Anda di halaman 1dari 61

JOURNAL READING

Investigation of Drowning Deaths: A Practical Review

Sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Madya


Ilmu Forensik

Disusun Oleh:
Aminah
H1A 015 006

Pembimbing:
dr. Irawanto R. B. S., Sp.FM, M.H.Kes

BAGIAN ILMU FORENSIK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RSUD PROVINSI NTB
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penugasan Journal
Reading “Investigation of Drowning Deaths: A Practical Review” ini. Tugas ini
saya susun dalam rangka memenuhi syarat dalam proses mengikuti kepaniteraan
klinik madya di bagian Ilmu Forensik RSUD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Fakultas
Kedokteran Universitas Mataram. Ucapan terima kasih kepada dr. Irawanto R. B.
S., Sp.FM, M.H.Kes yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing
penulis dalam menyusun Journal Reading ini.
Penulis berharap Journal Reading ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,
khususnya di bidang ilmu kedokteran. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak untuk penyusunan Journal Reading yang lebih baik.

Mataram, 7 Mei 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ 2

DAFTAR ISI...................................................................................................... 3

IDENTITAS JURNAL....................................................................................... 4

ISI JURNAL....................................................................................................... 5

ANALISA JURNAL.......................................................................................... 58

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 59

3
I. IDENTITAS JURNAL
Judul : Investigation of Drowning Deaths: A Practical Review

Penulis : Erica J. Armstrong dan Kevin L. Erskine

Jurnal : Academic Forensic Pathology

Jenis jurnal : Tinjauan

Tahun terbit : 2018

4
II. ISI JURNAL
ABSTRACT

Drowning, which typically involves a watery environment, remains a serious public


health concern claiming an estimated 362 000 lives per year worldwide across all
socioeconomic classifications and has remained under close observation by the World
Health Organization and its signatories. A significant number of water-related deaths
are attributed to accidental drowning, while a smaller but still significant number
represent suicidal or homicidal drowning. Others involve a combination of drowning
precipitated by injury, intoxication, or environmental extremes. Still others involve
victims that die from injury, intoxication, or a natural disease entity of such
significance as to preclude the drowning process, while near or in water. While there
may be an initial presumption that all water-related deaths are accidental drownings,
other possibilities must be considered in the investigation of these types of deaths, as
drowning as a cause of death is a diagnosis based on the exclusion of other potential
causes. The coordinated investigative efforts of multiple agencies and disciplines are
required not only for the designation as drowning as the cause of death but also for
death certification. The ongoing analysis and dissemination of data generated from all
levels of investigation augment our understanding of the impact on public health and
safety, guiding allocation of monetary and educational resources in an effort to
prevent further mortality and disability.

5
ABSTRAK
Tenggelam, yang biasanya melibatkan lingkungan berair, tetap menjadi suatu
permasalahan kesehatan masyarakat yang serius yang diperkirakan mengenai sekitar
362.000 jiwa per tahun di seluruh dunia di seluruh kelas sosial ekonomi dan tetap di
bawah pengawasan ketat oleh World Health Organization. Sejumlah besar kematian
yang berhubungan dengan air dikaitkan dengan tenggelam secara tidak sengaja,
sementara jumlah yang lebih kecil namun masih signifikan merupakan bunuh diri
atau pembunuhan. Yang lainnya melibatkan kombinasi penenggelaman yang dipicu
oleh cedera, keracunan, atau lingkungan yang ekstrem. Yang lain lagi melibatkan
korban yang meninggal karena cedera, keracunan, atau entitas penyakit alami yang
penting untuk mencegah proses tenggelam, saat berada di dekat atau di dalam air.
Walaupun mungkin terdapat presumsi awal bahwa semua kematian yang
berhubungan dengan air adalah tenggelam secara tidak sengaja, kemungkinan lain
tetap harus dipertimbangkan dalam penyelidikan jenis kematian ini, karena tenggelam
sebagai penyebab kematian merupakan diagnosis eksklusi dari penyebab potensial
lainnya. Upaya investigasi yang terkoordinasi dari berbagai lembaga dan disiplin ilmu
diperlukan tidak hanya untuk menyimpulkan tenggelam sebagai penyebab kematian
tetapi juga untuk sertifikasi kematian. Analisis dan diseminasi data yang
berkelanjutan yang dihasilkan dari semua tingkat penyelidikan menambah
pemahaman kita tentang dampak pada kesehatan dan keselamatan masyarakat,
memandu alokasi sumber daya moneter dan pendidikan dalam upaya mencegah
kematian dan kecacatan lebih lanjut.

6
PENDAHULUAN

Cakupan dampak kematian karena tenggelam memiliki jangkauan yang jauh.


Sementara perendaman dalam cairan apa pun dapat menyebabkan tenggelam,
kematian ini lebih umum terjadi setelah perendaman yang lama di lingkungan berair,
dari yang kecil dan dangkal hingga yang luas dan dalam, dan akan menjadi fokus
utama tinjauan ini. Sejumlah besar kematian ini disebabkan oleh kecelakaan yang
tidak disengaja dan terjadi di lingkungan berair alami atau lingkungan berair yang
timbul dari bencana alam seperti banjir dan angin topan. Secara global, tenggelam
merupakan penyebab utama ketiga kematian akibat kecelakaan yang tidak disengaja
dan menyebabkan hampir 4000 kematian per tahun di Amerika Serikat, di mana ia
menempati peringkat ke sepuluh sebagai jenis kematian akibat cedera yang paling
umum. Kematian lain yang berhubungan dengan air, meliputi mayat yang ditemukan
di dekat atau dari dalam lingkungan tersebut dengan temuan cedera yang tidak
disengaja, bunuh diri, atau pembunuhan atau entitas penyakit alami yang cukup untuk
menjadi penyebab kematian dan jika tidak ada temuan yang mendukung tenggelam.
Dalam kematian yang berhubungan dengan air yang melibatkan perendaman, upaya
untuk menjelaskan bagaimana dan mengapa tubuh dapat tenggelam dan mengapa
individu tersebut tidak dapat melepaskan diri menjadi penting untuk penyebab dan
cara penentuan kematian yang paling akurat. Diagnosis postmortem dari tenggelam,
tanda lingkungan yang menjadi lokasi tenggelam, waktu penentuan kematian, dan
penentuan interval postmortem terus menjadi topik yang menarik dalam upaya untuk
meningkatkan penyelidikan kematian medikolegal dan penyelesaian kasus kematian
terkait air. Laporan kasus dan serangkaian temuan kasus yang tidak biasa terus
mengisi literatur dan, yang terpenting, berfungsi untuk mengkonfirmasi dan / atau
memperluas pengetahuan kami dan mempertajam keahlian kami. Analisis dan
penyebaran data terus berlangsung yang mana diperoleh dari penyelidikan kematian
yang berhubungan dengan air yang membantu pemahaman kami mengenai

7
dampaknya terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat yang kemudian juga
akan memandu alokasi sumber daya dalam upaya mencegah kematian dan kecacatan.

Kematian yang berhubungan dengan air kadang-kadang terjadi secara tidak sadar
sehingga sering dicap sebagai tenggelam secara tidak sengaja. Meskipun hal ini
sering terjadi, anggapan bahwa tubuh yang ditemukan dari dalam atau dekat air
adalah kecelakaan yang tidak disengaja dapat menghambat pengenalan tepat waktu
dari bukti dan petunjuk penting lainnya mengenai penyebab dan cara kematian yang
mungkin ada di dalam atau di sekitar lokasi kematian sehingga pada akhirnya dapat
mengarah pada kesimpulan yang salah mengenai penyebab dan cara kematian dan
peradilan yang merugikan. Selain itu, kegagalan dalam mengenali bukti dan temuan
tertentu yang menunjukkan pembunuhan dapat menghambat penyelidikan lebih lanjut
termasuk wawancara dengan saksi dan terdua pelaku ataupun penangkapan tersangka.
Investigasi kematian yang berhubungan dengan air bisa sangat menantang karena
karakteristik yang melekat dalam lingkungan yang terus berubah seperti di danau,
sungai, dan lautan. Penting juga untuk mengenali bahwa tidak semua kematian yang
terkait dengan air dapat dianggap sebagai kasus tenggelam dan faktor-faktor lain
seperti suhu air dan cuaca yang ekstrem, keracunan obat, atau penyakit alami
mungkin cukup memadai untuk menjadi penyebab kematian.

Penyelidikan tubuh yang tenggelam seringkali membutuhkan upaya dan keahlian


yang terkoordinasi dari banyak lembaga. Umumnya responden yang terlibat adalah
tenaga penyelamatan air darurat, penegak hukum, tenaga medis, penyidik kasus
kematian medikolegal, ilmuwan forensik dan ahli patologi forensik. Setelah
pemulihan tubuh, penilaian tanda-tanda vital dan cedera diikuti resusitasi dan
intervensi terapi yang sesuai berdasarkan kondisi tubuh akan dilakukan. Respon oleh
personel penegak hukum dari berbagai pangkat dan unit profesional akan bertepatan
dengan upaya responden pertama lainnya dalam dokumentasi adegan dan keadaan
dengan fokus pada indikator kriminalitas.

8
Tempat kematian yang melibatkan tubuh yang tenggelam akan memerlukan
tanggapan dari penyidik kematian medikolegal, ahli patologi forensik, dan
profesional lainnya dengan beragam keahlian ilmiah forensik. Tingkat keterlibatan
mereka akan ditentukan oleh keadaan kematian.

Pemeliharaan jalur komunikasi terbuka di antara semua lembaga investigasi yang


terlibat adalah hal yang sangat penting karena hal tersebut memfasilitasi
pengumpulan dan penyimpanan bukti, interpretasi hasil tes, dan penentuan penyebab
dan cara kematian oleh ahli patologi forensik. Penentuan tersebut dapat memiliki efek
yang luas termasuk identifikasi lingkungan berbahaya, mengungkap penyakit yang
tidak terdiagnosis, dan memfasilitasi penanganan kasus yang melibatkan tindakan
lalai atau kekerasan pembunuhan. Lampiran 1 menyoroti tugas-tugas investigasi dari
skenario kematian tenggelam tertentu dan pentingnya peran responden pertama, yaitu
tenaga penyelamatan air darurat.

