Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

HERPES ZOSTER

Oleh:

Hajar Nurfa Jirin 1840312735

Muhammad Fikri El-Khair 1940312023

Preseptor :

Dr. dr. Qaira Anum, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

dr. Ennesta Asri, Sp.KK

BAGIAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

PADANG

2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT dan
shalawat beserta salam untuk Nabi Muhammad S.A.W, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan tugas case report session dengan judul “Herpes Zoster” yang merupakan
salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Bagian Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Dalam usaha penyelesaian tugas case report session ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Qaira Anum, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV dan dr. Ennesta

Asri, Sp.KK selaku preseptor dalam penyusunan tugas ini.

Kami menyadari bahwa di dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena
itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima semua saran dan kritik yang membangun
guna penyempurnaan tugas case report session ini. Akhir kata, semoga referat ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 28 Oktober 2019

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Varicella (chickenpox) merupakan infeksi primer virus kelompok DNA yaitu virus
Varicella zoster, bersifat akut dan generalisata, umumnya terjadi pada anak-anak dan
terkadang pada dewasa. Penularan terjadi melalui kontak atau inhalasi (droplet). Kelainan
dapat terjadi pada kulit dan atau membran mukosa. Kelainan kulit ini bersifat polimorfi,
dengan penyebaran lesi terutama pada tubuh dan menyebar pada wajah, mukosa oral,
kulit kepala, ekstremitas bagian proksimal (sentrifugal).
Herpes Zoster merupakan infeksi kulit yang terlokalisir dengan karakteristik nyeri
radikular unilateral dan erupsi vesikuler yang umumnya terbatas pada dermatom yang
dipersarafi satu ganglion sensoris spinal atau kranial. Herpes Zoster merupakan suatu
proses reaktivasi virus Varicella Zoster yang sebelumnya berada dalam fase laten di
ganglion sensoris. Pasien dengan Herpes Zoster sebelumnya sudah pernah terinfeksi oleh
virus Varicella zoster. Tempat predileksi dari kelainan kulit pada herpes zoster terutama
di dermatomal C2 – L2.
Varisela terutama mengenai anak berusia di bawah 20 tahun, usia 3-6 tahun dan
2% pada orang dewasa. Insisdensi herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan
umur, dan jarang pada anak. Tingkat insidensi herpes zoster usia 0-9 tahun 0,74/1000
kasus, usia 10-19 tahun 1,38/1000 kasus, dan usia 20-29 tahun 2,58/1000 kasus. Herpes
zoster dapat juga terjadi pada bayi baru lahir, bila ibunya menderita herpes pada saat
kehamilan.
Patogenesis herpes zozter belum seluruhnya diketahui. Selama terjadinya infeksi
varisela, virus varisela zoster (VVZ) pindah dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke
ujung syaraf sensoris dan ke ganglion sensoris. Pada ganglion tersebut terjadi infeksi
laten (dorman) dimana virus tidak lagi menular & bermultiplikasi, tapi tetap punya
kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi virus. Reaktivasi
dapat diakibatkan oleh keadaan yang menurunkan imunitas seluler seperti karsinoma,
penderita yang mendapat pengobatan immunosupresive termasuk kortikosteroid dan pada
orang penerima transplantasi organ. Pada saat terjadi reaktivasi, virus akan kembali
bermultiplikasi sehingga terjadi reaksi radang dan merusak ganglion sensoris. Kemudian
virus akan menyebar ke sumsum tulang serta ke batang otak dan melalui syaraf sensoris
akan sampai ke kulit dan akan timbul gejala klinis.
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan Case Report Session ini bertujuan untuk memahami dan menambah
pengetahuan tentang Herpes Zoster dan tatalaksananya.
1.3 Metode Penulisan
Case report ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang
merujuk dari berbagai literatur.
1.4 Manfaat Penulisan
Melalui penulisan case report ini diharapkan bermanfaat sebagai sumber
informasi dan pengetahuan tentang Herpes Zoster.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Herpes zoster adalah infeksi viral kutaneus pada umumnya melibatkan
2
kulit dengan dermatom tunggal atau yang berdekatan. Herpes zoster
merupakan hasil dari reaktivasi virus varisela zoster yang memasuki saraf
2
kutaneus selama episode awal chicken pox. Shingles adalah nama lain dari
2,3,5,6,7
herpes zoster Virus ini tidak hilang tuntas dari tubuh setelah infeksi
primernya dalam bentuk varisela melainkan dorman pada sel ganglion
dorsalis sistem saraf sensoris yang kemudian pada saat tertentu mengalami
1
reaktivasi dan bermanifestasi sebagai herpes zoster.

