Anda di halaman 1dari 33

Case Report Session

HERPES ZOSTER

Oleh:

Sri Pertiwi Andry 1840312713

Sylvianti Renny 1940312107

Preseptor :

Dr. Rina Gustia, SpKK, FINSDV, FAADV

Dr.Ennesta Asri, SpKK(K)

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP. Dr. M. DJAMIL PADANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kulit infeksi virus yang cukup banyak ditemukan saat ini salah satunya
adalah herpes zoster (HZ). Herpes zoster dikenal juga dengan sebutan shingles,
merupakan penyakit kulit infeksi akibat reaktivasi virus varisela zoster (VVZ). Herpes
zoster ini dapat bermanifestasi pada kulit dan mukosa setelah terjadinya infeksi primer.1
Secara epidemiologi satu dari tiga orang di Amerika Serikat akan mengalami herpes
zoster selama masa hidup mereka.2 Angka kejadian di Amerika Serikat setiap tahunnya
diperkirakan sebanyak satu juta kasus, dengan rata-rata 3-4 kasus per 1000 penduduk.3
Estimasi kejadian herpes zoster di Eropa sekitar 3,4 - 4,82 per 1000 penduduk per tahun
dan meningkat menjadi lebih dari 11 per 1000 penduduk per tahun pada usia minimal 80
tahun.4

Insiden herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia dan berkaitan dengan
menurunnya sistem imunitas tubuh pada seseorang.5 Penyakit ini lebih sering menyerang
pasien dewasa dibandingkan anak-anak.6 Puncak kasus herpes zoster terjadi pada usia 45-
64 tahun berdasarkan data pada 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 2011-
2013.1 Kejadian herpes zoster pada usia lebih dari 50 tahun dapat mencapai 66%.7 Selain
pada peningkatan usia, juga dapat terjadi pada pasien imunokompromais seperti pasien
HIV-AIDS, pasien dengan keganasan, dan pasien yang mendapat obat imunosupresi atau
transplantasi organ.5

Herpes zoster muncul dengan tampilan erupsi pada kulit yang biasanya gatal,
nyeri (pada satu dermatom), makula kemerahan hingga vesikel yang jika pecah menjadi
krusta.8Pada saat sistem imun seseorang menurun maka akan terjadi reaktivasi VVZ.9
Infeksi VVZ pada ganglia radiks dorsalis akan menimbulkan nyeri disepanjang dermatom
sesuai tempat persarafan yang terinfeksi.10Dermatom yang sering dikenai adalah daerah
dada (torakal) sekitar T5 hingga T12, diikuti area nervus trigeminal yang menyebabkan
herpes zoster oftalmikus, daerah saraf kranial, dan daerah dermatom lumbosakral.11

Komplikasi tersering herpes zoster adalah neuralgia paska herpes (NPH).


Neuralgia pasca herpes merupakan nyeri yang timbul lebih dari 90 hari setelah penyakit
2
sembuh pada tempat bekas penyembuhan.7 Neuralgia paska herpes dan berbagai
komplikasi lainnya sebagian besar diakibatkan karena keterlambatan diagnosis. Hal ini
dikarenakan lebih dari 53% dokter mendapat kesulitan dalam mendiagnosis herpes zoster
sebelum muncul ruam kulit.1

Peningkatan kejadian Herpes Zoster seperti yang telah diuraikan diatas


menunjukkan bahwa penatalaksanaan terhadap herpes zoster belum dilakukan dengan
baik, untuk itu penulis tertarik untuk membahasa mengenai Herpes Zoster dan kaitannya
dengan pasien yang ada di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

1.2 Rumusan Masalah

Makalah ini membahas definisi, epidemiologi, patofisiologi, diagnosis, dan


tatalaksana herpes zoster dan kaitannya dengan salah satu pasien herpes zoster di RSUP
Dr. M. Djamil Padang

1.3 Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang


herpes zoster.

1.4 Metode Penulisan

Makalah ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk
dari berbagai literatur.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Herpes Zoster

Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela- zoster
yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi
setelah infeksi primer.2

2.2 Sinonim Herpes Zoster

Dampa, cacar ular, shingles.2,3,4,5

2.3 Epidemiologi Herpes Zoster

Penyebaran herpes zoster sama seperti varisela.2 Lebih dari 90 persen orang
dewasa di Amerika Serikat memiliki bukti serologis terinfeksi virus varicella-zoster dan
beresiko untuk terjadinya herpes zoster. Kejadian tahunan herpes zoster adalah sekitar 1,5
sampai 3,0 kasus per 1000 orang. Sebuah kejadian 2,0 kasus per 1000 orang akan
diartikan terdapat lebih dari 500.000 kasus setiap tahun di Amerika Serikat.
Bertambahnya usia adalah faktor risiko utama untuk terjadinya herpes zoster, kejadian
herpes zoster pada orang tua dari usia 75 tahun melebihi 10 kasus per 1000 orang/ tahun.
Selama hidup risiko terkena herpes zoster diperkirakan 10 sampai 20 persen. 6

Faktor risiko herpes zoster diperantarai oleh cell mediated immunity (CMI).
Pasien dengan penyakit neoplastik (khususnya kanker lymphoproliferative), pengguna
obat imunosupresif (termasuk kortikosteroid), dan penerima transplantasi organ berada
di risiko tinggi untuk terjadinya herpes zoster. Namun, hal yang mendasari terjadinya
kanker tidak dibenarkan pada orang sehat yang mengalami herpes zoster.6

