Anda di halaman 1dari 31

Laporan Kasus

HIPERTENSI

Oleh :
dr. Almira Rosyidika Sriwati

Pendamping :
dr. Elza Astri Safitri

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PUSKESMAS TENAM
KABUPATEN BATANG HARI
PROVINSI JAMBI
2022
i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas rahmat Allah Ta’ala Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Hipertensi”.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Program Internsip
Dokter Indonesia stase Puskesmas Tenam periode 23 Mei 2022 – 23 November
2022. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya makalah ini mampu
menambah pengetahuan para pembaca mengenai Hipertensi mulai dari definisi
hingga penatalaksanaannya.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Elza
Astri Safitri selaku pendamping pada Program Internsip Dokter Indonesia di
Puskesmas Tenam, yang telah memberikan masukan yang berguna dalam
proses penyusunan makalah ini. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih
kepada rekan-rekan yang juga turut membantu dalam upaya penyelesaian
makalah ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan
bahasa maupun sistematika penulisan makalah ini. Kritik dan saran pembaca
sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berharap kiranya makalah ini dapat
menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi informasi bagi tenaga medis
dan profesi lain yang terkait dengan masalah kesehatan khususnya mengenai
“Hipertensi”.

Tenam, Agustus 2022

Penulis

ii
ii
i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
BAB 1 Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Batasan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Metode Penulisan 3
BAB 2 Tinjauan Pustaka 4
2.1 Definisi dan Klasifikasi 4
2.2 Epidemiologi 6
2.3 Etiologi dan faktor resiko 7
2.4 Patofisiologi 7
2.4.1 Peran RAA 8
2.4.2 Peran Kendali Saraf Otonom 9
2.4.3 Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah (Endotelium)
2.5 Manifestasi Klinis 9
2.6 Diagnosis 10
2.7 Tatalaksana 13
2.8 Komplikasi 18
2.9 Prognosis 18
BAB 3 Laporan Kasus 19
BAB 4 Diskusi 23
Daftar Pustaka 24

i
v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140


mmHg dan / atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg.1 Hipertensi dialami oleh
sepertiga dari orang dewasa muda dan hampir dua pertiga orang yang berusia di
atas 60 tahun, dan pada sekitar 75% orang yang berusia lebih dari 70 tahun.
Hipertensi dapat menyebabkan banyak komplikasi, termasuk infark miokard (MI),
penyakit ginjal kronis (CKD), penyakit serebrovaskular, retinopati, dan gagal
jantung, dan merupakan pemain penting dalam sindrom metabolik disebut sebagai
silent killer dan tetap menjadi salah satu kontributor paling signifikan terhadap
penyakit kronis dan kematian.2

Di Amerika Serikat, hipertensi sendiri bertanggung jawab atas lebih


banyak kematian terkait penyakit kardiovaskular daripada faktor risiko yang dapat
dimodifikasi lainnya dan merupakan yang kedua setelah merokok sebagai
penyebab kematian yang dapat dicegah dengan alasan apa pun.3 Perkiraan terbaru
menunjukkan jumlah pasien dengan hipertensi dapat meningkat sebanyak 15
hingga 20%, yang dapat mencapai hampir 1,5 miliar pada tahun 2025.4

Prevalensi hipertensi bervariasi di seluruh dunia, dengan prevalensi


terendah di pedesaan India (3,4% pada pria dan 6,8% pada wanita) dan prevalensi
tertinggi di Polandia (68,9% pada pria dan 72,5% pada wanita). Pengobatan
bervariasi dari 10,7% di Meksiko hingga 66% di Barbados dan kontrol (tekanan
darah <140/90 mmHg saat menggunakan obat antihipertensi) bervariasi dari 5,4%
di Korea hingga 58% di Barbados.5

Prevalensi hipertensi di Indonesia dari hasil pemeriksaan tekanan darah


pada penduduk usia 18 tahun sebesar 34,1%. Terjadi peningkatan di indonesai
pada penderita hipertensi pada tahun 2007 sebanyak 31,7% terja penurunan
signifikan pada tahun 2013 sebesar 25,5% kemudian pada tahun 2018 mengalami
kenaikan sebanyak 34,1%. Kalimantan Selatan merupakan Provinsi tertinggi
dengan hipertensi sebesar (44.1%), Papua sebagai provinsi terendah sebesar
(22,2%), sedangkan di Provinsi Jambi (28,9%). Berdasarkan data Profil
Kesehatan Provinsi Jambi Prevalensi hipertensi di Provinsi Jambi mengalami
fluktuasi yaitu tahun 2015 (13,89%), 2016 (13,69%) 2017 (14,47%), 2018
(13,50%), dan 2019 (18,50). Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran
pada penduduk pada >18 tahun berdasarkan Data Riskesdas 2018 di Provinsi
1
Jambi, menyatakan bahwa hipertensi tertinggi terdapat di Kab/Kota Kerinci
sebesar 37,74 % dan terendah berada di Sarolangun 19,55%.