B. Epidemiologi
Herpes zoster terjadi secara sporadis sepanjang tahun tanpa prevalensi
musiman. Terjadinya herpes zoster tidak tergantung pada prevalensi varisela,
dan tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa herpes zoster dapat diperoleh
4
oleh kontak dengan orang lain dengan varisela atau herpes. Sebaliknya,
kejadian herpes zoster ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
4
hubungan host-virus.
4,6,7
Salah satu faktor risiko yang kuat adalah usia lebih tua. Insiden
terjadinya herpes zoster 1,5 sampai 3, 0 per 1.000 orang per tahun dalam
segala usia dan 7 sampai 11 per 1000 orang per tahun pada usia lebih dari 60
4
tahun pada penelitian di Eropa dan Amerika Utara. Diperkirakan bahwa ada
lebih dari satu juta kasus baru herpes zoster di Amerika setiap tahun, lebih
4
dari setengahnya terjadi pada orang dengan usia 60 tahun atau lebih. Ada
peningkatan insidens dari zoster pada anak – anak normal yang terkena
8
chicken pox ketika berusia kurang dari 2 tahun. Faktor resiko utama adalah
disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko 20 sampai 100
kali lebih besar dari herpes zoster daripada individu imunokompeten pada usia
4
yang sama. Immunosupresif kondisi yang berhubungan dengan risiko tinggi
dari herpes zoster termasuk “human immunodeficiency virus” (HIV),
transplantasi sumsum tulang, leukimia dan limfoma, penggunaan kemoterapi
4
pada kanker, dan penggunaan kortikosteroid. Herpes zoster adalah infeksi
oportunistik terkemuka dan awal pada orang yang terinfeksi dengan HIV,
4
dimana awalnya sering ditandai dengan defisiensi imun. Zoster mungkin
merupakan tanda paling awal dari perkembangan penyakit AIDS pada
8
individual dengan resiko tinggi. Dengan demikian, infeksi HIV harus
4
dipertimbangkan pada individu yang terkena herpes zoster.
Faktor lain melaporkan meningkatnya resiko herpes zoster termasuk jenis
kelamin perempuan, trauma fisik pada dermatom yang terkena, gen
2
interleukin 10 polimorfisme, dan ras hitam, tapi konfirmasi diperlukan.
Paparan dari anak dan kontak dengan kasus varisela telah dilaporkan untuk
2
memberikan perlindungan terhadap penyakit herpes zoster. Episode kedua
dari herpes zoster jarang terjadi pada orang imunokompeten, dan serangan
2
ketiga sangat jarang. Orang yang menderita lebih dari satu episode mungkin
2
immunocompromised. Pasien imunokompeten menderita beberapa episode
seperti penyakit herpes zoster yang mungkin menderita infeksi virus herpes
2
simpleks zosteriform (HSV) yang berulang.
Pasien dengan herpes zoster kurang menular dibandingkan pasien dengan
varisela. Virus dapat diisolasi dari vesikel dan pustula pada herpes zoster
tanpa komplikasi sampai 7 hari setelah munculnya ruam, dan untuk waktu
2
yang lebih lama pada individu immunocompromised. Pasien dengan zoster
tanpa komplikasi dermatomal muncul untuk menyebarkan infeksi melalui
2
kontak langsung dengan lesi mereka. Pasien dengan herpes zoster dapat
disebarluaskan, di samping itu, menularkan infeksi pada aerosol, sehingga
tindakan pencegahan udara, serta pencegahan kontak diperlukan untuk pasien
2
tersebut.

C. Etiologi
Virus Varisela zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini
merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer.
D. Patogenesis
Varisela sangat menular dan biasanya menyebar melalui droplet
3
respiratori. VVZ bereplikasi dan menyebar ke seluruh tubuh selama kurang
3
lebih 2 minggu sebelum perkembangan kulit yang erupsi. Pasien infeksius
3
sampai semua lesi dari kulit menjadi krusta. Selama terjadi kulit yang erupsi,
VVZ menyebar dan menyerang saraf secara retrograde untuk melibatkan
1,2,3,5,6,7,8
ganglion akar dorsalis di mana ia menjadi laten. Virus berjalan
sepanjang saraf sensorik ke area kulit yang dipersarafinya dan menimbulkan
8
vesikel dengan cara yang sama dengan cacar air. Zoster terjadi dari reaktivasi
1,2,3,4,5,8
dan replikasi VVZ pada ganglion akar dorsal saraf sensorik. Latensi
adalah tanda utama virus Varisela zoster dan tidak diragukan lagi peranannya
1
dalam patogenitas. Sifat latensi ini menandakan virus dapat bertahan seumur
hidup hospes dan pada suatu saat masuk dalam fase reaktivasi yang mampu
1
sebagai media transmisi penularan kepada seseorang yang rentan. Reaktivasi
mungkin karena stres, sakit immunosupresi, atau mungkin terjadi secara
3
spontan. Virus kemudian menyebar ke saraf sensorik menyebabkan gejala
3
prodormal dan erupsi kutaneus dengan karakteristik yang dermatomal. Infeksi
primer VVZ memicu imunitas humoral dan seluler, namun dalam
1
mempertahankan latensi, imunitas seluler lebih penting pada herpes zoster.
Keadaan ini terbukti dengan insidensi herpes zoster meningkat pada pasien
1
HIV dengan jumlah CD4 menurun, dibandingkan dengan orang normal.
http://www.herpes.com/herpes-zoster.html

http://www.pyroenergen.com/articles08/herpes-zoster-shingles.htm

Penyebab reaktivasi tidak diketahui pasti tetapi biasanya muncul pada keadaan
1
imunosupresi. Insidensi herpes zoster berhubungan dengan menurunnya imunitas
1
terhadap VZV spesifik.