Herpes zoster terjadi dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara orang-orang
yang seropositif untuk human immunodeficiency virus (HIV) dari kalangan mereka yang
seronegatif. Sebuah studi longitudinal menunjukkan suatu kejadian 29,4 kasus herpes
zoster per 1000 orang-tahun di antara HIV-seropositif orang, seperti dibandingkan
dengan 2,0 kasus per 1000 orang-tahun di antara HIV-seronegatif kontrol. Karena herpes
zoster mungkin terjadi pada orang yang terinfeksi HIV yang dinyatakan asimtomatik,

4
pengujian serologi mungkin tepat pada pasien tanpa faktor risiko jelas untuk herpes zoster
(Misalnya, orang sehat yang lebih muda dari usia 50 tahun). 6

2.4 Etiologi Herpes Zoster

Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air) dan
zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifi kasi dan terbukti
memiliki variasi geografis.4

2.5 Patogenesis Herpes Zoster

Varicella zoster virus (VZV) adalah penyebab diantara varicella (cacar air) dan
zoster (shingles). Tiga genotipe dari α-herpesvirus telah diidentifikasi dan terbukti
memiliki variasi geografis.14

Perjalanan awal dari penyakit herpes zoster adalah infeksi primer dari virus varisela
zoster (VVZ) yang menyebabkan varisela atau cacar air. Virus ini masuk melalui saluran
pernapasan, menyebar dengan cepat dan menginfeksi sel epitel dan limfosit T di orofaring
serta saluran nafas atas atau konjungtiva, kemudian menyebar ke seluruh tubuh.15 Ketika
infeksi VVZ telah teratasi sewaktu anak-anak, partikel virus akan berjalan dari ujung-ujung
saraf sensorik diangkut secara sentripetal menuju ganglia dorsalis atau kranial.9 Partikel
virus akan menetap di inti sel dan tidak bermultiplikasi, dimana virus tersebut akan
terlindung dari antibodi yang terbentuk sewaktu infeksi primer.11,16

Reaktivasi VVZ terjadi ketika sistem imun seseorang menurun, terutama


penurunan kekebalan seluler VVZ spesifik yang terjadi seiring bertambahnya usia.9 Sel T
akan membawa virus sepanjang ganglia dorsalis atau kranialis, kemudian bereplikasi dan
berproliferasi disana. Proliferasi tersebut merusak fungsi dan anatomi dari saraf dan
menimbulkan rasa nyeri dan kebas. Pada tahap ini mungkin belum ditemukan tanda ruam
kulit. Setelah itu virus bermigrasi hingga saraf sensorik perifer lalu menyebar ke tempat
yang berdekatan dengan ganglia dorsalis tersebut dan medula spinalis.11,17

VVZ merambat secara sentrifugal disepanjang percabangan saraf menuju


dermatom tertentu.18 Dermatom yang paling sering dikenai pada herpes zoster yaitu
dermatom di tempat ruam varisela terbanyak, yang diinervasi oleh saraf oftalmikus dari
ganglia sensorik trigeminal dan T1 ke L2.6 Inflamasi pada kulit mucul ketika virus tersebut
mencapai lapisan dermis dan epidermis sesuai dermatom yang dikenai. Proses kerusakan
5
saraf dan inflamasi berlanjut sampai ke bagian atas dermis dan epidermis sehingga
menimbulkan lesi makulopapular yang menyebar. Lesi-lesi tersebut berubah dengan cepat
menjadi vesikel yang berisi cairan dan VVZ di dalamnya.18,19

Gambar 1: Varicella dan herpes zoster.3

Gambar diatas menunjukkan A. Selama infeksi (varicella dan cacar air) primer
varicella- zoster virus (VZV) virus menginfeksi ganglia sensoris. B. VZV tetap dalam
fase laten dalam ganglia untuk kehidupan C. Indiviual dengan fungsi kekebalan tubuh
berkurang, ZV aktif kembali dalam ganglia sensoris, turun melalui saraf sensorik, dan
direplikasi di kulit.3

2.6 Patogenesa Nyeri pada Herpes Zoster dan Postherpetic Neuralgia

Nyeri adalah gejala utama dari herpes zoster. Didahului dengan gejala ini dan
umumnya disertai ruam, dan gejala ini sering berlanjut walau ruam sudah sembuh, dengan
komplikasi yang dikenal sebagai postherpetic neuralgia (PHN). Sejumlah mekanisme
yang berbeda tetapi tumpang tindih tampaknya terlibat dalam patogenesis nyeri pada
herpes zoster dan PHN.3

Cedera pada saraf perifer dapat memicu sinyal rasa nyeri pada saraf di ganglion
aferen. Peradangan di kulit memicu sinyal nosiseptif yang lebih terasa nyeri di kulit. Rilis
yang berlebihan dari pengeluaran asam amino dan neuropeptida yang disebabkan oleh
rentetan berkelanjutan dari impuls afferent selama fase akut dan prodormal pada herpes
zoster kemungkinan dapat menyebabkan cedera eksitotoksik dan hilangnya hambatan
interneuron di sumsum tulang belakang. Kerusakan neuron di sumsum tulang belakang,
ganglion dan saraf perifer, adalah penting dalam patogenesis PHN. Kerusakan saraf

