HERPES ZOSTER
Oleh:
Preseptor :
PADANG
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas case report session dengan judul “Herpes Zoster” yang merupakan
salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam usaha penyelesaian tugas case report session ini, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Qaira Anum, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV dan dr. Ennesta
Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun
guna penyempurnaan tugas case report session ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Varicella (chickenpox) merupakan infeksi primer virus kelompok DNA yaitu virus
Varicella zoster, bersifat akut dan generalisata, umumnya terjadi pada anak-anak dan
terkadang pada dewasa. Penularan terjadi melalui kontak atau inhalasi (droplet). Kelainan
dapat terjadi pada kulit dan atau membran mukosa. Kelainan kulit ini bersifat polimorfi,
dengan penyebaran lesi terutama pada tubuh dan menyebar pada wajah, mukosa oral,
kulit kepala, ekstremitas bagian proksimal (sentrifugal).
Herpes Zoster merupakan infeksi kulit yang terlokalisir dengan karakteristik nyeri
radikular unilateral dan erupsi vesikuler yang umumnya terbatas pada dermatom yang
dipersarafi satu ganglion sensoris spinal atau kranial. Herpes Zoster merupakan suatu
proses reaktivasi virus Varicella Zoster yang sebelumnya berada dalam fase laten di
ganglion sensoris. Pasien dengan Herpes Zoster sebelumnya sudah pernah terinfeksi oleh
virus Varicella zoster. Tempat predileksi dari kelainan kulit pada herpes zoster terutama
di dermatomal C2 – L2.
Varisela terutama mengenai anak berusia di bawah 20 tahun, usia 3-6 tahun dan
2% pada orang dewasa. Insisdensi herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan
umur, dan jarang pada anak. Tingkat insidensi herpes zoster usia 0-9 tahun 0,74/1000
kasus, usia 10-19 tahun 1,38/1000 kasus, dan usia 20-29 tahun 2,58/1000 kasus. Herpes
zoster dapat juga terjadi pada bayi baru lahir, bila ibunya menderita herpes pada saat
kehamilan.
Patogenesis herpes zozter belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya infeksi
varisela, virus varisela zoster (VVZ) pindah dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke
ujung syaraf sensoris dan ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi
laten (dorman) dimana virus tidak lagi menular & bermultiplikasi, tapi tetap punya
kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi
dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti karsinoma,
penderita yang mendapat pengobatan immunosupresive termasuk kortikosteroid dan pada
orang penerima transplantasi organ. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali
bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian
virus akan menyebar ke sumsum tulang serta ke batang otak dan melalui syaraf sensoris
akan sampai ke kulit dan akan timbul gejala klinis.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk memahami dan menambah
pengetahuan tentang Herpes Zoster dan tatalaksananya.
1.3 Metode Penulisan
Case report ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
1.4 Manfaat Penulisan
Melalui penulisan case report ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber
informasi dan pengetahuan tentang Herpes Zoster.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan
2
kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. Herpes zoster
merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf
2
kutaneus selama episode awal chicken pox. Shingles adalah nama lain dari
2,3,5,6,7
herpes zoster Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi
primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion
dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami
1
reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.
B. Epidemiologi
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela,
dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh
4
oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau herpes. Sebaliknya,
kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
4
hubungan host-virus.
4,6,7
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Insiden
terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam
segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60
4
tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan bahwa ada
lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih
4
dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih. Ada
peningkatan insidens dari zoster pada anak – anak normal yang terkena
8
chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun. Faktor resiko utama adalah
disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20 sampai 100
kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada usia
4
yang sama. Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi
dari herpes zoster termasuk “human immunodeficiency virus” (HIV),
transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi
4
pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid. Herpes zoster adalah infeksi
oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV,
4
dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun. Zoster mungkin
merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS pada
8
individual dengan resiko tinggi. Dengan demikian, infeksi HIV harus
4
dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis
kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen
2
interleukin 10 polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.
Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk
2
memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes zoster. Episode kedua
dari herpes zoster jarang terjadi pada orang imunokompeten, dan serangan
2
ketiga sangat jarang. Orang yang menderita lebih dari satu episode mungkin
2
immunocompromised. Pasien imunokompeten menderita beberapa episode
seperti penyakit herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes
2
simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster
tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu
2
yang lebih lama pada individu immunocompromised. Pasien dengan zoster
tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui
2
kontak langsung dengan lesi mereka. Pasien dengan herpes zoster dapat
disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada aerosol, sehingga
tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien
2
tersebut.
C. Etiologi
Virus Varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
D. Patogenesis
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet
3
respiratori. VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang
3
lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi. Pasien infeksius
3
sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta. Selama terjadi kulit yang erupsi,
VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan
1,2,3,5,6,7,8
ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten. Virus berjalan
sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan
8
vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air. Zoster terjadi dari reaktivasi
1,2,3,4,5,8
dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik. Latensi
adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya
1
dalam patogenitas. Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur
hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu
1
sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan. Reaktivasi
mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara
3
spontan. Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala
3
prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal. Infeksi
primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
1
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.
Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien
1
HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.
http://www.herpes.com/herpes-zoster.html
http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm
Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
1
imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
1
terhadap VZV spesifik.
Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara
4
sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris. Di ganglion, virus
4
membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas
tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal
4
ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.
htp://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology
E. Manifestasi Klinis
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
3
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial lesi kutaneus
sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah
3
dan menyebar ke bawah. Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi
vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai
3
“tetesan embun pada kelopak mawar” ( “dew drop on rose petal” ). Setelah
3
vesikel matang, pecah membentuk krusta. Lesi pada beberapa tahapan evolusi
3
merupakan karakteristik dari varisela.
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan
karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang
3
eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan
intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,
1
beberapa dermatom atau difus. Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada
penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada
4
penderita mayoritas diatas usia 60 tahun. Nyeri prodormal : lamanya kira –
8
kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.
1,7
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal , malaise, demam, nyeri
1,7 1
kepala, dan limfadenopati, gatal , tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya
diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari
1
sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.
7
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat
6 4,6 4,6
menstimulasi migrain , nyeri pleura , infark miokardial , ulkus duodenum,
4,6
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis , prolaps diskus intervertebral,
atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang
4
serius.
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
8 1
sekitarnya herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.
Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian
1 8
makulopapuler muncul secara dermatomal. Lesi baru timbul selama 3-5 hari.
Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule
4
pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 – 4
8 4
minggu. Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari. Pada umumnya
4
krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi
4
baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari).
Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih
4
ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak. Dermatom yang terlibat :
biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering
terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan
8 8
sakral. Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.
3
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea. Pasien seperti ini
3
harus dievaluasi oleh optalmologi. Varian lain adalah herpes zoster yang
3
melibatkan telinga atau mangkuk konkhal – sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom
ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis,
hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi
3
zosteriform di telinga. Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal,
namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi
3
meluas dalam kasus zoster-diseminata. Zoster bilateral jarang terjadi, dan
3
harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.
F. Pemeriksaan Penunjang
6
Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus. Konfirmasi
6,7
laboratorium biasanya tidak perlu. Metode laboratorium untuk identifikasi
adalah sama seperti orang-orang untuk herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi
kulit, titer antibodi, cairan vesikuler antibodi immunofluorescent (direct
fluorescent antibody), mikroskop elektron, dan kultur dari cairan vesikel dari
7
beberapa studi patut dipertimbangkan.
7
Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear). Tes tersebut
3,7
tidak membedakan herpes simpleks dan varicella. Dasar dari lesi pertama
kali dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin, Giemsa, Wright’s,
7
toluidine biru, atau tinta papanicolaou. Sel raksasa multinuklear dan sel epitel
7
yang mengandung inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat. Direct
fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat (rapid
3
test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ. Kultur virus : tes yang
sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk dikultur dan tumbuh
3
dengan lambat, minimal 1 minggu. Herpes zoster terlihat kira –kira 7 kali
7 7
lebih sering pada pasien HIV. Tes HIV dilakukan jika ada indikasi yang jelas.
G. Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan
pemeriksaan penunjang.
H. Diagnosa Banding
I. Komplikasi
Sequele dari herpes zoster termasuk komplikasi cutaneous, ocular,
neurologic, dan visceral. Komplikasi yang paling sering dari herpes zoster
berhubungan dengan luasnya VZV dari tempat permulaan yang terkena di
sensory ganglion, nervus, atau kulit yang mana dari aliran darah atau oleh
perluasan neural secara langsung. Ruam mungkin menyebarluaskan setelah
erupsi dermatomal yang pertama. Ketika system imun pasien diperiksa, tidak
jarang mempunyai sedikit vesikel di area jauh dari yang terlibat. Lesi yang
menjalar biasanya muncul dalam seminggu merupakan onset dari erupsi
segmental dan jika sedikit jumlahnya, mudah terlewat. Penyebaran yang
ekstensif (dengan 25 sampai 50 lesi atau lebih) menghasilkan erupsi seperti
varisella (biasanya herpes zoster), terjadi dalam 2% sampai 10% pada pasien
dengan zoster terlokalisir, kebanyakan mereka mempunyai defek imunologik
sebagai hasil dari defisiensi imun yang didapat yang biasa disebut dengan
infeksi HIV atau terapi imunosupresif. Jika ruam meluas dan menyebar dari
kecil, nyeri diarea yang terkena herpes zoster, kemunculan pertama kali
mungkin tidak disadari.
Mata terlibat dalam 20% sampai 70% dari pasien dengan zoster
oftalmikus. VZV juga penyebab daro nekrosis retinal akut,
Herpes zoster mungkin hadir dengan berbagai komplikasi neurologic yaitu
post herpetic neuralgia yang paling umum dan penting. PHN mempunyai
variasi definisi yaitu nyeri seterlah penyembuhan ruam atau nyeri 1 bulan, 3
bulan, bulan, atau 6 bulan setelah onset ruam atau definisi terbaru yaitu
terfokus dalam 90 sampai 120 hari setelah onset ruam.