Klasifikasi hipertensi menurut ESH/ESC 2018 dapat dibagi menjadi


normal, pre hipertensi, hipertensi derajat 1, hipertensi derajat 2, hipertensi derajat
3 dan hipertensi sistolik terisolasi.1 Berdasarkan etiologi hipertensi terbagi
menjadi 2 yaitu hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder. 6 Tujuan
umum pengobatan hipertensi adalah untuk menurunkan menurunkan mortalitas
dan morbiditas akibat komplikasi dari hipertensi. Target penurunan tekanan
darah berdasarkan guideline JNC 8 yaitu<150/90 untuk usia diatas 60 tahun dan
<140/90 untuk usia <60 tahun, pasien usia≥18 tahun dengan gangguan ginjal
kronik/ penyakit diabetes.7
Terapi non farmakologi berdasarkan ESH/ESC 2018 meliputi perubahan
gaya hidup, pembatasan diet natrium, mengurangi konsumsi alkohol, pengurangan
berat badan, berhenti merokok dan aktivitas fisik teratur. Sedangkan tata laksana
farmakologis dengan menggunakan obat antihipertensi yang dapat dimulai dengan
satu obat atau kombinasi obat.1

1.2 Batasan Masalah

Makalah ini akan membahas mengenai kasus hipertensi esensial.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk memahami dan menambah


pengetahuan tentang hipertensi esensial.

1.4 Metode Penulisan

Metode yang dipakai dalam penulisan ini berupa tinjauan pustaka yang
merujuk pada berbagai literatur.

2
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi dan Klasifikasi


Tekanan darah tinggi atau hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan
tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik ≥ 90 mmHg. 1
(ESC Hipertensi 2018) Definisi dan kategori dari hipertensi sendiri terus
berkembang dari tahun ke tahun. Berdasarkan pembaharuan terbaru mengenai
hipertensi terdapat beberapa klasifikasi atau kriteria hipertensi berdasarkan
ESC/ESH, ACC/AHA dan JNC 8, diantaranya dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.

Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut ESC/ESH 2018.


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal <120 Dan <80

Normal 120-129 dan / atau 80-84

Diatas normal 130-139 dan / atau 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 dan / atau 90-99

Hipertensi derajat 2 160-179 dan / atau 100-109

Hipertensi derajat 3 ≥180 dan / atau ≥110


Hipertensi sistolik
≥140 dan <90
terisolasi

Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut ACC/AHA 2017.8


Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal <120 Dan <80

Elevated 120-129 Dan <80

Hipertensi derajat
130-139 Atau 80-89
1

Hipertensi derajat
2 ≥140 Atau ≥90

4
Tabel Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 8.9
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)

Optimal <120 dan <80

Pre hipertensi 120-139 Dan 80-89

Hipertensi derajat
1 140-159 atau 90-99

Hipertensi derajat
≥160 atau ≥90
2

5
2.1.1 Berdasarkan Etiologinya
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
 Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi
esensial atau idiopatik adalah hipertensi yang tidak diketahui
etiologinya/penyebabnya. 90% dari semua penyakit hipertensi
merupakan penyakit hipertensi esensial.
 Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang terjadi
sebagai akibat suatu penyakit, kondisi dan kebiasaan. Karena itu
umumnya hipertensi ini sudah diketahui penyebabnya. Terdapat
10% orang menderita apa yang dinamakan hipertensi sekunder.
Skitar 5-10% penderita hipertensi penyebabnya adalah penyakit
ginjal (stenoisarteri renalis, pielonefritis, glomerulonefritis,
tumor ginjal), sekitar 1-2% adalah penyakit kelaian hormonal
(hiperaldosteronisme, sindroma cushing) dan sisanya akibat
pemakaian obat tertentu (steroid, pil KB).6

2.2 Epidemiologi

Hipertensi merupakan salah satu komorbiditas yang signifikan dalam


perkembangan berbagai macam penyakit diantaranya seperti stroke, infark miokard,
gagal jantung, dan gagal ginjal.10 Lebih dari satu miliar orang dewasa di seluruh
dunia memiliki hipertensi dengan persentasi mencapai hingga 45% dari populasi
orang dewasa.11 Hipertensi merupakan diagnosis primer yang umum ditemukan di
Amerika Serikat dan diperkirakan sekitar 86 juta (34%) populasi dewasa (≥20 tahun)
di Amerika Serikat menderita hipertensi dengan angka kejadian yang relatif sama
antara wanita dan pria.12 Penelitian terbaru memperkirakan jumlah pasien dengan
hipertensi akan meningkat sebanyak 15 hingga 20%, yang dapat mencapai hampir
1,5 miliar pada tahun 2025.13
Prevalensi hipertensi bervariasi di seluruh dunia, dengan prevalensi terendah
di pedesaan India (3,4% pada pria dan 6,8% pada wanita) dan prevalensi tertinggi di
Polandia (68,9% pada pria dan 72,5% pada wanita). Pengobatan bervariasi dari
10,7% di Meksiko hingga 66% di Barbados dan kontrol (tekanan darah <140/90
6
mmHg saat menggunakan obat antihipertensi) bervariasi dari 5,4% di Korea hingga
58% di Barbados.14
Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,11% diambil dari data
Riskesdas tahun 2018 berdasarkan pengukuran pada penduduk >18 tahun. Provinsi
dengan prevalensi hipertensi tertinggi yaitu di Kalimantan Selatan, sebanyak 44,3%.
Kelompok usia terbanyak menderita hipertensi adalah kelmpok usia diatas 75 tahun
(69,53%). Berdasarkan jenis kelamin hipertensi banyak dialami oleh perempuan
(36,85%). Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan, hipertensi banyak dialami
oleh orang yang tidak berpendidikan (51,55%). Berdasarkan jenis pekerjaan
hipertensi banyak dialami oleh orang yang tidak bekerja (39,73%) disusul oleh jenis
pekerjaan PNS/TNI/PORLI/BUMN/BUMD (36,91%). Hipertensi lebih banyak
dialami oleh penduduk yang tinggal di perkotaan (34,43%).13

