Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dewasa ini terjadi perubahan dalam dunia kerja. Globalisasi mempengaruhi
struktur tempat kerja, cara pekerjaan dilakukan, keselamatan serta kesehatan kerja. 1 Pekerjaan
apapun akan berisiko untuk terjadinya kecelakaan atau gangguan kesehatan baik itu berupa
penyakit yang ditimbulkan oleh pekerjaan tersebut atau yang berhubungan dengan
lingkungan kerja. Oleh karena itu, penyakit akibat kerja merupakan penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan, alat kerja, bahan, proses, maupun lingkungan kerja.2
Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) jumlah pekerja secara
global tahun 2020 berkisar 3,3 miliar. 3 World Health Organization (WHO) tahun 2019
menyatakan terdapat estimasi kecelakaan kerja, yaitu 120 juta dengan angka kematian
200.000 diperkirakan terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia, dan sekitar 68-157 juta kasus
baru penyakit akibat kerja, dapat disebabkan oleh berbagai pajanan di tempat kerja.4
Dibandingkan dengan data dari ILO tahun 2020 terdapat 340 juta kecelakaan kerja dan 160
juta orang yang mengalami penyakit terkait pekerjaan setiap tahun di dunia, untuk angka
kematian karena kecelakaan atau penyakit terkait pekerjaan setiap tahun yaitu 2,3 juta
perempuan dan laki-laki diseluruh dunia.5 Faktor risiko yang mendukung kematian akibat
kerja seperti : bahan kimia yang bersifat karsinogenik, partikulat yang ada di udara, risiko
ergonomik, penyakit infeksi HIV/AIDS dan TBC yang ada di tempat kerja.6
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 menyatakan jumlah penduduk usia kerja di
Indonesia 193,55 juta orang, tahun 2020 bulan februari berjumlah 199,38 juta orang dan
agustus sebanyak 203, 97 juta orang. Status pekerjaan utama penduduk yang bekerja pada
Agustus 2020 sebagian besar (36,37%) yaitu buruh/karyawan/ pegawai. Dari segi jenis
pekerjaan mayoritas penduduk bekerja sebagai Tenaga Produksi, Operator Alat-Alat
Angkutan dan Pekerja Kasar yaitu 29,40%, pekerja tersebut mayoritas memiliki persentase
jam bekerja yang berlebih, terutama pekerja di perkotaan yaitu 27,88%. 7
Kasus kecelakaan akibat kerja rentang tahun 2011-2014 paling tinggi terjadi pada
tahun 2013 yaitu 35.917 kasus. Tahun 2019 terdapat 130.923 kasus dan tahun 2020 yaitu
177.000 kasus. Untuk jumlah kasus penyakit akibat kerja tahun 2011-2014 terjadi penurunan
pada tahun 2014 (2011=57.929; tahun 2012= 60.322; tahun 2013=97.144;tahun 2014=40.694
) sementara tahun 2017 terdapat 107 kasus. Tahun 2020 terdapat 53 kasus penyakit akibat
kerja.8,9 Dari data tersebut dapat disimpulkan gambaran penyakit akibat kerja di Indonesia
seperti adanya fenomena “puncak gunung es” dimana masih rendahnya data penyakit akibat
kerja yang disebabkan oleh belum optimalnya tenaga kesehatan dalam mendiagnosis atau
mengidentifikasi lebih awal terkait penyakit akibat kerja.6
Sejak sistem jaminan sosial nasional tahun 2015 terdapat ketidakseimbangan
pemanfaatan jaminan pelayanan kesehatan antar berbagai badan penyelenggara, dimana
penyakit akibat kerja yang seharusnya ditanggung penjamin bidang ketenagakerjaan (BPJS
Ketenagakerjaan, PT.TASPEN,PT.ASABRI) maka menjadi tanggungan BPJS lain karena
tidak teridentifikasi oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Pembatasan keparahan dan
pencegahan kecacatan karena penyakit akibat kerja dapat dilakukan dengan pendeteksian
dini.6
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Kesehatan Kerja No.36 Tahun 2009
pada BAB XII Pasal 164 ayat (1) menjelaskan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk
melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Pengelola tempat kerja wajib menaati standar
kesehatan kerja yang ditetapkan pemerintah, menjamin lingkungan kerja yang sehat, serta
bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan kerja. Selanjutnya pada Pasal 165 dijelaskan
bahwa pengelola tempat kerja wajib melakukan segala upaya kesehatan melalui upaya
pencegahan, pengobatan, dan pemulihan bagi tenaga kerja, namun seiring dengan itu pekerja
juga dalam hal ini bertanggung jawab menjaga kesehatan tempat kerja serta menaati
peraturan yang berlaku di tempat kerja.7,8