Pada masa reaktivasi virus bereplikasi kemudian merusak dan terjadi


1
peradangan ganglion sensoris. Virus menyebar ke sumsum tulang belakang dan
batang otak, dari saraf sensoris menuju kulit dan menimbulkan erupsi kulit
1
vesikuler yang khas. Pada daerah dengan lesi terbanyak mengalami keadaan laten
1
dan merupakan daerah terbesar kemungkinannya mengalami herpes zoster.

Selama proses varisela berlangsung, VZV lewat dari lesi pada kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik menular dan dikirim secara
4
sentripetal, naik ke serabut sensoris ke ganglia sensoris. Di ganglion, virus
4
membentuk infeksi laten yang menetap selama kehidupan. Herpes zoster terjadi
paling sering pada dermatom dimana ruam dari varisela mencapai densitas
tertinggi yang diinervasi oleh bagian (oftalmik) pertama dari saraf trigeminal
4
ganglion sensoris dan tulang belakang dari T1 sampai L2.

Depresi imunitas selular akibat usia lanjut, penyakit, atau obat-obatan


mempermudah reaktivasi. Herpes zoster pada anak kecil sehat mungkin
berhubungan dengan perkembangan imunitas selular yang kurang efisien pada
8
saat terjadi infeksi VZV primer baik in utero maupun pascalahir.

htp://en.wikipedia.org/wiki/Herpes_zoster#Pathophysiology

E. Manifestasi Klinis
Varisela biasanya dimulai dengan demam prodromal virus, nyeri otot, dan
3
kelelahan selama 1 sampai 2 hari sebelum erupsi kulit. Inisial lesi kutaneus
sangat gatal, makula dan papula eritematosa pruritus yang dimulai pada wajah
3
dan menyebar ke bawah. Papula ini kemudian berkembang cepat menjadi
vesikel kecil yang dikelilingi oleh halo eritematosa, yang dikenal sebagai
3
“tetesan embun pada kelopak mawar” ( “dew drop on rose petal” ). Setelah
3
vesikel matang, pecah membentuk krusta. Lesi pada beberapa tahapan evolusi
3
merupakan karakteristik dari varisela.
Manifestasi dari herpes zoster biasanya ditandai dengan rasa sakit yang
sangat dan pruritus selama beberapa hari sebelum mengembangkan
karakteristik erupsi kulit dari vesikel berkelompok pada dasar yang
3
eritematosa.
Gejala prodormal biasanya nyeri, disestesia, parestesia, nyeri tekan
intermiten atau terus menerus, nyeri dapat dangkal atau dalam terlokalisir,
1
beberapa dermatom atau difus. Nyeri prodormal tidak lazim terjadi pada
penderita imunokompeten kurang dari usia 30 tahun, tetapi muncul pada
4
penderita mayoritas diatas usia 60 tahun. Nyeri prodormal : lamanya kira –
8
kira 2 – 3 hari, namun dapat lebih lama.
1,7
Gejala lain dapat berupa rasa terbakar dangkal , malaise, demam, nyeri
1,7 1
kepala, dan limfadenopati, gatal , tingling. Lebih dari 80% pasien biasanya
diawali dengan prodormal, gejala tersebut umumnya berlangsung beberapa hari
1
sampai 3 minggu sebelum muncul lesi kulit.
7
Nyeri preeruptif dari herpes zoster (preherpetic neuralgia) dapat
6 4,6 4,6
menstimulasi migrain , nyeri pleura , infark miokardial , ulkus duodenum,
4,6
kolesistitis, kolik renal dan bilier, apendisitis , prolaps diskus intervertebral,
atau glaucoma dini, dan mungkin mengacu pada intervensi misdiagnosis yang
4
serius.
Lesi kulit yang paling sering dijumpai adalah vesikel dengan eritema di
8 1
sekitarnya herpetiformis berkelompok dengan distribusi segmental unilateral.
Erupsi diawali dengan plak eritematosa terlokalisir atau difus kemudian
1 8
makulopapuler muncul secara dermatomal. Lesi baru timbul selama 3-5 hari.
Bentuk vesikel dalam waktu 12 sampai 24 jam dan berubah menjadi pustule
4
pada hari ketiga. Pecahnya vesikel serta pemisahan terjadi dalam 2 – 4
8 4
minggu. Krusta yang mongering pada 7 sampai 10 hari. Pada umumnya
4
krusta bertahan dari 2 sampai 3 minggu. Pada orang yang normal, lesi – lesi
4
baru bermunculan pada 1 sampai 4 hari ( biasanya sampai selama 7 hari).
Rash lebih berat dan bertahan lama pada orang yang lebih tua., dan lebih
4
ringan dan berdurasi pendek pada anak – anak. Dermatom yang terlibat :
biasanya tunggal dermatom dorsolumbal merupakan lokasi yang paling sering
terlibat (50%), diikuti oleh trigeminal oftalmika, kemudian servikal dan
8 8
sakral. Ekstremitas merupakan lokasi yang paling jarang terkena.
3
Keterlibatan saraf kranial ke 5 berhubungan dengan kornea. Pasien seperti ini
3
harus dievaluasi oleh optalmologi. Varian lain adalah herpes zoster yang
3
melibatkan telinga atau mangkuk konkhal – sindrom Ramsay-Hunt. Sindrom
ini harus dipertimbangkan pada pasien dengan kelumpuhan nervus fasialis,
hilangnya rasa pengecapan, dan mulut kering dan sebagai tambahan lesi
3
zosteriform di telinga. Secara klasik, erupsi terlokalisir ke dermatom tunggal,
namun keterlibatan dermatom yang berdekatan dapat terjadi, seperti lesi
3
meluas dalam kasus zoster-diseminata. Zoster bilateral jarang terjadi, dan
3
harus meningkatkan kecurigaan pada imunodefisiensi seperti HIV / AIDS.

