Anda di halaman 1dari 33

Clinical Science Section

INFERTILITAS

Oleh:

Feby Febriatama 1840312202

Ahmad Iqram 1840312403

Preseptor:
dr. Haviz Yuad, Sp.OG(K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infertilitas adalah suatu keadaaan pasangan suami istri yang telah

kawin satu tahun atau lebih dan telah melakukan hubungan seksual secara

teratur minimal 2-3 kali dalam seminggu tanpa memakai kontrasepsi tapi

tidak memperoleh kehamilan. Menurut WHO infertilitas dibagi atas dua, yaitu

infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Penyebab infertilitas harus dilihat pada kedua belah pihak yaitu istri dan

suami. Salah satu bukti bahwa pasangan infertil harus dilihat sebagai satu

kesatuan adalah adanya faktor imunologi yang memegang peranan dalam fertilitas

suatu pasangan. Faktor imunologi ini erat kaitannya dengan faktor semen/sperma,

cairan/lendir serviks dan reaksi imunologi isteri terhadap semen/sperma suami.

Termasuk juga sebagai faktor imunologi adanya autoantibodi.1,2 Infertilitas dapat

juga tidak diketahui penyebabnya yang dikenal dengan istilah infertilitas

idiopatik.

Menurut data National Survey of Family Growth sekitar 10% - 15%

pasangan infertil, banyak terjadi pada pasangan yang lebih tua. Lebih kurang

seperlima pasangan usia subur di Amerika Serikat adalah pasangan infertil. Lima

belas persen diantaranya tergolong infertil yang tidak jelas penyebabnya

(unexplained infertility). Berdasarkan persentase perempuan umur 15-49 tahun

yang mengalami infertilitas primer di Asia, prevalensi infertilitas idiopatik

bervariasi antara 22-28 %, studi terbaru menunjukkan di antara pasangan yang

2
berkunjung ke klinik fertilitas, sebesar 21 % perempuan berumur di bawah 35

tahun dan 26% perempuan berumur di atas 35 tahun.

Masalah infertilitas dapat memberikan dampak besar bagi pasangan

suami-istri yang mengalaminya, selain menyebabkan masalah medis, infertilitas

juga dapat menyebabkan masalah ekonomi maupun psikologis.

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini membahas tentang definisi, klasifikasi, etiologi, pemeriksaan

dan tatalaksana infertilitas.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, klasifikasi,

etiologi, pemeriksaan dan tatalaksana infertilitas.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan makalah ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang

merujuk kepada literatur.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Infertilitas

Infertilitas adalah suatu keadaaan pasangan suami istri yang telah kawin

satu tahun atau lebih dan telah melakukan hubungan seksual secara teratur

minimal 2-3 kali dalam seminggu tanpa memakai kontrasepsi tapi tidak

memperoleh kehamilan. Dari pengertian infertil ini terdapat tiga factor yang harus

memenuhi persyaratan yaitu lama berusaha, adanya hubungan seksual secara

teratur dan adekuat, tidak memakai kontrasepsi.1,2

2.2 Klasifikasi Infertilitas

Infertilitas dapat dibagi atas primer dan sekunder. Infertilitas dikatakan

sebagai primer jika sebelumnya pasangan suami istri belum pernah mengalami

kehamilan. Sementara itu, infertilitas dikatakan sekunder jika pasangan suami istri

gagal memperoleh kehamilan setelah satu tahun pascapersalinan atau pasca

abortus, tanpa menggunakan kontrasepsi apapun. Sebanyak 84% perempuan akan

mengalami kehamilan dalam kurun waktu satu tahun pertama pernikahan bila

mereka melakukan hubungan suami istri secara teratur tanpa menggunakan

kontrasepsi. Angka kehamilan kumulatif akan meningkat menjadi 92% ketika

lama pernikahan menjadi dua tahun.3

2.3 Epidemiologi

Diperkirakan 85-90% pasangan yang menikah dalam satutahun

pernikahannya akan menjadi hamil, dimana 10-15% pasnagan tersebut akan

mengalami kesulitan untuk menjadi hamil (pasangan infertil). Prevalensi

4
infertilitas yang tidak diketahi dengan pasti karena sangat bervariasi dan banyak

faktor yang mempengaruhinya.

Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus

infertilitas pada 8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di

Amerika sekitar 5 juta orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di

Eropa angka kejadiannya mencapai 14%. Pada tahun 2002, dua juta wanita usia

reproduktif di Amerika merupakan wanita infertil. Sedangkan di Indonesia,

berdasarkan survey kesehatan rumah tangga tahun 1996, diperkirakan ada 3,5juta

pasangan (7 juta orang) yang infertile. Di Indonesia, angka infertilitas telah

meningkat mencapai 15-20 persen dari sekitar 50 juta pasangan. Infertilitas dapat

disebabkan oleh pihak istri maupun suami. Kondisi yang menyebabkan infertilitas

dari faktor istri didapatkan sebanyak 65%, factor suami 20%, kondisi lain-lain dan

tidak diketahui 15%. Suatu penelitian menunjukkan penyebab infertilitas terkait

dengan permasalahan dari pihak istri adalah tuba (27,4%), tidak diketahui

(24,5%), masalah menstruasi (20%), uterus(9,1%), ovarium (3,6%), kelainan

seksual (2,7%). Angka kejadian infertilitas pada wanita terjadi pada berbagai

rentang umur, 20-29 tahun (64,5%), 30-39 tahun (20%), 40-49 tahun (11,8%),

diatas 50 tahun (3,7%). Penelitian lain nya menemukan 54,4% wanita infertile

merupakan wanita yang bekerja penuh waktu, 33,3 % wanita yang bekerja paruh

waktu, 3,5% merupakan ibu rumah tangga. Sebanyak 84% perempuan akan

mengalami kehamilan dalam kurun waktu satu tahun pertama pernikahan bila

mereka melakukan hubungan suami istri secara teratur tanpa menggunakan alat-

alat kontrasepsi. Angka kehamilan kumulatif akan meningkat menjadi 92% ketika

lamausia pernikahan dua tahun.2

5
2.4 Etiologi/Faktor Penyebab

2.4.1 Faktor Pria

Penyebab terjadinya infertilitas pada pria dapat dibagi menjadi beberapa golongan

penyebab, yaitu: (7,8,9)

a. Abnormalitas fungsi dan produksi sperma

Hal ini dapat terjadi oleh karena kelainan seperti undescend testis, defek

genetik, kelainan endokrin (DM), infeksi. Pembesaran vena di testis akan

mempengaruhi jumlah dan bentuk sperma. Kelainan ini disebut varikokel.