Sesuai dengan pernyataan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Puskesmas dijelaskan bahwa puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di wilayah kerja. Demi tercapainya visi pembangunan kesehatan
tersebut, dilakukan upaya kesehatan termasuk di dalamnya Upaya Kesehatan Kerja (UKK)
mengingat tingginya resiko kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerja dan adanya amanat
dalam Undang-undang untuk menerapkan kesehatan kerja di tempat kerja.9
Dalam hal penerapan upaya kesehatan kerja di puskesmas yaitu penting untuk
dibentuk Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK) yang merupakan Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang memberikan pelayanan kesehatan dasar (primary
health care) bagi masyarakat pekerja, terutama pekerja informal.10,11
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui penerapan
upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di Puskesmas Pagambiran.
1.2 Batasan Masalah
Bagaimana upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di Puskesmas
Pagambiran ?
1.3 Tujuan Penulisan
Mengetahui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di Puskesmas
Pagambiran.
1.4 Metode Penulisan
Metode penulisan Case Report Session ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk kepada
berbagai literatur, laporan tahunan, dan diskusi dengan pemegang program upaya kesehatan
kerja di Puskesmas Pagambiran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak direncanakan, termasuk
tindak kekerasan, yang timbul dari atau sehubungan dengan pekerjaan yang mengakibatkan
satu atau lebih pekerja mengalami cedera, penyakit atau kematian.12
Kasus kecelakaan kerja dinyatakan apabila terdapat unsur ruda paksa yaitu cedera pada
tubuh manusia akibat kejadian (seperti terjatuh, terpukul, tertabrak, dan lain lain) dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Kecelakaan terjadi dalam perjalanan berangkat dari halaman rumah dan jalan umum
menuju tempat kerja. Sehingga untuk pembuktiannya harus dilengkapi dengan surat
keterangan dari pihak kepolisian atau 2 (dua) orang saksi yang mengetahui kejadian.
b. Kecelakaan terjadi di tempat kerja.
c. Adanya perintah kerja dari atasan/pemberi kerja/pengusaha untuk melakukan
pekerjaan.
d. Melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan kepentingan perusahaan; dan/atau
e. Melakukan hal-hal lain yang sangat penting dan mendesak dalam jam kerja atas izin
atau sepengetahuan perusahaan.13
2.1.2 Penyakit Akibat Kerja
Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang muncul disebabkan oleh adanya paparan faktor
risiko dari aktifitas kerja dalam kurun waktu tertentu.14
2.1.3 Penyakit Terkait Kerja
Penyakit yang memiliki banyak penyebab, dimana faktor lingkungan kerja dapat berperan
bersamaan dengan faktor risiko lainnya dalam perkembangan penyakit tersebut.14
2.2.1 Penyebab Kecelakaan Kerja
Penyebab kecelakaan kerja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: jenis
kelamin, usia, pengalaman kerja, kualifikasi, motivasi, jenis pekerjaan dan cara kerja,
organisasi, kondisi kerja, faktor sosial ekonomi dan lain-lain. 15
Ada banyak teori terkait penyebab kecelakaan kerja, salah satunya teori domino yang
mengatakan suatu kecelakaan bukanlah suatu peristiwa tunggal, melainkan merupakan hasil
dari serangkaian penyebab yang saling berkaitan diantaranya ada pengaruh manusia dan
tindakan yang tidak aman dalam bekerja. Menurut peneltian yang ada di Kotamadya Cazin,
Bosnia tahun 2016 bahwa penyebab kecelakaan kerja dipengaruhi oleh kecerobohan,
penanganan alat dan mesin yang tidak tepat, penggunaan alat pelindung diri yang tidak
lengkap, konsentrasi yang buruk dalam bekerja dan kelelahan pekerja, pelatihan yang tidak
memadai, motivasi kerja yang rendah, kurangnya atau pengawasan yang buruk di perusahaan,
serta tidak adanya pengawasan terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja. 15 Hal ini serupa
dengan penelitian yang ada di Jeddah tahun 2019 dimana didapatkan faktor utama dari
penyebab kecelakaan kerja yaitu kurangnya pengalaman kerja dan masih rendahnya
pengawasan terhadap keselamatan serta kesehatan kerja.16