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya atau


idiopatik namun etiologi yang dipahami mendasari hipertensi esensial saat ini
adalah kombinasi dari faktor genetik, lingkungan dan beavioral factor.14 Faktor
lingkungan meningkatkan tekanan darah secara bertahap dari waktu ke waktu
melalui konsumsi natrium yang berlebihan, asupan kalium makanan yang tidak
mencukupi, kelebihan berat badan dan obesitas, asupan alkohol dan fisik tidak
aktif.16 Berbagai penelitian epidemiologi klinis dan fisiologi telah membuktikan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi garam dan peningkatan
tekanan darah saat ginjal tidak mampu mensekresikan jumlah sodium yang
dikonsumsi secara berlebihan.17 Faktor-faktor lain, seperti predisposisi genetik atau
lingkungan intrauterin yang merugikan (seperti hipertensi gestasional atau pre-
eklampsia), memiliki hubungan yang kecil tetapi pasti dengan kadar tekanan darah
tinggi di masa dewasa. Bahkan kenaikan moderat dalam populasi rata-rata
menyebabkan peningkatan besar dalam jumlah absolut orang dengan hipertensi.15

2.4 Patofisiologi

Tekanan darah ditentukan oleh beberapa parameter sistem kardiovaskular,


termasuk volume darah dan curah jantung serta keseimbangan tonus arteri yang
dipengaruhi oleh volume intravaskular dan sistem neurohumoral. Pemeliharaan
7
level tekanan darah fisiologis melibatkan interaksi yang kompleks dari berbagai
elemen sistem neurohumoral terintegrasi yang mencakup sistem renin-
angiotensin-aldosteron (RAAS), peran peptida natriuretik dan endotelium, sistem
saraf simpatis (SNS) . Kerusakan atau gangguan faktor yang terlibat dalam
kontrol tekanan darah di salah satu sistem ini dapat secara langsung atau
tidak langsung menyebabkan peningkatan rata-rata tekanan darah, variabilitas
tekanan darah atau keduanya, seiring waktu mengakibatkan kerusakan organ
target (misalnya, hipertrofi ventrikel kiri dan gangguan ginjal kronik).11
Mekanisme patofisiologis yang bertanggung jawab untuk hipertensi adalah
kompleks dan bertindak berdasarkan latar belakang genetik. Predisposisi genetik
ini, bersama dengan sejumlah faktor lingkungan, seperti asupan Na+ tinggi,
kualitas tidur yang buruk, asupan alkohol yang berlebihan dan stres mental yang
tinggi, berkontribusi terhadap perkembangan hipertensi.18 Akhirnya,
kemungkinan mengembangkan hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia,
karena pengerasan progresif pembuluh darah arteri yang disebabkan oleh, diantara
faktor-faktor lain, secara perlahan mengembangkan perubahan kolagen vaskular
dan peningkatan aterosklerosis. 19

2.4.1 Peran Renin-Angiotensin-Aldosterone

RAAS memiliki efek luas pada regulasi tekanan darah, memediasi


retensi Na + , natriuresis tekanan (yaitu, mekanisme dimana peningkatan
tekanan perfusi ginjal (gradien antara tekanan darah arteri dan vena ginjal)
menyebabkan penurunan reabsorpsi Na + dan peningkatan Na + ekskresi),
sensitivitas garam, vasokonstriksi, disfungsi endotel dan cedera vaskular, dan
memainkan peranan penting dalam patogenesis hipertensi.15 RAAS hadir pada
tingkat seluler di banyak organ, tetapi perannya yang paling penting adalah
untuk membantu mengatur homeostasis volume-tekanan di ginjal, di mana ia
mempertahankan perfusi dalam keadaan volume yang berkurang (yaitu, ketika
ada pengurangan volume cairan ekstraseluler sebagai akibat dari kehilangan
natrium dan cairan) dan ditekan dalam kondisi volume diperluas (kelebihan
cairan). Renin dan prekursornya pro-renin disintesis dan disimpan dalam sel-sel
juxtaglomerular ginjal dan dilepaskan sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan. Fungsi utama renin adalah untuk membelah
angiotensinogen untuk membentuk angiotensin I. Enzim
8
pengonversi angiotensin (ACE) memotong angiotensin I untuk membentuk
angiotensin II, yang merupakan pusat peran patogenetik dari RAAS dalam
hipertensi.19