Varikokel merupakan suatu keadaan dimana adanya dilatasi vena. Aliran darah

yang terlalu banyak akan menyebabkan pembuluh darah disekitar testis

membesar sehingga akan meningkatkan suhu testis dan pada akhirnya akan

berpengaruh pada produksi sperma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa

saluran dari testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-

saluran ini maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa

berakhir pada infertilitas. Pada Analisis semen ditemukan penurunan jumlah

spermatozoa (oligozoospermia), penurunan motilitas (asthenozoospermia) dan

banyak bentuk morfologi yang abnormal (teratozoospermia). Kelainan ini

dapat terjadi bersama-sama dan dapat dikatakan sebagai sindrom oligoastheno

teratozoospermia.

b. Gangguan pengiriman sperma

Kelainan ini dapat disebabkan oleh ejakulasi dini, ejakulasi retrogard, penyakit

genetik seperti fibrosis kistik, kelainan struktural, atau kerusakan pada saluran

reproduksi akibat trauma. Sperma pada laki-laki melalui beberapa saluran dari

testis sampai ke uretra, dan apabila terjadi kerusakan pada saluran-saluran ini

6
maka akan dapat menghambat pengeluaran sperma dan bisa berakhir pada

infertilitas. Kerusakan saluran ini dapat berupa kelainan genetik, namun yang

paling sering adalah akibat adanya infeksi dan vasektomi.

c. Bentuk unexplained infertility pada pria dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti stres kronis, gangguan kelenjar endokrin akibat polusi lingkungan, dan

kelainan genetik.

2.4.2 Faktor Wanita

Penyebab terjadinya infertilitas pada wanita dapat dibagi menjadi beberapa

golongan penyebab, yaitu: (7,8,10)

1. Non-Organik

a. Usia

Usia, terutama usia istri, sangat menentukan besarnya kesempatan

pasangan suami istri untuk mendapatkan keturunan. Terdapat hubungan yang

terbalik antara bertambahnya usia istri dengan penuruman kemungkinan untuk

mengalami kehamilan. Sembilan puluh empat persen (94%) perempuan subur di

usia 35 tahun atau 77% perempuan subur di usia 38 tahun akan mengalami

kehamilan dalam kurun waktu tiga tahun lama pernikahan. Ketika usia istri

mencapai 40 tahun maka kesempatan untuk hamil hanya sebesar lima persen per

bulan dengan kejadian kegagalan sebesar 34 - 52%.1,2,3

b. Frekuensi Senggama

Angka kejadian kehamilan mencapai puncaknya ketika pasangan suami

istri melakukan hubungan suami istri dengan frekuensi 2 - 3 kali dalam seminggu.

Upaya penyesuaian saat melakukan hubungan suami istri dengan terjadinya

7
ovulasi, justru akan meningkatkan kejadian stres bagi pasangan suami istri

tersebut, upaya ini sudah tidak direkomendasikan lagi. 2,3

c. Pola Hidup

o Merokok

Dari beberapa penelitian yang ada, dijumpai fakta bahwa merokok

dapat menurunkan fertilitas perempuan. Oleh karena itu sangat dianjurkan

untuk menghentikan kebiasaan merokok jika perempuan memiliki masalah

infertilitas. Penurunan fertilitas perempuan juga terjadi pada perempuan

perokok pasif. 2,3

o Berat Badan

Perempuan dengan indeks massa tubuh yang lebih dari 29, yang

termasuk di dalam kelompok obesitas, terbukti mengalami keterlambatan

hamil. Usaha yang paling baik untuk menurunkan berat badan adalah

dengan cara menjalani olahraga teratur serta mengurangi asupan kalori di

dalam makanan. 2,3

2. Organik

a. Masalah Vagina

Vagina merupakan hal yang penting di dalam tata laksana infertilitas.

Terjadinya proses reproduksi manusia sangat terkait dengan kondisi vagina yang

sehat dan berfungsi normal. Masalah pada vagina yang memiliki kaitan erat

dengan peningkatan kejadian infertilitas adalah sebagai berikut. 2,3

 Dispareunia : merupakan masalah kesehatan yang ditandai dengan rasa tidak

nyaman atau rasa nyeri saat melakukan sanggama. Dispareunia dapat dialami

perempuan ataupun lelaki.


Pada perempuan dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperi:

8
 Faktor infeksi (infeksi kandida vagina, infeksi klamidia trakomatis

vagina, infeksi trikomonas vagina, dan pada saluran berkemih)


 Faktor organic (vaginismus, nodul endometriosis di vagina,

endometriosis pelvik, atau keganasan vagina)


 Vaginismus: merupakan masalah pada perempuan yang ditandai dengan

adanya rasa nyeri saat penis akan melakukan penetrasi ke dalam vagina. Hal

ini bukan disebabkan oleh kurangnya zat lubrikans atau pelumas vagina,

tetapi terutama disebabkan oleh diameter liang vagina yang terlalu sempit,

akibat kontraksi refleks otot pubokoksigeus yang terlalu sensitif, sehingga

terjadi kesulitan penetrasi vagina oleh penis. Penyempitan liang vagina ini

dapat disebabkan oleh faktor psikogenik atau disebabkan oleh kelainan

anatomik. Faktor anatomi yang terkait dengan vaginismus dapat disebabkan

oleh operasi di vagina sebelumnya seperti episiotomi atau karena luka trauma

di vagina yang sangat hebat sehingga meninggalkan jaringan parut.

b. Masalah Uterus

Uterus dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas. Faktor uterus yang

memiliki kaitan erat dengan kejadian infertilitas adalah serviks, kavum uteri, dan

korpus uteri. 2,3

 Faktor serviks
 Servisitis. Memiliki kaitan yang erat dengan teriadinya infertilitas.

Servisitis kronis dapat menyebabkan kesulitan bagi sperma untuk

melakukan penetrasi ke dalam kavum uteri. Adanya tanda infeksi klamidia

trakomatis di serviks seringkali memiliki kaitan erat dengan peningkatan

risiko kerusakan tuba melalui reaksi imunologi.

9
 Trauma pada serviks. Tindakan operatif tertentu pada serviks seperti

konisasi atau upaya abortus profokatus sehingga menyebabkan cacat pada

serviks, dapat menjadi penyebab terjadinya infertilitas.


