Oleh :
Preseptor:
2017
i
KATA PENGANTAR
penulis ucapkan atas limpahan ilmu, akal, pikiran, dan waktu, sehingga penulis
Jantung Hipertensi”. Referat ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yose Ramda Ilhami, Sp. JP
selaku preseptor yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini.
Tentunya penulisan referat ini sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Masalah 2
1.3 Batasan 3
1.4 Metode 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi 4
2.2 Penentuan Risiko Kardiovaskuler 4
2.3 Diagnosis 6
2.4 Tatalaksana Hipertensi 8
2.5 Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner 9
2.5.1 Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner : APS 9
2.5.2 Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner : UAP dan NSTEMI 12
2.5.3 Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner : STEMI 14
2.6 Hipertensi dan Gagal Jantung 16
2.7 Hipertensi dan Atrial Fibrilasi 18
2.8 Hipertensi dan Hipertrofi Ventrikel Kiri 19
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 22
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB 1
PENDAHULUAN
tekanan darah yang lebih tinggi menyebabkan meningkatnya risiko terhadap stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal dan risiko itu akan
dan merupakan faktor risiko utama untuk stroke, infark miokard, penyakit
pembuluh darah, dan penyakit ginjal kronis. Menurut data analisis dari Nationwide
Emergency Department Sample, dari tahun 2006 sampai 2011, didapatkan adanya
peningkatan sebesar 25% dari jumlah kunjungan pasien hipertensi essensial yang
datang ke unit gawat darurat. Dimana jumlah kunjungan pada tahun 2006 sebesar
190 kunjungan per 100.000 populasi dan meningkat menjadi 238,5 kunjungan per
(HHD), penyakit jantung iskemik yang terkait dengan infark miokard sebelumnya,
global, gagal jantung sekunder akibat HHD akan menjadi penyebab paling umum
perifer, peningkatan ukuran jantung, dan suara jantung ketiga dan gejalanya seperti
1
dengan gagal jantung sekunder akibat HHD didahului dengan gejala gagal jantung
diastolik (khususnya sesak napas dengan tenaga kerja) namun sering terjadi pada
gagal jantung diastolik dan sistolik gabungan. Perbedaan utama antara HHD dan
sistolik yang masih baik (fraksi ejeksi lebih besar dari 50%). Sebaliknya, pasien
berkontribusi terhadap morbiditas dan mortalitas yang tinggi, dan biaya perawatan
kesehatan yang berkaitan dengan HHD. Pengendalian tekanan darah secara efektif
mengurangi komplikasi HHD. Selain itu, studi epidemiologi baru-baru ini terus
mengubah tingkat BP yang dapat diterima dari populasi yang biasa dengan populasi
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami tentang
jantung hipertensi.
2
1.3 Batasan Masalah
Masalah yang dibahas pada makalah ini dibatasi pada definisi, klasifikasi,
Metoda yang dipakai pada referat ini adalah tinjauan pustaka yang merujuk
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
ventrikel kiri, kekakuan vaskular dan ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah
manifestasi yang akan menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berlanjut
menjadi gagal jantung apabila tidak di tatatlaksana dengan baik (Izzo, Gradman,
2004)
selular, dan molekuler. Faktor ini berperan dalam perkembangan hipertensi dan
dan fungsi jantung dengan 2 jalur, yaitu secara langsung melalui peningkatan
afterload dan secara tidak langsung melalui interaksi neurohormonal dan vaskular
(Riaz K, 2003)
darah tinggi ditambah dengan faktor hormonal yang ditandai oleh penebalan
terganggu akibat gagguan relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi
ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik). Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem renin-
4
volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan akhirnya akan terjadi
ventrikel kiri. Iskemia miokard, hipertrofi ventrikel kiri, dan gangguan fungsi
endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi. (PAPDI, 2006)
kiri. Risiko pembesaran ventrikel kiri akan meningkatan dua kali lipat dengan
adekuat, namun hak ini dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik. (Riaz
K,2009)
massa ventrikel kiri dengan peningkatan tekanan dan volume diastolik, umumnya
ventrikel kiri eksentris, dimana peningkatan ketebalan ventrikel kiri terjadi tidak
5
2.2.2 Penyakit Katup
keadaan regurgitasi aorta, dimana akan membaik jika tekanan darah terkontrol.
jantung kongestif seringkali tidak terdeteksi, karena saat proses gagal jantung
Disfungsi diastolik sering terjadi pada pasien dengan hipertensi, dan sering disertai
jantung koroner, usia, disfungsi sistolik, dan kelaianan struktural, misalnya fibrosis
2.3 Diagnosis
Mudah lelah, sesak napas, sakit dada (akibat SKA atau diseksi
6
seperti epistaksis, hematuria, pandangan kabur akibat
a. Non farmakologis
Pasien disarankan untuk menjalani pola hidup yang sehat. Menjalani pola
hidup yang sehat terbukti dapat menurunkan tekanan darah. Strategi pola
hidup sehat adalah tatalaksana tahap awal yang harus dijalani, sekurang-
7
kurang nya selama 4-6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak
ditemukan penurunan tekanan darah seperti yang diharapkan maka
dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.10
Beberapa contoh pola hidup sehat:
Mengurangi asupan garam
Diet rendah garam ini bermanfaat untuk mengurangi dosis obat
antihipertensi pada pasien hipertensi derajat 2. Dianjurkan asupan
garam pasien dalam sehari tidak lebih dari 2 gram.
