Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

RUPTUR VARISES ESOFAGUS EC

SUSPEK SIROSIS HEPATIS

Oleh :

Wafya Melosi Ramschie 1740312291

Shafrina Irza 1740312624

Pembimbing

dr. Sadeli Martinus, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD PARIAMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sirosis hati merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang

dari semua penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan parenkim hati.

Sirosis hati merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang

ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneratif.

Gambaran morfologi sirosis hati meliputi fibrosis difus, nodul regeneratif,

perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vaskular intrahepatik

antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatika) dan eferen

(vena hepatika). Diseluruh dunia sirosis hati menempati urutan ketujuh penyebab

kematian.1

Kebanyakan dari pasien sirosis adalah asimtomatis sampai stadium

dekompensata terjadi, oleh karenanya sulit untuk menilai angka prevalensi dan

insiden dari sirosis pada populasi umum. Di seluruh dunia prevalensi sirosis

diperkirakan mencapai 100 per 100.000 penduduk, tetapi hal ini bervariasi pada

setiap Negara.2

Kegagalan hati kronis dan sirosis di Amerika Serikat diperkirakan

menyebab sekitar 35.000 kematian dalam setiap tahunnya. Sirosis termasuk

kedalam sembilan penyebab utama kematian di Amerika Serikat dan bertanggung

jawab terhadap 1,2% kasus kematian disana. Penderita sirosis hati lebuh banyak

laki-laki dari pada wanita dengan rasio 1,6 : 1. Umur penderitanya terbanyak

golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun.

Penyebab sirosis hati sebagian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatitis serta hepatitis C. Angka kejadian di Indonesia akibat

hepatitis B berkisar antara 21,2 – 46,9% dan hepatitis C berkisar 38,7 – 73,9%.1,3

Umumnya klinis sirosis hati muncul ketika seseorang sudah mengalami

sirosis hati dekompensata, yang ditandai dengan adanya hipertensi portal dan

penurunan fungsi hepatoselular atau sebagian besar pasien datang ketika sudah

muncul komplikasi dari sirosis hati.Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat

komplikasinya sehingga perlu memperbaiki kualitas hidup pasien sirosisdengan

pencegahan dan penanganan komplikasinya.4

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini dibatasi pada pembahasan definisi, epidemiologi, etiologi,

patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana, dan komplikasi dari

sirosis hepatis.

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatakan pengetahuan dan pemahamam

definisi, epidemiologi, etiologi, patogenesis, diagnosis, pemeriksaan penunjang,

tatalaksana dan prognosis mengenai sirosis hepatis.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan makalah ini berupa laporan kasus,

diskusi dan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada berbagai literatur.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sirosis merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronik setelah terjadinya

fibrosis hati yang berlangsung progresif dan ditandai dengan adanya kerusakan

dari struktur hati dan pembentukan nodulus regeneratif. Pembentukan nodular

regeneratif ini tidak berhubungan dengan aliran darah normal. Nodul-nodul yang

terbentuk dapat berukuran kecil (mikronodular) atau berukuran besar

(makronodular). Terjadinya sirosis dapat mengganggu aliran darah intrahepatik

dan pada keadaan lanjut secara bertahap dapat menyebabkan kegagalan fungsi

hati.

2.2 Epidemiologi

Sirosis merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas di seluruh

dunia. Menurut WHO, sekitar 800.000 penduduk meninggal karena sirosis. Di

Amerika Serikat, angka mortalitasnya mencapai 32.000 penduduk pertahun, atau

10,3 per 100.000 penduduk. Terlebih lagi, penyakit hati kronis dan sirosis

merupakan penyebab nomor 6 kematian di Amerika Serikat pada individu yang

berusia 25-44 tahun dan nomor 5 pada individu usia 45-64 tahun.

Di Indonesia, data prevalensi sirosis belum ada, hanya terdapat laporan-

laporan dari beberapa pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta

ditemukan jumlah pasien sirosis hati sekitar 4,1% dari pasien yang di rawat di

Bagian Penyakit Dalam pada tahun 2004. Sedangkan di Medan ditemukan jumlah

pasien sirosis hati sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien yang dirawat di

Bagian Penyakit Dalam selama empat tahun.5 Untuk jumlah penderita sirosis hati
di RSUP Dr. M Djamil Padang ditemukan sebanyak 140 pasien dalam kurun

waktu September 2014 hingga Juni 2015.