F. Pemeriksaan Penunjang
6
Diagnosis klinis dibuat dalam kebanyakan kasus. Konfirmasi
6,7
laboratorium biasanya tidak perlu. Metode laboratorium untuk identifikasi
adalah sama seperti orang-orang untuk herpes simpleks. Tzanck smear , biopsi
kulit, titer antibodi, cairan vesikuler antibodi immunofluorescent (direct
fluorescent antibody), mikroskop elektron, dan kultur dari cairan vesikel dari
7
beberapa studi patut dipertimbangkan.
7
Tes awal pilihan adalah apusan sitologi (Tzanck smear). Tes tersebut
3,7
tidak membedakan herpes simpleks dan varicella. Dasar dari lesi pertama
kali dikerok dan diwarnai dengan hematoxylin-eosin, Giemsa, Wright’s,
7
toluidine biru, atau tinta papanicolaou. Sel raksasa multinuklear dan sel epitel
7
yang mengandung inklusi intranuklear asidofilik dapat terlihat. Direct
fluorescent antibody : dilakukan untuk HSV-1. DFA adalah tes cepat (rapid
3
test) untuk membedakan VHS-1, VHS-2, dan VVZ. Kultur virus : tes yang
sangat spesifik, tetapi tidak sensitif. VVZ sulit untuk dikultur dan tumbuh
3
dengan lambat, minimal 1 minggu. Herpes zoster terlihat kira –kira 7 kali
7 7
lebih sering pada pasien HIV. Tes HIV dilakukan jika ada indikasi yang jelas.
G. Diagnosa
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis dan
pemeriksaan penunjang.

H. Diagnosa Banding

I. Komplikasi
Sequele dari herpes zoster termasuk komplikasi cutaneous, ocular,
neurologic, dan visceral. Komplikasi yang paling sering dari herpes zoster
berhubungan dengan luasnya VZV dari tempat permulaan yang terkena di
sensory ganglion, nervus, atau kulit yang mana dari aliran darah atau oleh
perluasan neural secara langsung. Ruam mungkin menyebarluaskan setelah
erupsi dermatomal yang pertama. Ketika system imun pasien diperiksa, tidak
jarang mempunyai sedikit vesikel di area jauh dari yang terlibat. Lesi yang
menjalar biasanya muncul dalam seminggu merupakan onset dari erupsi
segmental dan jika sedikit jumlahnya, mudah terlewat. Penyebaran yang
ekstensif (dengan 25 sampai 50 lesi atau lebih) menghasilkan erupsi seperti
varisella (biasanya herpes zoster), terjadi dalam 2% sampai 10% pada pasien
dengan zoster terlokalisir, kebanyakan mereka mempunyai defek imunologik
sebagai hasil dari defisiensi imun yang didapat yang biasa disebut dengan
infeksi HIV atau terapi imunosupresif. Jika ruam meluas dan menyebar dari
kecil, nyeri diarea yang terkena herpes zoster, kemunculan pertama kali
mungkin tidak disadari.
Mata terlibat dalam 20% sampai 70% dari pasien dengan zoster
oftalmikus. VZV juga penyebab daro nekrosis retinal akut,
Herpes zoster mungkin hadir dengan berbagai komplikasi neurologic yaitu
post herpetic neuralgia yang paling umum dan penting. PHN mempunyai
variasi definisi yaitu nyeri seterlah penyembuhan ruam atau nyeri 1 bulan, 3
bulan, bulan, atau 6 bulan setelah onset ruam atau definisi terbaru yaitu
terfokus dalam 90 sampai 120 hari setelah onset ruam.