2.4.2 Peran Kendali Saraf Otonom


Baroreseptor, mechanoreseptor yang merasakan perubahan tekanan dari
sistem peredaran darah, ditempatkan di berbagai lokasi di arteri, tempat utama
adalah sinus karotid, area melebar di dasar arteri karotis interna hanya lebih
unggul daripada bifurkasi arteri karotis umum . Ketika arteri ini diregangkan oleh
peningkatan tekanan darah, bundel saraf yang diproyeksikan dari baroreseptor di
sinus karotis mengirim pesan ke otak untuk mengurangi aliran simpatis impuls
saraf atau lalu lintas saraf.20 Sistem saraf simpatis umumnya lebih aktif pada
orang dengan hipertensi daripada pada orang normotensif.21 Aktivitas Sistem
saraf simpatis juga lebih besar pada individu dengan obesitas, pada pria
dibandingkan pada wanita, pada orang yang lebih muda daripada pada orang tua,
dan pada mereka dengan penyakit ginjal stadium lanjut. 22 Banyak pasien dengan
hipertensi berada dalam kondisi ketidakseimbangan otonom dengan peningkatan
simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis.23 Hiperaktif Sistem saraf simpatis
relevan untuk pembangkitan dan pemeliharaan hipertensi. Di antara pasien dengan
hipertensi, peningkatan keparahan hipertensi dikaitkan dengan peningkatan
tingkat aktivitas simpatis yang diukur dengan mikroneurografi.24

2.4.3 Peran Dinding Vaskular Pembuluh Darah (Endotelium)


Endotelium adalah pengatur utama tonus pembuluh darah dan kontributor
utama sensitivitas garam melalui NO.2

2.5 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah
intrakranial. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi. Nokturia
karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus. Edema dan
pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler. Gejala lain yang umumnya
terjadi pada penderita hipertensi yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran
darah dari hidung secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain.25

9
2.6 Diagnosis
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila TDS ≥ 140 mmHg dan/atau
TDD ≥90mmHg pada pengukuran di klinik atau fasilitas layanan kesehatan.1,26
1. Anamnesis
Keluhan bervariasi mulai dari tidak bergejala sampai bergejala.
Jika terdapat HMOD, CVD, stroke, atau penyakit ginjal bisa disertai
dengan keluhan pusing, vertigo, sinkop, penglihatan buram, TIA, defisit
sensorik atau motorik, stroke.

Perlu dilakukan identifikasi faktor yang berkontribusi terhadap


perkembangan hipertensi, faktor risiko kardiovaskular lain, penyakit
penyerta, gaya hidup, obat-obatan, kepatuhan dalam konsumsi obat, dan
riwayat penyakit keluarga.

2. Pemeriksaan Fisik
Pasien tampak sehat, bisa sakit ringan hingga berat jika ada
komplikasi hipertensi ke organ lain. Dapat dilakukan penilaian IMT dan
lingkar pinggang, dan untuk evaluasi tanda HMOD dapat dilakukan
pemeriksaan neurologis dan status kognitif, Pemeriksaan funduskopi
untuk hipertensi retinopati, Palpasi dan auskultasi jantung dan arteri
karotis, Palpasi arteri perifer, auskultasi jantung dan arteri renal apakah
terdengar murmur.

Pasien dilakukan pemeriksaan tekanan darah. Hasil pengukuran


tekanan darah di Klinik merupakan standar baku utama dalam
menegakkan diagnosis.

10
Persiapan pasien:
 Pasien tenang (tidak cemas, gelisah, atau kesakitan). Dianjurkan
istirahat 5 menit sebelum pemeriksaan.
 Pasien tidak mengonsumsi kafein atau merokok, ataupun aktivitas
olahraga minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.

 Pasien tidak menggunakan obat-obatan stimulan adrenergik (contoh:


