosis Hepatis
2. Anemia Berat
3. Melena
4. Hipertensi grade 1
26 Nov S: Bengkak pada kedua kaki, Perut Kembung, P:
2021 BAB Hitam. 1. Furosemid 2x1
O: KU: TSS, Kesadaran: Compos Mentis 2. Omeprazole 2x1
GCS: E4V5M6 3. Kalnex 3x1
24
TD: 115/74 mmHg, N: 64x/m, S: 36,3°C, 4. Spironolakton 1x25 mg
R:22x/m, SpO2: 99% 5. Curcuma 3x1
K/L: CA(+/+), SI(+/+), OC(-) 6. Aspar K 1x1 mg
- Thorax 7. Amlodipin 1x10 mg
Pulmo : 8. Onoiwa 3x2 mg
- Inspeksi: Simetris, ikut gerak nafas 9. Propanolol 3x1 mg
- Palpasi : Vocal Fremitus D=S 10. BC 3x1
- Perkusi : Sonor/sonor
- Auskultasi: SN vesikuler, Rhonki (-),
Wheezing(-/-)
Cor :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikula sinistra
- Perkusi : Dalam Batas Normal
- Auskultasi: BJ I–II regular, murmur (-),
Gallop (-).
- Abdomen :
- Inspeksi : Tampak Cembung,
- Auskultasi : Bising Usus (+)
- Palpasi : Distended (+), Nyeri
tekan(-). Hepar /Lien (ttb)
- Perkusi : Redup
Ekstremitas : Akral hangat, Edema (+),
Ulkus (-/-),CRT > 2’
Vegetatif : Makan dan Minum baik ,
BAB dan BAK dalam batas normal.
A:
1. Cirosis Hepatis
2. Anemia Berat
3. Melena
4. Hipertensi grade 1
BAB IV
PEMBAHASAN
25
4.1 Diagnosa
Sejalan dengan teori Pada kasus didapatkan pasien mengeluhkan badan terasa
lemas, penurunan BB yang signifikan, nyeri ulu hati, mual dan muntah, pada
pemeriksaan fisik juga didapatkan sklera ikterik seperti pada teori. BAB berwarna
hitam sejak ± 3 bulan diikuti dengan edema ekstremitas dan perut membesar yang
terasa kencang. Gejala ini disebut sebagai sirosis hepatis dan ascites, yang mana
Sirosis Hepatis merupakan penyakit kronis hepar yang irreversible yang ditandai oleh
fibrosis, disorganisasi struktur lobulus dan vaskuler, serta nodul regeneratif dari
hepatosit yang merupakan hasil akhir kerusakan hepatoseluler.
Diagnosis klinis SH dapat ditegakkan jika terdapat lima dari tujuh tanda berikut:
eritema palmaris, spider nevi, vena kolateral atau varises esofagus, asites dengan atau
tanpa edema, splenomegali, hematemesis dan melena, serta rasio albumin dan
globulin terbalik.
Selain itu pasien juga mengeluhkan BAB hitam yang sudah berlangsung ± 3
bulan sebelum masuk rumah sakit, hal tersebut kemungkinan dikarenakan perdarahan
akibat pecahnya varises esofagus. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah BAB
berwarna hitam, biasanya mendadak tanpa di dahului rasa nyeri. Darah yang keluar
berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku karena sudah bercampur dengan
asam lambung. Penyebab lain dapat ditimbulkan oleh tukak lambung dan tukak
duodeni. Pada sirosis hepatis perdarahan saluran cerna yang paling sering
menyebabkan dan paling berbahaya. Keluhan ascites dan edema pada ekstremitas
26
yang dialami pasien juga menandakan bahwa sirosis hepatis yang dialami pasien
termasuk tipe sirosis hepatis dekompensata. Selain itu Pada pemeriksaan
laboratorium juga ditemukan penurunan kadar Hb, hal ini dikarenakan adanya
perdarahan pada saluran cerna berupa BAB berwarna hitam, hal ini yang
menyebabkan pasien mengalami anemia berat dengan kadar Hb 5,7.
4.2 Tatalaksana
1. Furosemid 2x1
2. Omeprazole 2x1
Adalah obat yang digolongkan sebagai penghambat pompa/proton pump inhibitor
(PPI). Omeprazole berfungsi sebagai obat untuk penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh kelebihan produksi asam lambung. Obat ini menekan sekresi
asam lambung dengan cara menghambat secara spesifik dan irreversible system
pompa asam dalam mukosa lambung, obat ini diberikan untuk mengatasi nyeri
ulu hati yang dialami oleh pasien.