 Faktor kavum uteri.

Faktor yang terkait dengan kavum uteri meliputi kelainan anatomi kavum

uteri dan faktor yang terkait dengan endometrium.

 Kelainan anatomi kavum uteri. Adanya septum pada kavum uteri, tentu

akan mengubah struktur anatomi dan struktur vaskularisasi endometrium.

Tidak terdapat kaitan yang erat antara septum uteri ini dengan peningkatan

kejadian infertilitas. Namun, terdapat kaitan yang erat antara septum uteri

dengan peningkatan kejadian kegagalan kehamilan muda berulang.


 Faktor endometriosis. Endometriosis kronis memiliki kaitan yang erat

dengan rendahnya ekspresi integrin (avb3) endometrium yang sangat

berperan di dalam proses implantasi. Faktor ini yang dapat menerangkan

tingginya kejadian penyakit radang panggul subklinik pada perempuan

dengan infertilitas.
 Faktor miometrium

Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang berasal dari peningkatan

aktivitas proliferasi sel-sel miometrium. Pengaruh mioma uteri terhadap kejadian

infertilitas hanyalah berkisar antara 30 - 50%. Mioma uteri mempengaruhi

fertilitas kemungkinan terkait dengan sumbatan pada tuba, sumbatan pada kanalis

servikalis, atau mempengaruhi implantasi.

c. Masalah Tuba

Tuba Fallopii memiliki peran yang besar di dalam proses fertilisasi, karena

tuba berperan di dalam proses transpor sperma, kapasitas sperma proses fertilisasi,

dan transport embrio. Adanya kerusakan/kelainan tuba tentu akan berpengaruh

10
terhadap angka fertilitas. Keiainan tuba yang seringkali dijumpai pada penderita

infertilitas adalah sumbatan tuba baik pada pangkal, pada bagian tengah tuba,

maupun pada uiung distal dari tuba. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, tuba

yang tersumbat dapat tampil dengan bentuk dan ukuran yang normal, tetapi dapat

pula tampil dalam bentuk hidrosalping.

Penyebab utama kelainan tuba ini antara lain:

 Infeksi

Infeksi bisa disebabkan baik oleh bakteri maupun virus yang biasanya

ditularkan melalui hubungan seksual, infeksi ini akan menyebabkan

inflamasi pada tuba sehingga terjadi scar dan kerusakan pada tuba.

Organism yang menyebabkan infeksi tersebut antara lain chlamydia,

gonorrhea, atau infeksi menular seksual lainnya.

 Riwayat Operasi

Riwayat operasi merupakan salah satu penyebab penting pada terjadinya

kerusakan tuba. Operasi pada abdomen dan pelvis dapat menyebabkanb

terjadinya adhesi yang dapat mempengaruhi tuba sehingga sel telur tidak

dapat melewatinya.

 Kehamilan ektopik

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi di saluran tuba,

sehingga dapat terjadi kerusakan tuba.

d. Masalah Ovarium

Ovarium memiliki fungsi sebagai penghasil oosit dan penghasil hormon.

Masalah utama yang terkait dengan fertilitas adalah terkait dengan fungsi ovulasi.

Penyebab terjadinya gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan menjadi:

11
 Gangguan Hormonal

Gangguan ini merupakan penyebab paling sering terjadinya gangguan

ovulasi. Proses dari suatu ovulasi tergantung dari keseimbangan yang

kompleks dari interaksi hormon-hormon.

 Disfungsi Hipotalamus-Hipofisis

Hormon FSH dan LH diproduksi kelenjar hipofisis pada siklus menstruasi.

Stress fisik atau emosi yang berlebih, berat badan yang kurang atau erlebih

dapat mempengaruhi ovulasi. Tanda dari kelainan ini adalah periode absen

atau ireguler dari menstruasi tanpa gangguan ovarium

 Scar pada ovarium

Kerusakan fisik pada ovarium dapat berakibat gagalnya ovulasi. Adanya

operasi ekstensif dan invasi yang dilakukan beruang-ulang pada kista

ovarium dapat menyebabkan kapsul ovarium menjadi rusak, sehingga

folikel tidak dapat menjadi matur dan ovulasi tidak terjadi. Selain itu infeksi

juga dapat berakibat seperti ini.

 Menopause prematur

Hal ini jarang terjadi dan belum dapat dijelaskan bagaimana hal ni

mempengaruhi ovulasi. Hal ini diduga karena adanya autoimun yang

menyerang jaringan ovarium atau karena adanya pengaruh genetik. Hal ini

menyebabkan gangguan produksi sel telur dari ovarium serta penurunan

estrogen sebelum mencapai usia 40 tahun.

 Polycistic Ovarium syndrome (PCOS)

Sindrom ovarium poIikistik merupakan masalah gangguan ovulasi utama

yang seringkali dijumpai pada kasus infertilitas. Pada penyakit ini, tubuh

12
memproduksi hormon androgen yang terlalu banyak, sehingga dapat

mempengaruhi ovulasi. PCOS berhubungan dengan resistensi insulin dan

obesitas. Saat ini untuk menegakkan diagnosis sindrom ovarium polikistik iika

dijumpai dari tiga gejala di bawah ini. 3,4

 Terdapat siklus haid oligoovulasi atau anovulasi.


 Terdapat gambaran ovarium polikistik pada pemeriksaan

ultrasonografi (USG).
 Terdapat gambaran hiperandrogenisme baik klinis maupun

biokimiawi.

Empat puluh sampai tujuh puluh persen kasus sindrom ovarium polikistik

ternyata memiliki kaitan erat dengan kejadian resistensi insulin. Penderita

infertilitas dengan obesitas seringkali menunjukkan gejala sindrom ovarium

polikistik.

2.5 Pemeriksaan Infertilitas

Investigasi infertilitas biasanya segera dilakukan ketika pasangan datang

untuk pertama kali. Jika pasangan telah melakukan usaha untuk memperoleh

kehamilan selama kurang dari 1 tahun, maka pengajuan beberapa pertanyaan guna

memastikan permasalahan utama sangatlah bermanfaat, pertanyaan yang dapat

diajukan antara lain mengenai ketidakteraturan siklus menstruasi, riwayat adanya

bedah pelvis, atau orkidopeksi yang tidak bisa dihindari. Jika riwayat medis

pasangan hasilnya normal, maka pasien harus diberi penjelasan mengenai harapan

peluang kehamilan kumulatif selama satu periode waktu dan investigasi sebaiknya

ditunda sampai pasangan telah mencobanya selama periode satu tahun.