2.3 Etiologi

Penyebab sirosis hepatis dapat dikelompokkan sebagai berikut:

Penyakit infeksi: Obat-obatan dan toksin

 Brucellosis  Alkohol

 Capillariasis  Amiodaron

 Echinococcosis  Arsen

 Schistosomiasis  Kontrasepsi oral

 Hepatitis virus (Hepatitis B,  Pyrrolizidine alkaloid dan

C, D; CMV; EBV) agen antineoplastik

Penyakit bawaan dan metabolik Penyebab lain

 Alagille’s syndrome  Obstruksi bilier kronik

 Atresia bilier  Fibrosis kistik

 Kolestasis intrahepatik  Graft-versus-host disease

familial  Jejunoileal bypass

 Fanconi’s syndrome  Nonalcoholic fatty liver

 Galaktosemia disease

 Glycogen storage disease  Primary sclerosing

 Hemochromatosis cholangitis

 Hereditaryfructose  Sarcoidosis

intolerance
 Hereditary tyrosinemia

 Wilson’s disease

Di negara barat penyebab tersering dari sirosis hati adalah akibat

alkoholik. Sedangkan di Indonesia penyebab sirosis hati terutama disebabkan oleh

infeksi virus hepatitis B maupun hepatitis C. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan di Indonesia, didapatkan bahwa virus hepatitis B menyebabkan sirosis

sebanyak 40-50%, dan virus hepatitis C sebanyak 30-40%, dan untuk sisanya 10-

20% kasus penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B

dan C. Untuk alkohol sebagai penyebab sirosis hati, di Indonesia belum

didapatkan data yang lengkap.Risiko sirosis pada pasien dengan infeksi hepatitis

C kronik dapat diperburuk oleh konsumsi alkohol yang berlebihan.

2.4 Patogenesis

Sirosis hati terjadi melaui beberapa tahap fibrogenesis yang diakibatkan

oleh respon penyembuhan setelah timbulnya penyakit hati akut atau proses

lanjutan dari penyakit hati kronik, dan sirosis hati merupakan stadium akhir dari

perjalanan fibrosis hati. Proses yang terjadi pada fibrosis hati berkaitan dengan

respon inflamasi terhadap hepatic stellate cells dan adanya akumulasi matriks

ekstraselular.

Permulaan dan perkembangan fibrosis hati sangat dipengaruhi oleh aktivasi

hepatic stellate cells yang dipicu oleh sitokin seperti TGF-bl yang mengaktivasi

enzim transglutaminase dan sintesis kolagen. Aktivasi dari hepatic stellate cells

ini akan menyebabkan peningkatan ekspresi gen matriks ekstraseluler dan otot

polos serta peningkatan proliferasi pada daerah perisinusoid yang merupakan area
nekrotik sehingga di kemudian hari menjadi area fibrosis melalui pembentukan

kolagen-kolagen.

Dalam keadaan normal, hepatic stellate cells merupakan sel penghasil

utama matriks ekstraselular setelah terjadi cidera pada hati. Matriks ekstraseluler

akan diproduksi lebih banyak pada kondisi hepatic stellate cells yang teraktivasi

dan akan mengalami penumpukan di space of Disse dan memacu kapilarisasi

pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal

aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya

dimetabolisme oleh hepatosit akan langsung masuk ke aliran darah sistemik dan

menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan

menimbulkan pembentukan jaringan fibrotik akibat dari ketidakseimbangan

antara sintesis dan penguraian matriks ekstraselular disertai dengan penurunan

fungsi hepatoselular sampai adanya manifestasi klinik dari sirosis hati dan

menimbulkan hipertensi portal.

Pada kebanyakan kasus sirosis, ditemukan tiga pola khas yang mendasari

terjadinya sirosis, yaitu :

A. Sirosis Laenec

Sirosis laenec dikenal juga dengan sirosis alkoholik yang berhubungan

dengan penggunaan alkohol yang lama. Perubahan pertama pada hati yang

disebabkan oleh alkohol adalah terjadinya akumulasi lemak di dalam sel-sel hati

(infiltrasi lemak). Terjadinya akumulasi lemak di dalam sel hati mencerminkan

adanya gangguan metabolism yang mencakup peningkatan produksi trigliserida

yang berlebihan, menurunnya sekresi trigliserida dari hati, dan menurunnya

oksidasi asam lemak. Apabila konsumsi alkohol tetap diteruskan, maka akn
terbentuk jaringan parut yang luas di hati. Penyebab utama kerusakan hati akibat

alkohol lebih banyak ditemui apabila pasien juga mengalami malnutrisi.