DISKUSI

Definisi

Tinjauan lengkap kasus kematian oleh karena tenggelam harus mencakup definisi
tenggelam, yang bervariasi tergantung pada sumbernya, mulai dari deskripsi terluas
hingga penggunaan terminologi medis yang lebih ringkas, sebagian besar dengan
dasar asfiksia. Kamus Mergiam-Webster's Collegiate mendefinisikan tenggelam,
sebagian, sebagai “to suffocate by submersion, esp. in water”. Kamus Medis Dorland
mendefinisikan tenggelam sebagai “uffocation and death resulting from filling of the
lungs with water or other substance or fluid, so that gas exchange becomes
impossible”. Definisi yang diadopsi oleh Kongres Dunia mengenai Tenggelam yang
diselenggarakan di Amsterdam pada tahun 2002 dan disahkan oleh World Health
Organization (WHO) mendefinisikan tenggelam sebagai "he process of experiencing
respiratory impairment from submersion/immersion in liquid”. Ahli patologi forensik

9
yang secara langsung terlibat dalam sertifikasi kematian ini umumnya mendefinisikan
mati tenggelam sebagai kematian asfiksia di mana tubuh kekurangan oksigen sebagai
akibat dari penurunan pertukaran oksigen paru setelah perendaman sebagian atau
seluruhnya dalam cairan, umumnya air, dengan selanjutnya menghirup sejumlah
cairan jauh ke dalam paru-paru. Near-drowning telah digunakan untuk
menggambarkan kematian setelah resusitasi kardiopulmoner dengan setidaknya 24
jam kelangsungan hidup di rumah sakit dan pengembangan satu atau lebih
komplikasi.

Epidemiologi dan Tren

Sebagai penyebab utama ketiga kematian akibat kecelakaan yang tidak disengaja di
seluruh dunia, tenggelam menyumbang 7% dari seluruh kasus yang terkait cedera.
Pada 2015, diperkirakan 360.000 orang meninggal karena tenggelam. Angka ini
mungkin terlalu rendah, mungkin angka tersebut perlu ditambah lagi sebanyak 50%
untuk menggambarkan jumlah sebenarnya dari kematian karena tenggelam, yang
tidak termasuk yang disebabkan oleh bencana alam berskala besar seperti banjir dan
kecelakaan transportasi dan kematian yang disengaja akibat bunuh diri dan
pembunuhan. Perkiraan angka yang rendah ini mungkin dikarenakan adanya variasi
dalam metode pelaporan dan kategorisasi yang digunakan oleh berbagai negara. Yang
terkena umumnya adalah laki-laki (2:1 pria vs wanita), yang muda (usia 1-24 tahun),
mereka yang memiliki akses tanpa pengawasan ke lingkungan air alami, dan mereka
yang berstatus sosial ekonomi rendah. Penyalahgunaan alkohol adalah faktor risiko
tambahan yang paling sering.

10
Gambar 1. Angka kematian oleh karena tenggelam yang tidak disengaja berdasarkan usia di Amerika
Serikat

Di Amerika Serikat, total 46.419 kematian akibat tenggelam yang tidak disengaja
(termasuk yang berhubungan dengan berperahu), atau rata-rata 3868 kematian per
tahun, ditabulasi dari tahun 1999-2010, menempatkan tenggelam sebagai penyebab
utama kematian akibat cedera di semua kelompok umur. Insiden kematian akibat
tenggelam yang tidak disengaja telah jatuh secara keseluruhan untuk individu dalam
kategori usia di bawah 1 tahun (bayi), usia 1-4 tahun, dan kategori usia 5-19 tahun
selama periode waktu ini (Gambar 1 ). Di antara kelompok-kelompok ini, anak-anak
usia 1-4 tahun masih memiliki insiden tertinggi kematian yang ditenggelamkan,
diikuti oleh individu yang berusia 85 tahun ke atas. Kemungkinan tenggelam di lokasi
tertentu telah ditemukan bervariasi berdasarkan kelompok usia dengan bayi dan

11
mereka yang berusia 85 tahun dan lebih cenderung tenggelam di bak mandi, anak-
anak usia 1-4 di kolam renang, dan individu usia 5-19 dan 20-84 tahun di lingkungan
air alami. Kematian karena tenggelam telah ditemukan lebih mungkin terjadi pada
akhir pekan daripada hari kerja pada tingkat 18,8 berbanding 9,3 per 100.000
penduduk. Laki-laki dan ras Afrika-Amerika juga ditemukan terpengaruh secara tidak
proporsional. Faktor-faktor risiko lainnya adalah ketidakmampuan berenang,
kurangnya pengawasan, kurangnya hambatan fisik seperti pagar, kegagalan untuk
memakai peralatan yang melindungi jiwa, alkohol, dan gangguan kejang.

Tenggelam oleh karena bunuh diri dan pembunuhan merupakan kasus kematian
tenggelam yang lebih kecil namun signifikan. Tenggelam dalam kasus bunuh diri
jarang terjadi, dan persentase semua kasus bunuh diri bervariasi antara kurang dari
1% hingga hampir 9% dari semua kasus tenggelam, variasi tersbeut tergantung pada
lokasi geografis dan akses ke air, dengan danau, lautan, dan sungai merupakan lokasi
yang lebih umum. Pria Kaukasia yang lebih tua cenderung menjadi keturunan khas
dalam kematian karena bunuh diri menggunakan metode tenggelam; namun, sebagian
besar wanita menggunakan metode kematian yang tidak terlalu keras ini. Riwayat
penyakit psikiatris dan deteksi postmortem dari berbagai tingkat obat-obatan
psikiatrik dan etanol telah dilaporkan. Sementara itu, terdapat sejumlah laporan kasus
pembunuhan dengan metode penenggelaman pada orang dewasa, anak, dan bayi.
Penelitian yang meneliti karakteristik kasus pembunuhan dengan penenggelaman
termasuk jarang dilakukan. Namun, kejadiannya telah dicatat secara keseluruhan jauh
lebih jarang dibandingkan dengan tenggelam oleh cara kematian lainnya, atau bahkan
jenis kematian asfiksia pembunuhan lainnya seperti pencekikan. Salah satu penelitian
menemukan 12 dari 2617 pembunuhan atau 0,46% menggunakan metode tenggelam.
Kurangnya temuan otopsi yang dapat ditemukan, informasi investigasi yang tidak
mencukupi, dan kurangnya pelaporan mungkin berkontribusi pada rendahnya insiden.

12
Proses dan Patofisiologi

Gambar 2. Pertukaran udara fisiologis

Tenggelam sebagian besar merupakan proses asfiksia yang kemudian berefek pada
berbagai sistem organ. Paru-paru, pusat anatomi untuk pernapasan, adalah organ
utama yang dipengaruhi oleh tenggelam. Respirasi adalah proses yang tidak disadari
di bawah kendali sistem saraf pusat dalam menanggapi perubahan oksigen (O2) dan
karbon dioksida (CO2) dalam darah dan jaringan serta pH darah. Difusi dan
pertukaran gas-gas ini terjadi melewati membran alveolar-kapiler yang didorong oleh
inhalasi dan pernafasan (Gambar 2). Tulang rawan dan otot polos membantu
mempertahankan patensi saluran udara untuk memungkinkan pergerakan O2 dan
CO2 tanpa halangan. Aktivasi saraf laring oleh benda asing yang berpotensi
menimbulkan obstruksi ataupun cairan dapat memicu laringospasme yang merupakan
suatu mekanisme pelindung. Epitel pernapasan bersilia, mukus, dan refleks batuk

13
membantu menjebak bakteri dan partikulat lainnya serta menjaga saluran napas tetap
bersih dan bebas dari obstruksi. Pada tingkat alveolar, patensi dipertahankan lebih
lanjut oleh peran dari surfaktan. Obstruksi yang berkepanjangan di tingkat mana pun
dapat menyebabkan kadar oksigen organ / jaringan yang rendah atau tidak ada
(hipoksia atau anoksia) dan kadar oksigen darah yang rendah (hipoksemia). Hal ini
mendefinisikan asfiksia. Pada akhirnya cedera sel neuron yang ireversibel dan henti
jantung dan napas akan terjadi jika penyebab obstruksi tidak dihilangkan.

Eksperimen penenggelaman hewan dan laporan kasus tentang penenggelaman


manusia telah menambah pemahaman kita tentang urutan peristiwa dan efek
fisiologisnya. Faktor-faktor yang memicu terjadinya tenggalam itu sendiri mungkin
berperan bahkan sebelum proses penenggelaman yang sebenarnya dimulai dan
dimulai dengan kontak dengan lingkungan berair. Dari titik perendaman tubuh di
mana wajah tidak terendam, hingga perendaman wajah dengan obstruksi jalan napas
atas, efek fisiologis terhadap berbagai sistem organ telah dijelaskan. Kontak tubuh
dengan air, terutama pada suhu ekstrem, memiliki efek fisiologis dan dapat
menyebabkan perendaman dan penenggelaman. Perendaman dalam air panas,
terutama pada suhu lebih dari 38°C, seperti di lingkungan bak mandi air panas, telah
diketahui memiliki efek fisiologis khususnya pada sistem kardiovaskular dan
termoregulasi. Efek ini termasuk aritmia ventrikel, takikardia, vasodilatasi, dan
hipertermia, yang mungkin bersifat merusak pada individu dengan kardiomiopati
iskemik karena aterosklerosis koroner dan penyakit kardiovaskular hipertensi. Efek
dari perendaman air dingin termasuk pendinginan cepat pada kulit (cold shock),
terengah-engah, aritmia jantung, kelelahan otot rangka, dan hilangnya suhu tubuh
yang cepat yang menyebabkan hipotermia dengan hilangnya kesadaran dan kegagalan
multiorgan. Suhu pada atau di bawah sekitar 25°C membangkitkan banyak respons
fisiologis tersebut. Pada akhirnya, ketidakmampuan untuk melepaskan diri dari
lingkungan berair dingin meningkatkan kemungkinan perendaman dengan tenggelam.
Faktor-faktor air itu sendiri, seperti air yang bergerak cepat, arus yang kuat, benda-

14
benda yang bergerak di bawah air, dan kehidupan akuatik yang berbahaya juga
merupakan pemicu tenggelam.