Pemeriksaan dasar merupakan hal yang sangat penting dalam tata laksana

infertilitas.Dengan melakukan pemeriksaan dasar yang baik dan lengkap, maka

13
terapi dapat diberikan dengan cepat dan tepat, sehingga penderita infertilitas dapat

terhindar dariketerlambatan tata laksana.infertilitas yang dapat memperburuk

prognosis dari pasangan suami istri tersebut.3

2.5.1. Faktor Istri

2.5.1.1 Tahap Pertama

a. Anamnesis

Pada awal pertemuan, penting sekali untuk memperoleh data pada istri,

seperti :

 Usia

 Siklus haid merupakan variabel yang sangat penting. Dapat dikatakan

siklus haid normal jika berada dalam kisaran antara 21 - 35 hari.

Sebagian besar perempuan dengan siklus haid yang normal akan

menunjukkan siklus haid yang berovulasi. Untuk mendapatkan rerata

siklus haid perlu diperoleh informasi haid dalam kurun 3 - 4 bulan

terakhir.

 Perlu juga diperoleh informasi apakah terdapat keluhan nyeri haid

setiap bulannya dan perlu dikaitkan dengan adanya penurunan

aktivitas fisik saat haid akibat nyeri atau terdapat penggunaan obat

penghilang nyeri saat haid terjadi.

 Perlu dilakukan anamnesis terkait dengan frekuensi sanggama yang

dilakukan selamaini. Akibat sulitnya menentukan saat ovulasi secara

tepat, maka dianjurkan bagi pasutri untuk melakukan sanggama secara

teratur dengan frekuensi 2 - 3 kali per minggu.

 Riwayat kehamilan

14
 Riwayat operasi organ genitalia

 Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan infertilitas

 Kebiasaan merokok atau minum, minuman beralkohol.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasutri dengan masalah

infertilitas adalah pengukuran tinggi badan, penilaian berat badan, dan

pengukuran lingkar pinggang. IMT yang kurang dari 19kg/m2 seringkali

dikaitkan dengan penampilan pasien yang terlalu kurus dan perlu dipikirkan

adanya penyakit kronis seperti infeksi tuberkulosis (TBC), kanker, atau masalah

kesehatan jiwa seperti anoreksia nervosa atau bulimia nervosa. Adanya

pertumbuhan rambut abnormal seperti kumis, jenggot, jambang, bulu dada yang

lebat, bulu kaki yang lebat dan sebagainya (hirsutisme) atau pertumbuhan jerawat

yang banyak dan tidak normal pada perempuan, seringkali terkait dengan kondisi

hiperandrogenisme, baik klinis maupun biokimiawi.3

c. Penilaian Ovulasi

Penentuan penyebab infertilitas merupakan kunci pengobatan karena hal

tersebut akan menghasilkan laju kehamilan kumulatif yang menyerupai laju

kehamilan pada wanita normal di usia yang sama. Sangatlah penting untuk

memastikan apakah ovulasi terjadi. Cara yang optimal untuk mengukur ovulasi

pada wanita yang memiliki siklus menstruasi yang tidak teratur adalah dengan

mengukur konsentrasi serum FSH (Follicle Stimulating Hormone) dan LH

(luteinizing hormone) pada fase folikular dan progesteron pada fase luteal.

d. Uji Pasca Senggama (UPS)

15
Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana tetapi dapat memberi

informasi tentang interaksi antara sperma dengan getah serviks. UPS dilakukan 2

– 3 hari sebelum perkiraan ovulasi dimana “spin barkeit” dari getah serviks

mencapai 5 cm atau lebih. Pengambilan getah serviks dari kanalis endo-serviks

dilakukan setelah 2 – 12 jam senggama. Pemeriksaan dilakukan di bawah

mikroskop. UPS dikatakan positif, bila ditemukan paling sedikit 5 sperma

perlapangan pandang besar (LPB). UPS dapat memberikan gambaran tentang

kualitas sperma, fungsi getah serviks dan keramahan getah serviks terhadap

sperma.

2.5.1.2 Tahap Kedua

a. Histerosalpingografi (HSG)

Infertilitas tuba didiagnosa sekitar 15%-50% pada pasangan subfertil.

Histerosalpingografi sinar-X (HSG) memberikan gambar rongga uterus dan tuba

Fallopi. HSG merupakan uji pendahuluan yang paling sederhana untuk

menggambarkan rongga uterus dan tuba Fallopi dan sedikit komplikasi. Pada

tahap ini dilakukan pemeriksaan HSG untuk menilai patensi tuba. Pada suatu

metaanalisis dari 20 studi yang membandingkan HSG dan laparoskopi ditemukan

bahwa sensitivitas dan spesivisitas HSG untuk patensi tuba secara berturut-turut

adalah 0.65 dan 0.83.

Cara lain untuk memeriksa patensi tuba yaitu dengan pertubasi. Pertubasia

atau uji Rubin, bertujuan memeriksa patensi tuba dengan jalan meniupkan gas

CO2 melalui kanula atau kateter Foley yang dipasang pada kanalis servikalis.

Apabila kanalis servikouteri dan salah satu atau kedua tubanya paten, maka gas

akan mengalir bebas ke dalam kavum peritoneum. Tanda lain yang menyokong

16
patensi tuba adalah terdengarnya pada auskultasi suprasimfisis tiupan gas masuk

ke dalam kavum peritonei seperti “bunyi jet” setelah pasien dipersilahkan duduk

sehabis pemeriksaan, akibat terjadinya pengumpulan gas di bawah difragma.