Digambar tersebut bisa dilihat faktor resiko yang signifikan dari segi umur
untuk terkena PHN. Faktor resiko yang lain termasuk kehadiran nyeri
prodromal, nyeri yang hebat selama fase akut herpes zoster, tingkat keparahan
dari ruam, kebanormalitas dari sensory pada dermatom yang terkena dan
kemungkinan terkena herpes zoster oftalmikus. Peningkatan usia, tingkat
keparahan nyeri akut, kehadiran nyeri prodromal keperahan ruam telah
dilaporkan sebagai predictor independen dari PHN. Pasien dengan PHN
mungkin menderita constant pain (dideskripsikan sebagai rasa panas, gata,
berdebar-debar), intermittent pain (rasa tertusuk, rasa tertembak) dan atau
stimulus-evoked pain, termasuk allodynia (rasa sakit, rasa panas,, rasa
tertusuk). Allodynia (nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus yang biasanya tidak
menyakitkan) adalah komponen dari penyakit yang hadir 90% dari pasien
dengan PHN. Pasien dengan allodynia mungkin menderita nyeri yang berat
setelah tersentuh (dengan sentuhan yang ringan) dikulit yang terkena oleh
benda biasa seperti angin atau baju.

J. Pengobatan
7
Tujuan dari pengobatan adalah menekan inflamasi, nyeri dan infeksi.
Pengobatan zoster akut mempercepat penyembuhan, mengkontrol sakit, dan
7
mengurangi resiko komplikasi. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan
16
modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebih baru ialah famsiklovir
dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama
16
sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat – obat tersebut diberikan
16
dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul. Untuk zoster yang menyebar luas
yang timbul pada orang – orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir
9
intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa.
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya
1,16
diberikan 7 hari , paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa
1,7
rejimen yang dianjurkan.
3
Indikasi pemberian asiklovir pada herpes zoster :

1. Pasien berumur ≥ 60 tahun dengan lesi muncul dalam 72 jam.


2. Pasien berumur ≤ 60 tahun dengan lesi luas, akut dan dalam 72 jam.
3. Pasien dengan lesi oftalmikus, segala umur, lesi aktif menyerang leher,
alat gerak, dan perineum (lumbal – sakral).

Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma


16
lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat – obat tersebut masih dapat
16
diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.
Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan
1
famsiklovir sama dengan asiklovir.
Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka
pendek dan diberikan pada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan
1
pertimbangan ketat. Indikasi pemberian kortikosteroid ialah sindrom Ramsay
16
Hunt. Pemberian harus sedini – dininya untuk mencegah terjadinya
16
paralisis. Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah
16
seminggu dosis diturunkan bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu
16
imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat anti viral.
16
Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis ganglion.
Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk
mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif
diberikan kompres terbuka. Kalo terjadi ulserasi dapat diberikan salep
16
antibiotik.
Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah
3
diberikan untuk mengurangi insidens. Menurut FDA, obat pertama yang dapat
diterima untuk nyeri neuropatik pada neuropati perifer diabetik dan neuralgia
16
paska herpetic ialah pregabalin. Obat tersebut lebih baik daripada obat gaba
yang analog yaitu gabapentin, karena efek sampingnya lebih sedikit, lebih
poten (2 – 4 kali), kerjanya lebih cepat, serta pengaturan dosisnya lebih
16
sederhana. Dosis awal 2 x 75 mg sehari, setelah 3 – 7 hari bila responnya
kurang dapat dinaikkan menjadi 2 x 150 mg sehari. Dosis maksimum 600 g
16
sehari. Efek sampingnya berupa dizziness, dan somnolen yang akan
16
menghilang sendiri, jadi obat tidak perlu dihentikan.
Terapi topikal seperti krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin
3,7
dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes. Solutio Burrow dapat
7
digunakan untuk kompres basah. Kompres diletakkan selama 20 menit
beberapa kali sehari, untuk maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan
7
krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri. Solutio Povidone- iodine sangat
membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat dari
7
orang tua. Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari
untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan
7
jangka pendek.
Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300 – 600 mg per oral
3 3
TID selama 7 hari). Tidak lebih dari 150 mg/d. Penderita AIDS dengan
3
CD4+ <100 sel/mm dan transplantasi resipien, khususnya sumsung tulang
7
mungkin mengalami infeksi VVZ dengan resistan acyclovir. Perlu diawali
pengobatan dengan foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 – 10 hari pada
7
pasien dengan suspek infeksi VVZ dengan resisten acyclovir. Pengobatan
7
foscarnet diperlukan setidaknya sampai 10 hari atau sampai lesi sembuh.
16
Anti depresi antisiklik ( misalnya nortriptilin dan aminotriptilin) :
3
amitriptilin 30 – 100 mg per oral QHS. Pengobatan dengan amiptriptilin dan
obat sejenisnya, blok saraf, dan / opioid nantinya setelah perkembangan nyeri
7
akut dapat mencegah sensitisasi SSP yang menyebabkan nyeri persisten. Efek
16
sampingnya ialah gangguan jantung, sedasi, dan hipotensi. Dosis nortriptilin
10
50 – 150 mg/hari.
3
Rejimen terapi untuk Varisela-zoster :

ACYCLOVIR FAMCICLOVIR VALACYCLOVIR


Zoster 5 x 800 mg 500 mg TID 1 g TID selama 7
setiap hari selama 7 hari hari
selama 7 – 10
hari
“Disseminated 20 mg/kg IV - -
zoster” (dosis setiap 8 jam
anak) selama 7 hari
“Disseminated 10 mg/kg IV - -
zoster”(dosis setiap 8 jam
dewasa) selama 7 hari