6
aferen primer dapat menjadi aktif secara spontan dan peka terhadap rangsangan perifer
dan simpatis. Aktivasi nosiseptor yang berlebihan dan impuls ektopik mungkin,
menurunkan sesitivitas SSP. penambahan dan perpanjangan rangsangat pada pusat itu
berbahaya. Pada klinis, ini dinamakan allodynia (nyeri dan / atau sensasi yang tidak
menyenangkan yang ditimbulkan oleh rangsangan yang biasanya tidak menyakitkan
(sentuhan ringan) dengan rangsang sensori sedikit atau tidak ada sama sekali. 3

Perubahan anatomi dan Fisiologi bertanggung jawab terhadap manifestasi PHN


yang dibentuk di awal perjalanan dari hepes zoster. Hali ini akan menjelaskan korelasi
antara keparahan nyeri awal dan adanya nyeri prodormal dengan perkembangan
selanjutnya dari PHN, dan kegagalan terapi antivirus untuk mencegah PHN. 3

Gambar 2 : Patogenesis PHN.3


2.7 Gejala klinis Herpes Zoster

Terbagi menjadi tiga stadium antara lain :

1. Stadium prodromal :

Biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena disertai dengan
panas, malaise dan nyeri kepala.

2. Stadium erupsi :

Mula-mula timbul papul atau plakat berbentuk urtika yang setelah 1-2 hari akan timbul
gerombolan vesikel diatas kulit yang eritematus, sedangkan kulit diantara gerombolan
tetap normal, usia lesi pada satu gerombolan lain adalah sama sedangkan usia lesi dengan

7
gerombolan lain adalah tidak sama. Lokasi lesi sesuai dermatom, unilateral dan biasanya
tidak melewati garis tengah dari tubuh.

3. Stadium krustasi :

Vesikel menjadi purulen, mengalami krustasi dan lepas dalam waktu 1-2 minggu. Sering
terjadi neuralgi pasca herpetica terutama pada orang tua yang dapat berlangsung
berbulan-bulan parestesi yang bersifat sementara.7,8 Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif
penyakit ini berupa lesi – lesi baru yang tetap timbul brlangsung kira-kira seminggu,
sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat
juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah
unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf
tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih
sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada
daerah yang terkena member gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan
oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (dengan ganglion gaseri) atau nervus
fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).2

Gambar 3 : Dermatom Tubuh.10

8
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus
trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua
dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya.2

Gambar 4: Dermatom Wajah. 11

Gambar 5 : Lesi herpes zoster.11

Gambar 6 : Klinis Hepes zoster.3

9
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus,
sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang
sesuai dengan tingkat persarafan, tinnitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan
nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. 2

Gambar 7 : Herpes zoster dengan kelumpuhan wajah.3

Herpes zoster abortif artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat
dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.2 Herpes zoster
generalisata kelainan kulitnya unilateral dan segmental ditambah kelainan kulit yang
menyebar secara generalisata berupa vesikel yang soliter dan ada umbilikasi. Kasus ini
terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah,
misalnya pada penderita limfoma malignum.2

Neuralgia pascahepatik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas
penyembuhan lebih dari sebulan setelah penyakitnya sembuh. Nyeri ini dapat
berlangsung sampai beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan gradasi nyeri yang
bervariasi dalam kehidupan sehari –hari. Kecenderungan ini dijumpai pada orang yang
mendapat herpes zoster diatas usia 40 tahun.2

2.8 Diagnosis Herpes Zoster

Teknik yang sama digunakan untuk mendiagnosis varicella dan digunakan untuk
mendiagnosa herpes zoster juga. Tampilan klinis seringkali cukup untuk menegakkan
diagnosis, dan pada hapusan Tzanck dapat mengkonfirmasi kecurigaan klinis. (5,6,9).
Namun, lokasi atau penampilan dari lesi kulit mungkin atipikal (terutama di
immunocompromised pasien) sehingga membutuhkan konfirmasi laboratorium.6

10
Kultur virus adalah dimungkin, tetapi virus varicella-zoster itu labil dan relatif
sulit untuk pulih dari penyeka lesi kulit. Sebuah uji direct imunofluorescence lebih
sensitif dibandingkan kultur virus dan memiliki tambahan keuntungan dari biaya yang
lebih murah dan waktu yang lebih cepat. Seperti kultur virus, direct imunofluorescence
assay dapat membedakan infeksi virus herpes simplex dengan infeksi virus varisela-
zoster. Polymerase-chain-reaction techniques yang berguna untuk mendeteksi DNA
virus varicella-zoster di cairan dan jaringan.6

Gambar 8: Histopatologi herpes zoster. A. Intraepidermal vesicle B.Multinucleated


giant cells.6

Gambar 9 : Direct Immunofluorescene Assay.6


Herpes simplex zosteriform bisa dengan hasil positif untuk Tzanck smear, namun
jumlah lesi biasanya lebih terbatas dan derajat nyeri substansialnya kurang. Persiapan
selain Tzanck, uji DFA lebih disukai untuk kultur virus, karena cepat, identifikasi jenis
virus, dan memiliki hasil yang lebih akurat. Bila dibandingkan pada VZV, Tzanck smear
adalah 75% positif (sampai dengan 10% false-positif dan variabilitas yang tinggi,
tergantung pada keterampilan edema interseluler dan intraseluler.5