2.5.2 Faktor Suami


1. Anamnesis
Hal yang perlu diperhatikan pada pria adalah:
a. Merokok
Kondisi merokok seringkali terkait dengan penurunan kemampuan renang
sel spermatozoa
b. Riwayat infeksi kelenjar parotis
Kondisi ini sering terkait dengan kejadian orchitis yang dapat
menyebabkan infertilitas
c. Kesulitan ereksi
Kondisi ini terkait dengan stres psikis atau kelainan metabolik kronik
seperti diabetes melitus atau hipertensi.11
2. Pemeriksaan fisik
a. Dinding dada
Dinding dada pria harus normal, jika terlihat membesar atau
ginekomastia, mungkin ada peningkatan kadar hormon estrogen pada pria.
b. Penis
Perlu diperhatikan letak uretra yang dapat terkait dengan abnormalitas
seperti hipospadia.
c. Skrotum
Skrotum harus diraba untuk menilai kemungkinan skrotum terisi banyak
cairan, terdapat hernia skrotalis atau terdapat varikokel. Jumlah testis,
volume testis dan turunnya testis ke dalam skrotum juga perlu
diperhatikan.11
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Suhu Basal Badan (SBB)

Pada beberapa wanita, SBB meningkat selama fase progesterone dari

siklus haid. Cara ini juga dapat menentukan apakah telah terjadi ovulasi. SBB

diambil setiap hari pada saat terjaga pagi hari, sebelum bangkit dari tempat tidur,

ataupun makan dan minum. Nilainya ditandai pada kertas grafik. Jika wanita

ovulasi, grafik akan memperlihatkan pola bifasik yang khas (tipikal). 4

17
b. Uji Pakis

Di bawah pengaruh estrogen, getah serviks yang dikeringkan pada obyek

glass akan mengalami kristalisasi dan menghasilkan suatu pola daun pakis yang

cukup khas. Ini terjadi antara hari ke-6 sampai hari ke-22 dari siklus haid dan

kemudian akan dihambat oleh progestron. Hambatan ini biasanya akan tampak

pada hari ke-23 hingga haid berikutnya. Menetapnya pola pakis setelah hari ke- 23

ini menunjukan bahwa ovulasi tidak terjadi. Darah dan semen juga dapat

menghambat pembentukan lukisan pakis itu sehingga hasil yang salah sering

dijumpai pada uji ini.

c. Pemeriksaan Hormon

Pemeriksaan dasar yang dianjurkan untuk mendeteksi atau mengonfirmasi

adanya ovulasi dalam sebuah siklus haid adalah penilaian kadar progesteron pada

fase luteal madia, yaitu kurang lebih 7 hari sebelum perkiraan datangnya haid.

Adanya ovulasi dapat ditentukan jika kadar progesteron fase luteal madia

dijumpai lebih besar dari 9,4 mg/ml (30 nmol/l). 3

Penilaian kadar progesteron pada fase luteal madia menjadi tidak memiliki

nilai diagnostik yang baik jika terdapat siklus haid yang tidak normal seperti

siklus haid yang jarang (lebih dari 35 hari), atau siklus haid yang terlalu sering

(kurang dari 21 hari). Pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH) dan

prolactin hanya dilakukan jika terdapat indikasi berupa siklus yang tidak

berovulasi, terdapat keluhan galaktore atau terdapat kelainan fisik atau gejala

klinik yang sesuai dengan kelainan pada kelenjar tiroid. 3

Pemeriksaan kadar luteinizing hormone (LH) dan follicles stimulating

hormone (FSH) dilakukan pada fase proliferasi awal (hari 3 - 5) terutama jika

18
dipertimbangkan terdapat peningkatan LH/FSH pada kasus sindrom ovarium

polikistik (SOPK). Jika dijumpai adanya tanya klinis hiperandrogenisme, seperti

hirsutisme atau akne yang banyak, maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar

testosteron atau pemerlksaan free androgen index (FAI), yaitu dengan melakukan

kajian terhadap kadar testosteron yang terikat dengan sex bormone binding

(SHBG) dengan formula FAI= 100 x testosterone total/SHBG. Pada perempuan

kadar FAI normal jika dijumpai lebih rendah dari 7.

d. Analisis Sperma
Pemeriksaan dasar yang wajib dikerjakan pada pasangan suami istri
dengan masalah infertilitas adalah pemeriksaan analisis sperma. Sebelum
dilakukan analisis sperma, dilakukan tahap pra analisis yang dapat mempengaruhi
hasil analisis sperma, yaitu sebagai berikut 12:
a. Sediaan diambil setelah abstinensia sedikitnya 48 jam dan tidak
lebih dari 7 hari
b. Oleh karena variasi yang besar dalam produksi semen dapat terjadi
pada seseorang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan dua sediaan.
Waktu antara kedua pemeriksaan tersebut tidak boleh kurang dari 7
hari atau kurang dari 3 bulan
c. Sebaiknya sediaan dikeluarkan dalam kamar yang tenang dekat
laboratorium. Jika tidak, maka sediaan harus diantar ke
laboratorium dalam waktu satu jam setelah dikeluarkan dan jika
motilitas sperma sangat rendah (< 25% bergerak maju terus),
sediaan kedua harus diperiksa secepatnya.
d. Sediaan sebaiknya diperoleh dengan cara masturbasi dan
ditampung dalam botol kaca atau plastik bermulut lebar.
e. Gunakan kondom dengan bahan plastik khusus (Mylex) atau
penyimpan cairan khusus (HDC corporation, Mountian view,
calif). Kondom biasa sebaiknya tidak digunakan untuk menampung
semen karena mengandung spermatisid.
f. Coitus interuptus tidak dapat dipakai untuk mendapatkan siapan
karena ada kemungkinan bagian pertama ejakulat yang
mengandung sperma paling banyak akan hilang. Selain itu juga

19
akan terjadi kontaminasi seluler dan bakteri pada siapan serta dapat
terjadi pula pengaruh kurang baik terhadap motilitas sperma
sebagai akibat PH cairan vagina yang asam.
g. Siapan yang tidak lengkap sebaiknya tidak diperiksa, terutama jika
bagian pertama ejakulat hilang.
h. Siapan harus dilindungi terhadap suhu yang ekstrim selama
pengangkutan ke laboratorium (suhu antara 20-400 C)
i. Botol harus diberi label dengan nama penderita, tanggal
pengumpulan, dan lamanya abstinensia
Analisis sperma meliputi pemeriksaan makroskopis dan
mikroskopis 12
a. Pemeriksaan Makroskopis
1) Warna
Warna normal adalah putih/agak keruh. Kadang-kadang
ditemukan juga warna kekuningan atau merah. Warna
kekuningan mungkin disebabkan karena radang saluran
kencing atau abstinensia terlalu lama. Warna merah biasanya
oleh karena tercemar sel eritrosit (hemospermi)
2) Volume
Cairan semen yang ditampung diukur dan diukur dengan
gelas ukur, dan dikatakan normospermi bila volumeya normal,
yaitu 2-6 ml, dengan harga rata-rata 2-3,5 ml. Aspermi bila
tidak keluar sperma pada waktu ejakulasi. Hiperspermi bila
volume lebih dari 6 ml. Hipospermi bila volume kurang dari 1
ml.
3) Bau
Spermatozoa mempunyai bau khas yang mungkin
disebabkan oleh proses oksidasi dari spermia yang diproduksi
oleh prostat. Semen dapat berbau busuk atau amis bila terjadi
infeksi.
4) PH
Cara untuk mengetahui keasaman semen digunakan kertas
PH atau lakmus, biasanya sifatnya sedikit alkalis. Semen yang
terlalu lama akan berubah PHnya. Pada infeksi akut kelenjar
prostat, Phnya berubah menjadi di atas 8 atau menjadi 7,2