Secara makroskopis hati akan terlihat membesar, rapuh, tampak berlemak,

dan mengalami gangguan fungsional akibat penumpukan lemak yang banyak.

Sedangkan secara mikroskopis ditandai dengan nekrosis hepatoseluler, sel-sel

balon, dan infiltrasi PMN di hati.

B. Sirosis Pascanekrotik

Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbecak pada jaringan hati.

Hepatosit dikelilingi oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati dan

diselingi dengan parenkim hati yang normal. Kasus sirosis pascanekrotik

berjumlah sekitar 10% dari seluruh kasus sirosis. Sekitar 25-75% kasus memiliki

riwayat hepatitis virus sebelumnya dan kebanyakan pasien memiliki hasil uji

HBsAg positif. Sirosis pascanekrotik merupakan faktor predisposisi terjadinya

neoplasma hati (karsinoma hepatoseluler).

C. Sirosis Biliaris

Pola sirosis biliaris dimulai dengan adanya kerusakan sel hati di sekitar

ductus biliaris. Penyebab terseringnya adalah obstruksi biliaris pascahepatik.

Tertahannya empedu di dalam hati menyebabkan terjadinya penumpukan empedu

dan kerusakan sel-sel hati dan pada akhirnya akan terbentuk lembar-lembar

fibrosa di tepi lobules. Cirinya hati membesar, keras, bergranula halus, dan

berwarna kehijauan. Ikterus, pruritus, malabsorbsi, dan steatorea merupakan

gambaran awal dari sirosis biliaris.

2.5 Manifestasi Klinik


Gejala dini pasien sirosis hati bersifat samar dan tidak spesifik yang

meliputi : kelelahan, anoreksia, dispepsia, flatulen, perubahan kebiasaan defekasi

(konstipasi atau diare), berat badan berkurang, mual, dan muntah terutama pada

pagi hari, nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadaran kanan.

Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan

fisiologis yaitu :

a. Gagal sel hati/gagal hepatoseluler

Manifestasi klinisnya adalah : ikterus, edema perifer, kecenderungan

pendarahan, eritema Palmaris, spider navy, fetor hepatikum, dan ensefalopati

hepatik, hipoalbuminemia disertai terbaliknya ratio albumin dan globulin serum.

b. Hipertensi portal

Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan

penyakit hati kronik dan berhubungan dengan peningkatan tekanan vena portal

yang patologis. Peningkatan tekanan portal akibat peningkatan resistensi vaskular

dan aliran darah portal yang meningkat. Peningkatan resistensi vaskular karena

meningkatnya resistensi intrahepatik dan resistensi kolateral portosistemik.

Tekanan portal normal berkisar antar 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila

terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang bersifat menetap dan melebihi

15 mmHg. Manifestasi klinisnya adalah : splenomegali, varises esofagus dan

lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lain: Asites dapat dianggap sebagai

manifestasi kegagalan hepatoseluler dan hipertensi portal.


Gambar 1. Manifestasi klinis sirosis hati

2.6 Diagnosis

A. Anamnesa

Hal yang perlu dipertanyakan adalah riwayat yang berhubungan dengan

resiko sirosis hati, berupa :

a Riwayat penyakit terdahulu : metabolik sindrom, hepatitis, nonalkoholik

fatty liver disease

b Konsumsi alkohol yang berlebihan

c Tepapar oleh bahan-bahan yang bersifat hepatotoksik

d Penggunaan obat-obatan yang bersifat hepatotoksik: isoniazid,

paracetamol.

B. Pemeriksaan Fisik

Temuan klinis sirosis meliputi:

a Spider navy (atau spider telangiektasi)


Suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena kecil. Tanda ini sering

ditemukan di bahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya belum

diketahui dengan pasti, diduga terkait dengan peningkatan kadar estradiol

dan testosteron.

b Eritema Palmaris

Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Tanda ini

tidak spesifik pada sirosis, hal ini dikaitkan juga dengan perubahan

metabolisme hormon estrogen. Eritema palmaris ditemukan pula pada

kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematolog.

c Perubahan pada kuku-kuku terdapat Muchrche berupa pita putih horisontal

dipisahkan dengan warna normal kuku d. Jari gada, lebih sering ditemukan

pada sirosis bilier

d Kontaktur Dupuytren Akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan

kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak

spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada

pasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik, dan perokok yang juga

mengkonsumsi alkohol.

e Ginekomastia

Secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae

pada laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain

itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki,

sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah feminisme. Kebalikannya

pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase

menopause.
f Atrofi testis hipogonadisme

Menyebabkan impotensi dan infertil. Menonjol pada alkoholik sirosis dan

hemakromatosis.

g Perubahan ukuran hati

Ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal, atau mengecil. Bilamana

hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

h. Splenomegali

Sering ditemukan pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik.

Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.

i. Asites

Penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan

hipoalbumimenia.

j. Fetor hepatikum

Bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan

konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

k. Ikterus

Pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi

bilirubin Dalam darah lebih dari 2-3 mg/dl. Akibat hiperbilirubinemia

Warna urin terlihat gelap seperti air teh.5

C. Pemeriksaan Laboratorium

a. Urine

Dalam urin terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita

ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi Na dalam urin
akan berkurang (<4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah terjadi

syndrome hepatorenal

b. Tinja

Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita dengan ikterus,

eksresi pigmen empedu rendah. Sterkobiliniogen yang tidak terserap oleh

darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen

yang menyebabkan tinja berwana cokelat atau kehitaman

c. Darah

Biasanya dijumpai normostik normokromik anemia yang ringan, kadang-

kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik

dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah

mengalami pendarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik

anemi. Juga dijumpai likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni

d. Tes Faal Hati

Tes fungsi hati pada sirosis hati berupa :

 Aspartat aminotransferase (AST)/ serum glutamil oksalo asetat (SGOT)

meningkat

 Alanin aminotransferase (ALT)/ serum glutamil piruvat transaminase

(SPGT) meningkat

 AST lebih meningkat daripada ALT

 Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) meningkat pada penyakit hati

alkoholik kronik

 Promtombine time (PT) memanjang


Penderita sirosis hati banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi

penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis

globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada pemeriksaan lab pasien

sirosis menunjukkan trombositopeni disertai dengan kegagalan biosintesis hati

yang ditandai dengan rendahnya konsentrasi albumin dan cholinesterase serta

meningkatnya INR (International Normalized Ratio). Konsentrasi

transaminase umumnya berada pada rentang normal atau sedikit meningkat.

D. Pemeriksaan Pencitraan

Untuk mendeteksi sirosis hati penggunaan ultrasonografi kurang begitu

sensitif namun cukup spesifik bila penyebabnya jelas. Gambarannya

memperlihatkan ekodensitas hati meningkat dengan ekostruktur kasar homogen

atau heterogen pada sisi superficial, sedangkan pada sisi profunda ekodensitas

menurun. Dapat dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan

vena hepatika gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan splenomegali, asites

tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ intra abdominal dengan

dinding abdomen.

Pemeriksaan MRI dan CT kovensional bisa digunakan untuk menentukan

derajat beratnya sirosis hati, misal dengan menilai ukuran lien, asites, dan

kolateral vaskular. Ketiga alat ini juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinoma

hepatoselular.

Endoskopi dapat dilakukan untuk memeriksa adanya varises di esofagus dan

gaster pada penderita sirosis hati. Selain digunakan untuk diagnosis juga dapat

digunakan untuk pencegahan dan terapi perdarahan varises.

2.7 Tatalaksana
Penatalaksaan sirosis hati dapat dibagi berdasarkan stadiumnya :

1. Sirosis kompensata

Dua tujuan utama dalam pengobatan pada pasien ini adalah mengobati

penyakit pencetus sirosis (contoh: hepatitis B atau C, alkohol, steatohepatitis

non alkoholik) dan mencegah/diagnosa dini komplikasi dari sirosis.

2. Sirosis Dekompensata

Pada stadium dekompensata, tujuan dari pengobatan adalah mengobati

atau meminimaliasasi dari komplikasi penyakit sirosis, berupa :

a. Asites

Pasien sirosis dengan asites dianjurkan untuk tirah baring dan pembatasan

asupan garam harus juga dilakukan karena diet rendah natrium merupakan

tonggak utama terapi. Diet rendah natrium sekitar 800 mg (2 gram NaCl)

mampu untuk menginduksi keseimbangan natrium negatif dan

memungkinkan terjadinya diuresis. Diet rendah garam biasanya

dikombinasikan dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberiam

spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari,obat ini karena

kerjanya yang perlahan dan sifatnya yang mempertahankan kalium darah

dalam batas normal(potassium-sparing effect).

Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari,

tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki.

Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan

furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites

sangat besar, pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi

dengan pemberian albumin.


b. Ensefalopati hepatik

Pada pasien ensefalopati hepatik dianjurkan untuk memakan makanan

yang mengandung kadar protein yang rendah, agar pembentukan amonia

dalam darah berkurang. Pemberian Laktulosa (suatu disakarida yang tidak

diserap yang berperan sebagai laksatif osmotik, sirup laktulosa dapat

diberikan dengan dosis 30-50 ml setiap jam sampai tinjanya pasien lunak

kemudian dosis disesuaikan (biasanya 15-30 ml tiga kali sehari). Neomisin

juga bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia

dengan dosis 0,5- 1 gr setiap enam jam.

c. Perdarahan varises esofagus

Merupakan kegawatdaruratan sehingga perlu dilakukan perkiraan dan

pergantian atas darah yang keluar untuk mempertahankan volume

intravaskular. Bila kondisi hemodinamik pasien telah stabil maka perlu

dilakukan kajian diagnostik yang lebih spesifik (endoskopi) dan modalitas

terapeutik lainnya untuk mencegah perdarahan berulang.

Penatalaksanaan medikamentosa pada perdarahan varises akut adalah

dengan pemberian vasokonstriktor (vasopresin dan somatostatin), setelah

itu beta-blocker juga dapat diberikan ketika pasien sudah stabil, kemudian

pasien dipersiapkan untuk dilakukan band ligation atau sclerotherapy atau

ballon tamponade. Apabila perdarahan juga masih berulang maka perlu

dipikirkan untuk tindakan Transjugular intrahepatic portosystemic stent

shunting (TIPSS), tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan dalam

sistem vena portal sehingga diharapkan perdarahan berulang tidak terjadi

lagi.
d. Peritonitis bakterial spontan

Pada pasien sirosis yang mengalami komplikasi PBS pasien harus

diberikan terapi empirisn antibiotika seperti sefotaksim intravena,

amosilin, atau aminoglikosida. Terapi antibiotik spesifik dapat diberikan

apabila mikroorganismenya telah teridentifikasi, terapi biasanya diberikan

selama 10 sampai 14 hari.

e. Sindrom hepatorenal

Terapi biasanya kurang memberikan hasil yang memuaskan. Walaupun

sebagian pasien yang mengalami hipotensi dan penurunan volume plasma

berespon terhadapinfus albumin rendah garam , penambhan volume harus

dilakukan secara hati-hati untuk mencegah tmbulnya perdarahan varises.

Terapi vasodilator termasuk pemberian infus dopamin tidak efektif.

2.8 Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan sirosis hepatis seperti:

hipertensi portal dengan sekuelenya (varises gastroesofagus dan splenomegali),

asites, ensefalopati hepatik, peritonitis bakterial spontan, sindrom hepatorenal, dan

karsinoma hepatoselular.

a. Hipertensi portal

Tekanan vena porta nomal berkisar 5-10 mmHg (rendah), hal ini

dikarenakan resistensi vascular pada sinusoid hepatic minimal.

Hipertensi portal (>10mmHg) paling sering disebabkan oleh

peningkatan resistensi aliran darah portal. Manifestasi klinis mayor

akibat hipertensi portal termasuk perdarahan akibat pecah varises

esophagus, splenomegali dengan hipersplenisme, asites, dan


ensefalopati akut atau kronik. Ketiadaan katup pada system vena portal

menyebabkan aliran darah retrograde, yang diantaranya menyebabkan

aliran darah kolateral pada vena disekitar persambungan

kardioesofageal, rectum (hemoroid), ruang retroperitoneal, ligamentum

falsiforme dari hepat (kolateral periumbilikal atau dinding abdomen).