Imersion atau lebih tepatnya fase presubmersion di mana individu mempertahankan


wajah di atas air dengan menapak akan berlanjut sampai titik kelelahan di lingkungan
berair yang dalam. Ini diikuti oleh fase perendaman atau submersion di mana
penutupan hidung dan mulut akan memicu serangkaian respons fisiologis dimulai
dengan menahan nafas secara sadar atau apnea. Seluruh kepala tidak perlu terendam
dan dengan demikian tenggelam dapat terjadi hanya dalam beberapa inci air saja
seperti air dalam ember, wastafel, dan lingkungan air yang dangkal alami seperti
sungai. Apabila menahan nafas berlanjut hingga titik kritis tertentu atau konsentrasi
O2 dalam darah (dan CO2) yang kritis tercapai akan menyebabkan keadaan hipoksia,
hipoksemia, dan hiperkarbia. Hal ini memicu respons terengah-engah secara tidak
sadar, yang idealnya akan menyebabkan udara terhirup jika kepala berada di atas air,
tetapi dengan kepala tenggelam di lingkungan berair maka air dan debris yang
tercampur akan memasuki jalan napas. Terdapat variabilitas antar individu dalam
jumlah air yang dihirup yang dapat memicu proses penenggelaman, yaitu berkisar 1
mL / kg hingga 11 mL / kg air. Menelan air dapat terjadi secara bersamaan,
meningkatkan risiko muntah dengan aspirasi isi lambung, yang dapat menyebabkan
cedera alveolar lebih lanjut. Laringospasme atau bronkospasme transien dapat terjadi
akibat stimulasi mukosa orofaring dan laring oleh air. Apakah hal ini benar-benar
membatasi atau menghalangi masuknya air lebih lanjut ke dalam paru-paru yang
mengarah ke apa yang disebut "dry drowning" masih belum jelas dan tidak berdasar,
mendorong Kongres Dunia tentang Tenggelam untuk meninggalkan penggunaan
istilah tersebut. Relaksasi laring selanjutnya akan memungkinkan air dihirup ke
dalam paru-paru. Memburuknya hipoksia dan hipoksemia yang dipicu oleh gangguan
difusi oksigen di paru-paru menyebabkan anoksia, menipisnya cadangan energi otak
dengan memburuknya fungsi otak, kegagalan metabolisme energi otak, hilangnya
kesadaran, dan cedera sel neuron yang ireversibel. Cedera sel neuron yang ireversibel

15
dapat mulai kira-kira empat sampai enam menit setelah kekurangan oksigen
berkelanjutan dan tingkat pemulihan parsial atau total setelah peristiwa perendaman
tergantung pada luas dan daerah otak yang terpengaruh dan kecepatan upaya
resusitasi. Selain efek neurologis yang timbul dari gangguan oksigen paru, hipoksia
yang memburuk juga dapat memicu henti jantung asfiksia atau hipoksia. Hipoksia
sistemik ditambah dengan hiperkarbia juga menyebabkan asidosis respiratorik dan
metabolik, kolaps kardiovaskular dengan kegagalan organ multisistem, dan akhirnya
kematian.

Gambar 3. Gangguan difusi alveolar-kapiler oleh karena inhalasi air

Adanya cairan, biasanya air, di dalam saluran udara terminal dan alveoli akan
mengganggu difusi bebas O2 melintasi membran alveolar-kapiler. Proses ini
dipersulit oleh adanya efek dilusional bahkan oleh sejumlah kecil inhalasi air pada
surfaktan (Gambar 3). Surfaktan merupakan lipoprotein yang disekresikan oleh

16
pneumosit Tipe II, melapisi permukaan alveolar di mana ia bertindak untuk
mengurangi tegangan permukaan yang memungkinkan alveoli tetap terbuka dan
tersedia untuk difusi O2. Dengan perendaman dan inhalasi, air tawar yang relatif
hipotonik juga akan berdifusi melintasi membran alveolar-kapiler semi-permeabel ke
dalam mikrosirkulasi paru dan diedarkan ke seluruh tubuh sehingga menyebabkan
dilusi elektrolit yang secara historis signifikansi klinisnya masih diperdebatkan.
Hipertonisitas air laut menarik plasma keluar dari sirkulasi ke dalam alveoli
menyebabkan beberapa derajat hemokonsentrasi. Membran kapiler alveolar
semipermeabel juga memungkinkan untuk transudasi protein darah ke dalam ruang
alveolar sehingga menyebabkan terjadinya edema paru. Influks cairan alveolar
menghasilkan dilusi atau perubahan pada surfaktan, baik yang disebabkan oleh air
tawar atau air asin, yang menyebabkan kolapsnya alveoli dan menjadikannya tidak
tersedia untuk difusi O2 ke dalam kapiler dan difusi CO2 dari kapiler. Akibatnya,
darah vena didorong melewati area paru tanpa ventilasi mengubah rasio ventilasi-ke-
perfusi dan meningkatkan resistensi pembuluh darah paru-paru, yang mengarah ke
hipoksia sistemik dan sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).

Jika perendaman berkepanjangan (melebihi empat hingga enam menit) tanpa


resusitasi segera, cedera sel neuron yang ireversibel seiring dengan perkembangan
ensefalopati hipoksik-iskemik secara klinis pada akhirnya akan menyebabkan henti
jantung dan napas. Semakin pendek interval waktu dari perendaman ke resusitasi,
semakin lengkap pemulihannya. Sekuele neurologis yang terbatas dan pemulihan
yang lebih lengkap telah dilaporkan, terutama pada anak-anak atau mereka yang
tanpa komplikasi atau hipotermia.

Komplikasi tenggelam yang berpotensi mematikan meliputi asidosis, kegagalan


multiorgan, rhabdomiolisis, cedera ginjal iskemik, dan koagulopati. Bahkan dengan
resusitasi yang cepat, efek dari air dan cairan lain yang terhirup dapat bertahan dan
komplikasi lain dapat muncul dalam interval perawatn di rumah sakit dan setelah
keluar dari rumah sakit. Istilah postimersion syndrome atau secondary drowning telah

17
digunakan untuk menggambarkan efek jangka pendek dan jangka panjang dari
inhalasi air / cairan terhadap paru-paru. Menghirup air yang diklorinasi dari kolam
atau produk pembersih dapat menyebabkan pneumonitis kimiawi. Menelan air dan
perut kembung dapat memicu muntah dengan aspirasi isi lambung yang asam
menyebabkan pneumonitis kimiawi atau menyebabkan pneumonia aspirasi dengan
kegagalan pernapasan dan kematian, dengan atau tanpa sepsis. Infeksi pneumonia,
sinusitis, dan sistem saraf pusat dapat terjadi lebih dari sebulan setelah kejadian
tenggelam sebagai akibat inhalasi bakteri, amuba, dan jamur yang ditularkan melalui
air. Sekuel klinis dan patologis dari tenggelam dengan menghirup cairan yang tidak
biasa seperti minyak dan sirup telah dilaporkan dengan fitur asfiksia dan temuan khas
relatif terhadap media yang tenggelam. Near drowning telah digunakan dalam
sertifikasi kematian yang terjadi dalam waktu 24 jam setelah perendaman dan
mencakup komplikasi yang timbul dari asfiksia oleh karena tenggelam.

Proses Pra-Otopsi dan Pentingnya Konteks Riwayat

Biasanya, kegiatan rutin dan rekreasi yang berhubungan dengan air, baik di dalam
atau di luar, menimbulkan sedikit ancaman tubuh. Namun, perubahan faktor manusia
dan / atau lingkungan dapat mengubah lingkungan air yang bersahabat menjadi
lingkungan yang tidak bersahabat dan menyebabkan tenggelam. Dr. Joseph H. Davis
menyebutnya sebagai "drowning equation" di mana tenggelam adalah konstan (dan
hasil akhirnya) dan faktor manusia dan lingkungan mewakili variabel-variabel. Dari
persamaan ini diperoleh pertanyaan spesifik yang penting untuk diselidiki: Apakah
korban hidup atau mati sebelum masuk ke air? Apakah korban tenggelam? Mengapa
atau bagaimana korban masuk ke dalam air pada awalnya? Mengapa korban tidak
dapat bertahan hidup di air? Menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan cara
penyelidikan menyeluruh dan kinerja otopsi dengan analisis toksikologis akan
membantu menjawabnya dan memastikan kematian dengan benar. Pertanyaan akan

18
muncul tentang pemulihan tubuh tenggelam yang telanjang yang mendorong
pencarian alasan mengapa tubuh tersebut telanjang seperti tanggalnya pakaian yang
disebabkan oleh kondisi air yang kasar atau tersangkut pada debris bawah air versus
tubuh yang dibuang dengan kematian oleh karena cara yang lain.

Pertanyaan lain mungkin muncul relatif terhadap lokasi atau kondisi air tertentu:
Apakah mayat yang ditemukan di tepi pantai merupakan kematian karena tenggelam
yang tertinggal disana oleh air pasang, dipindahkan dari lokasi lain, atau kematian
karena sebab lain ketika berada di dekat air? Apakah mayat yang ditemukan di bak
mandi merupakan kematian karena penyakit alami dengan keruntuhan terminal,
pembunuhan, atau penenggelaman ditambah dengan beberapa faktor pencetus seperti
keracunan obat atau alkohol? Apakah suhu tubuh yang teraba atau diukur sesuai
dengan kondisi air terutama kondisi air dingin, dan apakah ada tanda-tanda
hipotermia? Tenggelam dapat terjadi hanya dalam beberapa inci kedalaman air
seperti di parit, genangan air, wastafel, bak air panas, dan ember yang biasanya
dikecualikan dan dengan demikian mengidentifikasi faktor-faktor seperti keracunan,
penyakit alami bencana, cedera, cacat, usia muda , atau keterbelakangan menjadi hal
yang penting. Kondisi dan keutuhan tubuh akan menimbulkan pertanyaan mengenai
waktu kematian, postmortem submersion interval (PMSI), dan identifikasi dengan
penerapan pengetahuan tentang faktor-faktor tafonomis yang terkait dengan berbagai
jenis lingkungan berair alami akan diperlukan. Tabel 1 dan 2 menyoroti pertimbangan
dan pendekatan dasar dalam investigasi kasus tenggelam dan kematian terkait air.