Bagian atas dari dermis, dilatasi pembuluh darah, edema, dan infiltrasi
perivaskular limfosit dan leukosit polimorfonuklear, Limfosit atipikal mungkin juga
ditemukan. Sebuah vaskulitis leukocytoclastic mendasari kesan infeksi VZV selama
HSV. Inflamasi dan perubahan degeneratif juga dicatat dalam serabut ganglia posterior

11
dan serabut saraf dorsalis yang terkena. Lesi sesuai dengan sistem persarafan dari ganglon
saraf yang terkena, dengan nekrosis sel-sel saraf.5

Diagnosis banding Herpes Zoster

Herpes Simpleks Definisi : Penyakit akut yang ditandai dengan timbulnya


vesikula yang berkelompok diatas dasar eritema, berulang,
mengenai permukaan mukokutaneus. Etiologi :
Disebabkan oleh virus herpes simplex.

Gejala klinis :Lesi primer didahului gejala prodromal


berupa rasa panas ( terbakar ) dan gatal. Setelah timbul lesi
dapat terjadi demam, malaise dan nyeri otot.

Predileksi : mukosa

Status dermatologi : berupa vesikel yang mudah pecah,


erosi, ulcus dangkal bergerombol di atas dasar eritema dan
disertai rasa nyeri. Predileksi pada wanita antara lain
labium mayor, labium minor, klitoris, vagina, serviks dan
anus. Pada laki-laki antara lain di batang penis, glans penis
dan anus. Ekstragenital yaitu hidung, bibir, lidah, palatum
dan faring.(9)

Varisella Definisi : vesikula yang tersebar, terutama menyerang


anak-anak, bersifat mudah menular

12
Etiologi : virus Varisela zoster.

Predileksi : Paling banyak di badan, kemudian muka,


kepala dan ekstremitas.

Gejala Klinis : Pada stadium prodomal timbul banyak

makula atau papula yang cepat berubah menjadi

Varisella vesikula, yang umur dari lesi tersebut tidak sama. Kulit
sekitar lesi eritematus. Pada anamnesa ada kontak dengan
penderita varisela atau herpes zoster. Khas pada infeksi
virus pada vesikula ada bentukan umbilikasi (delle) yaitu
vesikula yang ditengah nya cekung kedalam. Distribusinya
bersifat sentripetal.(7)

Dermatitis Kontak Definisi : Dermatitis yang disebabkan terpaparnya kulit


Alergika dengan bahan yang bersifat sebagai alergen. Disini ada
riwayat alergi dan merupakan paparan ulang.

Predileksi : Seluruh tubuh

Status dermatologis : Dapat akut, subakut dan kronis. Lesi


akut berupa lesi polimorf yaitu tampak makula yang
eritematus, batas tidak jelas pada efloresensi dan diatas

13
makula yang eritematus terdapat papul, vesikel, bula yang
bila pecah menjadi lesi yang eksudatif.(9)

Dermatitis Definisi : Dermatitis yang bersifat kronis dan rasa gatal


herpetivormis yang sangat dengan kekambuhan yang tinggi.

Status dermatologi : berupa berupa lesi polimorf yang


bergerombol pada dasar yang eritematus.

Predileksi : pada kepala, kuduk, lipatan ketiak bagian


belakang, sakrum, bokong dan lengan bawah.
Distribusinya simetris, akut dan polimorf.(9)

14
Dermatitis Venenata Definisi : Dermatitis venenata adalah kelainan akibat
gigitan atau tusukan serangga yang disebabkan reaksi
terhadap toksin atau alergen yang dikeluarkan arthropoda
penyerang

Predileksi : Seluruh tubuh

Status Dermatologis : Berupa eritema, edema, panas,


(9)
nyeri, bisa berbentuk papula, pustule, maupun krusta.
Terdapat 2 macam lesi yang diakibatkan oleh gigitan
serangga, yaitu : (1)

15
Nodul eritematus, akibat serangga
memasukkan (menyuntikkan) bahan –
bahan berbahaya ke dalam kulit yang
menyebabkan keradangan.

Dermatitis kontak iritan, akibat cairan yang


dikeluarkan serangga waktu berbenturan /
bersentuhan dengan kulit.

2.9 Penatalaksanaan Herpes Zoster

Prinsip dasar pengobatan herpes zoster adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin
dengan cara membatasi replikasi virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.

A. Sistemik
1. Obat Antivirus

Obat antivirus terbukti menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat
keparahan nyeri herpes zoster akut. Efektivitasnya dapat mencegah NPH masih
kontroversial. Bioavailabilitas asiklovir hanya 15-20% , lebih rendah dibandingkan
valasiklovir (65%) dan famsiklovir (77%). Antivirus famsiklovir 3 x 500 mg atau
valasiklovir 3 x 1000 mg atau asiklovir 5 x 800 mg diberikan sebelum 72 jam awitan lesi
selama 7 hari.