Gambar 2.1 Teori Domino Heinrich

Jika satu domino jatuh maka domino tersebut akan menimpa domino-domino lainnya
hingga pada akhirnya akan terjadi kecelakaan pada saat domino yang terakhir jatuh. Jika
salah satu faktor penyebab kecelakaan dalam domino tersebut dapat dihilangkan maka tidak
akan terjadi kecelakaan. Domino yang pertama adalah sistem kerja. Sistem kerja yang
dikelola dengan baik seperti pengendalian manajemen dan standar kerja yang sesuai akan
membuat domino tersebut terkendali dan tidak akan menimpa yang lainnya seperti kesalahan
orang dan seterusnya. Oleh karena domino-domino tersebut tetap terjaga maka kecelakaan
yang mengakibatkan cedera tidak akan terjadi.17

Menurut Ridley tahun 2008, contoh penyebab kecelakaan untuk masing masing faktor
tersebut adalah :
1. Situasi kerja
a) Pengendalian manajemen yang kurang.
b) Standar kerja yang minim.
c) Perlengkapan yang tidak aman.
d) Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran, tekanan udara,
ventilasi, penerangan dan kebisingan yang tidak aman.
e) Peralatan/bahan baku yang tidak aman.
2. Kesalahan orang
a) Keterampilan dan pengetahuan minim.
b) Masalah fisik atau mental.
c) Motivasi yang minim atau salah penempatan.
d) Perhatian yang kurang.
3. Tindakan yang tidak aman
a) Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui.
b) Mengambil jalan pintas.
c) Tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja selama bekerja.
d) Bekerja dengan kecepatan berbahaya.17
2.2.2 Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Tabel 2.1 Jenis kecelakaan kerja.18

No Jenis kecelakaan Kerja


1 Kontak dengan mesin yang bergerak
2. Benturan atau terjebak oleh sesuatu yang roboh
3 Ditabrak kendaraan
4 Terluka saat memegang, mengangkat, membawa benda
5. Tergelincir atau tersandung
6 Jatuh dari ketinggian
7 Tenggelam
8 Paparan atau kontak zat berbahaya
9 Paparan api atau bahan yang mudah meledak
10 Kontak dengan listrik
11 Terluka oleh binatang
12 Tindakan kekerasan
13 Jenis kecelakaan kerja lainnya

2.2.3 Pencegahan Kecelakaan Kerja


Hal yang perlu diperhatikan sebagai bentuk pencegahan agar tidak terjadi kecelakaan kerja
yaitu:
1) Pelatihan dalam menggunakan berbagai peralatan kerja
2) Menggunakan peralatan pelindung diri
3) Dalam bekerja harus selalu memperhatikan apa yang dikerjakan
4) Bersikap tenang dan tidak terburu-buru dalam melakukan pekerjaan
5) Gunakan pakaian sesuai dengan jenis pekerjaan.19
2.3.1 Penyebab Penyakit Akibat Kerja
5 Faktor yang dapat menyebabkan penyakit akibat kerja diantaranya yaitu:
1. Faktor fisika seperti : Bising, suhu yang ekstrem, pencahayaan, vibrasi, radiasi pengion
dan non pengion, serta tekanan udara.

2. Faktor kimia seperti : Bahan kimia yang mengandung debu, uap, uap logam, gas, larutan,
kabut, partikel nano, dan lain-lain.

3. Faktor biologi seperti: Bahan yang didalamnya terkandung bakteri, virus, jamur,
bioaerosol, dan lain-lain.

4. Faktor ergonomi seperti : Angkat berat, posisi kerja yang statis, gerak repetitif,
penerangan, dan lain-lain.

5. Faktor psikososial seperti :Beban kerja, organisasi kerja, kerja monoton, hubungan
interpersonal, kerja shift, lokasi kerja, dan lain-lain. 20
2.3.2 Jenis Penyakit Akibat Kerja

Berikut Tabel 2.2 Jenis Penyakit Akibat Kerja.6


2.3.3 Penegakan Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

Penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dilakukan dengan menggunakan pendekatan


prinsip 7 langkah Langkah Diagnosis penyakit Akibat Kerja agar dapat memastikan
penyebab penyakit berasal dari pekerjaan baik dari proses, bahan, alat dan perilaku maupun
lingkungan kerja.

Adapun Prinsip 7 Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja adalah sebagai berikut :
1. Penentuan diagnosis Klinis
Langkah ini dilakukan oleh dokter dan/atau dokter spesialis klinis terkait penyakitnya.
Diagnosis klinis harus ditegakkan terlebih dahulu dengan melakukan:
a. anamnesa;
b. pemeriksaan fisik;
c. bila diperlukan dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan khusus. Setelah
diagnosis klinis tegak kemudian dilakukan langkah selanjutnya.6

2. Penentuan Pajanan yang dialami Pekerja di Tempat Kerja


Diagnosis klinis dapat disebabkan oleh satu atau beberapa pajanan yang dialami oleh seorang
pekerja, sehingga perlu dicari semua pajanannya.
 Penentuan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja dilakukan dengan anamnesa
yang lengkap mengenai pekerjaan pasien, mencakup:
a) Deskripsi semua pekerjaan secara kronologis dan pajanan yang dialami (pekerjaan
terdahulu sampai saat ini).
b) Periode waktu melakukan masing-masing pekerjaan.
c) Produk yang dihasilkan.
d) Bahan yang digunakan.
e) Cara bekerja.
f) Proses kerja.
g) Riwayat kecelakaan kerja.
h) Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan atau upaya perlindungan lain yang telah
dilakukan.
 Anamnesa tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif, seperti informasi
bahan dan alat yang digunakan saat bekerja, catatan perusahaan mengenai informasi
pajanan atau kunjungan ke tempat kerja.6