19
20
Informasi pra-otopsi yang penting bagi investigasi diperlukan untuk konteks
interpretif dalam kematian terkait air dan mungkin jarang atau tidak ada sama sekali
dan semua upaya untuk mendapatkan informasi yang tersedia diperlukan. Hal ini
termasuk identifikasi yang layak, lokasi tubuh, kondisi tubuh, jenis dan tingkat upaya
pemulihan, jenis dan tingkat upaya resusitasi (jika ada). Laporan saksi tentang
penampilan almarhum dan keadaan pakaian, keadaan pikiran, kegiatan sebelum
kejadian, dan tanda-tanda gangguan sebelum masuk ke air dapat memberikan
penjelasan tentang bagaimana dan mengapa perendaman itu terjadi. Menetapkan
identitas korban dapat mengarah pada informasi mengenai riwayat medis, riwayat
psikiatris, dan riwayat penggunaan narkoba serta memberikan arahan dan fokus pada
penyelidikan dan otopsi.

Medicolegal death investigator (MDI) melakukan fungsi-fungsi yang diperlukan,


menjadi alat dalam memperoleh informasi adegan kematian yang relevan melalui
kunjungan ke tempat kejadian dan pengamatan langsung atau dari responden pertama
lainnya, dan menyediakan dokumentasi tertulis dan fotografis bersama dengan
laporan yang akan ditinjau oleh ahli patologi forensik. Sebagai perwakilan dari
bagian medical examiner’s/coroner’s (ME/C’s), MDI juga berfungsi sebagai titik
kontak awal untuk petugas penegak hukum dan personel penyelamatan dan sebagai
saluran informasi diantara personel ini dan ahli patologi forensik. Secara umum,

21
peneliti akan mendokumentasikan temuan tubuh yang relatif terhadap kasus
tenggelam di samping kondisi lingkungan dan air, apakah dalam pengaturan alami
atau di dalam ruangan. Posisi tubuh yang ditemukan sebelum kedatangan menjadi
sangat penting dalam menentukan apakah korban, dan jika demikian, sampai sejauh
apa tubuh telah dipindahkan atau direposisi saat resusitasi. Memperhatikan adanya
kondisi kekeringan atau kebasahan pada tubuh dan pakaian yang melekat atau
terlepas adalah hal yang penting. Adegan-adegan tertentu akan membutuhkan fokus
untuk mendokumentasikan atau mengungkap temuan terkait lainnya. Tanda-tanda
mandi seperti handuk basah, posisi saluran pembuangan air, kedekatan perangkat
listrik, adanya buih sabun, atau tanda-tanda bahwa tubuh dipindahkan, adalah
beberapa faktor penting pada kasus tenggelam di bak mandi. Kehadiran penjaga
pantai, kamera pengawas, pengamatan saksi, bukti akses melalui gerbang tanpa
jaminan, dan kemampuan berenang adalah beberapa faktor terkait dalam kasus
tenggelam di kolam. Dalam tenggelam yang terjadi di lingkungan alami, topografi
bawah air dan tanah, suhu dan kondisi air, kurangnya alat pengaman, tanda-tanda
keracunan, keadaan dan jenis pakaian, dan tanda-tanda trauma tubuh penting untuk
dicatat. Informasi penting lainnya termasuk riwayat medis dan psikososial atau
riwayat trauma. Keadaan kematian yang mencurigakan, pembunuhan, dan temuan
tubuh yang tidak biasa mungkin memerlukan konsultasi dengan ahli patologi
forensik.

Memperoleh dan meninjau laporan yang mendokumentasikan informasi termasuk


bukti tempat kejadian, pemulihan bukti, upaya pemulihan tubuh, kondisi cuaca dan
air, adegan dalam ruangan, dan upaya resusitasi dapat membantu ahli patologi
forensik untuk menginterpretasikan temuan otopsi dan memastikan kematian dengan
tepat. Laporan-laporan ini termasuk laporan polisi, laporan tim penyelam, laporan
penjaga pantai, laporan layanan medis darurat, dan laporan yang disiapkan oleh MDI.
Meninjau laporan tambahan terkait dengan pemeriksaan peralatan keselamatan,
peralatan pernapasan bawah air, perahu, atau perangkat medis implan seperti alat

22
pacu jantung dapat membantu sebelum menyimpulkan penyebab akhir dan cara
kematian. Dalam kasus tenggelam yang melibatkan interval kelangsungan hidup di
rumah sakit, catatan medis yang mendokumentasikan gejala klinis dapat membantu
karena temuan klasik dari tenggelam akut mungkin tidak ada pada otopsi. Karena
penyelidikan yang sedang berlangsung, banyak dari laporan ini mungkin tidak selesai
pada saat otopsi, yang akan memerlukan komunikasi verbal dan / atau elektronik
dengan penyelidik yang relevan. Komunikasi ini, termasuk nama kontak, tanggal, dan
ringkasan informasi yang disampaikan atau diterima, harus didokumentasikan dalam
file kasus.

Tergantung pada keadaan kematian yang diketahui dan kondisi tubuh, pemrosesan
awal pra-otopsi tubuh mungkin diperlukan. Proses ini melibatkan pengumpulan,
pelestarian, dan pemeriksaan bukti di tubuh seperti pakaian, barang yang ditemukan
dalam pakaian termasuk barang-barang identifikasi, pembungkus tubuh atau bahan
pengikat, dan pengambilan sampel dari daerah tubuh untuk bahan asing (Gambar 1).
Identifikasi bahan pengikat atau barang yang digunakan sebagai bobot dan cara yang
tepat di mana bahan itu ditempelkan pada tubuh adalah sangat penting dan dapat
mempengaruhi cara penentuan kematian, terutama bunuh diri versus pembunuhan.
Mencatat tentang jenis, kondisi, dan kebasahan pakaian dan debris perairan yang
melekat adalah penting karena dapat sesuai dengan penampilan korban saat terakhir
terlihat atau karakteristik lokasi tempat ditemukannya kembali. Bahan biologis
mungkin mengandung DNA dan sementara pemulihan DNA dari cairan biologis yang
terendam seperti air liur, darah, dan semen telah ditunjukkan, keberhasilan pemulihan
DNA yang tidak terdegradasi sangat dan kadang-kadang dengan cepat berkurang
dalam perendaman dan dekomposisi yang berkepanjangan. Identifikasi yang berhasil
menggunakan DNA dari potongan-potongan yang terpotong-potong dan terendam
untuk waktu yang lama telah dilaporkan. Sarana identifikasi ilmiah yang lebih
tradisional lainnya seperti sidik jari, dokumentasi radiografi alat yang ditanamkan,
atau atribut kerangka yang unik seperti sinus kraniofasial, dan perbandingan

23
odontologis mungkin diperlukan. Teknik peningkatan sidik jari telah digunakan
dalam identifikasi sisa-sisa yang terendam. Fitur tubuh yang unik seperti tindikan dan
tato dan benda-benda lain di dalam tubuh seperti perhiasan atau gigi palsu yang
terukir dapat memberikan identifikasi dugaan atau konfirmasi. Setiap penyelaman di
tubuh dan peralatan keselamatan pribadi harus disimpan untuk pemeriksaan nanti
oleh masing-masing ahli untuk pemeriksaan kondisi dan fungsionalitas. Jika
memungkinkan, kendaraan yang terendam yang berisi benda atau tubuh harus
dipindahkan secara keseluruhan ke kantor ME/C’s untuk pemeriksaan in situ tubuh
atau badan dan kendaraan, yang dapat memberikan petunjuk tentang keadaan yang
menyebabkan kendaraan terendam. Gambar radiografi pra-otopsi dapat membantu
dalam menemukan proyektil; bahan asing lainnya yang tertahan, dan identifikasi
udara di dalam rongga tubuh dalam insiden yang melibatkan alat bantu pernapasan
bawah air.

24
Gambar 1. Tubuh yang ditemukam mengapung di lumpur (A) dengan kerusakan pada baju (B) dan
luka tusukan (C)

Otopsi

Dalam praktik patologi forensik, diagnosis tenggelam sebagai penyebab kematian


merupakan pengecualian dari penyebab lain dan memerlukan kinerja otopsi lengkap
dengan pengujian cairan tubuh dan interpretasi semua hasil dalam konteks semua
informasi historis dan investigasi yang diketahui. Dengan tidak adanya beberapa
temuan yang mendukung penenggelaman, diperlukan pertimbangan lain untuk
kematian yang tidak wajar. Seperti yang dinyatakan sebelumnya dan untuk
penekanan, mayat yang ditemukan di dekat atau di dalam badan air dapat mewakili

25
kematian dari berbagai penyebab dan perilaku selain tenggelam secara tidak sengaja.
Daftar pertimbangan dapat dilihat pada Tabel 1.

Sementara otopsi memberikan akses eksternal dan internal ke banyak anatomi tubuh
untuk menilai temuan tenggelam, postmortem whole body computed tomography
(WBCT) telah terbukti semakin berguna dalam dokumentasi noninvasif dari temuan
ini. Cairan berlebih dan material sedimen pada sinus dan rongga kepala dan dada,
orofaring, paru-paru, lambung, dan usus kecil telah diidentifikasi pada saat
tenggelam. Identifikasi perbedaan kerapatan sebagai akibat hemodilusi atau
hemokonsentrasi dalam visera telah digunakan dalam diferensiasi dari
penenggelaman air tawar versus air asin.