Kolateral pada dinding abdomen terlihat sebagai pembulih darah

epogastrik yang menyebar dari umbilicus ke arah xipoid dan batas iga

(caput medusae).

b. Perdarahan varises

Perdarahan varises paling sering terjadi pada persambungan

gastroesofageal, yang penyebab pastinya tidak sepenuhnya dimengerti,

namun diperkirakan akibat hipertensi portal (>12mmHg) dan ukuran

dari varises.

c. Splenomegali

Splenomegali kongestif sering terjadi pada pasien dengan hipertensi

portal yang berat.Splenomegali yang berat ini menyebabkan

trombositopeni atau pansitopeni.

d. Asites

Asites merupakan akumulasi dari kelebihan cairan dalam kavum

peritoneal.
Gambar 2.2 Faktor multiple yang mempengaruhi perkembangan asites

e. Peritonitis bacterial spontaneous

SBP merupakan komplikasi yang sering dijumpai pada sirosis hati,

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder.

f. Sindrom Hepatorenal

Sindrom hepatorenal merupakan komplikasi serius pada pasien dengan

sirosis dan asites yang ditandai oleh perbukuran azotemia dengan

hiponatremia, hipotensi dan oliguria tanpa adanya penyebab disfungsi

renal yang spesifik.

g. Ensefalopati Hepatik

Ensefalopati hepatik merupakan sindrom neuropsikiatri yang kompleks

yang ditandai oleh gangguan pada kesadaran dan perilaku, perubahan


personality, tanda-tanda neurologis yang berfluktuasi, asterixis atau

flapping tremor, dan perubahan pada elektroensefalografi.

Gambar 2.3 Stadium klinis ensefalopati hepatik13

2.9 Prognosis

Prognosis sirosis hati sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh beberapa

faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit

penyerta lainnya pada pasien. Klasifikasi Child-Pugh (tabel 2.1), juga untuk

menilai prognosis pasien sirosis hati yang akan menjalani operasi, variabelnya

meliputi kadar albumin, kadar bilirubin, ada tidaknya asites dan ensefalopati serta

status nutrisi. Klasifikasi Child-pugh juga berkaitan dengan kelangsungan hidup.

Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien Child A (5-6), B(7-9),

C(10-15) berturut-turut adalah 100%, 80% dan 45%.

1 2 3

Bilirubin (mg%) <2 2-3 >3

Albumin (g%) >3,5 2,8-3,5 <2,8

INR <1,7 1,7-2,2 >2,2

Asites - Minimal-sedang Banyak


Ensefalopati - Std 1-2 Std 3-4

hepatic

Table 2.1 Skor Child Pugh


BAB 3

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. I

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 45 tahun

Suku bangsa : Minang

Alamat : Pasir Baru, Pariaman

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Pemeriksaaan : 18 Maret 2019

Alloanamnesis

Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun dirawat di bangsal Penyakit

Dalam RSUD Pariaman pada tanggal 15 Maret 2019 dengan :

Keluhan Utama

Muntah darah sejak 1 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang

 Muntah darah sejak 1 hari SMRS, berwarna merah kehitaman, frekuensi 1

kali, jumlah ±1 gelas limun (±250 cc).

 BAB berwarna hitam seperti aspal sejak 16 hari yang lalu. Konsistensi

lembek, frekuensi 2x dalam 1 hari terakhir, jumlah ±1/4 gelas.

 Pasien mengluhkan nyeri ulu hati sejak 16 hari yang lalu disertai mual.

 Penurunan nafsu makan sejak 16 hari yang lalu dan pasien mengeluhkan

badan sering terasa lemas. Pasien menyangkal adanya penurunan berat

badan yang signifikan.


 Batuk ada sejak 7 hari yang lalu, berdahak, warna kuning.

 Sesak napas ada sejak 5 hari yang lalu, sesak tidak menciut, tidak

dipengaruhi oleh cuaca, makanan dan obat-obatan.

 Demam tidak ada.

 BAK tidak ada kelainan, lancar, tidak nyeri, berwarna kuning jernih

 Awalnya 12 hari yang lalu, pasien dirawat di RSUD Pariaman dengan

keluhan BAB kehitaman, didiagnosis dengan perdarahan saluran cerna

bagian atas dan sirosis hepatis. Pasien baru dipulangkan dari RS 4 hari

yang lalu dan direncanakan untuk pemeriksaan endoskopi pada tanggal 18

Maret 2019. Selama rawatan pasien sudah mendapatkan obat Liverprime,

Sucralfat, Curcuma, Lactolosaf, Lansoprazole, Alprazolam, Ciprofloxacin,

dan Antasida.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat maag disangkal

 Riwayat hipertensi disangkal

 Riwayat DM disangkal

 Riwayat sakit kuning disangkal

 Pasien sudah dikenal menderita sirosis hepatis sejak 1 tahun yang lalu

Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit serupa.

 Tidak ada keluarga dengan riwayat diabetes melitus, hipertensi, stroke,

penyakit jantung, dan sakit kuning.