Digambar tersebut bisa dilihat faktor resiko yang signifikan dari segi umur
untuk terkena PHN. Faktor resiko yang lain termasuk kehadiran nyeri
prodromal, nyeri yang hebat selama fase akut herpes zoster, tingkat keparahan
dari ruam, kebanormalitas dari sensory pada dermatom yang terkena dan
kemungkinan terkena herpes zoster oftalmikus. Peningkatan usia, tingkat
keparahan nyeri akut, kehadiran nyeri prodromal keperahan ruam telah
dilaporkan sebagai predictor independen dari PHN. Pasien dengan PHN
mungkin menderita constant pain (dideskripsikan sebagai rasa panas, gata,
berdebar-debar), intermittent pain (rasa tertusuk, rasa tertembak) dan atau
stimulus-evoked pain, termasuk allodynia (rasa sakit, rasa panas,, rasa
tertusuk). Allodynia (nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus yang biasanya tidak
menyakitkan) adalah komponen dari penyakit yang hadir 90% dari pasien
dengan PHN. Pasien dengan allodynia mungkin menderita nyeri yang berat
setelah tersentuh (dengan sentuhan yang ringan) dikulit yang terkena oleh
benda biasa seperti angin atau baju.
J. Pengobatan
7
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.
Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
7
mengurangi resiko komplikasi. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
16
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir
dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama
16
sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat – obat tersebut diberikan
16
dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul. Untuk zoster yang menyebar luas
yang timbul pada orang – orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir
9
intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa.
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya
1,16
diberikan 7 hari , paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa
1,7
rejimen yang dianjurkan.
3
Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster :
K. Pencegahan
℗ 3
Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.
℗
Berhubungan dengan Varivax , tetapi diperkirakan 14 kali lebih
3
terkonsentrasi. Telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa
riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya. Zostavax telah diketahui untuk
3
mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia paska herpes.
http://www.medscape.com/viewarticle/735609
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 70 tahun / 12 Juni 1949
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM : 01.06.56.37
Alamat :
Status Perkawinan : Menikah
Negeri Asal : Padang, Indonesia
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2019
b. Status Dermatologis
Inspeksi
Lokasi : Bokong kiri, paha kiri bagian belakang, 1/3 proksimal
tungkai bawah
belakang, pubis bagian kiri & labia mayora kiri.
Distribusi : Terlokalisir unilateral
Bentuk : Bulat hingga tidak khas
Susunan : Hepertiformis
Batas : Tegas hingga tidak tegas
Ukuran : Milier hingga plakat
Efloresensi : Plak eritem dengan vesikel dan bula-bula berkelompok di
atasnya.
Palpasi
Diaskopi : Negatif
Nikolsky sign : Negatif
c. Status Venerelogikus :
Pubis : plak eritem dengan vesikel berkelompok dan bula diatasnya
OUE : Tidak ada kelainan
Vulva : plak eritem dengan vesikel berkelompok dan bula diatasnya
Vagina : Tidak ada kelainan
Perineal : Tidak ada kelainan
Perianal : Tidak ada kelainan
d. Kelainan Selaput : Tidak ada keluhan
e. Kelainan Kuku : Tidak ada kelainan
f. Kelainan Rambut : Tidak ada kelainan
g. Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran KGB
RESUME
Seorang pasien perempuan berusia 70 tahun dirawat di Bangsal Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 25 Oktober 2019 dan dikonsulkan ke
bagian Kulit dan Kelamin dengan keluhan Bercak-bercak merah yang terasa gatal
dan perih pada bokong kiri yang beberapa jam kemudian muncul gelembung berisi
cairan makin lama makin bertambah ke arah tungkai bawah, pubis, dan genitalia
pasien setelah satu hari dirawat di rumah sakit. Awalnya sekitar 1 minggu yang lalu
pasien pasien mengeluh pegal-pegal, nyeri sendi, nafsu makan turun, dan kurang
tidur. Empat hari kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke
RSUP Dr. M. Djamil Padang, dan dirawat di bangsal Penyakit Dalam. Setelah
mendapat pengobatan, pasien sadar dan mengeluhkan bercak-bercak merah yang
terasa gatal dan perih pada bokong kiri pasien. Setelah beberapa jam muncul
gelembung berisi cairan di atas bercak merah tersebut yang makin lama makin
bertambah ke arah tungkai bawah, pubis, dan labia mayora pasien. Keluhan masih
bertambah sampai pemeriksaan terakhir yang dilakukan.
3.8 DIAGNOSIS
Herpes zoster lumbo sakral sinistra setinggi lumbal 5 – sakral 2
3.9 PENATALAKSANAAN
UMUM
Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk minum obat dengan teratur.
Edukasi kepada pasien agar tidak menggaruk lesi.
Menjaga daya tahan tubuh pasien agar terhindar dari infeksi yang dapat memicu
munculnya gejala tambahan dengan cara memperbaiki pola makan dan menjaga
kebersihan diri.
KHUSUS
IVFD NaCl 0,9% 8j/kolf
Aciclovir 5 x 800 mg/hari
Amlodipin 1x5 mg/hari
Lansoprazole tab 1x30mg PO
Topikal
Bedak kocok
3.10 PROGNOSIS
Quo Ad Vitam : Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Cosmeticum : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Bonam
BAB 4
DISKUSI