3. Penentuan hubungan antara pajanan dengan diagnosis klinis


Langkah selanjutnya menentukan apakah ada hubungan antara diagnosis klinis dan pajanan
yang dialami pasien.
 Identifikasi hubungan penyakit yang dialami (diagnosis klinis) dengan pajanan yang
ada didasarkan pada evidence based, yang mana dapat mengacu pada List ILO
Occupational Dieases dan ICD Occupational Health (OH) atau data evidence based
lainnya.
 Hubungan pajanan dengan diagnosis klinis dipengaruhi oleh waktu timbulnya gejala
setelah terpajan oleh bahan tertentu.
 Umumnya penyakit lebih sering timbul apabila berada di tempat kerja dan berkurang
saat libur atau cuti.
 Umumnya terdapat pekerja dengan pajanan yang sama menderita penyakit yang
serupa.
 Hasil pemeriksaan kesehatan pra-kerja, berkala dan purna kerja dapat digunakan
sebagai salah satu data untuk menentukan penyakit berhubungan dengan
pekerjaannya.
4. Penentuan besarnya pajanan
Langkah selanjutnya menentukan besarnya pajanan, apakah cukup untuk menimbulkan
penyakit tersebut.
 Penentuan besarnya pajanan dilakukan melalui anamnesis tentang pekerjaan yang
lengkap, mencakup:
o Jumlah jam terpajan per hari.
o Masa kerja.
o Pemakaian APD.
o Besarnya pajanan secara kualitatif dan/atau kuantitatif.
o Ada kecukupan besar pajanan yang menyebabkan adanya diagnosa klinis
(kecukupan dosis).
 Anamnesa tersebut dapat ditunjang dengan data yang objektif, seperti catatan
perusahaan mengenai informasi tersebut di atas dan hasil biomonitoring.
 Penentuan besarnya pajanan juga dapat dilakukan dengan melihat referensi
karakteristik besar pajanan pada industri atau pekerjaan tertentu, dosis minimal dan
masa kerja minimal.
 Apabila penyakit yang dialami pekerja disebabkan oleh beberapa pajanan sekaligus,
maka besarnya pajanan tidak bisa dibandingkan dengan Nilai Ambang Batas (NAB)
saja, tetapi perlu juga melihat efek saling menguatkan beberapa pajanan dalam
menimbulkan penyakit.6
5. Penentuan Faktor Individu yang Berperan
Langkah selanjutnya menentukan adanya faktor individu yang dapat menjadi perancu.
 Faktor individu yang berperan terhadap timbulnya penyakit antara lain: jenis kelamin,
usia, kebiasaan, riwayat penyakit keluarga (genetik), riwayat atopi, penyakit penyerta.
 Adanya faktor individu dapat menjadi perancu diagnosis Penyakit Akibat Kerja,
namun belum tentu meniadakan adanya Penyakit Akibat Kerja. Sehingga interpretasi
langkah ini harus dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang memiliki kompetensi
dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja.
6. Penentuan Faktor Lain di Luar Tempat Kerja
Langkah selanjutnya menentukan adanya faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi
perancu.
 Faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi perancu, diantaranya seperti hobi
dan kegiatan lain yang dilakukan di luar pekerjaan.
 Adanya faktor lain di luar tempat kerja dapat menjadi perancu diagnosis Penyakit
Akibat Kerja, namun belum tentu meniadakan adanya Penyakit Akibat Kerja.
Sehingga interpretasi langkah ini harus dilakukan secara hati-hati oleh dokter yang
memiliki kompetensi dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja.
7. Penentuan Diagnosis Okupasi
Setelah melakukan analisis 6 langkah di atas, maka dapat disimpulkan penyakit yang diderita
oleh pekerja adalah Penyakit Akibat Kerja atau bukan Penyakit Akibat Kerja.6