20
misalnya pada infeksi kronis organ-organ tadi. WHO memakai
kriteria yang normal yang lazim, yaitu 7,2-7,8.
5) Viskositas
Viskositas semen diukur setelah mengalami likuefaksi betul
(15-20 menit setelah ejakulasi). Pengukuran dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu:
a) Dengan pipet pastur: Semen diisap ke dalam pipet tersebut,
pada waktu pipet diangkat maka akan tertinggal semen
berbentuk benang pada ujung pipet. Panjang benang diukur,
normal panjangnya 3-5 cm.
b) Menggunakan pipet yang sudah mengalami standarisasi
(Elliaon). Pipet dalam posisi tegak, lalu diukur waktu yang
diperlukan setetes semen untuk lepas dari ujung pipet tadi.
Angka normal adalah 1-2 detik.
6) Likuefaksi
Semen normal pada suhu ruangan akan mengalami
likuefaksi dalam waktu 60 menit, walau pada umumnya sudah
terjadi dalam 15 menit. Pada beberapa kasus, likuefaksi
lengkap tidak terjadi dalam 60 menit. Hal ini bisa terjadi bila
mengandung granula seperti jelly (badan gelatin yang tidak
mencair), tetapi tidak memiliki makna secara klinis. Bila hal
ini ditemukan akan sangat mengganggu dalam analisis semen,
sehingga perlu dibantu dengan pencampuran enzimatis.
b. Pemeriksaan mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis meliputi:
1) Jumlah spermatozoa per ml
Konsentrasi sperma ialah jumlah spermatozoa per ml
sperma. Jumlah spermatozoa total ialah jumlah seluruh
spermatozoa dalam ejakulat. Berikut ini adalah klasifikasinya:
a) Normal: jumlah spermatozoa di atas 60 juta/ml
b) Subfertil: 20-60 juta /ml
c) Steril: 20 juta atau kurang/ml
Namun, WHO menganggap jumlah sperma 20 juta/ml atau
lebih masih dianggap normal.

21
2) Jumlah spermatozoa motil per ml/persentase spermatozoa motil
Motilitas sperma dipengaruhi oleh adanya perubahan PH,
infeksi, morfologi, pematangan, dan gangguan hormonal.
Namun, secara garis besar WHO dan beberapa ahli berpendapat
motilitas dianggap normal bila 50% atau lebih bergerak maju
atau 25% atau lebih bergerak maju dengan cepat dalam waktu
60 menit setelah ditampung.

Di bawah ini terdaftar kriteria semen normal yang umum dipakai menurut WHO

Kriteria Jumlah

Volume 2 ml atau lebih

PH 7,2-7,8

Jumlah sperma/ml 20 juta sperma/ml atau lebih

Jumlah sperma 40 juta sperma/ejakulat atau lebih


total/ejakulat

Motilitas 50% atau lebih bergerak maju atau 25%


lebih bergerak maju dengan cepat dalam
waktu 60 menit setelah ditampung

Morfologi 50% atau lebih bermorfologi normal

Viabilitas 50% atau lebih hidup, yaitu tidak


terwarna dengan pewarnaan supravital

Sel leukosit Kurang dari 1 juta/ml

Seng (total) 2,4 mikromol atau lebih setiap ejakulat

Asam sitrat (total) 52 mikromol (10 mg) atau lebih setiap


ejakulat

Fruktosa (total) 13 mikromol atau lebih setiap ejakulat

Uji MAR Perlekatan pada kurang dari 10% sperma

Uji butir imun Perlekatan butir imun pada kurang dari


10% sperma

Tabel 1 kriteria semen normal yang umum dipakai menurut WHO

22
3) Kecepatan
Semen yang tidak diencerkan diteteskan ke dalam titik
hitung, tentukan waktu yang dibutuhkan satu spermatozoa
untuk menempuh jarak 1/20 mm, pada keadaan normal
dibutuhkan 1-1,4 detik, ini disebut normokinetik.
4) Morfologi
Morfologi spermatozoa yang normal ditentukan oleh
bentuk kepala, leher, tanpa adanya sitoplasmik “droplets” dan
bentuk ekor. Semen yang normal mengandung setidaknya 48%-
50% spermatozoa normal.
2.6 Penanganan infertilitas

A. Pengobatan Wanita

Obat-obatan untuk menginduksi ovulasi dapat digunakan untuk mengobati

wanita dengan amenore atau yang mempunyai menstruasi tidak teratur. Adapun

jenis-jenis pengobatan yang bisa diberikan adalah sebagai berikut

1. Klomifen sitrat

CCmerupakan turunan dari triphenylethylene golongan nonsteroid

denganefek agonis dan antagonis estrogen.CC diberikan secara oral dimulai pada

hari ke-3 siklus haid selama 5 hari. Dosis dimulai dengan pemberian awal 50 mg

per hari selama 5 hari dan dapat ditingkatkan 50 mg setiap siklus sampai tercapai

ovulasi. Dosis maksimal 150–200 mg, Monitoring setelah pemberian adalah suhu

basal badan dan kadar LH urin. Kadar lonjakan LH biasanya terjadi setelah 5–12

hari setelah pemberian terapi terakhir. Dengan pemeriksaan USG transvaginal

secara serial dapat diukur jumlah dan besar folikel, sehingga dapat diperkirakan

apakah terjadi ovulasi. Klomifen sitrat dapat membantu untuk menstimullasi

terjadinya ovulasi pada wanita dengan amenore atau menstruasi tidak teratur.