Temuan Eksternal

Temuan eksternal pada kematian akibat tenggelam bervariasi dan bersifat non-
spesifik dan non-diagnostik. Beberapa temuan hanyalah indikasi perendaman di mana
terdapat kontak dengan air dalam waktu yang cukup untuk menyebabkan perubahan
yang terlihat. PMSI, karakteristik seperti suhu dan arus air, waktu yang berlalu antara
pemulihan dan otopsi, intervensi medis, dan waktu kelangsungan hidup di rumah
sakit adalah semua faktor yang mempengaruhi apa yang mungkin atau mungkin tidak
terlihat. Semakin lama PMSI, temuan akan menjadi semakin kurang menonjol atau
berpotensi lebih membingungkan pada saat otopsi dilakukan.

Trauma dari berbagai jenis, jumlah, dan distribusi dapat ditemukan. Trauma tumpul
(lecet, memar, dan laserasi) adalah yang paling umum. Trauma tersebut mungkin saja
ada sebelum perendaman, terbentuk sebagai dampak dengan air atau benda di dalam
atau di dekat air, atau saat terendam. Dalam badan air yang lebih besar, cara masuk,
keberadaan benda-benda alami atau buatan manusia yang bergerak atau tetap, aksi
arus dan gelombang air, topografi bawah air, dan pemangsaan oleh hewan karnivora
laut atau darat akan memainkan peran. Upaya resusitasi dan pemulihan dapat

26
menyebabkan lecet dan memar pada dada, wajah, leher, atau bagian dalam dan
proksimal dari ekstremitas atas, dan wajah yang jarang atau petekie skleral mungkin
ada. Adanya trauma mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menghalangi atau
melindungi tubuh dari dampak dan termasuk yang mempengaruhi daya apung tubuh.
Faktor-faktor ini termasuk adipositas, keberadaan pakaian apung atau alat
pengapungan seperti pelampung, dan jumlah udara yang terkandung dalam paru-paru
dan usus dan akan menentukan kedalaman di mana tubuh akan tenggelam bersama
dengan potensi untuk mempertahankan cedera dari kontak dengan benda. Pakaian
mungkin dapat melindungi kulit dari trauma. Di perairan yang lebih dalam, tubuh
sering mengambil posisi tengkurap dengan kepala di bawah dan ekstremitas
menggantung ke bawah, yang dikenal sebagai "drowner’s pose," saat tenggelam ke
dasar. Lecet dan laserasi postmortem pada permukaan tubuh yang terbuka seperti
dahi, punggung tangan, lutut, dan puncak kaki dapat muncul saat tubuh terseret ke
permukaan bawah atau didorong oleh gelombang (Gambar 2). Trauma mungkin
merupakan antemortem, dengan bukti nyata atau mikroskopis dari reaksi vital
(perdarahan dan infiltrat inflamasi), atau postmortem, dengan kekurangannya.
Trauma yang mencurigakan harus diperiksa secara mikroskopis. Apakah didapat pada
antermortem atau postmortem, predasi hewan dapat menyebabkan trauma yang
dangkal atau dalam pada organ, jaringan lunak, dan pola tulang dan meninggalkan
karakteristik dari jenis hewan. Predasi postmortem oleh fauna laut atau air tawar dan
perubahan tafonomi lingkungan juga dapat mengubah, mengacaukan, atau
mengaburkan trauma antemortem dan termasuk pemotongan, disartikulasi,
kehilangan jaringan, dan skeletonisasi. Identifikasi choplike cutaneous wounds yang
khas akan membantu dalam rekonstruksi cedera yang disebabkan oleh baling-baling
kapal (Gambar 3). Pelepasan darah melalui luka terbuka dan perubahan dekomposisi
dapat membuat diferensiasi antara trauma antemortem dan postmortem menjadi sulit
atau tidak mungkin. Kulit telanjang yang terpapar ke udara akan menimbulkan
tampakan kulit yang kering, gelap, dan kasar sehingga dapat mengakibatkan dan
mengaburkan trauma yang dangkal. Trauma fisik mungkin kurang sama sekali dalam

27
kasus-kasus tertentu tenggelam, seperti yang melibatkan sengatan listrik. Trauma
termal dan kimia setelah perendaman / perendaman dengan tenggelam dalam media
cair seperti bensin, minyak panas, dan lilin telah dilaporkan. Trauma lain yang tidak
terkait dengan tenggelam dapat memberikan petunjuk untuk keadaan yang mungkin
telah memicu terjadinya tenggelam seperti adanya tanda jejak yang menunjukkan
penggunaan obat intravena, luka pada pergelangan tangan yang mengindikasikan
upaya bunuh diri sebelumnya, atau bekas luka bedah yang menunjukkan disabilitas.

Gambar 2. Abrasi postmortem

28
Gambar 3. Trauma baling-baling

Dalam tubuh tanpa dekomposisi yang signifikan atau resusitasi yang berkepanjangan,
temuan khas yang terkait dengan tenggelam lebih mudah diidentifikasi. Eksudasi buih
putih atau merah muda dari lubang hidung dan / atau mulut sering terlihat atau
menjadi jelas hanya dengan menekan dada. Ini adalah manifestasi dari tindakan
mekanistik dari upaya pernafasan akhir pada campuran sisa udara intrapulmoner
dengan tenggelamnya intrapulmoner dan cairan edema. Buih atau busa terlihat pada
jenis kematian lain dengan peningkatan edema paru, seperti overdosis obat dan gagal
jantung kongestif dari berbagai penyebab (Gambar 4). Tergantung pada waktu yang
berlalu sejak pemulihan, kulit dan rambut mungkin basah, lembab, atau kering. Pucat
dengan kerutan pada telapak tangan, telapak kaki, jari tangan, dan kaki (kadang-
kadang disebut sebagai " washerwoman’s hands " atau " washerwoman’s changes ")
dapat dicatat (Gambar 5). Perubahan-perubahan ini merupakan hasil dari penyerapan
air pada kulit yang muncul di ujung jari hanya dalam 20-30 menit setelah perendaman
dan menghilang perlahan-lahan saat terpapar ke udara terbuka dan, dengan demikian,
mungkin tidak terlihat pada otopsi. Jika tenggelam dii lingkungan air alami, debris air
yang melekat seperti lanau, lumpur, pasir, kerikil, tumbuh-tumbuhan, ganggang, dan
pecahan cangkang dapat melekat pada permukaan kulit atau ditemukan pada lipatan
tubuh, rongga, atau lubang seperti lipatan gluteal, lubang hidung dan mulut, atau
ditemukan pada rambut kulit kepala. Rigor mortis akan terlihat tergantung pada suhu
air dan lamanya perendaman, kecuali pada benda yang terurai. Rigor mortis
memengaruhi semua otot rangka termasuk otot errector pili pada kulit yang
menyebabkan cutis anserine, atau biasa disebut " goose flesh," dan dapat dilihat pada
kulit yang terendam maupun tidak terendam dan tidak spesifik hanya untuk
pencelupan pada air dingin. Lividitas akan paling jelas terlihat pada wajah, leher,
dada, tangan, kaki dan tangan bagian bawah dalam tubuh yang rawan tetapi mungkin
tidak terlihat atau tidak sempurna terbentuk pada tubuh yang terkena air yang
mengalir cepat. Warna lividitas juga harus diperhatikan, karena mungkin informatif
dan bersifat spesifik. Sebagai contoh, lividitas merah atau pink terang dapat diamati

29
dalam kasus-kasus tenggelam yang diendapkan oleh keracunan karbon monoksida
dari penghirupan asap knalpot kapal atau kematian yang terkait dengan hipotermia.
Kongesti sianotik dapat terlihat di wajah dan leher dan menunjukkan keadaan
hipoksia terminal (Gambar 6). Kematian yang terkait dengan SCUBA atau yang
dengan dampak yang dapat menyebabkan patah tulang rusuk dan cedera paru-paru
dapat menunjukkan krepitasi pada perabaan yang menandakan emfisema subkutan.

Gambar 4. Buih merah muda pada kasus tenggelam

30
Gambar 5. Washerwoman’s hands

Gambar 6. Kongesti fasial dan sianosis pada korban tenggelam

Banyaknya perubahan yang ditimbulkan oleh dekomposisi postmortem menambah


kesulitan lain dalam hal penentuan penyebab kematian, waktu kematian, dan lokasi
kematian dalam kematian apa pun dan khususnya dalam tubuh yang pulih dari air.
Rekognisi lingkungan dan fitur yang melekat diperlukan untuk interpretasi temuan
otopsi dan berfungsi sebagai peringatan terhadap interpretasi yang berlebihan atau
kesalahan identifikasi temuan, sebagaimana ditekankan, bersama dengan foto-foto

31
ilustrasi dalam publikasi komprehensif terbaru oleh Caruso. Perubahan dekomposisi
terlihat mirip dengan yang terjadi di darat dan meliputi perubahan warna kulit, kulit
mengelupas, marmer, produksi purge fluid, dan kembung serta perubahan visceral
dan jaringan lunak yang sesuai. Perubahan ini terjadi sebagian sebagai hasil dari
proses autolitik dan pembusukan tubuh dengan perubahan tambahan yang diberikan
oleh organisme yang berkoloni, dan akan dipercepat dalam air hangat dan
diperlambat dalam air dingin. Kembung dari tubuh yang tidak ditambatkan tidak
dapat dihindari akan menyebabkan tubuh yang tenggelam mengapung ke permukaan
mempertahankan posisi tengkurap yang memungkinkan daerah tubuh yang terbuka
untuk mengering, menggelap, dan terjadi mumifikasi atau jika tidak terkena
pemangsaan, jamur, dan kolonisasi alga (Gambar 7). Bahkan tubuh yang ditambatkan
dengan beban yang terpasang dapat mengapung ke permukaan dengan beban di
belakangnya. Kadang-kadang, tubuh mengambang yang mengalami dekomposisi
dapat tampak dengan sisi anterior di atas sehingga memungkinkan wajah, dada, dan
perut mengalami pengeringan, predasi, dan kolonisasi larva. Perubahan pembusukan
umumnya terjadi lebih lambat di air daripada di darat dan dipengaruhi oleh faktor-
faktor yang melekat dalam air seperti salinitas, suhu (terutama suhu dingin),
kehidupan laut, komposisi bakteri, arus, tidak adanya lalat dan larva lalat, dan kontak
dengan benda bawah laut. Air asin menandakan tingkat dekomposisi yang lebih
lambat daripada air tawar karena kurangnya kemampuan proliferasi bakteri sebagai
hasil dari salinitas yang lebih tinggi. Mayat yang ditemukan di perairan yang dalam
dan dingin karena terperangkap, atau dilindungi dari pemangsaan laut, mungkin
mengalami sedikit dekomposisi. Tubuh mungkin hampir atau benar-benar mengalami
defleshed hingga ke titik skeletonisasi, yang dipermudah oleh suhu hangat dan / atau
organisme akuatik, yang mungkin memerlukan keahlian ahli antropologi forensik
untuk membantu mengidentifikasi dan menilai perubahan tafonomi ini. Tubuh dalam
lingkungan lembab atau basah untuk jangka waktu lama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun dapat mengembangkan substansi putih kelabu yang dikenal sebagai
adiposera sebagai hasil hidrolisis lemak tubuh yang dimediasi bakteri. Sementara