KATEGORI PENETAPAN DIAGNOSIS PENYAKIT AKIBAT KERJA


Berdasarkan jenis pekerjaan dan tingkat kesulitan dalam mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja
serta ketersediaan fasilitas dan sumber daya di layanan kesehatan, maka proses diagnosis
Penyakit Akibat Kerja dibagi menjadi 3 (tiga) kategori :
A. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu
1. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat
ditegakkan di FKTP (A1).
Kriteria :
 Diagnosis klinis dapat ditegakkan di FKTP.
 Penyakit yang memiliki penyebab yang jelas dan spesifik.
 Memiliki hubungan waktu antara pajanan dan timbulnya penyakit yang jelas.
 Besar pajanan dapat diakui/diterima secara umum.
 Pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja dapat disingkirkan
dengan sederhana.
 Untuk penentuan diagnosa Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP (A1) dilakukan oleh dokter yang memiliki
kompetensi diagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKTP.
 Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat
ditegakkan di FKTP (A1) dan kriterianya, tercantum dalam lampiran.
 Penyakit Akibat Kerja di luar yang tercantum dalam lampiran Penyakit Akibat Kerja
yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP (A1) dan
kriterianya, masuk dalam kategori Dugaan Penyakit Akibat Kerja (B).
 Dalam hal dokter yang memiliki kompetensi dalam diagnosis Penyakit Akibat Kerja
atas dasar pertimbangan medis yang kuat berdasarkan pendekatan 7 (tujuh) langkah
diagnosa dan disertai data dukung yang lengkap seperti hasil pemeriksaan kesehatan
pra kerja, data lingkungan kerja, data riwayat penyakit dan lain-lain, maka dokter
tersebut dapat menetapkan Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP.
 Termasuk dalam kelompok Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKTP adalah gangguan atau penyakit yang
disebabkan langsung oleh kecelakaan kerja.
2. Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan tertentu yang dapat
ditegakkan di FKRTL (A2).
Kriteria :
 Diagnosis klinis membutuhkan fasilitas pemeriksaan penunjang atau dokter spesialis
terkait di FKRTL.
 Penyakit yang memiliki penyebab yang jelas dan spesifik.
 Memiliki hubungan waktu antara pajanan dan timbulnya penyakit yang jelas.
 Besaran pajanan dapat diakui/diterima secara umum.
 Pengaruh faktor individu dan faktor lain di luar tempat kerja dapat disingkirkan
dengan sederhana.
 Untuk penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan
Tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL (A2) dilakukan oleh dokter spesialis yang
memiliki kompetensi diagnosis Penyakit Akibat Kerja di FKRTL.
 Penyakit Akibat Kerja yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat
ditegakkan di FKRTL (A2) dan kriterianya, tercantum dalam lampiran.
 Penyakit Akibat Kerja di luar yang tercantum dalam lampiran. Penyakit Akibat Kerja
yang Spesifik pada Jenis Pekerjaan Tertentu yang dapat ditegakkan di FKRTL (A2)
dan kriterianya, masuk dalam kategori Dugaan Penyakit Akibat Kerja (B).
B. Dugaan Penyakit Akibat Kerja (B)
Semua penyakit di luar kriteria A1 dan A2, masuk dalam Dugaan Penyakit Akibat Kerja,
dimana memiliki kriteria sebagai berikut :
 Diagnosis klinis membutuhkan pemeriksaan spesialistik di FKRTL atau bekerjasama
antar dokter spesialis.
 Penyakit memiliki satu atau lebih agen penyebab.
 Membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan hubungan waktu dan
besarnya pajanan yang dapat menimbulkan Penyakit Akibat Kerja.
 Membutuhkan keahlian khusus untuk menginterpretasikan pengaruh faktor individu
dan faktor lain di luar tempat kerja yang dapat menjadi perancu.
 Penentuan diagnosis Penyakit Akibat Kerja dilakukan oleh Dokter Spesialis
Kedokteran Okupasi, dan dapat oleh Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan, Dokter
Spesialis Kedokteran Penerbangan sesuai dengan kompetensi masing-masing.
C. Penyakit Akibat Kerja yang Kompleks (C)
Kriteria:
 Memiliki beberapa kemungkinan pajanan yang kompleks sebagai penyebab penyakit.
 Penyakit baru yang diduga Penyakit Akibat Kerja (penyakit baru dan/atau disebabkan
pajanan baru).
 Membutuhkan peran lintas profesi dalam menegakkan diagnosis Penyakit Akibat
Kerja.
 Adanya keraguan dan atau ketidakpuasan pihak tertentu tentang diagnosis Penyakit
Akibat Kerja.
 Penentuan akhir diagnosa Penyakit Akibat Kerja ditetapkan oleh Dokter Spesialis
Kedokteran Okupasi, dan dapat oleh Dokter Spesialis Kedokteran Kelautan, Dokter
Spesialis Kedokteran Penerbangan sesuai dengan kompetensi masing-masing.6
Gambar 2.2 Alur Penetapan Kategori Penyakit Akibat Kerja.6

2.3.4 Pencegahan Penyakit Akibat Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dapat dicegah dengan melakukan beberapa tips sebagai berikut:
1) Pakailah alat pelindung diri secara benar dan teratur.
2) Kenali risiko pekerjaan.
3) Segera akses tempat kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.17
Pencegahan lain yang dapat ditempuh agar tidak terjadi penyakit akibat kerja seperti
berikut ini:
1) Pencegahan Primer – Health Promotion meliputi perilaku kesehatan, faktor bahaya
di tempat kerja, perilaku kerja yang baik, olah raga, dan gizi.
2) Pencegahan Sekunder – Specifict Protection meliputi Pengendalian melalui
perundangundangan, pengendalian administratif/organisasi, pengendalian teknis, dan
pengendalian jalur kesehatan imunisasi.
3) Pencegahan Tersier meliputi pemeriksaan kesehatan pra kerja, pemeriksaan
kesehatan berkala, pemeriksaan lingkungan secara berkala, surveilans, pengobatan segera bila
ditemukan gangguan pada kerja, dan pengendalian segera di tempat kerja.17