23
Clomifen dapat digunakan pada wanita dengan infertilitas yang tak diketahui dan

PCOS. Clomifen bekerja dengan berkompetisi dengan hormon estrogen untuk

menempati reseptornya di otak. Oleh karena jumlah estrogen yang terikat dengan

reseptornya sedikit maka tubuh akan memberikan sinyal ke otak bahwa mereka

kekurangan estrogen dan hal ini akan merangsang pelepasan hormon FSH dan LH

ke dalam pembuluh darah. Tingginya kadar FSH akan menstimulasi ovarium

untuk membentuk folikel yang berisi sel telur, dan tinginya kadar LH akan

menyebabkan pelepasan sel telur dari folikel matur dalam sebuah proses yang

disebut ovulasi. Pengobatan ini efektif untuk membantu meningkatkan fertilitas

pada wanita dengan PCOS, terbukti sekitar 70%-80% penderita PCOS akan

berovulasi dengan pemberian klomifen sitrat.

2. Gonadotropin

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa 2 hormon yang dibutuhkan dalam ovulasi

adalah FSH dan LH. 2 hormon ini disebut gonadotropin. Ada beberapa jenis

sediaan gonadotropin yang bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas,

antara lain:

a. hMG (human menopausal gonadotropin) mengandung FSH dan LH alami

yang diekstraksi dan dipurifikasi dari urin wanita postmenopause yang

mempunyai kadar hormon tinggi.

b. uFSH (urinary folicle stimulating hormone) mengandung FSH yang berasal

dari purifikasi urin wanita postmenopause.

c. rFSH (recombinant folicle stimulating hormon) mengandung FSH yang

diproduksi di laboratorium menggunakan teknologi DNA.

24
d. rLH (recombinant luteinizing hormon) mengandung LH yang diproduksi di

laboratorium menggunakan teknologi DNA.

3. Gonadotropin releasing hormone (GnRH) pulsatil

GnRH dilepaskan secara teratur dalam interval antara 60-120 menit selama

fase folikular dalam siklus haid yang normal. Sekresi GnRH secara pulsatil dari

hipotalamus di otak ke aliran darah akan menstimulasi kelenjar pituitari untuk

mensekresikan LH dan FSH. Pemberian medikasi ini melalui pompa yang

dipasang pada ikat pinggang dan dipakai sepanjang waktu. pompa ini akan

memberikan dosis kecil yang teratur kepada pasien melalui sebuah jarum yang

ditempatkan dibawah kulit atau didalam pembuluh darah. Namun hal ini bisa

menimbulkan infeksi dan alergi akibat pemasangan jarum tersebut.

4. Dopamin Agonist

Beberapa wanita beovulasi secara ireguler akibat dari pelepasan hormon

prolactin yang berlebihan dari kelenjar pituitari yang biasa disebut

hiperprolactinemia. Kelebihan hormon prolaktin ini akan mencegah terjadinya

ovulasi pada wanita dan hal ini akan menyebabkan terjadinya menstruasi yang

tidak teratur dan bahkan hingga berhenti sama sekali. Dopamin agonist seperti

bromokroptin dan cabergolin melalui oral dapat mencegah hal ini dengan

menurunkan produksi prolaktin, sehingga ovarium dapat bekerja dengan baik.

Terapi Bedah

Kadang-kadang penyebab infertilitas dapat ditangani dengan pembedahan.

Sebagai contoh, operasi merupakan pilihan terapi untuk beberapa kelainan tuba,

PCOS, adhesi, endometriosis, dan kelainan uterus. Terapi bedah untuk infertilitas

antara lain:

25
1. Ovarian Drilling

Wanita infertil dengan PCOS mempunyai kesulitan dalam ovulasi. Ovulasi

dapat diinduksi secara pembedahan dengan prosedur yang disebut ovarian

drilling atau ovarian diathermy. Prosedur ini berguna untuk wanita dengan

PCOS yang resisten terhadap pengobatan dengan klomifen sitrat. Ovarian

drilling dilakukan secara laparoskopi melalui lubang insisi kecil, kemudian

beberapa insisi kecil dilakukan pada ovarium dengan menggunakan panas atau

laser. Proses ini akan memacu terjadinya ovulasi.

Gambar 1 Ovarian Drilling


Sumber : ivfgo.com

2. Pembedahan pada tuba fallopi

Penutupan atau kerusakan pada tuba fallopi dapat diatasi dengan berbagai

macam jenis prosedur operasi tergantung dari lokasi penutupan dan jenis

kerusakannnya.

a. Histerosalfingografi (HSG) merupakan sebuah prosedur yang dapat

digunakan untuk mendiagnosis masalah pada uterus dan tuba fallopi. HSG

menggunakan sinar x dan cairan radioopak yang dimasukkan ke traktus

reproduksi dari uterus sampai ke tuba fallopi melalui kateter dari serviks.

26
b. Salpingolisis merupakan salah satu prosedur operasi dengan laparotomi

yang diiringi dengan penggunaan microscope untuk memperluas area.

Salpingolisis dilakukan dengan membebaskan tuba fallopi dari adhesi

dengan memotong perlengketan tersebut, biasanya menggunakan

electrosurgery dengan memakai elektrokauter.

c. Salfingotomi biasanya dilakukan untuk membentuk sebuah lubang baru

pada tuba. Prosedur ini dapat dilakukan secara laparotomy ataupun

laparoskopi. Salfingostomi dapat dilakukan pada pengobatan kehamilan

ektopik dan infeksi pada tuba fallopi.

d. Tubal anastomosis merupakan prosedur pembedahan dengan mengambil

jaringan tuba yang tertutup dan kemudian menyambung lagi ujung-ujung

tuba yang terpotong tersebut.

e. Tubal kanalisasi, prosedur ini dilakukan ketika penutupan tuba relatif

terbatas. Prosedur ini dilakukan dengan mendorong kawat atau kateter

melalui penutupan tersebut sehingga terbuka. Prosedur ini dilakukan

dengan dipandu fluoroskopi.

B. Assisted Reproductive Technology

1. Intrauterine Insemination (IUI)

IUI merupakan sebuah proses memasukkan sperma melalui serviks kedalam

uterus. Hal ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tabung plastik yang

melewati serviks menuju uterus. Prosedur ini dilakukan bersamaan dengan

waktu terjadinya ovulasi pada sang wanita. Untuk melakukan teknik ini, sang

wanita harus mempunyai uterus dan tuba fallopi yang normal. IUI ini

27
digunakan pada wanita yang mempunyai kelainan mukos serviks,

endometriosis, atau ada faktor infertilitas pada laki-laki.