32
jangka waktu pengembangan adiposera bervariasi tergantung pada faktor-faktor yang
melekat dalam lingkungan berair yang berbeda, kualitas pengawetnya tetap dapat
dikenali, termasuk pengawetan anatomi, cedera tulang, dan bukti toksikologis. Selain
adiposera, kolonisasi oleh ganggang, larva, dan bakteri sebagai bagian dari
dekomposisi dapat terlihat dan telah digunakan dalam estimasi PMSI, waktu
kematian, dan lokasi kematian, kadang-kadang membutuhkan keahlian dalam bidang
entomologi dan botani. Penentuan yang dibuat oleh ahli forensik atau ahli botani
forensik dapat menjadi investigasi yang sangat penting dalam rekonstruksi keadaan
yang mengarah pada kematian dan identifikasi orang yang meninggal. Dalam kasus
tenggelam yang berkepanjangan, dekomposisi akan dilanjutkan dengan cepat setelah
pemulihan dan perubahan ini dapat mengaburkan temuan antemortem atau
postmortem yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, pendinginan yang cepat
diikuti oleh kinerja otopsi diperlukan.

Gambar 7. Korban tenggelam dengan pengeringan kulit dan pertumbuhan jamur pada siku

Temuan Internal

Harus ditekankan bahwa tidak ada satu pun temuan yang spesifik untuk tenggelam
dan semua temuan yang umumnya terkait dengan tenggelam harus ditafsirkan dalam
konteks riwayat dan keadaan kematian. Banyak temuan menjadi kurang jelas atau

33
tidak ada dalam kondisi dekomposisi yang signifikan, upaya resusitasi
berkepanjangan, dan interval bertahan hidup di rumah sakit. Secara klasik, pada
pemeriksaan in situ, paru-paru akan tampak bervolume, berawa, dan krepitan dengan
aposisi atau tumpang tindih margo medial (Gambar 8). Cairan transudat dalam bentuk
efusi pleura mungkin ada. Bobot paru-paru biasanya akan meningkat dengan bobot
gabungan lebih dari 1 kg, tanpa perbedaan signifikan yang diamati antara kasus air
tawar dan air asin. Dengan peningkatan PMSI, termasuk perubahan dekomposisi,
penurunan berat paru bersama dengan peningkatan jumlah cairan pleura telah
dijelaskan. Sebagai hasil dari ekspansi berlebih dengan pecahnya kapiler alveolar,
area perdarahan bernoda (juga disebut Paltauf’s spots) dapat terlihat pada permukaan
pleura. Ekstravasasi darah yang disebabkan oleh ruptur kapiler alveolar kemungkinan
merupakan sumber dari buih berwarna merah muda atau merah yang dicatat pada
pemeriksaan. Biasanya, buih putih, merah muda, atau merah dan cairan keluar dari
lumen laring, trakea, dan bronkial yang terpotong serta potongan permukaan
parenkim paru-paru (Gambar 9). Cairan juga dapat bercampur dengan debris air
(Gambar 10).Pada pemeriksaan histologis paru-paru, cairan edema hemoragik intra-
alveolar dengan distribusi bercak-bercak atau konfluen ditemukan dan pola alveolar
seperti emfisema (emphysema aquosum) dapat dilihat (Gambar 11). Debris air
polimorf seperti pasir, lanau, serpihan cangkang, diatom, dan serpihan vegetasi air
juga dapat ditemukan (Gambar 12). Meskipun tidak dapat diandalkan secara ilmiah
dan tidak umum dilakukan, ekstraksi dari jaringan paru-paru telah dianalisis untuk
keberadaan diatom untuk membantu dalam diagnosis tenggelam atau identifikasi
lokasi tenggelam dengan beberapa batasan karena penyebaran domestik, industri, dan
distribusi lingkungan dan keberadaan diatom yang juga dapat ditemukan dalam
jaringan dan organ pada orang yang belum tenggelam. Pada near-drowning dengan
interval kelangsungan hidup di rumah sakit, membran alveolar hialin merah muda
yang mewakili ARDS atau bronkopneumonia dapat dicatat. Dilatasi ventrikel kanan
dapat diamati. Cairan serosa yang bercampur dengan debris air dapat ditemukan di
perut sebagai akibat dari konsumsi air selama atau setelah proses tenggelam. Pada

34
kasus tenggelam di air dingin, tanda-tanda reaksi vital yang terkait dengan hipotermia
dapat hadir termasuk erosi lambung greenblack punctate, juga dikenal sebagai
Wischnewsky’s ulcers. Secara histologis, nekrosis mukosa yang sesuai dengan
perdarahan dan reaksi neutrofilik dapat terlihat. Edema serebral mungkin ada atau
tidak ada dan dengan henti jantung paru yang berkepanjangan diikuti dengan
resusitasi dengan interval kelangsungan hidup di rumah sakit, mungkin ada bukti
histologis eosinofilia neuronal sebagai manifestasi ensefalopati anoksik-iskemik.
Setelah pengangkatan otak, petrous ridges mungkin tampak berwarna merah-gelap
sebagai akibat dari kongesti subkortikal yang disertai dengan perdarahan, konon
sebagai akibat dari perubahan tekanan pada tekanan telinga tengah yang ditimbulkan
oleh badan yang tenggelam (Gambar 13). Lima hingga 10 mililiter cairan serosa
berwarna merah yang kadang-kadang bercampur dengan debris air kadang-kadang
dapat disedot dari sinus sphenoid dan telah digunakan dalam analisis kuantitatif
diatom untuk mendukung diagnosis tenggelam, meskipun sekali lagi, ini tidak umum
dilakukan karena air juga dapat memasuki daerah ini setelah kematian (Gambar 14).
Temuan pewarnaan hemolitik intimal aorta pada kasus tenggelam di air tawar dapat
terlihat dan temuan pendukung tambahan diperlukan mengingat bahwa temuan ini
juga terlihat pada jenis kematian lainnya dan merupakan temuan umum pada tubuh
yang membusuk. Pendarahan multifokal dapat dilihat pada otot rangka kepala, leher,
dan dada, selain sklera yang, karena tidak adanya bukti lain dari dampak atau cedera
pencekikan, telah dikaitkan dengan hiperkontraksi selama berjuang pada tahap awal
tenggelam. dan peningkatan tekanan vena. Pada kematian tenggelam yang akut,
visera dan jaringan lunak lainnya akan menunjukkan berbagai tingkat kongesti.

35
Gambar 8. Edema paru dengan aposisi margo medial

36
Gambar 9. Edema paru dengan eksudasi buih bronkial

Gambar 10. Lanau pada trakeobronkial

37
Gambar 11. Emfisema akuosum dan edema intraalveolar

Gambar 12. Bronkiolus yang mengandung debris akuati (A) yang mungkin mengandung diatom (B)
pada pewarnaan HE dan tampakannya dengan mikroskop fase kontras (C)

38
Gambar 13. Perdarahan petrous ridge

Gambar 14. Cairan di sinus sphenoid pada korban tenggelam

39
Trauma dari berbagai jenis yang terjadi akibat benturan dengan permukaan air,
permukaan bawah, benda tetap atau bergerak, predasi, atau akibat tabrakan perahu
dapat ditemukan dan penting untuk didokumentasikan. Trauma resusitasi sering
dikenali berdasarkan lokasi dan polanya seperti fraktur sternum, fraktur tulang rusuk
anterior, dan kontusio jaringan lidah dan faring. Luka memar dan laserasi juga dapat
menjadi temuan yang mendukung aktivitas kejang terminal. Diperlukan penentuan
apakah cedera memiliki potensi mematikan atau berkontribusi sebagai akibat dari
efek disabilitasnya. Demikian pula, identifikasi entitas penyakit alami dengan
kematian yang jelas (yaitu, diseksi aorta dengan hemoperitoneum) atau potensi
mematikan (misalnya, aterosklerosis koroner berat) yang cukup untuk mencegah
proses tenggelam (bersama dengan tidak adanya temuan pendukung) merupakan
penyebab dan cara kematian yang jelas.

Kematian Bayi/Fetal

Bayi baru lahir atau janin yang ditemukan di toilet, bak mandi, atau ruang tertutup
berisi cairan lainnya mungkin mewakili kematian akibat persalinan yang dipercepat
dan tenggelam, persalinan janin yang tidak dapat hidup, atau persalinan tanpa
pengawasan dari bayi yang layak hidup dengan komplikasi obstetrik yang tidak
diantisipasi. Kematian bayi yang terkait dengan water birth, metode persalinan yang
direncanakan di lingkungan berair untuk memudahkan persalinan ibu, dilaporkan dan
dipertimbangkan dilakukan pemeriksaan tambahan. Karena perbedaan fisik yang
melekat antara pengasuh dan bayi atau anak kecil, pelecehan anak dengan
pembunuhan dengan metode tenggelam atau dalam hubungannya dengan trauma
benda tumpul atau asfiksia harus dipertimbangkan. Bukti yang menguatkan temuan
dengan pernyataan yang diberikan oleh ibu atau saksi lain diperlukan untuk
interpretasi yang tepat dan penentuan penyebab dan cara kematian. Tahap
perkembangan sehubungan dengan mobilitas dan akses ke air, baik di bak mandi,

40
kolam, atau lingkungan lainnya, menjadi sangat relevan dalam menguatkan
pernyataan. Tanda-tanda persalinan baru-baru ini dapat terlihat jelas di tempat
kematian dengan menemukan barang-barang seperti pakaian atau handuk berdarah
atau menemukan plasenta yang dibuang. Mungkin ada catatan medis rawat inap baru-
baru ini yang mengkonfirmasi persalinan baru-baru ini.