K. Pencegahan
℗ 3
Vaksin Zostavax : strain hidup yang dilemahkan dari VVZ.

Berhubungan dengan Varivax , tetapi diperkirakan 14 kali lebih
3
terkonsentrasi. Telah disetujui oleh FDA untuk pasien > 60 tahun tanpa
riwayat penyakit herpes zoster sebelumnya. Zostavax telah diketahui untuk
3
mengurangi penyakit herpes zoster dan neuralgia paska herpes.

http://www.medscape.com/viewarticle/735609
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 70 tahun / 12 Juni 1949
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No RM : 01.06.56.37
Alamat :
Status Perkawinan : Menikah
Negeri Asal : Padang, Indonesia
Agama : Islam
Suku : Minangkabau
Tanggal Pemeriksaan : 28 Oktober 2019

3.2 ANAMNESA (AUTOANAMNESA DAN ALLOANAMNESA)


Seorang pasien perempuan berusia 70 tahun dirawat di Bangsal Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 25 Oktober 2019 dan dikonsulkan ke bagian
Kulit dan Kelmain pada tanggal 28 Oktober 2019 dengan:
3.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan adanya gelembung-gelembung berkelompok berisi cairan dan
terasa nyeri yang makin menyebar di bokong, bagian belakang paha, dan lipat lutut kiri
sejak 2 hari yang lalu
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
 Bercak-bercak merah di bokong kiri yang terasa gatal dan perih. Semakin lama
semakin bertambah ke arah bagian belakang paha sampai lipat lutut kaki kiri yang
beberapa jam kemudian muncul gelembung berisi cairan tambah lama bertambah
banyak.
 Awalnya sekitar 1 minggu yang lalu pasien mengeluhkan pegal-pegal, nyeri sendi,
nafsu makan turun, dan kurang tidur. Kemudian 3 hari yang lalu pasien masuk
rumah sakit dalam keadaan penurunan kesadaran, lalu pasien di rawat di bangsal
penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Setelah pasien sadar besok malamnya,
pasien mengeluhkan muncul bercak-bercak merah di bokong kiri terasa gatal dan
perih yang beberapa jam kemudian muncul gelembung berisi cairan, tambah lama
bertambah banyak.

3.2.3.Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat varisela ada.
 Riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu, kontrol tidak teratur.

3.2.4. Riwayat Pengobatan


 Riwayat imunisasi cacar tidak diketahui

3.2.5. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga dan tetangga yang mengalami keluhan bercak merah
disertai rasa gatal pada tubuh seperti yang dialami pasien.

3.2.6 Riwayat Atopi / Riwayat Alergi


 Riwayat bersin-bersin ≥ 5X di pagi tidak ada
 Riwayat asma tidak ada.
 Riwayat mata merah dan gatal tidak ada
 Riwayat alergi makanan tidak ada
 Riwayat alergi obat tidak ada
 Riwayat kaligata tidak ada
 Riwayat alergi serbuk sari tidak ada

3.2.7 Riwayat Sosioekonomi


 Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga

3.3 PEMERIKSAAN FISIK


a. Vital Sign
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Nafas : 19x/menit
Suhu : 37°C
Status gizi : BB: 50 kg
TB: 155 cm
IMT 20,8 (normoweight)
Status Generalis
Kepala : Normocephal
Tidak ada kelainan
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sekret (-)
Sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cmH2O
KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax :
Paru
Inspeksi : Dada simetris kanan dan kiri (statis)
Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri (dinamis)
Palpasi : Fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor kanan dan kiri
Auskultasi : SN Vesikuler, Rh-/- , Wh -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Atas : RIC II
Kanan: Linea parasternalis dekstra
Kiri : 1 jari medial LMCS RIC V
Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Tidak ada kelainan
Extremitas : Tidak ada kelainan

b. Status Dermatologis
Inspeksi
Lokasi : Bokong kiri, paha kiri bagian belakang, 1/3 proksimal
tungkai bawah
belakang, pubis bagian kiri & labia mayora kiri.
Distribusi : Terlokalisir unilateral
Bentuk : Bulat hingga tidak khas
Susunan : Hepertiformis
Batas : Tegas hingga tidak tegas
Ukuran : Milier hingga plakat
Efloresensi : Plak eritem dengan vesikel dan bula-bula berkelompok di
atasnya.