Riwayat Pribadi, Sosial-Ekonomi, Kejiwaan:

 Pasien bekerja sebagai seorang wiraswasta.


 Pasien merokok sejak 20 tahun yang lalu, ±20 batang per hari.

 Pasien tidak pernah mengkonsumsi alkohol.

 Pasien tidak pernah mengkonsumsi jamu ataupun obat-obatan anti nyeri.

 Pasien alergi Kalnex dan Vit K.

PEMERIKSAAN FISIK

I. Pemeriksaan Fisik Umum

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : CMC

Nadi/ irama : 84 x/menit, reguler

Pernafasan : 22 x/menit

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Suhu : 36,7 oC

Keadaan Gizi : sedang

Sianosis : tidak ada

Ikterus : tidak ada

Edema : tidak ada

Anemis : ada

II. Pemeriksaan Fisik Khusus

Kulit : teraba hangat, turgor kulit normal, spider naevi (-)

Kepala : normocephal, simetris

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-),

Telinga : bentuk dan ukuran dalam batas normal


Hidung : bentuk dan ukuran dalam batas normal, sekret tidak ada

Tenggorok : uvula di tengah, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tidak

hiperemis

Gigi dan mulut : mukosa basah, lidah tidak kotor, karies dentis (-)

Leher : JVP 5-2 cm H2O, tidak ada pembesaran KGB submandibula,

sepanjang m.sternokleidomastoideus, supra dan infra klavikula

Toraks :

Paru

Inspeksi : normochest, simetris kiri = kanan secara statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor kedua lapang paru

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi +/+, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung kiri 1 jari medial LMCS RIC V

batas jantung kanan LSD

batas jantung atas RIC II

Auskultasi : S1-S2 irama regular, murmur tidak ada, bising tidak ada

Abdomen

Inspeksi : distensi (-), venektasi (-), asites (-), spider naevi (-)

Palpasi : supel, hepar tidak teraba, lien tidak teraba, nyeri tekan

epigastrium (+)

Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal

Punggung

Inspeksi : tidak ada deformitas

Palpasi : nyeri tekan (-)

Perkusi : nyeri ketok CVA (-)

Genitalia : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

Ekstremitas : Palmar eitem : -/-

Pitting edema : -/-

Refleks fisiologis : ++/++

Refleks patologis : -/-

Pulsasi arteri radialis, femoralis, poplitea, tibialis posterior,

dorsalis pedis normal

Sensibilitas nyeri dan raba normal

III. Status Lokalis

 Rectal Toucher

Anus : tenang

Sfingter : menjepit kuat

Mukosa : licin

Ampula : lapang

Handschoen : feses (+) kehitaman, lembek, lendir (-)


PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pemeriksaan Darah 5 Maret 2019

Hb : 4,3 gr/dl Netrofil : 1,03 x 103

Leukosit : 1.780 /mm3 Limfosit : 0,41 x 103

Hematokrit : 13,7 % Monosit : 0,19 x 103

Trombosit : 50.000 /mm3 MCV : 82,0 fL

Hitung Jenis : MCH : 25,7 pg

Basofil : 0,01 x 103 MCHC : 31,4 g/dl

Eosinofil : 0,14 x 103

 Pemeriksaan Darah 15 Maret 2019

Hb : 5,0 gr/dl Hematokrit : 15 %

Leukosit : 7.580 /mm3 Trombosit : 117.000 /mm3

Ureum : 49 mg/dl Natrium : 129 mmol/L

Kreatinin : 1,1 mg/dl Kalium : 4,4 mmol/L

GDS : 129 mg/dl Klorida : 98 mmol/L

Kesan : anemia berat normositik hipokrom, trombositopenia, hiponatremia

 Pemeriksaan Urinalisa 4 Maret 2019

pH : 5,0 Leukosit : 0-1 /LPB

Berat Jenis : 1.015 Eritrosit : 0-1 /LPB

Protein : Negatif Silinder : negatif

Urobilin : normal Kristal : uric acid (+)

Bilirubin : negatif Epitel : gepeng (+)