16
2. Analgetik

Pasien dengan nyeri akut ringan menunjukkan respon yang baik terhadap AINS (asetosal,
piroksikam, ibuprofen, diklofenak), atau analgetik non opioid (parasetamol, tramadol,
asam mefenamat), kadang diperlukan opioid (kodein, morfin, atau oksikodon) untuk
pasien dengan nyeri kronik yang hebat. Kombinasi parasetamol dengan kodein 30-60 mg.

3. Antidepresan dan antikonvulsan

Asiklovir dengan antidepresan trisiklik atau gabapentin sejak awal mengurangi prevalensi
NPH.

B. Topikal
1. Analgetik topikal

Kompres

Kompres teerbuka dengan solusio Burrowi dan solusio Callamin (Caladryl) untuk lesi
akut untuk kurangi nyeri dan pruritus. Kompres dengan Solusio Burrowi (alumunium
asetat 5 %) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60 menit. Kompres dingin juga sering
digunakan.

2. Antiinflamasi non steroid (AINS)

Bubuk aspirin dalam kloroform atau etil eter, krim endometasin dan diklofenak banyak
dipakai. Aspirin dalam etil eter dapat menghilangkan nyeri dalam beberapa jam.

3. Anestetik Lokal

Pendekatan seperti infiltrasi lokal subkutan, blok saraf perifer, ruang para vertebrae, dan
blok simpatis.

2.10 Pencegahan Herpes Zoster

Pemberian vaksin varicella virus vaccine (oka strain). Indikasi pemberian yaitu : usia tua
(>60 tahun), pasien imunokompromais dengan penyakit kronik 7

2.11 Komplikasi Herpes Zoster

1. Neuralgia paska herpetik.

17
Adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan lebih dari sebulan
setelah penyakitnay sembuh. Neuralgia ini dapat berlangsung selama berbulan-bulan
sampai beberapa tahun. Nyeri bisa dirasakan terus-menerus atau hilang timbulndan bisa
semakin memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin. Keadaan ini
cenderung timbul pada umur diatas 40 tahun, persentasenya 10 - 15 % dengan gradasi
nyeri yang bervariasi. Semakin tua umur penderita maka semakin tinggi persentasenya.9

2. Infeksi sekunder.

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya
pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat
disertai komplikasi. Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.2

3. Kelainan pada mata.

Disebabkan oleh infeksi virus varicella zoster pada cabang pertama pada nervus
trigeminus (N. Ophtalmicus) sehingga menimbulkan kelainan pada mata. Selain itu, virus
dapat menyerang cabang kedua (N.Maxilaris) dan cabang ketiga (N.Mandibularis) yang
menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Kelainan yang muncul dapat
berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioratinitis dan neuritis optic.9

4. Ramsay Hunt Sindrom

Paralisa wajah akut yang disertai dengan vesikel-vesikel virus herpes zoster pada kulit
telinga, liang telinga ataupun keduanya, diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
nervus optikus, sehingga memberikan gejala paralisa otot muka ( paralisa bell ), kelainan
kulit yang sesuai dengan tingkat ;persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,
nistagmus dan nausea juga terdapat gangguan pengecapan. Herpes zoster ini terjadi bila
mengenai ganglion genikulatum.9

5. Paralisis motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus
secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini
biasanya muncul dalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi
seperti: di wajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus.
Umumnya akan sembuh spontan.2

18
Gambar 10 : Komplikasi herpes zoster. 2
2.12 Prognosis Herpes Zoster
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.2,9

19
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : Ny.S
Umur : 77 tahun

No. MR : 01011241
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Parak laweh No.2, Kel.Parak Laweh, Kec.Lubuk

Begalung, Kota Padang

Status perkawinan : Menikah


Negeri asal : Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 30 september 2020

Anamnesis
Seorang pasien perempuan usia 77 tahun datang ke poli bagian kulit dan
kelamin RSUP Dr M Djamil tanggal 30 September 2020 dengan:

Keluhan Utama
Gelembung-gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada dagu kiri, pipi
kiri bawah dan samping sejak 3 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Awalnya ± 5 hari yang lalu muncul bercak-bercak merah yang terasa nyeri
seperti ditusuk-tusuk di pipi kiri bawah. Dua hari kemudian muncul gelembung-
gelembung berisi cairan diatas bercak merah tersebut. Gelembung-gelembung
tersebut semakin banyak dan menyebar sampai ke dagu kiri bawah dan pipi
bagian samping. Pasien belum mengobati keluhan ini.
 Demam dan nyeri pada sendi dirasakan sejak 6 hari yang lalu
 Gelembung-gelembung berisi cairan di tempat lain tidak ada
 Tidak terdapat gangguan pendengaran, gerakan otot wajah, gangguan
pengecapan, dan pusing berputar pada pasien.

 Pasien mengeluhkan sering letih dan merasa kurang istirahat dan sering
terbangun pada malam hari sejak ± 10 hari yang lalu.

 Riwayat penggunaan obat steroid jangka panjang disangkal

 Riwayat mengoleskan obat herbal atau ramuan lainnya pada gelembung berisi
cairan disangkal

 Riwayat pemakaian obat kemoterapi disangkal

 Riwayat berganti-ganti pasangan dan penggunaan jarum suntik dengan


penderita hiv disangkal

 Riwayat digigit serangga pada pipi dan dagu kiri sebelumnya disangkal

 Riwayat alergi maupun riwayat kontak dengan bahan iritan sebelumnya


disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu
 Riwayat cacar air sewaktu kecil ada, tapi pasien tidak ingat pada usia berapa
 Pasien tidak pernah menderita keluhan yang sama seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga dan disekitar lingkungan pasien yang menderita
keluhan yang sama seperti pasien.
Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah mengobati keluhan gelembung-gelembung berisi cairan yang

terasa nyeri tersebut.