fenilefrin atau pseudoefedrin) yang biasa terdapat pada obat flu dan
obat tetes mata.
 Pasien tidak sedang menahan BAB atau BAK.
 Pasien tidak mengenakan pakaian ketat terutama di bagian lengan.
 Pemeriksaan di ruangan tenang dan nyaman.
 Pasien dalam keadaan diam dan tidak bicara saat pemeriksaan.
 Menggunakan spigmomanometer non air raksa (aneroid/digital),
divalidasi tiap 6-12 bulan, ukuran manset sesuai lingkar lengan atas
(LLA). Ukuran manset standar 35cmx12-13cm. Untuk pasien LLA
>32cm, gunakan yang lebih besar dan untuk pasien anak gunakan
yang lebih kecil.
 Posisi pasien duduk, berdiri, atau berbaring. Pada posisi duduk lengan
ditopang meja dan gunakan kursi bersandar untuk meminimalisasi
kontraksi otot isometrik, posisi fleksi lengan bawah dengan siku
setinggi jantung dan kedua kaki menyentuh tanah dan tidak disilang.
 Prosedur: pasang manset sekitar 2,5 cm diatas fossa antecubital,
hindari diatas pakaian, letakkan bagian bell atau diafragma diatas
arteri brachialis tepat di batas bawah manset, pompa manset sampai
180 mmHg atau 30 mmHg setelah suara nadi menghilang, lepaskan
dengan kecepatan sedang (3mmHg/detik), ukur 3 kali dnegan selang
waktu 1-2 menit, lakukan pengukuran tambahan bila yang pertama
dan kedua >10 mm Hg. Catat rerata tekanan darah, minimal 2 dari
hasil pengukuran terakhir.
 HBPM: pengukuran pada pagi dan malam hari. Pada pagi hari,
dilakukkan 1 jam setelah bangun tidur, pasien telah buang air kecil,
sebelum sarapan dan sebelum minum obat. Pengukuran minimal 1
kali tiap pemeriksaan dengan interval 1 menit.

11
 ABPM: Pengukuran tekanan darah selama 24 jam termasuk saat tidur,
merupakan metode akurat untuk konfirmasi diagnosis hipertensi.

Gambar Penapisan dan Diagnosis Hipertensi

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan bertujuan untuk mencari HOMD (Hypertension Mediated
Organ Damage). Pemeriksaan penunjnag yang dilakukan diantara lain
pemeriksaan darah, pemeriksaan urin (proteinuria/albuminuria), EKG,
echocardiography, funduskopi, dll.

4. Penilaian risiko penyakit kardiovaskular


Penyakit kardiovaskular (PKV) memiliki faktor risiko multipel sehingga
dalam kuantifikasi risiko PKV pada pasien hipertensi perlu diperhitungkan
efek berbagai faktor risiko lain yang dimiliki pasien. Pada individu yang
masuk kedalam kategori risiko sangat tinggi dan tinggi, hipertensi dan
komorbidnya harus langsung diobat.

12
2.7 Tatalaksana
1. Non medikamentosa26
Intervensi pola hidup:
Pola hidup sehat dapat mencegah ataupun memperlambat awitan
hipertensi dan dapat mengurangi risiko kardiovaskular. Pola hidup sehat
juga dapat memperlambat ataupun mencegah kebutuhan terapi obat pada
hipertensi derajat 1, namun sebaiknya tidak menunda inisiasi terapi obat
pada pasien dengan HMOD atau risiko tinggi kardiovaskular. Pola hidup
sehat telah terbukti menurunkan tekanan darah yaitu pembatasan konsumsi
garam dan alkohol, peningkatan konsumsi sayuran dan buah, penurunan
berat badan dan menjaga berat badan ideal, aktivitas fisik teratur, serta
menghindari rokok.
a. Pembatasan konsumsi garam
Terdapat bukti hubungan antara konsumsi garam dan hipertensi.
Konsumsi garam berlebih terbukti meningkatkan tekanan darah dan
meningkatkan prevalensi hipertensi. Rekomendasi penggunaan
natrium (Na) sebaiknya tidak lebih dari 2 gram/hari (setara dengan 5-6

gram NaCl perhari atau 1 sendok teh garam dapur). Sebaiknya


menghindari makanan dengan kandungan tinggi garam.
b. Perubahan pola makan
Pasien hipertensi disarankan untuk konsumsi makanan seimbang yang
mengandung sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan segar, produk
susu rendah lemak, gandum, ikan, dan asam lemak tak jenuh (terutama
minyak zaitun), serta membatasi asupan daging merah dan asam lemak
jenuh.
c. Penurunan berat badan dan menjaga berat badan ideal
Terdapat peningkatan prevalensi obesitas dewasa di Indonesia dari
14,8% berdasarkan data Riskesdas 2013, menjadi 21,8% dari data
Riskesdas 2018. Tujuan pengendalian berat badan adalah mencegah
obesitas (IMT >25 kg/m2), dan mentargetkan berat badan ideal (IMT
18,5 – 22,9 kg/m2) dengan lingkar pinggang <90 cm (laki-laki) dan
<80 cm (perempuan).