Setelah radiografi postmortem, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan adanya


tanda-tanda trauma eksternal dan internal di samping tanda-tanda yang mendukung
tenggelam. Trauma berpola atau berkelompok, terutama yang bersifat tumpul dan
terutama pada wajah dan leher, mungkin merupakan trauma yang ditimbulkan karena
mati lemas dan tercekik. Dokumentasi tanda-tanda infeksi dengan analisis mikroba,
penyakit alami, dan kelainan bawaan sejak lahir serta memanfaatkan pengukuran
antropometrik untuk menilai tingkat maturasi juga penting. Temuan-temuan patologi
non-traumatik dengan potensi mematikan dapat membantu dalam menyingkirkan
dugaan kematian karena tenggelam. Tanda-tanda maserasi menandakan kematian
janin intrauterin dengan lahir mati akan mendukung catatan riwayat kurangnya
gerakan dalam rahim atau tidak ada gerakan atau upaya pernapasan pada saat
melahirkan. Pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis plasenta dan tali pusat, jika
tersedia, dapat mengungkapkan patologi yang terkait dengan persalinan prematur
seperti solusio plasenta, kelainan tali pusat, dan korioamnionitis. Seorang ahli
patologi pediatrik dapat membantu terutama pada kasus-kasus dengan temuan
plasenta yang tidak jelas atau ketika ada kebutuhan untuk membedakan atau
mengkarakterisasi kelainan bawaan.

Yang penting, dalam kasus janin atau bayi yang ditemukan tenggelam di lokasi
terbatas seperti toilet atau kamar mandi, penentuan kelahiran hidup, lahir mati, atau
bukti upaya resusitasi harus digali. Sementara banyak dari indikator ini tidak dapat
diandalkan, penentuan dapat dibantu oleh pemeriksaan in situ paru-paru untuk inflasi
versus atelektasis, kinerja uji hidrostatik atau apung pada paru-paru dan visera, atau
dokumentasi udara dalam sistem pencernaan. Kelahiran bawah air dengan kematian

41
atau perubahan dekomposisi dapat menghalangi atau mengacaukan hal ini. Temuan
makanan di perut akan memberikan bukti yang lebih pasti tentang interval
kelangsungan hidup ekstra-uterin. Pemeriksaan mikroskopis untuk tanda-tanda
aspirasi, ekspansi alveoli yang berlebihan / kurang, edema paru, kerusakan alveolar
difus, dan pneumonia dapat membantu dalam penentuan keadaan kematian
periterminal termasuk dokumentasi dari setiap bukti interval bertahan hidup.
Pemeriksaan mikroskopis dari sampel media yang tenggelam dengan perbandingan
jaringan paru-paru dan isi lambung dapat membantu untuk penentuan diagnosa
tenggelam. Bahkan analisis kimia dari media yang tenggelam untuk perbandingan
dengan cairan tubuh dapat dilakukan. Pemeriksaan histologis trauma kulit, visceral,
atau skeletal untuk mencari tanda-tanda peradangan dan tahap penyembuhan
mungkin berguna dalam mengkonfirmasi atau menyangkal pernyataan,
mendokumentasikan penganiayaan fisik berulang, atau mengklarifikasi urutan
peristiwa yang menyebabkan kematian.

Prosedur Khusus

Keadaan kematian atau temuan otopsi yang mengindikasikan kemungkinan cedera


internal harus segera menerapkan teknik diseksi khusus. Kasus-kasus di mana
barotrauma yang terkait dengan kematian penyelaman diduga terjadi, maka
diperlukan beberapa pemeriksaan seperti mengidentifikasi emfisema subkutan atau
hipodensitas rongga toraks yang terlihat pada pencitraan sebelum otopsi, dan
pemeriksaan emboli gas. Prosedur ini termasuk diseksi subkutan dinding dada luar
untuk identifikasi pneumotoraks dan / atau tusukan in situ melalui ventrikel kanan
untuk mengevaluasi udara intraventrikular, meskipun sekali lagi prosedur ini sulit
dilakukan. Pada kematian setelah menyelam ke dalam air dangkal dengan potensi
benturan kepala pada struktur bawah air yang tetap, diseksi leher anterior dan
posterior, mungkin termasuk pemeriksaan in situ dan pengangkatan sumsum tulang

42
belakang, diperlukan untuk mencari cedera tulang belakang leher termasuk fraktur
vertebra (terutama C5-7), perdarahan dura, dan kontusio medula spinalis. Diseksi
leher anterior diindikasikan bila didapatkan petekie pada wajah dan leher guna
mendokumentasikan cedera otot-otot servikal, laringotrakeal, atau tulang hyoid yang
menunjukkan kompresi leher anterolateral yang disebabkan oleh strangulasi manual.
Diseksi jaringan nodal sinoatrial dan atrioventrikular harus dilakukan setidaknya
untuk retensi dan sebaliknya untuk pemeriksaan histologis terutama pada kasus
tenggelam yang tidak dapat dijelaskan seperti melibatkan perenang berpengalaman
atau otopsi yang tidak memiliki temuan mematikan. Retensi dengan penyimpanan
arsip otot jantung dan keseluruhan sampel darah diperlukan dalam kasus kematian
karena kematian yang tidak dapat dijelaskan, memiliki riwayat sinkop atau aritmia
dalam keluarga, atau riwayat kematian mendadak dalam keluarga.

Pemeriksaan Toksikologi Postmortem

Pemeriksaan cairan tubuh dan jaringan sangat penting dalam semua kasus kematian
terkait air. Cairan vitreous, darah (pusat dan perifer), cairan lambung, urin, otot
rangka, visceral, jaringan adiposa, hematoma, dan bahkan rambut tubuh semuanya
merupakan sampel yang perlu untuk diserahkan dan dianalisis. Analisis toksikologis
adiposera telah menghasilkan hasil yang bermanfaat. Dalam contoh kandung kemih
kosong yang ditemukan pada otopsi, air steril dapat ditanamkan ke dalam kandung
kemih dan cairan yang dihasilkan dari " bladder wash " dapat diajukan untuk
pengujian kualitatif.

Evaluasi efek kausatif atau kontribusi obat-obatan memerlukan interpretasi dalam


konteks keadaan kematian dan riwayat penggunaannya sebelumnya. Temuan obat-
obatan tertentu dapat memberikan wawasan tentang riwayat medis almarhum, riwayat
psikiatris, riwayat penggunaan narkoba, tingkat gangguan di sekitar waktu kematian,
dan membantu dalam rekonstruksi peristiwa yang mengarah pada kematian dan

43
sangat relevan dalam kasus-kasus dimana riwayat almarhum tidak diketahui. Tidak
adanya obat-obatan tertentu pada orang dengan riwayat medis dan rejimen terapi
yang telah diketahui seharusnya ada dapat mengungkapkan hal yang sama, seperti
dalam kasus riwayat kejang dengan hasil subterapeutik atau negatif yang ditemukan
pada pengujian. Tergantung pada jenis obat-obatan dan efeknya pada organ,
konsentrasinya mungkin cukup untuk menghalangi proses tenggelam dengan sedikit
atau tidak adanya temuan yang mendukung tenggelam yang dicatat pada otopsi.
Dalam intoksikasi obat multipel, efek kumulatif atau sinergis dan kecenderungan
untuk memicu terjadinya tenggelam harus dipertimbangkan. Etanol, dengan efek
fisiologis dan psikologisnya, adalah obat yang paling umum ditemukan pada saat
tenggelam, terutama pada kasus yang tidak disengaja. Sementara interpretasi tingkat
kerusakan etanol mungkin sulit pada tubuh yang terendam dalam waktu lama karena
efek dilusi air pada cairan tubuh dan / atau efek perancu dari produksi etanol
postmortem, analisis urin untuk keberadaan etil glukuronon telah ditemukan menjadi
berguna dalam diferensiasi antara konsumsi antemortem dan produksi etanol
postmortem. Etanol dan obat-obatan tertentu dikaitkan dengan perpanjangan interval
QT dan ketika dikombinasikan dengan menahan napas panjang selama berenang,
dapat memicu aritmia yang dapat mempercepat penenggelaman.

Pengujian kuantitatif dan kualitatif yang komprehensif harus mencakup etanol, obat-
obatan terlarang, dan obat-obatan yang biasanya diresepkan dengan penggunaan
laboratorium rujukan yang diperlukan untuk menguji zat-zat yang kurang umum. Jika
tersedia, sampel darah dan urin yang masuk harus segera diperoleh dalam kasus-
kasus near-drowning karena setiap hasil akan mewakili konsentrasi sekitar waktu
kematian. Pengujian karbon monoksida harus diminta dalam kematian tenggelam
yang terkait dengan penggunaan peralatan SCUBA atau kasus yang melibatkan
kemungkinan menghirup gas buang dari perahu bermotor.