Riwayat sosial ekonomi

 Pasien seorang ibu rumah tangga

 Pasien tinggal dengan suami, anak , menantu dan 2 orang cucu ( usia 3 dan 5
tahun)

Pemeriksaan Fisik Status generalisata

21
Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : CMC
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 86 kali/menit
Nafas : 20 kali/menit
Berat badan : 55 kg
Tinggi badan : 150 cm
IMT :24,4 (Normoweight)
Suhu : 37,0 0C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

THT : Tidak ada kelainan Toraks

Paru

Inspeksi : Simetris kiri = kanan, normochest

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari lateral LMCS RIC V

Auskultasi : Irama regular, bising tidak ada

Abdomen : Hepar dan Lien tidak teraba. Bising usus + Normal


Ekstremitas : CRT < 2 detik
KGB regional : Tidak teraba pembesaran KGB.

Status Dermatologikus
Lokasi : Pipi kiri bawah, samping dan dagu kiri
Distribusi : Terlokalisir, unilateral
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Herpetiformis

22
Batas : Tegas-tidak tegas
Ukuran : Lentikuler - Plakat
Efloresensi : Vesikel-vesikel berkelompok dan bula diatas plak eritem,
krusta merah kehitaman
Status venereologikus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Tidak ditemukan kelainan


Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan KGB regional : Tidak ditemukan kelainan

Foto klinis Pasien:

23
Resume
Telah dilakukan pemeriksaan pada seorang pasien perempuan berusia 77 tahun di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 30 September 2020
dengan keluhan; gelembung-gelembung berisi cairan jernih yang terasa nyeri sejak 3 hari
yang lalu. Awalnya ± 6 hari yang lalu pasien merasakan demam dan nyeri sendi. Lebih
kurang 5 hari yang lalu muncul bercak merah pada pipi kiri bawah pasien. Lebih kurang
3 hari yang lalu muncul gelembung – gelembung berisi cairan yang semakin bertambah
banyak dan menyebar ke pipi samping kiri dan dagu kiri. Status generalisata tidak
ditemukan kelainan

Pada pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi di pipi kiri
bawah, samping dan dagu kiri, distribusi unilateral terlokalisir, bentuk tidak khas,
susunan herpetiformis, batas tidak tegas- tegas, ukuran lentikular sampai plakat dengan
efloresensi berupa vesikel-vesikel berkelompok dan bula diatas plak eritem, dan krusta
merah kehitaman.

Diagnosa kerja

Herpes Zoster fasialis Sinistra setinggi C2


Diagnosa banding

- Dermatitis venenata

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Tzank test : Ditemukan adanya sel datia berinti banyak.


24
Pemeriksaan Penunjang yang dianjurkan

Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction), jika tidak tersedia dapat


dilakukan Pemeriksaan Direct Immunofluorecent Antigen-Staining.

Diagnosis

Herpes Zoster Fasialis Sinistra setinggi C2


Terapi Umum

 Menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa keluhan gelembung-gelembung


berisi cairan yang terasa nyeri disebabkan oleh infeksi virus varisella yang
dahulunya sudah ada, kemudian aktif kembali karena dipengaruhi kondisi daya
tahan tubuh yang menurun.
 Menganjurkan pasien untuk beristirahat selama lesi masih aktif hingga kering atau
menjadi krusta
 Menjelaskan kepada pasien untuk tidak memecahkan gelembung karena dapat
menyebabkan infeksi
 Menjelaskan kepada pasien kemungkinan nyeri yang menetap walaupun penyakit
telah sembuh
 Menganjurkan kepada pasien agar mendapatkan nutrisi yang cukup dan hindari
stres

Khusus

 Topikal :
Bedak kocok 2x sehari pada gelembung-gelembung berkelompok
 Sistemik :
25
- Acyclovir 5 x 800 mg sebelum 72 jam awitan lesi selama 7 hari
- Asam Menfenamat 3 x 500 mg
- Ranitidin 2 x 150 mg

PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad functionam : bonam
Quo ad kosmetikum: bonam

RESEP
dr. Muda Kulit
Praktik Umum
SIP: 10061407
Hari:Senin-Jumat
Jam 19.00-21.00
Alamat: Jalan Pampangan
No Telp 082385616180

Padang, 30 September 2020


R/ Acyclovir tab 400 mg No LXX
S 5 dd tab II
_____________________________________________
R/ Asam mefenamat tab 500 mg No XV
S 3 dd tab I (bila nyeri)
_____________________________________________
R/ Ranitidin tab 150 mg No X
S 2 dd tab I
_____________________________________________
R/ Calamine lotion fls 100 ml No I
Sue applic loc dol (3-4x/hari,setelah mandi)
_____________________________________________
Pro : Ny. S
Umur : 77 tahun