2.4 Pencatatan dan Pelaporan


2.4.1 Pencatatan
Pencatatan kasus diduga penyakit akibat kerja dan kasus penyakit akibat kerja merupakan
bagian dari surveilans kesehatan pekerja dan di dalam rekam medis bersifat wajib.21
2.4.2 Pelaporan
Pelaporan mulai dari pelayanan kesehatan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dilanjutkan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan melalui Direkrorat
Jenderal Kesehatan Masyarakat. Pelaporan terkait dengan pembiayaan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.21
2.5 Upaya Kesehatan Kerja
2.5.1 Pengertian Upaya Kesehatan Kerja
Upaya kesehatan kerja merupakan bagian dari bentuk kegiatan upaya pengembangan
Puskesmas dalam rangka memberikan perlindungan kesehatan kerja bagi masyarakat pekerja
di wilayah kerja Puskesmas. Bentuk kegiatan tersebut adalah upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.22
2.5.2 Tujuan dan Sasaran Upaya Kesehatan Kerja
a) Tujuan Umum
Meningkatkan status kesehatan dan produktifitas kerja melalui upaya kesehatan kerja.
b) Tujuan Khusus
1) Peningkatan kemampuan masyarakat pekerja dalam upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit akibat kerja, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
2) Peningkatan keselamatan kerja dengan mencegah pajanan bahan-bahan yang dapat
membahayakan lingkungan kerja dan masyarakat, serta penerapan prinsip-prinsip ergonomik.
3) Peningkatan pelayanan kesehatan bagi tenaga kerja informal dan keluarganya yang belum
terjangkau pelayanan kesehatan kerja. Meningkatkan kemitraan melalui kerjasama lintas
program, lintas sektor, dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dalam upaya kesehatan
kerja.10
Sasaran dalam pelaksanaan upaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat dibagi
menjadi :
a.Sasaran langsung
Sebagai sasaran langsung dari upaya kesehatan kerja di Puskesmas adalah masyarakat
pekerja di sektor kesehatan, antara lain puskesmas, balai pengobatan, laboratorium kesehatan,
pos UKK dan, jaringan dokter perusahaan bidang kesehatan kerja.
b. Sasaran tidak langsung
Sasaran tidak langsung diberikan kepada masyarakat pekerja formal maupun pekerja
informal.13
2.5.3 Ruang Lingkup Upaya Kesehatan Kerja
Ruang lingkup upaya kesehatan kerja dapat berupa upaya penyerasian antara pekerja dengan
pekerja dan lingkungan kerjanya, baik secara fisik maupun psikis dalam cara/metode kerja,
proses kerja, dan kondisi kerja yang bertujuan untuk:
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di semua lapangan
pekerjaan yang setinggi tingginya baik secara fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya.
b. Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi
lingkungan kerja.
c. Memberikan perlindungan bagi pekerja dalam melakukan pekerjaanya dari kemungkinan
bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuan fisik dan psikis pekerjaan.10
2.5.4 Penyelenggaraan UKK di Puskesmas
Strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan diselenggarakannya Upaya
Kesehatan Kerja ini dapat berupa:
a) Dikembangkan secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pelayanan kesehatan puskesmas
bagi pekerja dan keluarganya.
b) Dilakukan melalui pelayanan paripurna, yang menekan pada pelayanan kesehatan kerja,
keselamatan kerja, kesehatan keselamatan kerja.
c) Dilakukan melalui peran serta aktif masyarakat pekerja melalui pendekatan PKMD
(Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa)