3. Kalnex 3x1
4. Spironolakton 1x25 mg
27
Merupakan obat diuretic hemat kalium, obat ini bekerja dengan cara menghambat
penyerapan natrium berlebih kedalam tubuh dan menjaga kadar kalium darah agar
tidak terlalu rendah sehingga tekanan darah dapat diturunkan, pada kasus obat ini
digunakan untuk mengatasi sirosis hepatis dengan edema yang dialami pasien
5. Curcuma 3x1
6. Aspar K 1x1 mg
7. Amlodipin 1x10 mg
8. Onoiwa 3x2 mg
9. Propanolol 3x1 mg
10. BC 3x1
BAB V
28
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
29
1. Starr PS, Raines D.. Cirrhosis: diagnosis, management, and prevention. Am
Fam Physician, 2011, 1353-1359 p.
2. Nurdjanah S. Sirosis hati. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi kelima.
Jakarta: InternaPublishing. 2009. 668-673 p.
3. Wibawa IDN, Purwadi N, Suryadarma IGN, Mariadi K. Sirosis hepatis.
Dalam: Putra TR, Suega K, Artana IGNB. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Penyakit Dalam. Denpasar: Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. 2013. 98-103 p.
4. World Health Organization. Guidelines for the Prevention, Care and
Treatment of Persons with Chronic Hepatitis B Infection. France: WHO Press.
2015.
5. Klarisa C, Liwang F, Hasan I. Sirosis hati. Dalam: Tanto C, Liwang F,
Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi keempat. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2014. 693-
697 p.
6. Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs. Liver cirrhosis, Lancet 2014.1749-1761p.
7. Sariani. “Karakteristik Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Rumah
Sakit Umum Marta Friska Medan Tahun 2006-2010” (skripsi). Medan:
Universitas Sumatera Utara. 2010.
8. Simanjuntak MAP. “Karakteristik Klinis Penderita Sirosis Hati yang Dirawat
Inap di Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSUP Haji Adam
9. Malik Medan Tahun 2014” (skripsi). Medan: Universitas Sumatera Utara.
2014.
10. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia. Sirosis Hati. Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia. http://pphi-online.org. 2010. [Diakses tanggal 20 Januari 2018].
11. Zhou WC, Zhang QB, Qiao L. Pathogenesis of liver cirrhosis. World J
Gastroenterology, 20(23), 2014. 7312-7324p.
12. Irianto K. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia. Bandung: Penerbit Yrama
Widia. 2008.
13. Ge PS, Runyon BA, Treatment of patients with cirrhosis. New England
Journal of Medicine, 375(7),2016. 67-77p.
14. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noor HMS. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Hati. Edisi pertama. Jakarta: CV Sagung Seto. 2012.
15. Runyon BA, Gotes G, Talwalkar JA. Cirrhosis. NIH Publication, 14(1134)
2014, 1-16p.
16. Heidelbaugh JJ, Bruderly M. Cirrhosis and chronic liver failure. Am Fam
Physician, 74, 2006.756-762p.
30
17. Porth CM. Disorders of hepatic and biliary function. Dalam: Essential of
Pathophysiology: Concepts of Altered Health States. Edisi ketiga. China:
Wolters Kluwer Health. 2011. 737-751p.
18. Chung RT, Podolsky DK. Cirrhosis and its complication. Dalam: Kasper DL,
Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL. Harrison’s
Principles of Internal Medicine. Edisi keenam belas. New York: Mc-Graw
Hill. 2005. 1858-1862p.
19. Ghany M, Hoofnagle JH. Approach to the patient with liver disease. Dalam:
Kasper DL, Fauci AS, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. Edisi keenam belas. New York:
Mc-Graw Hill. 2005. 1808-1813p.
20. Garcia-Tsao G, Lim J. Management and treatment of patients with cirrhosis
and portal hypertension. Am J Gastroenterol, 104, 2009. 1802-1829p. Bosch
J, Garcia-Pagan JC. Prevention of variceal rebleeding. Lancet, 361, 2003.
952-954p.
21. Gines P, Guevara M, Arroyo V, Rodes J. Hepatorenal syndrome. Lancet,
27(3), 2003. 1-8p.
22. Hasan I, Arraminta AP. Ensefalopati hepatik. Medicinus, 27(3), 2014.1-8p.
31