Olah raga
Olahraga teratur selama 30-60 menit dalam sehari, minimal 3 hari
dalam seminggu dapat menolong menurunkan tekanan darah.
Mengurangi konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol belum menjadi pola hidup di Indonesia, namun
seiring dengan semakin berkembangnya pergaulan dan gaya hidup,
angka konsumsi alkohol semakin meningkat. Konsumsi alkohol
lebih dari 2 gelas/hari pada pria atau lebih dari 1 gelas/hari pada
wanita dapat meningkatkan tekanan darah.
Berhenti merokok
b. Terapi farmakologi
8
2.5 Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner 2,7
hidup terutama pada pola diet, intake sodium, alcohol, olahraga teratur, penurunan
berat badan, kontrol glikemik dan lipid. Manajemen farmakologi ditargetkan pada
130/80.
Beta bloker merupakan pilihan pertama dari terapi hipertensi pada PJK.
Beta bloker merupakan obat pilihan pertama dalam tatalaksana hipertensi pada
gejala angina. Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek
frekuensi denyut jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi koroner
akan memanjang. Beta bloker juga menghambat pelepasan renin dari apparatus
disfungsi sinus atau nodus AV, hipotensi, gagal jantung dekomepensasi, dan
tekanan darah yang tetap tinggi, angina yang perisisten, ataupun bila ada
9
Agen non-DHP (diltiazem dan verapamil) juga engurangi laju nodus sinus dan
mencegah bradikardia berlebihan dan blok jantung. Diltiazem dan verapamil juga
tidak boleh digunakan pada kondisi telah terjadi gagal jantung dann disfungsi
sistolik LV. Penggunaan nifedipine short acting juga perlu dihindari karena dapat
bermanfaat dalam tatalaksana angina, namun belum ada konsensus yang jelas
pada pasien penyakit jantung koroner yang disertai diabetes mellitus dengan atau
tanpa gangguan fungsi sistolik LV merupakan pilihan utama (Klas I, Evidence A).
Pemberian obat ini secara khusus sangat bermanfaat pada pasien jantung koroner
Berdasarkan studi usia 65-84 tahun skala besar ALLHAT dan ANBP-2,
penggunaan ACE-I lebih memberikan hasil yang lebih baik daripada agen diuretik
walaupun hasil tidak ada perbedaan dari hasil penurunan tekanan darah. ARBs
dindikasikan saat hospitalisasi dan saat keluar dari rumah sakit untuk pasien STEMI
yang intoleran pada ACE-I dan gagal jantung (klas I). Berdasarkan VALUE trial,
ACE-I (amlodipin), walaupun efek penurunan tensi darah lebih besar pada
amlodipin.
Rekomendasi berupa :
10
- Hipertensi dengan APS harus diberikan obat-obatan (klas I evidence
A) :
diabetes mellitus
evidence B).
- Bila angina atau hipertensi tetap tidak terkontrol, CCB kerja panjang
- Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila terdapat
11
- Tidak ada kontraindikasi khusus terhadap penggunaan antiplatelet,
antikoagulan, obat anti lipid atau nitrat pada tatalaksana angina dan
Dasar dari tatalaksana hipertensi pada pasien dengan sindroma koroner akut
tekanan darah yang terlalu cepat terutama tekanan diastolik, karena hal ini dapat
baring, monitor EKG dan hemodinamik, oksigen, nitrogliserin dan bila angina terus
berlanjut dengan pemdapat diberikan morfin. Pasien juga perlu dipantau ketat pada
dipantau dengan ketat untuk mencegah terjadinya adverse effect seperti hipotensi
pada rute i.v dan dapat digunakan dosis intermiten dengan rute non-i.v saat pasien
12
Rekomendasi berupa :
1. Pada pasien angina pectoris tidak stabil atau NSTEMI, terapi awal untuk
evidence B). Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, pemberian
beta bloker dapat ditunda sampai kondisi stabil. Pada pasien dengan kondisi
A).
tetapi tidak dianjurkan pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri.