Kesan : epitel gepeng positif


PEMERIKSAAN RADIOLOGI

 USG Abdomen
Kesan

Sesuai gambaran varises esofageal dan minimal asites perihepatica

Gambaran kolesistitis, tidak tampak jelas gambaran sirosis

Hipertrofi prostat suspek benign

Tidak tampak kelainan pada organ abdomen lainnya

DIAGNOSIS KERJA

Hematemesis Melena ec Ruptur Varises Esofagus ec Sirosis Hepatis

stadium dekompensata + electrolyte imbalance + anemia berat normositik

hipokrom

DIAGNOSIS BANDING

Hematemeseis Melena ec Ulkus Peptikum

Hematemeseis Melena ec Gastritis Erosif

Hematemeseis Melena ec Ca Gaster

Rencana Pemeriksaan Tambahan

 Endoskopi

 Laboratorium (faal hepar, protein, feses rutin, HbsAg)

 Rontgen thoraks

PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad sanam : dubia ad malam

Quo ad fungsionam : dubia ad bonam


TERAPI

Terapi Non Farmakologis :

- Tirah baring

- Puasa 8 jam

- Pemasangan NGT

Terapi Farmakologis :

IVFD RL 20 tpm

Inj. Cefotaxime 2 x 1 gram (skin test)

Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul

Sucralfat syrup 3 x 1 cth

Curcuma 3 x 1 tab

Transfusi PRC 4 unit

FOLLOW UP

Selasa, 19 Maret 2019

S : - BAB kehitaman (+) lembek

- Mual (-) Muntah (-)

- Nyeri ulu hati (+)

- Demam (-), batuk (-), sesak napas (-)

O : Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit

Nafas : 18 kali/ menit

Suhu : 36,8oC
A : Hematemesis melena ec pecah varises esophagus ec sirosis hepatis stadium

dekompensata

P : - IVFD RL 8 jam/kolf

- Injeksi

- Ranitidine 2 x 1 amp IV

- Transamin 3 x 1 amp IV

- Vit K 3 x 1 amp IV

- Tranfusi PRC 1 unit/ hari sampai Hb ≥ 10 g/dL

Rabu, 20 Maret 2019

S : - BAB kehitaman (+) lembek

- Mual (-) Muntah (-)

- Nyeri ulu hati (+)

- Demam (-), batuk (-), sesak napas (-)

O : Kesadaran : Compos Mentis Cooperatif

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit

Nafas : 18 kali/ menit

Suhu : 36,8oC

A : Hematemesis melena ec pecah varises esophagus ec sirosis hepatis stadium

dekompensata

P : - IVFD RL 8 jam/kolf

- Injeksi

- Ranitidine 2 x 1 amp IV

- Transamin 3 x 1 amp IV
- Vit K 3 x 1 amp IV

- Tranfusi PRC 1 unit/ hari sampai Hb ≥ 10 g/dL


BAB IV

DISKUSI
DAFTAR PUSTAKA

1. Tsao GG, Lim J, 2009. Management and treatment of patients with

cirrhosis and portal hypertension: recommendations from the department

of veterans affairs hepatitis C resource center program and the national

hepatitis C program. American Journal of Gastroenterology; 104: 1802-

92.

2. Kamath PS dan Shah VH. Gastrointestinal and Liver Disease 10th ed.

Elsevier. 2016

3. Lindseth, G.N. 2013. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas.

Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6,

Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 472-515.

4. Sofwanhadi, Rio. 2012. Anatomi Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Hati. Jakarta: CV Sagung Seto, hal 1-4.

5. Nurdjanah, S. 2009. Sirosis hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, Vol I Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing, 668-73.

6. Al-Hijjah F. 2015. Gambaran jumlah trombosit pada pasien sirosis hati

dengan perdarahan di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Skripsi. Fakultas

Kedokteran, Universitas Andalas, Padang.

7. Amirudin, Rifai. 2012. Fibrosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Hati. Jakarta: CV Sagung Seto, 341-45.

8. Mukherjee, Sandeep. Alcoholic Hepatitis. Available from

:http://emedicine.medscape.com/article/170539-overview. 2011

[Accesed : 16 Juli 2018]


9. Pinzani, M, Roselli, M, Zuckermann, M. 2011. Liver Cirrhosis. Best

Practise & Research Clinical Gastroenterology, 25: 281-90.

10. Nurdjanah, S. 2014. Sirosis Hati. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam, edisi 6, jilid 2. Siti Setiati (Eds.). Jakarta: Internal publishing, hal

1978-1983.

11. Podolsky DK & Kurt JI Penyakit Hati Yang Berkaitan Dengan Alkohol

dan Sirosis. Dalam Harrisons Prinsi-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012

12. Hadi S. Gastroenterologi. Bandung. PT. Alumni. 2002

13. Kasper DL et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th ed. New

Yowk. McGraw-Hill. 2005

Anda mungkin juga menyukai