13
d. Olahraga teratur
Olahraga aerobik teratur bermanfaat untuk pencegahan dan
pengobatan hipertensi, sekaligus menurunkan risiko dan mortalitas
kardiovaskular. Olahraga teratur dengan intensitas dan durasi ringan
memiliki efek penurunan TD lebih kecil dibandingkan dengan latihan
intensitas sedang atau tinggi, sehingga pasien hipertensi disarankan
untuk berolahraga setidaknya 30 menit latihan aerobik dinamik
berintensitas sedang (seperti: berjalan, joging, bersepeda, atau
berenang) 5-7 hari per minggu.
e. Berhenti merokok
Merokok merupakan faktor risiko vaskular dan kanker, sehingga status
merokok harus ditanyakan pada setiap kunjungan pasien dan penderita
hipertensi yang merokok harus diedukasi untuk berhenti merokok.
2. Medikamentosa26
a. Alur panduan inisiasi sesuai klarifikasi dan ambang batas tekanan
darah untuk inisiasi obat

Gambar Alur Panduan Inisiasi Terapi Obat sesuai dengan Klasifikasi


Hipertensi
b. Terapi obat
Strategi pengobatan yang dianjurkan pada panduan penatalaksanaan
hipertensi saat ini adalah dengan menggunakan terapi kombinasi pada
sebagian besar pasien, untuk mencapai tekanan darah sesuai target.
Bila memungkinkan dalam bentuk single pill combination (SPC),
untuk meningkatkan kepatuhan terhadap pengobatan.
a. Obat untuk penatalaksanaan hipertensi dan kontraindikasi

14
pemberian obat antihipertensi.
Lima golongan obat antihipertensi utama yang rutin
direkomendasikan yaitu: ACEi, ARB, beta bloker, CCB dan
diuretik.

Kontraindikasi Pemberian Obat Antihipertensi

15
b. Obat antihipertensi oral

16
Tabel Obat Antihipertensi Oral

c. Tatalaksana JNC 8
Tatalaksana berdasarkan JNC 8 :

Tabel Algoritma Tata Laksana Hipertensi Menurut JNC 8

17
2.8

Komplikasi
Pasien hipertensi biasanya meninggal dunia lebih cepat apabila
penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa
organ vital. Komplikasi hipertensi yang utama adalah penyakit kardiovaskular,
yang dapat berupa penyakit jantung koroner, gagal jantung, stroke (baik
perdarahan iskemik atau intraserebral), ensefalopati hipertensi, penyakit ginjal
kronik, kerusakan retina mata, hipertensive retinopathy, maupun penyakit
vaskular perifer, dan kematian (biasanya karena penyakit jantung koroner, dan
penyakit pembuluh darah terkait stroke).27,28

2.9 Prognosis
Prognosis tergantung pada kontrol tekanan darah dan hanya
menguntungkan jika tekanan darah mencapai kontrol yang memadai. Namun,
komplikasi dapat terjadi pada beberapa pasien karena hipertensi adalah penyakit
progresif. Kontrol yang memadai dan langkah-langkah gaya hidup hanya
berfungsi untuk menunda perkembangan dan perkembangan gejala sisa seperti
penyakit ginjal kronis dan gagal ginjal.10

18
BAB 3
LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT 24 Sridadi
Perkawinan : Menikah
Negeri Asal : Indonesia
Agama : Islam
Suku : Jawa
Tanggal Pemeriksaan : 8 Agustus 2022

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Sakit kepala sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

 Sakit kepala sejak 2 hari yang lalu, tidak berputar


 Batuk tidak berdahak sejak 2 hari yang lalu
 Flu sejak 2 hari yang lalu
 Nyeri dada tidak ada, dada terasa berdebar-debar tidak ada, sesak nafas saat
beraktivitas tidak ada
 Pasien tidak pernah mengalami penyakit ginjal, tiroid.
 Nafsu makan biasa. Pasien mempunyai kebiasaan tidak pernah membatasi
garam dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari.
 Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.
 Pasien dikenal hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, tekanan darah tertinggi
151/ 89 mmHg. Pasien tidak teratur mengkonsumsi obat hipertensi.

19
3. Riwayat Penyakit dahulu / Penyakit Keluarga
- Pasien sudah dikenal menderita hipertensi sejak lebih kurang 1 tahun yang
lalu.
- Orang tua pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi
4. Pemeriksaan Fisik
Tanda Vital :
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 150/100 mmHg
Frekuensi denyut nadi : 86x / menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Suhu : Afebris
Berat Badan : 80 kg
Tinggi badan : 158 cm