Bila tekanan darah atau angina belum terkontrol dengan pemberian beta
kiri atau gagal jantung diabetes mellitus maka harus diberikan ACE-I (klas
4. Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila terdapat
< 130/ 80 mmHg. Pasien PJK, tekanan darah harus diturunkan secara
13
diastolik < 60 mmHg, karena akan berakibat pada perburukan iskemia
obat anti lipid atau nitrat pada tatalaksana sindroma koroner akut.
1. Prinsip utama tatalaksana hipertensi adalah seperti pada pasien dengan UAP
pemberian nitrat (klas IIa, evidence B). Tetapi, bila pasien mengalami gagal
jantung atau hemodinamik yang tidak stabil, maka pemberian beta bloker
Dalam kondisi ini, maka diuretik dapat diberikan untuk tatalaksana gagal
pada sedini mungkin pada pasien STEMI dengan hipertensi, terutama pada
infark anterior, terdapat disfungsi venrikel kiri, gagal jantung atau diabetes
infark luas, atau riwayat infark sebelumnya, gagal jantung dan takikardia.
ACE-I dan ARB tidak boleh diberikan secara bersamaan, karena akan
14
3. Aldosterone antagonist dapat diberikan pada pasien dengan STEMI dengan
disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung; dan dapat memberikan efek
dengan ketat. Pemberian obat ini sebaiknya dihindari pada pasien dengan
kadar kreatinin dan kalium darah yang tinggi ( kreatinin ≥ 2 mg/dL, atau K
4. CCB tidak menurunkan angka mortalitas pada STEMI akut dan dapat
dapat diberikan pada pasien yang intoleran terhadap beta bloker, angina
yang persisten dengan beta bloker yang ptimal atau sebagai terapi
dengan aritmia bradikardia atau gangguan fungsi ventrikel kiri (klas IIa,
evidence B).
5. Seperti juga pada pasien dengan dengan Angina pectoris tidak stabil/
NSTEMI, Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila
hingga < 130/ 80 mmHg. Pada pasien dengan penyakit jantung koroner,
tekanan darah harus diturunkan secara perlahan, dan harus berhati-hati bila
15
6. Tidak ada kontraindikasi khusus terhadap penggunaan antiplatelet,
antikoagulan, obat anti lipid atau nitrat pada tatalaksana sindroma koroner
Penggunaan obat hipertensi seperti diuretik, beta bloker, ACE-I (atau ARB)
dan MRA. memiliki keuntungan dalam mencegah gagal jantung dan prolonged life
(klas I). Pemberian beta bloker, ACE-I, ARB dan MRA (mineralocaoticoid
negatif CCB (diltiazem dan verapamil) dan alfa adrenoseptor bloker tidak boleh
diberikan untuk mengobati hipertensi pada pasien HFrEF (heart failure- reduced
ejection fraction) karena menekan fungsi dari jantung, dan dipercaya aman pada
HFpEF (heart failure- preserved ejection fraction) (klas III). Moksonidin juga perlu
pada keadaan gagal jantung akut diperlukan tatalaksana penurunan tekanan darah
yang agresif ( rentang 25% dalam beberapa jam pertama) yaitu dengan memberikan
16
kongesti cairan (klas IIa) Vasodilator memberikan efek berupa penuruna tonus
venus (optimalisasi preload) dan tonus arterial dengan penurunan afterload. Hal ini
Namun hal ini harus dipantau secara ketat dan tidak disarankan penurunan tekanan
1,2,6
darah terlalu banyak.
Nitrogliserin Mulai dengan 10–20 μg/min, naikkan sampai Hipotensi, sakit kepala
200 μg/min
ISDN Mulai dengan 1 mg/h, naikkan sampai 10 mg/h Hipotensi, sakit kepala
laju ventrikel yang cepat. Sehingga atas dasar ini, European Society of Cardiology
pada tahun 2013 merekomendasikan penggunan beta bloker atau CCB golongan
Dalam beberepa studi sekunder, pasien dengan LVH, gagal jantung, dan hipertensi
yang diberikan ACE-I dan ARBs (losartan, valsartan) lebih superior dalam
mencegah atrial fibrilasi maupun rekurensi nya dibandingkan beta bloker maupun
amlodipin.1.2 Namun maanfaat ini di beberapa studi lain seperti Japanese Rhythm
17
amlodipin.3 Berdasarkan American Heart Association 2014, terapi ACE-I atau
Guidelines ESH pada tahun 2009 telah menjabarkan bahwa hipertrofi ventrikel
perbaikan hipertrofi ventrikel kiri. ACE-i, ARB, dan CCB memiliki efek lebih
(PERKI, 2015) 10
18
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
peningkatan tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik
Anamnesis yang meliputi keluhan pasien, riwayat penyakit dahulu dan keluarga,
gejala dari kerusakan organ target. Pemerriksaan fisik yang dilakukan berupa
dan funduskopi.
19
tekanan darah sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di bawah
20
DAFTAR PUSTAKA
21