Gambar 2 Intrauterine Insemination


Sumber : ivf.net.in
2. In Vitro Fertilisation (IVF)

IVF berarti fertilisasi yang dilakukan diluar tubuh. Dalam proses IVF, pasien

juga termasuk mendapat pengobatan untuk menstimulasi ovarium untuk

memproduksi lebih banyak sel telur. Ketika sel telur sudah terbentuk, sel telur

tersebut akan diambil melalui operasi kecil. Sel telur kemudian akan dicampur

dengan sperma dilaboratorium dan diinkubasikan selama 2-3 hari. Tujuannya

agar sperma dapat membuahi sel telur dan membentuk embrio. Embrio tersebut

kemudian akan diletakkan didalam uterus wanita menggunakan sebuah tabung

plastik melalui vagina dan serviks. Kemudian setelah embrio dimasukkan

diperlukan beberapa tambahan hormon untuk membantu implantasi embrio,

dalam hal ini progesteron dan hCG. IVF merupakan terapi yang sangat

berguna bagi wanita dengan kerusakan tuba, infertilitas yang tak diketahui,

endometriosis, dan infertilitas pada laki-laki.

28
Gambar 3 In Vitro Fertilization
Sumber : meditourcz.com

3. Gamete Intrafallopian Transfer (GIFT) dan Zygote Intrafallopian Transfer

(ZIFT)

Teknik pengambilan sel telur dan sperma pada GIFT dilakukan dengan cara

yang sama seperti pada IVF. Sel telur dan sperma kemudian dicampur dan

langsung dipindah tempatkan ke tuba fallopi. Hal ini dilakukan secara

laparoskopi melalui insisi kecil pada abdomen, atau dengan menggunakan

kateter kecil melalui serviks. Dengan sperma secara natural membuahi sel telur

di tuba fallopi. Untuk itu tuba fallopi sang wanita haruslah sehat. Tidak berbeda

jauh dengan GIFT, ZIFT dilakukan dengan cara yang sama, tetapi pada ZIFT

yang dipindah ke tuba fallopi adalah dalam bentuk zigot bukan sel telur dan

sperma seperti pada GIFT. Kedua teknik ini sekarang sudah tergantikan dengan

IVF sehingga jarang dillakukan. Dengan teknik ini persentase terjadinya

kehamilan lebih tinggi sedikit daripada dengan teknik IVF, namun prosedur

pelaksanaannya lebih rumit dan tidak nyaman bagi pasien.

29
Gambar 4 GIFT
Sumber : apbrwww5.apsu.edu

Gambar 5 ZIFT
Sumber : apbrwww5.apsu.edu

4. Intracytoplasmic Sperm Injection (ICSI)

Substansi didalam sel telur disebut sitoplasma, dan ICSI merupakan suatu

tekknik reproduksi buatan dengan memasukkan sebuah sperma secara langsung

ke sitoplasma dari sel telur. Prosedur ini dilakukan dengan menggunakan jarum

mikro. Sel telur yang sudah dimasuki sperma ini kemudian ditempatkan di

dalam uterus sama seperti IVF. Teknik ICSI ini berguna untuk pasangan yang

tidak berhasil dengan IVF, atau bila kualitas sperma yang baik terlalu sedikit

untuk dilakukan IVF. ICSI mempunyai angka fertilisasi yang tinggi namun

angka terjadinya kehamilan hampir sama dengan teknik IVF.

30
Gambar 6 ICSI
Sumber : infert.com.br

2.7 Prognosis

Prognosis terjadinya kehamilan tergantung pada umur suami, umur istri,

dan lamanya dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan (frekuensi hubungan

seksual dan lamanya perkawinan). Fertilitas maksimal wanita dicapai pada umur

24 tahun, kemudian menurun perlahan-lahan sampai umur 30 tahun, dan setelah

itu menurun dengan cepat. (2)

31
BAB 3

PENUTUP

Infertilitas merupakan masalah yang serius bagi pasangan suami-istri.

Infertilitas dapat dibagi menjadi infertilitas primer dan infertilitas sekunder.

Infertilitas memberikan dampak yang serius bagi pasangan suami istri, mulai dari

dampak medis, ekonomi dan psikologis. Infertilitas dapat terjadi baik oleh karena

faktor istri maupun faktor suami dan dapat juga tidak diketahui penyebabnya

(idiopatik). Oleh sebab itu, dalam menangani kasus infertilitas, pasangan suami

istri harus diperlakukan sebagai satu kesatuan sehingga penyebab infertilitas dapat

diketahui. Baik suami dan istri harus sama-sama bekerja sama dan diperiksa untuk

mengetahui apakah ada kelainan yang menyebabkan infertilitas. Penatalaksanaan

infertilitas dapat dilakukan sesuai dengan temuan penyebab infertilitasnya, apakah

faktor istri atau suami. Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat menjadi pilihan

seperti oengobatan, pembedahan, dan Assisted Reproductive Technology.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Khaidir M. Penilaian tingkat fertilitas dan penatalaksanaannya pada pria.


Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2006;I(1):30-4.
2. Oktarina A, Abadi A, Bachsin R. Faktor-faktor yang Memengaruhi
Infertilitas pada Wanitadi Klinik Fertilitas Endokrinologi Reproduksi.
MKS. 2014;46(4):295-300.
3. Anwar M, Baziad A, Prabowo P. Ilmu Kandungan (edisi ketiga). Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2011.
4. Widyastuti Y. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Fitramaya; 2009.
5. Djuwantono T. Hanya 7 hari Memahami Infertilitas. Bandung: PT
RefikaAditama; 2008.
6. Reeder. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC; 2012.
7. Puscheck, Elizabeth E. Infertility.Emedicine.2013. Available from URL:
http://www emedicine/274143-overview.htm. Accessed March 1, 2013.
8. Prawirohardjo, Sarwono. Infertilitas in Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka. 1997 . 496-531
9. Male Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www male
infertility/con-20033113.htm. Accessed March 1, 2013.
10. Female Infertility.Mayoclinic.2013. Available from URL: http://www
female infertility/con-20033618_2.htm. Accessed March 1, 2013.
11. Hestiantoro, Andon. 2009. Tatalaksana Pemeriksaan Dalam Infertilitas.
Jurnal Cermin Dunia Kedokteran 170/ vol.36. No 41.Juli-Agustus 2009.
12. Kuswondo, Gunawan. 2002. Analisis Semen pada Pasangan Infertil.
Thesis. Semarang: Bagian/SMF Obstetri Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro RSUP Dr. Kariadi.
13. Arsyad, K.M. 1992. Tatacara Penanganan Infertilitas Pria. Jurnal Cermin
Dunia Kedokteran No. 74, 1992

33

Anda mungkin juga menyukai