Pemeriksaan Sistemik
- Kulit : Teraba hangat
- Kepala : Bentuk bulat, simetris, rambut hitam tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor,diameter 2mm, reflek cahaya +/+
- Mulut : Simetris kiri dan kanan , lidah dan mulut basah
- Telinga : Tidak ditemukan kelainan
- Hidung : Tidak ditemukan kelainan
- Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
- Leher : Tidak teraba pembesaran KGB
- Dada :
Paru : Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada
Palpasi : fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : Inspeksi : Iktus tidak terlihat
Palpasi : Iktus tidak teraba
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
20
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak ada
- Abdomen: Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
- Anggota gerak : Oedem tungkai -/-
Pemeriksaan labor : -
5. Diagnosis
Hipertensi Esensial Stage II
Common cold
6. Diagnosis Banding : Hipertensi sekunder
7. Manajemen
a. Preventif :
- Menganjurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan dengan diet rendah
garam dan rendah lemak serta minum air putih minimal 2 L/ hari.
- Menghindari faktor resiko yang dapat memperburuk kondisi pasien seperti
rokok, alkohol dan minum minuman dingin
- Menjalani pola hidup sehat dengan memakan makanan yang bergizi dan
cukup nutrisi untuk tubuh, berolahraga secara teratur (misalnya senam atau
jalan cepat) setiap pagi minimal selama 30 menit selama 3-4 kali seminggu,
dan beristirahat yang cukup 6-8 jam per harinya.
- Menghindari kelelahan dan faktor stress yang dapat memperburuk kondisi
pasien.
b. Promotif :
- Edukasi kepada pasien bahwa pasien menderita common cold yang dapat
sembuh sendiri dan penyakit hipertensi yang bersifat kronik yang tidak
dapat disembuhkan namun dapat dikontrol dan penyakit tersebut
mengharuskan pasien untuk selalu mengontrol tekanan darahnya minimal
setiap 10 hari (walaupun tidak memiliki keluhan) dan selalu mengkonsumsi
obat yang diberikan.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan,
akan tetapi dapat dikontrol dengan membiasakan dengan pola hidup sehat
dan mengkonsumsi obat antihipertensi secara teratur berdasarkan petunjuk
dokter.

21
- Menjelaskan kepada pasien bahwa hipertensi yang dideritanya dapat
menyebabkan komplikasi pada bagian tubuh lainnya, yakni jantung, otak,
ginjal, pembuluh darah, dan mata. Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya
pembesaran ruang jantung, nyeri dada, hingga gagal jantung. Pada otak
dapat menyebabkan stroke dan di ginjal dapat menyebabkan kegagalan
fungsi ginjal.
- Edukasi kepada pasien untuk tidak merokok dan meminum kopi untuk
mencegah perburukan dari penyakit pasien.
- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien harus mengurangi
mengkonsumi makanan dengan kandungan garam dan lemak yang tinggi.
- Edukasi kepada anak-anak pasien bahwa anak-anak pasien juga memiliki
faktor resiko yang tinggi untuk terkena hipertensi sehingga harus menjalani
pola hidup sehat sejak dini.
c. Kuratif :
 Captopril 1 x 12,5 mg

 Ambroksol 3 x 30 mg

 Cetirizin 1 x 10 mg

d. Rehabilitatif :
- Kontrol rutin ke Puskesmas setelah obat antihipertensi habis, untuk cek
tekanan darah dan penyesuaian dosis dan penambahan obat antihipertensi.
8. Prognosis
 Qua ad sanam : bonam
 Qua ad vitam : bonam
 Qua ad fungsionam : bonam
 Qua ad kosmetikum : bonam

22
BAB 4
DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 43 tahun dating dengan ke Puskesmas Tenam


dengan keluhan sakit kepala sejak 2 hari yang lalu tidak berputar, batuk tidak berdahak
sejak 2 hari yang lalu, flu sejak 2 hari yang lalu, Pasien didiagnosis hipertensi sejak 1
tahun yang lalu dengan tekanan darah tertinggi 150/ 100. Pasien mempunyai kebiasaan
tidak mengkonsumsi obat secara rutin dan jarang control dan tidak pernah membatasi
garam dalam makanan yang dikonsumsi setiap hari. Orang tua pasien juga mengidap
penyakit hipertensi dan meninggal karena penyakit hipertensi.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik pasien didiagnosis dengan Hipertensi
Esensial stage II dan Common cold, dimana ditemukan pada anamnesa pasien
mengeluhkan sakit kepala, batuk, flu sejak 2 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD 150/100 mmhg dan tidak terdapat pembesaran jantung. Berdasarkan JNC 8
dan ESC 2018 pasien di diagnosis dengan Hipertensi Esensial stage II, dikarenakan pada
pasien tidak ditemukan penyakit lain seperti ginjal, tiroid.
Pasien diberikan Captopril 1 x 12,5 mg, Ambroksol 3 x 30 mg, dan Cetirizin 1 x 10
mg. Captopril merupakan golongan ACE-I. Pada pasien diedukasi mengenai penyakit
yang diderita serta komplikasi yang akan terjadi jika tidak mengkonsumsi obat hipertensi
secara rutin. Dan memberitahukan kepada pasien tentang pola hidup sehat, contohnya
olahraga, diet rendah garam, dan banyak minum air putih. Pasien disarankan kontrol ulang
di Puskesmas setelah obat habis atau ada keluhan selama minum obat.
Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam, quo ad sanationam
adalah bonam, quo ad functionam adalah bonam, dan quo ad kosmetikum adalah dubia ad
bonam.