26
BAB IV

DISKUSI

Seorang pasien perempuan usia 77 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 30 September 2020 dengan keluhan
gelembung-gelembung berisi cairan yang terasa nyeri pada dagu kiri, pipi kiri bawah dan
samping sejak 3 hari yang lalu.
Awalnya ± 5 hari yang lalu muncul bercak-bercak merah yang terasa nyeri seperti
ditusuk-tusuk di pipi kiri bawah. Dua hari kemudian muncul gelembung-gelembung
berisi cairan diatas bercak merah tersebut. Gelembung-gelembung tersebut semakin
banyak dan menyebar sampai ke dagu kiri bawah dan pipi bagian samping. Pasien belum
mengobati keluhan ini. Demam dan nyeri pada sendi dirasakan sejak 6 hari yang lalu.
Tidak terdapat gangguan pendengaran, gerakan otot wajah, gangguan pengecapan, dan
pusing berputar pada pasien. Pasien mengeluhkan kurang istirahat dan sering terbangun
pada malam hari sejak ± 10 hari yang lau. Pasien belum pernah berobat sebelumnya, dan
memiliki riwayat penyakit cacar air.

Pada pemeriksaaan fisik, didapatkan kondisi pasien tampak sakit sedang,


kesadaran komposmentis kooperatif dan tanda vital yang lain dalam batas normal. Pada
pemeriksaan status dermatologikus didapatkan lesi dengan lokasi di pipi kiri bagian
bawah, samping dan dagu kiri, distribusi unilateral terlokalisir, bentuk tidak khas,
susunan herpetiformis, batas tidak tegas- tegas, ukuran lentikular sampai plakat dengan
efloresensi berupa vesikel-vesikel berkelompok dan bula diatas plak eritem dan krusta
merah kehitaman.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dicurigai menderita herpes


zoster yang merupakan penyakit neurokutan dengan menifestasi erupsi vesikular
berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri radikular unilateral yang umumnya
terbatas di satu dermatom akibat reaktivasi infeksi laten virus varisela zoster.8,20

Nyeri yang sudah dirasakan pasien selama 5 hari yang hanya terbatas ditempat
lesi merupakan suatu keluhan tersering pada kasus herpes zoster. Onset penyakit ini dapat
berupa nyeri pada dermatom yang terkena dalam 48-72 jam. Nyeri ini terjadi karena
neuritis akut yang berhubungan dengan replikasi virus, proses inflamasi dan produksi

27
sitokin-sitokin sebagai respon terhadap kerusakan saraf dan terjadinya peningkatan
sensitivitas reseptor nyeri.21

Pada pasien didapatkan keluhan badan terasa letih, demam, nyeri sendi yang
dapat merupakan tanda prodromal yang mengawali penyakit ini. Gejala prodromal dapat
juga berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark, atau gejala
konstitusi seperti demam, malaise dan nyeri kepala. Gejala prodromal dapat berlangsung
beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).8

Berdasarkan bentuk lesi awal herpes zoster dapat didiagnosis banding dengan
dermatitis kontak atau dermatitis venenata (akibat bulu serangga), yang gejala awalnya
juga berupa eritema kemudian menjadi vesikel atau bahkan nekrosis. Perjalanan penyakit
pada dermatitis kontak dapat berlangsung akut maupun kronik. Pada dermatitis kontak
dengan iritan yang kuat dapat juga menimbulkan keluhan nyeri.8 Dari anamnesis pada
pasien, tidak ditemukan adanya riwayat alergi maupun riwayat kontak dengan bahan
iritan sebelumnya, riwayat atopi yang dapat mempermudah terjadinya dermatitis kontak
juga disangkal, gejala prodromal juga jarang pada dermatitis kontak, sehingga diagnosis
cenderung lebih berat ke herpes zoster dengan gambaran lesi yang khas berupa veseikel
berkelompok terbatas di satu dermatom, unilateral dan terasa nyeri.

Diagnosis herepes zoster sebagian besar dapat dilihat dari klinis, namun untuk
kasus yang meragukan dapat dilakukan Tzanck Test dari kerokan dasar vesikel yang
memberikan hasil adanya giant cell yang berinti banyak dengan mikroskop, pemeriksaan
titer antibodi maupun kultur.20 Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan Tzanck Test dari
kerokan dasar vesikel yang diberi pewarnaan Giemsa lalu diperiksa di bawah mikroskop,
didapatkan hasil berupa ditemukannya sel datia berinti banyak. Pemeriksaan lanjutan
dapat juga dilakukan berupa pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction), jika tidak
tersedia dapat dilakukan Pemeriksaan Direct Immunofluorecent Antigen-Staining.24

Penegakan diagnosis herpes zoster dibuat sesuai dengan dermatom yang terkena.
Pada pasien ini lesi yang terdapat pada pipi kiri bagian samping, bawah dan dagu kiri
berada pada dermatom servikal 2 sehingga diagnosis pasien ini adalah herpes zoster
fasialis setinggi dermatom C2 sinistra.