Palpasi
Diaskopi : Negatif
Nikolsky sign : Negatif
c. Status Venerelogikus :
Pubis : plak eritem dengan vesikel berkelompok dan bula diatasnya
OUE : Tidak ada kelainan
Vulva : plak eritem dengan vesikel berkelompok dan bula diatasnya
Vagina : Tidak ada kelainan
Perineal : Tidak ada kelainan
Perianal : Tidak ada kelainan
d. Kelainan Selaput : Tidak ada keluhan
e. Kelainan Kuku : Tidak ada kelainan
f. Kelainan Rambut : Tidak ada kelainan
g. Kelainan Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran KGB
RESUME
 Seorang pasien perempuan berusia 70 tahun dirawat di Bangsal Penyakit Dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 25 Oktober 2019 dan dikonsulkan ke
bagian Kulit dan Kelamin dengan keluhan Bercak-bercak merah yang terasa gatal
dan perih pada bokong kiri yang beberapa jam kemudian muncul gelembung berisi
cairan makin lama makin bertambah ke arah tungkai bawah, pubis, dan genitalia
pasien setelah satu hari dirawat di rumah sakit. Awalnya sekitar 1 minggu yang lalu
pasien pasien mengeluh pegal-pegal, nyeri sendi, nafsu makan turun, dan kurang
tidur. Empat hari kemudian pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke
RSUP Dr. M. Djamil Padang, dan dirawat di bangsal Penyakit Dalam. Setelah
mendapat pengobatan, pasien sadar dan mengeluhkan bercak-bercak merah yang
terasa gatal dan perih pada bokong kiri pasien. Setelah beberapa jam muncul
gelembung berisi cairan di atas bercak merah tersebut yang makin lama makin
bertambah ke arah tungkai bawah, pubis, dan labia mayora pasien. Keluhan masih
bertambah sampai pemeriksaan terakhir yang dilakukan.

3.5 DIAGNOSIS KERJA


Herpes zoster lumbo sakral sinistra setinggi dermatom L5-S2
3.6 DIAGNOSIS BANDING
Herpes simplek
Dermatitis Venenata
Dermatitis kontak

3.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Laboratorium (21/10/2019)
Hb 12,5 g/dl
Leukosit 16.560/mm3
Trombosit 373.000/mm3
Hematokrit 35%
GDS 143mg/dl
Albumin 4,0 g/dl
Globulin 2,2 g/dl
Total protein 6,2 g/dl
SGOT 42 u/l
SGPT 11 u/l
Ureum darah 32 mg/dl
Kreatinin darah 0,7 mg/dl
Kalsium 9,5 mg/dl
Natrium 129 mg/dl
Kalium 3,9 Mmol/L
Klorida serum 99 Mmol/L
Kesan: Leukopenia dengan neutrofilia relatif shift to the right, ureum meningkat, total
protein menurun, SGOT meningkat, Natrium menurun.

3.8 DIAGNOSIS
Herpes zoster lumbo sakral sinistra setinggi lumbal 5 – sakral 2
3.9 PENATALAKSANAAN
UMUM
 Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk minum obat dengan teratur.
 Edukasi kepada pasien agar tidak menggaruk lesi.
 Menjaga daya tahan tubuh pasien agar terhindar dari infeksi yang dapat memicu
munculnya gejala tambahan dengan cara memperbaiki pola makan dan menjaga
kebersihan diri.
KHUSUS
 IVFD NaCl 0,9% 8j/kolf
 Aciclovir 5 x 800 mg/hari
 Amlodipin 1x5 mg/hari
 Lansoprazole tab 1x30mg PO
Topikal
 Bedak kocok

3.10 PROGNOSIS
 Quo Ad Vitam : Bonam
 Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
 Quo Ad Cosmeticum : Dubia Ad Bonam
 Quo Ad Functionam : Bonam

BAB 4
DISKUSI

Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berusia 70 tahun dirawat di Bangsal


Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 25 Oktober 2019 dan
dikonsulkan ke bagian Kulit dan Kelamin pada tanggal 28 Oktober 2019 dengan keluhan
adanya gelembung-gelembung berkelompok berisi cairan dan terasa nyeri yang makin
menyebar di bokong, bagian belakang paha, dan lipat lutut kiri sejak 2 hari yang lalu.
Awalnya sekitar 1 minggu yang lalu pasien mengeluhkan pegal-pegal, nyeri sendi,
nafsu makan turun, dan kurang tidur. Kemudian 3 hari yang lalu pasien masuk rumah
sakit dalam keadaan penurunan kesadaran, lalu pasien di rawat di bangsal penyakit dalam
RSUP Dr. M. Djamil Padang. Setelah pasien sadar besok malamnya, pasien mengeluhkan
muncul bercak-bercak merah di bokong kiri terasa gatal dan perih yang beberapa jam
kemudian muncul gelembung berisi cairan, tambah lama bertambah banyak.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya plak eritem dengan vesikel dan bula-bula
berkelompok diatasnya yang ditemukan di bokong kiri, paha bagian belakang kir, lipat
lutut bagian belakang dan daerah pubis dan labia mayora kiri. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menunjukkan bahwa Herpes merupakan penyakit neurokutan dengan
manifestasi erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa disertai nyeri
radikular unilateral terbatas disatu dermatom. 17 Dermatom yang dikenai pada pasien ini
yaitu L5-S2 termasuk pada bagian pubis yang merupakan bagian S2.
Herpes zoster timbul pada saat respon imunitas seluler dan titer antibodi spesifik
terhadap virus varisela zoster menurun sampai tidak lagi efektif mencegah infeksi virus,
maka partikel virus varisela zoster yang laten tersebut mengalami reaktivasi dan
menimbulkan ruam kulit yang terlokalisata di dalam satu dermatom. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan turunnya imunitas sehingga memicu reaktivasi virus ini, antara
lain usia tua, penyakit imunosupresi, radiasi, trauma fisik, obat-obatan, infeksi lain,
kurangnya asupan gizi, dan stess dapat dianggap sebagai pencetus. 17 Pada pasien ini
kemungkinan faktor pencetus yaitu usia tua (70 tahun), adanya kelelahn fisik karena 1
minggu sebelum dirawat pasien kurang tidur serta nafsu makan yang berkurang membuat
asupan gizi berkurang. Selain itu penurunan kesadaran akibat susp hiponatremia bisa
sebagai pencetus.
Herpes zosterdapat dimulai dengan timbulnya gejala podromal berupa sensasi
abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal parastesia sepanjang dermatom, gatal,
rasa terbakar dari ringan- berat. Dapat juga dijumpai gejala konstitusi misalnya nyeri
kepala, malaise, dan demam. Gejala prodromal dapat berlangsung beberapa hari (1-10
hari(rata-rata 2 hari).17 Pada pasien ini seminggu sebelum masukrumah sakit pasien
merasakan pegal-pegal, namun tidak ada demam, sakit kepala maupun rasa mati rasa
pada dermatom yang dikenai.
Pada pasien ini diberikan IVFD NaCl 0,9% 8j/kolf, Aciclovir 5 x 800 mg/hari
amlodipin 1x5 mg/hari, dan lansoprazole tab 1x30mg PO. Pemberian acyclovir sebagai
antivirus bertujuan untuk menurunkan durasi lesi herpes zoster dan derajat keparahan
nyeri herpes zoster akut.17 Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk minum obat
dengan teratur dan harus habis. Edukasi juga kepada pasien agar tidak menggaruk lesi
serta menjaga daya tahan tubuh pasien agar terhindar dari infeksi yang dapat memicu
munculnya gejala tambahan dengan cara memperbaiki pola makan dan menjaga
kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA

1. Daili SF, B Indriatmi W. Infeksi Virus Herpes. Jakarta : Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. 2002.
rd
2. Habif, T.P. Viral Infection. In : Skin Disease Diagnosis and Treatment. 3 ed.
Philadelphia : Elseiver Saunders. 2011 .p. 235 -239.
3. Schalock C.P, Hsu T.S, Arndt, K.A. Viral Infection of the Skin. In :
Lippincott’s Primary Care Dermatology. Philadelphia : Walter Kluwer
Health. 2011 .p. 148 -151.
4. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Varicella and Herpes Zoster. In : Fitzpatrick. Dermatology in General
th
Medicine. 7 ed. New York : McGraw Hill Company.2008.p. 1885-1898.
5. James, W.D. Viral Diseases. In : Andrew’s Disease of the Skin Clinical
th
Dermatology. 11 ed. USA : Elseiver Saunder. 2011 .p. 372 – 376.
6. Marks James G Jr, Miller Jeffrey. Herpes Zoster. In: J Lookingbill and Marks’
th
Principles of Dermatology. 4 ed. Philadelphia : Elseiver Saunders. 2006
.p.145-148.
7. Habif P.Thomas. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infection. In :
th
Clinical Dermatology. 5 ed. United States of America : Elseiver Saunders.
2010.p. 479 – 490.
th
8. Mandal BK, dkk. Lecture Notes :Penyakit Infeksi.6 ed. Jakarta : Erlangga
Medical Series. 2008 : 115 – 119.
th
9. Sehgal, V.N. Herpes Zoster. In : Textbook of Clinical Dermatology. 4 ed.
New Delhi : Jaypee Brothers Medical Publishers. 2006.p. 83 – 84.
10. Mayeaux EJ. Viral Infection. In : The Color Atlas of Family Medicine. United
State of America : Mc Graw-Hill Companies, 2009 : 493 – 502.
th
11. Brown, R.G. Lecture Notes Dermatology: Penyakit Infeksi.8 ed. Jakarta :
Erlangga Medical Series. 2005 : 29 – 31.
12. Brown, R.G.Dermatology Fundamentals of Practice. Philadelphia : Mosby
Elseiver. 2008.p. 212-214.
13. Chang Sung Eun, Bae Gee Young, Moon Kee Chan, Do Sang Hwan, Lim Young
Jin. Subcutaneous granuloma annulare following herpes zoster. In : International
Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 298 – 299.
14. The International Society of Dermatology.Herpes zoster and pruritus. In :
International Journal of Dermatology. Vol. 43. Number 4. 2004.p. 779 -780.
15. Ali Asra. Varicella zoster virus (VZV). In : Dermatology a Pictorial Review.
New York : Mc Graw Hill Companies. 2007.p. 22 -23.
16. Handoko RP. Penyakit Virus. In : Djuanda Adhi, Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu
th
Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 ed. Cetakan V, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2010 : 110-112.
17. Pusponegoro EH. Herpes Zoster. In : Menaidi SLS, Bramono K, Indriatmi W, eds.
th
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 7 ed. Cetakan I V, Jakarta : Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2017 : 121-4.

Anda mungkin juga menyukai