23
Daftar Pustaka

1. Mancia G, De Backer G, Dominiczak A, Cifkova R, Fagard R, Germano G, et


al. Guidelines for the Management of Arterial Hypertension: The Task Force
for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of
Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). Vol.
25, Journal of Hypertension. 2018. 3030–78 p.
2. Abel N, Contino K, Jain N, Grewal N, Grand E, Hagans I, et al. Eighth joint
national committee (JNC-8) guidelines and the outpatient management of
hypertension in the African-American population. N Am J Med Sci.
2015;7(10):438.
3. Danaei G, Ding EL, Mozaffarian D, Taylor B, Rehm J, Murray CJL, et al. The
preventable causes of death in the United States: comparative risk assessment
of dietary, lifestyle, and metabolic risk factors. PLoS Med.
2009;6(4):e1000058.
4. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Muntner P, Whelton PK, He J. Global
burden of hypertension: analysis of worldwide data. Lancet.
2005;365(9455):217–23.
5. Kearney PM, Whelton M, Reynolds K, Whelton PK, He J. Worldwide
prevalence of hypertension: a systematic review. J Hypertens. 2004;22(1):11–9.
6. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,
Handler J, et al. 2014 Evidence-based guideline for the management of high
blood pressure in adults: Report from the panel members appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA - J Am Med Assoc.
2014;311(5):507–20.
7. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA:
2013.
8. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, Casey DE, Collins KJ, Dennison
Himmelfarb C, et al. 2017 ACC/AHA Guideline for the Prevention, Detection,
Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A Report of
the American College of Cardiology/American Heart Association Task Force
on Clinical Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol. 2018;71(19):127–248.
9. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,
Handler J, et al. 2014 Evidence-based guideline for the management of high
blood pressure in adults: Report from the panel members appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA - J Am Med Assoc.
2014;311(5):507–20.
10. Iqbal AM, Jamal SF. Essential Hypertension. [Updated 2020 Jul 10]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-
11. NCD Risk Factor Collaboration (NCD-RisC). Worldwide trends in blood
24
pressure from 1975 to 2015: a pooled analysis of 1479 population-based
measurement studies with 19·1 million participants. Lancet. 2017 Jan
07;389(10064):37-55.

12. Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, et al, for the American Heart Association
Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee. Heart disease and
stroke statistics-2017 update. a report from the American Heart Association.
Circulation. 2017 Mar 7. 135 (10).
13. Kemenkes RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia
tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018. 2018. p. 152–63.
14. L. J. Mullins, M. A. Bailey, and J. J. Mullins, “Hypertension, kidney, and
transgenics: a fresh perspective,” Physiological Reviews, vol. 86, no. 2, pp.
709–746, 2006.
15. Populations T variation and factors influencing vertical migration behavior in
D. Hypertension. Physiol Behav. 2017;176(1):139–48.
16. Cheung BMY, Li C. Diabetes and hypertension: is there a common metabolic
pathway? Curr Atheroscler Rep. 2012;14(2):160–6.
17. Harrison DG. The mosaic theory revisited: common molecular mechanisms
coordinating diverse organ and cellular events in hypertension. J Am Soc
Hypertens. 2013;7(1):68–74.
18. Wilck N, Matus MG, Kearney SM, Olesen SW, Forslund K, Bartolomaeus H,
et al. Salt-responsive gut commensal modulates TH 17 axis and disease.
Nature. 2017;551(7682):585–9.
19. Singh AK, Williams GH. Textbook of nephro-endocrinology. Academic Press;
2009.
20. de Leeuw PW, Bisognano JD, Bakris GL, Nadim MK, Haller H, Kroon AA.
Sustained reduction of blood pressure with baroreceptor activation therapy:
results of the 6-year open follow-up. Hypertension. 2017;69(5):836–43.
21. Grassi G, Seravalle G, Quarti-Trevano F, Scopelliti F, Dell’Oro R, Bolla G, et
al. Excessive sympathetic activation in heart failure with obesity and metabolic
syndrome: characteristics and mechanisms. Hypertension. 2007;49(3):535–41.
22. Augustyniak RA, Picken MM, Leonard D, Zhou XJ, Zhang W, Victor RG.
Sympathetic nerves and the progression of chronic kidney disease during 5/6
nephrectomy: studies in sympathectomized rats. Clin Exp Pharmacol Physiol.
2010;37(1):12–8.
23. Dibona GF. Sympathetic nervous system and hypertension. Hypertension.
2013;61(3):556–60.
24. Ayub T, Khan SN, Ayub SG, Dar R, Andrabi KI. Reduced nitrate level in
individuals with hypertension and diabetes. J Cardiovasc Dis Res.
2011;2(3):172–6.
25. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J (eds.)
Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-18. New York: Mc Graw
Hill; 2011.
26. Lukito AA, Harmeiwaty E, Hustrin NM. Konsensus Penatalaksanaan
Hipertensi 2019 di Indonesia. Indonesian Society of Hypertension
25
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia. 2019.
27. Rapsomaniki E, Timmis A, George J, Pujades-Rodriguez M, Shah AD, 27
Denaxas S, et al. Blood pressure and incidence of twelve cardiovascular
diseases: lifetime risks, healthy life-years lost, and age-specific associations in
1·25 million people. Lancet. 2014;383(9932):1899–911.
28. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J (eds.)
Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke-18. New York: Mc Graw
Hill; 2011.

26
27

Anda mungkin juga menyukai