Dalam menyelenggarakan Upaya Kesehatan Kerja di Puskesmas kegiatan yang dapat


dilakukan yaitu:
1) Identifikasi masalah:
a) Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan kesehatan dapat menjadi langkah awal,berkala, dan pemeriksaan follow up
untuk mengetahui terkait masalah kesehatan keselamatan pekerja.
b) Pemeriksaan kasus
Pemeriksaan kasus dapat berupa pemeriksaan terhadap penderita yang datang berobat ke
puskesmas atau yang dirujuk oleh kader kesehatan.
c) Peninjauan tempat kerja
Peninjauan dapat berupa penilaian kondisi tempat kerja untuk menentukan bahaya akibat
kerja dan masalah yang akan dihadapi di tempat kerja (fisik, kimia, biologis, fisiologi).
2) Kegiatan pencegahan (preventif)
a) Penyuluhan atau pelatihan kesehatan mengenai bahaya penyakit akibat kerja, tata kerja
yang benar, dan cara menghindari bahaya akibat kerja (bahaya bahan kimia dan zat-zat
lainnya).
b) Penyesuaian alat kerja dengan pekerjaan agar tidak terjadi stress fisik akibat kerja.
c) Kegiatan monitoring mengenai bahaya akibat kerja yang dilakukan oleh anggota kelompok
kerja yang dilatih untuk mendeteksi pencemaran zat kimia, pestisida, dan lain-lain.
d) Perbaikan mesin / alat kerja yang ditujukan pada industri kecil, dan pada
pemaparan/pencemaran karena bahan-bahan produksi.
e) Pemakaian alat pelindung yang disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan bahaya yang
dihadapi serta dilakukan untuk mencegah penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
3) Kegiatan pengobatan (kuratif)
a) Pengobatan pada daerah tubuh yang terkena akibat kerja
4) Kegiatan pemulihan (rehabilitatif)
a) Pemulihan fungsi alat tubuh yang cidera akibat penyakit dan kecelakaan kerja.
b) Mengidentifikasi kasus yang membutuhkan pemulihan dan merujuknya ke RS atau pusat
rehabilitasi.
5) Kegiatan rujukan
a) Rujukan medik (kasus yang tidak ditanggulangi oleh puskesmas untuk pengobatan lebih
lanjut).
b) Rujukan kesehatan ditujukan terhadap pencemaran lingkungan (ke Balai Teknis Kesehatan
Lingkungan (BTKL), Pusat Laboratorium Kesehatan Departemen Kesehatan, Balai Hiperkes
Depnaker.10
2.6 Pos Upaya Kesehatan Kerja (POS UKK)
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang memberikan pelayanan
kesehatan dasar bagi masyarakat pekerja terutama pekerja informal adalah Pos UKK .Pos
UKK merupakan serangkaian upaya pemeliharaan kesehatan pekerja yang terencana, teratur,
dan berkesinambungan yang diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat pekerja.

Menurut Depkes RI (2006), Pos UKK diperlukan karena:


1) Jumlah pekerja yang meningkat dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan kerja yang
memadai
2) Penurunan produktivitas kerja jika masih terdapatnya penyakit akibat kerja.10
2.6.1 Dasar Hukum Pembentukan Pos UKK
a. Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 ayat (1) tentang Hak untuk Memperoleh Pelayanan
Kesehatan.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan BAB XII Kesehatan Kerja.
e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
f. Keputusan Menteri Kesehatan 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan
Masyarakat.
g. Keputusan Menteri Kesehatan 1758 Tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Kesehatan
Dasar.
h. Kementerian Tenaga Kerja tentang kewajiban melapor PAK/PAHK.10

2.6.2 Tujuan Pembentukan Pos UKK


Tujuan pembentukan Pos UKK yaitu:
a) Tujuan Umum
Mewujudkan masyarakat pekerja yang sehat dan produktif.
b) Tujuan Khusus
1) Meningkatkan pengetahuan masyarakat
2) Menunmbuhkan rasa kepedulian terhadap kepentingan menjaga keselamatan diri sendiri
saat bekerja.
3) Meningkatnya pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan oleh kader, masyarakat
pekerja, dan tenaga kesehatan yang terlatih kesehatan kerja.
4) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat pekerja terhadap resiko dan
bahaya akibat kerja yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
5) Meningkatnya dukungan dari pengambil kebijakan terhadap Pos UKK.
6) Meningkatnya peran aktif lintas program dan lintas sektor terkait dalam penyelenggaraan
Pos UKK.10

2.6.3 Persyaratan Pembentukan Pos UKK


Pos UKK dapat dibentuk di lokasi pekerja dengan jumlah pekerja minimal 10 sampai paling
banyak 50 pekerja dan diutamakan dari jenis pekerjaan yang sama.
a. Ada kelompok pekerja yang membutuhkan pelayanan kesehatan kerja.
b. Ada keinginan masyarakat pekerja membentuk Pos UKK.
c. Ada kesediaan masyarakat pekerja menjadi kader Pos UKK.
d. Ada tempat yang memadai untuk dijadikan Pos UKK yang dilengkapi dengan papan nama
Pos UKK, untuk melakukan kegiatan.
e. Tersedianya Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K) dan Pertolongan Pertama pada
Penyakit (P3P).
f. Tersedianya contoh Alat Pelindung Diri (APD) untuk pekerja sesuai dengan jenis
pekerjaannya.
g. Timbangan badan dan alat pengukur tinggi badan.
h. Meja, kursi, tempat tidur, dan lemari obat.
i. Adanya buku pencatatan dan pelaporan.
j. Adanya buku panduan dan media penyuluhan alat tulis.10

2.6.4 Tahap-Tahap Pembentukan Pos UKK


Pembentukan Pos UKK melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1) Pertemuan tingkat desa dengan perangkat desa, pekerja, pengusaha, lintas sektor
terkait, LSM, dan lain-lain.
2) Mengidentifikasi masalah kesehatan pekerja.
3) Musyawarah masyarakat desa untuk menetapkan prioritas masalah dan menetapkan
rencana pemecahan masalah.
4) Pelatihan Kader Pos UKK
5) Pembentukan Pos UKK bila langkah 1-4 sudah dilakukan.
6) Pembinaan Pos UKK. 10