28
Pengobatan pada pasien berupa terapi umum dan khusus. Terapi umum meliputi
menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa keluhan gelembung-gelembung berisi
cairan yang terasa nyeri disebabkan oleh infeksi virus varisella yang dahulunya sudah
ada, kemudian aktif kembali karena dipengaruhi kondisi daya tahan tubuh yang menurun.
Menganjurkan pasien untuk beristirahat selama lesi masih aktif hingga kering atau
menjadi krusta. Menjelaskan kepada pasien untuk tidak memecahkan gelembung karena
dapat menyebabkan infeksi. Menjelaskan kepada pasien kemungkinan nyeri yang
menetap walaupun penyakit telah sembuh.Menganjurkan kepada pasien agar
mendapatkan nutrisi yang cukup dan hindari stress.25

Sedangkan untuk terapi khusus yaitu pengobatan topikal berupa bedak kocok 2x
sehari pada gelembung-gelembung berkelompok dan sistemik dengan acyclovir 5 x 800
mg serta Asam menfenamat 3x500 mg, ranitidine 2x150 mg, karena pengobatan herpes
zoster adalah menghilangkan nyeri secepat mungkin dengan cara membatasi replikasi
virus, sehingga mengurangi kerusakan saraf lebih lanjut.14 Prognosis pada pasien ini
bonam.26

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Pusponegoro EHD, Nilasari H, Lumintang H, Niode NJ, Daili SF, Djauzi S, editors.
Buku panduan herpes zoster di Indonesia 2014. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2014.

2. United States Centers for Disease Control and Prevention. Shingles


Surveillance.http://www.cdc.gov/shingles/surveillance.html - Diakses 30
September 2020.

3. Jeffrey I, Cohen MD. Herpes zoster. NEJM. 2013;369:255-63.

4. Johnson RW, Alvarez-Pasquin MJ, Bijl M, Franco E, Gaillat J, Clara JG, et al.
Herpes zoster epidemiology, management, and disease and economic burden in
Europe: a multidiciplinary perspective. 2015;3(4):109-120. Janniger CK. Herpes
zoster. https://emedicine.medscape.com/1132465-Diakses september 2020.

5. Janniger CK. Herpes zoster. https://emedicine.medscape.com/1132465-Diakses


september 2020. Handoko RP. Penyakit virus. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah
S,editors.

6. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010.p.110-1.

7. Johnson RW. The impact of herpes zoster and post- herpetic-neuralgia on quality
of life. BMC Medicine Journal. 2010;8:37-42.

8. Menaldi SLSW, Bramono K, Indriatmi W. Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan


Kelamin. Edisi Ketujuh. Jakarta : Badang Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 2016.

9. Schmader KE, Oxman MN. Varicella and herpes zoster. In: Goldsmith LA, Katz
SI, Gilchrest BA, Paller AS. Leffell DJ, Wolff K, Schmader KE, editors.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine7th ed. United States: McGraw-Hill;
2008.p.1885-194.

10. Duus P, Baehr M, Frotscher M. Duu’s topical diagnosis in neurology. 4th ed.
Germany: Georg Thieme Verlag; 2005.p.71-72.

30
11. Mueller NH, Gilden DH, Cohrs RJ. Varicella zoster virus infection:
Clinical features, molecular pathogenesis of disease, and latency. Neurol Clin.
2008;26:675-97.

12. Christo PJ, Hobelmann G, Maine DN. Post-herpetic neuralgia in older adults. Drugs
Aging Journal. 2007;24(1):1-19.

13. Sinta S. Prevalensi dan profil herpes zoster di rumah sakit umum pusat Sanglah
Denpasar periode April 2015 sampai Maret 2016 (tesis). Universitas Udayana.2017

14. Burns, Tony, Breathnach, Cox. Rook’s textbook of Dermatology. 8nd ed. Wiley
Blackwell. 2010; 332-33.

15. Gershon AA, Gershon MD, Breuer J. Advances in the understanding of the
pathogenesis and epidemiology of herpes zoster. J Clin Virol 2010;48:S2-S7.

16. Weinberg JM. Herpes Zoster: Epidemiology, natural history, and common
complications. J Am Acad Dermatol. 2007;57:S130-5.

17. Johnson RW, Whitton TL. Management of herpes zoster (shingles) and post
herpetic neuralgia. Exp Opin Pharmacother. 2004;5:551-9.

18. Costache C, Costache D. A study of the dermatomers in herpes zoster. Bulletin of


Transilvania University of Brasov. 2009;2(51):19-24.

19. Bennet GH, Watson CPN. Herpes zoster and postherpetic neuralgia: Past, present,
and future. Pain Res Manag. 2009;14:275-82.

20. Harpaz R, Leung JW.The Epidemiology of Herpes Zoster in the United States
During the Era of Varicella and Herpes Zoster Vaccines. Clin Infect Dis.2018.3-5.
21. Vora RV, Kota RKS, Jivani NB. A Clinicomorphological study of childhood herpes
zoster at a rural based tertiary center, Gujarat, India. Indian Journal of Pediatric
Dermatology. 2016; 17(4) :273-276.
22. Sampathkumar P, Drage LA, Martin DP. Herpes zoster (shingles) and postherpetic
neuralgia. Mayo Clin Proc. 2009;84(3):274-80.
23. Hartadi, Sumaryo S. Infeksi virus. In: Harahap M, Rachmah L,Cahanar P,editor.
Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates; 2015.p.92-4.

31
24. Dworkin RH, Johnson RW, Bruer J, JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recommendations for the management of herpes zoster. CID 2007;44:S1-26.
25. Handoko RP. Penyakit virus. In : Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,editors.Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2010.p.110-1.
26. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2014.

32

Anda mungkin juga menyukai