2.6.5 Kader Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)


Kader Pos Upaya Kesehatan Kerja (UKK) adalah pekerja, sukarela, yang bertugas
meningkatkan kesehatan diri dan kelompoknya. Persyaratan yang harus dipenuhi sebagai
kader UKK adalah dipilih dari dan oleh masyarakat pekerja, bisa baca tulis, tinggal di
lingkungan tempat bekerja, mau dan mampu bekerja sukarela, mempunyai waktu, serta sudah
dilatih dan paham prinsip kesehatan kerja.10

2.6.6 Peran Kader Pos UKK


Peran kader pos UKK yaitu :
a) Mengidentifikasi masalah kesehatan di lingkungan kerja dan sumber daya pekerja.
b) Menyusun rencana pemecahan masalah kesehatan di lingkungan kerja.
c) Melaksanakan kegiatan kesehatan di lingkungan kerja melalui promosi tentang kesehatan
kerja.
d) Menjalin kemitraan dengan berbagai pihak dalam upaya kesehatan di lingkungan kerja.
e) Melakukan pelayanan kesehatan kerja dasar, yakni upaya pelayanan yang diberikan pada
masyarakat pekerja secara minimal dan paripurna
f) Melaksanakan kewaspadaan dini terhadap berbagai resiko dan masalah kesehatan pekerja.
g) Melaksanakan rujukan ke puskesmas.
h) Pencatatan dan pelaporan. 10

2.6.7 Fungsi Kader Pos UKK


Tugas pokok dan fungsi yang harus dijalankannya secara optimal oleh kader Pos UKK yaitu:
1) Pertemuan Tingkat Pekerja (PTP): mengadakan sosialisasi upaya kesehatan kerja di tempat
kerja, merencanakan pelaksanaan survey mawas diri, dan musyawarah masyarakat pekerja.
2) Survey Mawas Diri (SMD): pengenalan, pengumpulan, pengkajian masalah kesehatan
pekerja untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat pekerja mengenai kesehatan kerja.
3) Musyawarah Masyarakat Pekerja (MMP): mengenal masalah kesehatan dan keselamatan
kerja, dengan pekerja, keluarga pekerja, petugas puskesmas, aparat pemerintah.
4) Membentuk Pos UKK: menentukan pengurus Pos UKK, jadwal kegiatan, rencana kerja
tahunan, target, pembiayaan, lokasi dekat tempat kerja.
5) Perencanaan UKK: menentukan masalah kesehatan kerja berdasarkan hasil SMD,
menentukan prioritas masalah, perkiraan biaya, jadwal, rencana, dan target kegiatan.
6) Penyuluhan UKK: materi tentang gizi, PHBS, kebersihan lingkungan, potensi, risiko
bahaya, penggunaan APD (alat pelindung diri), pengolahan limbah, penyakit dan kecelakaan
akibat kerja.
7) Pemeriksaan Kesehatan, P3K dan P3P: membantu petugas kesehatan, pemeriksaan
kesehatan umum, pengadaan dan pengelolaan kartu kunjungan, formulir status kesehatan
pekerja, membuat daftar penyakit akibat kerja, pemberian obat bebas pada penyakit ringan.
8) Upaya Rujukan: merujuk segera pasien kecelakaan, dan penyakit berat yang tidak bisa
tertangani.
9) Pencatatan Pelaporan: membuat laporan hasil pelaksanaan kegiatan pelayanan.
10) Kerjasama Lintas Sektoral: pertemuan berkala dengan anggota pos UKK, pertemuan rutin
teratur dengan petugas, kunjungan rumah kepada pekerja, membantu kesulitan pekerja.
11) Mengelola Sumber Keuangan UKK: mengatur sumber pemasukan dan pengeluaran Pos
UKK.
12) Membantu Pemberdayaan Ekonomi Pekerja: integrasi kegiatan ekonomi yang
menguntungkan, pembentukan dan pengelolaan dana simpan pinjam (koperasi), pemberiaan
kredit modal usaha, penyediaan alat kesehatan kerja.
13) Membina Kemampuan Diri: meningkatkan pengetahuan melalui pelatihan dan penataran,
pertemuan rutin anggota UKK, kunjungan lapangan, melaksanakan kegiatan secara
berkelanjutan.

2.6.8 Peran Puskesmas dalam Kegiatan Pos UKK


1. Fasilitator dalam pembentukan dan pembinaan Pos UKK di wilayah kerja.
2. Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan pekerja secara berkala.
3. Rujukan pelayanan kesehatan kerja
4. Menggalang kerjasama dengan berbagai pihak dalam pembinaan dan pengembangan Pos
UKK.
5. Membangun komitmen dengan kader, tokoh masyarakat, tokoh agama, perusahaan, dan
sektor swasta dalam pembinaan dan pengembangan Pos UKK. 10

Anda mungkin juga menyukai