44
Pemeriksaan Khusus untuk Kasus Tenggelam

Dengan pengetahuan bahwa cairan tenggelam berdifusi melintasi membran alveolar-


kapiler dan masuk ke dalam darah dengan sirkulasi aktif selama proses tenggelam,
berbagai tes telah dikembangkan dalam upaya untuk menghitung sejumlah zat yang
tersebar untuk membantu dalam diagnosis tenggelam. Sementara penelitian yang
menggunakan tes ini berlimpah, upaya untuk mengembangkan tes diagnostik tunggal,
divalidasi, tersedia secara luas, hemat biaya, dan tepat waktu yang sangat andal,
sensitif, dan spesifik untuk tenggelam, khususnya dalam kasus perendaman dan
dekomposisi yang berkepanjangan, sedang berlangsung. Tes semacam itu akan sangat
berharga karena dapat membantu membedakan kematian karena tenggelam
dibandingkan yang mati disebabkan oleh cara lain, seperti pada kasus membuang
jasad ke air untuk menyembunyikan penyebab yang sebenarnya. Oleh karena itu, saat
ini, diagnosis tenggelam adalah salah satu yang sebagian besar didasarkan pada
temuan otopsi suportif yang ditegakkan dengan mengesampingkan penyebab
kematian lainnya, yang ditafsirkan dalam konteks ciri-ciri keadaan kematian. Selain
itu, tes yang konsisten dan andal dalam membedakan air tawar dari air asin masih
belum ada padahal bisa menjadi pemeriksaan yang penting untuk mengkonfirmasi
lokasi tenggelam. Perendaman yang berkepanjangan dengan dekomposisi menambah
dimensi lain dari kesulitan diagnostik.

Secara historis, tes yang mengukur kadar elektrolit cairan mata, mengukur dan
membandingkan konsentrasi serum klorida di ruang jantung (yaitu, tes Gettler), atau
mengukur dan membandingkan berat jenis plasma di ruang jantung dirancang dalam
upaya untuk mendiagnosis dan membedakan air tawar dari air asin yang tenggelam,
namun hasilnya tidak konsisten dan tidak dapat diandalkan. Tes hemodilusi yang
mengidentifikasi penurunan kadar protein darah tertentu juga terbukti memiliki
penerapan yang terbatas, berpotensi bermanfaat hanya pada kematian yang tenggelam
dengan interval pasca pemulihan yang singkat dan tidak berguna pada kematian yang
terkait dengan PMSI yang berkepanjangan atau resusitasi sementara diikuti dengan

45
interval waktu bertahan hidup. Karena konsentrasi magnesium dan strontium yang
lebih tinggi dalam air asin dan payau, penyelidikan dalam pengukuran penanda ini
dalam darah jantung untuk membantu dalam diagnosis tenggelamnya air laut; namun,
para peneliti mengingatkan bahwa interpretasi kontekstual seperti perbandingan
konstituen yang diukur dari medium tenggelam aktual atau pertimbangan potensi
paparan terkait yang tidak tenggelam diperlukan.

Upaya yang lebih baru untuk mengembangkan tes yang berlaku atau mendukung
diagnosis tenggelam untuk diferensiasi antara tenggelam air tawar dan air asin telah
berfokus pada identifikasi perubahan terkait tenggelam pada tingkat molekul atau
mikroorganisme yang unik untuk lingkungan tenggelam tertentu. Ini termasuk
analisis konsentrasi elektrolit dan protein dalam efusi pleura dan cairan sinus
sphenoid, pengukuran ekspresi protein surfaktan paru, pengukuran ekspresi jaringan
aquaporin, dan identifikasi genom bakteri yang mengandung air dalam sampel
jaringan.

Limnologi forensik adalah ilmu yang meneliti keberadaan diatom di TKP, tersangka,
dan sampel korban. Berbagai studi eksperimental dan kasus yang berfokus pada
kegunaan pemeriksaan diatom dalam menegakkan diagnosa tenggelam terus
dikembangkan. Para peneliti berhati-hati untuk mengingatkan para penyelidik tentang
pentingnya konteks interpretatif hasil dan mengetahui keterbatasan penelitian ini yang
meliputi kadarnya yang mungkin rendah dalam air tertensu sehingga dapat
menimbulkan negatif, temuan positif pada individu yang belum tengelam atau belum
terendah, temuan positif pada individu yang belum tenggelam tetapi telah terendam
dalam waktu lama, dan keterbatasan metode ekstraksi sampel. Diatom juga dikenal
karena sifatnya yang dapat ditemukan di mana-mana seperti di lingkungan air alami,
tanah, dan bahkan kulit pohon dan juga dapat memasuki jaringan paru-paru secara
pasif selama perendaman yang berkepanjangan. Selain itu, spesies diatom tertentu
unik untuk lingkungan air tawar dan air asin dengan konsentrasi yang dipengaruhi
oleh kondisi yang melekat dalam air, yang dapat memiliki hubungan langsung pada

46
interpretasi mengenai lokasi tenggelam. Kontaminasi yang mengarah ke positif palsu
pada pemeriksaan diatom yang dapat menyebabkan kesalahan diagnosis juga tetap
menjadi salah satu masalah yang banyak ditemukan. Dengan pengembangan metode
ekstraksi yang lebih sederhana dengan waktu yang lebih singkat dan sensitivitas dan
spesifisitas yang lebih tinggi secara keseluruhan, keberhasilan pemulihan diatom dari
berbagai jaringan dan cairan (paru-paru, hati, ginjal, sumsum tulang, dan cairan
rongga) bersama dengan perbandingan dengan yang ditemukan dalam media
tenggelam telah terbukti menjadi tambahan yang berguna kadang-kadang tidak hanya
untuk diagnosis tenggelam tetapi juga dalam mengesampingkan tenggelam sebagai
penyebab kematian. Karena berbagai kesulitan tersebut, pemeriksaan diatom tidak
dianggap sebagai standar praktik ketika menyelidiki potensi kematian terkait air.

KESIMPULAN

Sementara kecenderungan untuk berasumsi bahwa kematian yang terkait dengan air
telah terjadi sebagai akibat dari tenggelam, karena kecelakaan atau cara lain,
investigasi yang komprehensif harus dilakukan untuk memastikan sertifikasi
kematian yang akurat sambil juga menggali kemungkinan kriminalitas apa pun.
Upaya multidisiplin dan multiagensi diperlukan untuk mengumpulkan informasi
penting pra-otopsi, yang menyediakan konteks di mana ahli patologi forensik dapat
menafsirkan temuan otopsi dan toksikologi. Ketika mempertimbangkan kemungkinan
tenggelam, otopsi medikolegal / forensik yang menyeluruh harus dilakukan untuk
mengesampingkan kemungkinan penyebab kematian lainnya sebelum orang dapat
merasa yakin bahwa kematian itu disebabkan oleh tenggelam. Kesimpulan kami
tentang kematian terkait air jauh mempengaruhi keputusan yang pada akhirnya
mempengaruhi kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat.

LAMPIRAN: INVESTIGASI BERDASARKAN JENIS KEJADIAN

47
Adegan kematian yang umum ditemui oleh responden pertama termasuk kamar
mandi, kolam renang, dan berbagai lingkungan air alami. Keadaan kematian juga
dapat melibatkan perahu, peralatan keselamatan, atau peralatan pernapasan bawah air.
Pendekatan investigasi akan ditentukan oleh karakteristik lingkungan seperti yang
melibatkan perendaman air dingin. Lampiran ini merupakan sebuah diskusi singkat
dari perspektif yang diikuti oleh penyidik kematian terkait air.

Wastafel dan Bak Mandi

Setelah penemuan awal mayat di bak mandi atau wastafel, penyelidik bertindak cepat
untuk mendokumentasikan bukti yang mungkin segera menjadi tidak ada atau tidak
mungkin dikumpulkan. Contoh-contoh dari jenis bukti ini mungkin termasuk
mendokumentasikan jika lantai, area wastafel, atau permukaan di dekat tubuh yang
basah. Sering kali, tersangka akan mengklaim upaya untuk menyelamatkan korban
dalam upaya untuk menyembunyikan fakta bahwa mereka melakukan kejahatan atau
dengan cara tertentu berperan dalam kematian korban. Lantai yang basah, misalnya,
di bak mandi yang tenggelam akan segera terinjak-injak oleh petugas penyelidik serta
personel dari kantor pemeriksa medis / koroner (ME/C) yang memindahkan mayat
dari tempat kejadian. Atau, lingkungan rumah yang sangat hangat dapat
menyebabkan air di sekitarnya mengering sebelum dapat didokumentasikan. Penting
juga untuk mendokumentasikan suhu sekitar ruangan. Ini dapat digunakan nanti
untuk menentukan apakah lantai basah, misalnya, dikeringkan sebelum mayat itu
ditemukan. Sangat wajar bagi seseorang yang menemukan tubuh yang tenggelam di
wastafel, dan lebih mungkin di bak mandi, untuk secara naluriah menarik sumbat dan
mengeringkan bak atau wastafel. Tindakan ini seharusnya tidak segera
mempengaruhi penyidik untuk percaya bahwa seseorang sedang berusaha
menyembunyikan atau menghancurkan bukti kejahatan. Namun, sangat penting
bahwa penyelidik berusaha untuk mengumpulkan cairan yang telah terkuras. Sampel

48
dapat dikumpulkan jika masih ada di bak atau wastafel. Jika tidak, cukup gunakan
spuit untuk mengumpulkan sampel dari saluran pembuangan. Analisis laboratorium
mungkin diperlukan untuk menentukan apakah seorang saksi mengaku telah
memandikan korban, hanya dengan menemukan bahwa sampel air tidak mengandung
sabun, urin, lendir, dll. Jika air masih ada, penampilan serta kedalamannya perlu
didokumentasikan. Dokumentasi penampilan dapat mencakup apakah busa sabun,
buih sabun, darah, atau zat lain yang terdeteksi seperti produk minyak bumi ada.
Juga, dalam kasus tenggelam di bak mandi, dokumentasi daerah di sekitar bak mandi
dapat mencakup keberadaan produk-produk mandi biasa seperti kain lap, handuk,
mainan, dan botol sampo atau sabun. Setiap perangkat listrik di dekat area tersebut
juga harus didokumentasikan dan dikumpulkan. Sengatan listrik yang tidak disengaja
oleh pengering rambut yang jatuh, alat pengeriting rambut, atau radio dapat menjadi
penyebab atau faktor penyebab kematian. Suhu air harus diperiksa juga. Suhu yang
sangat tinggi, bahkan setelah penundaan waktu dalam respons personel darurat, dapat
mengindikasikan penyiksaan yang mendidih atau luka bakar pada kulit, sedangkan
suhu yang dingin dapat mengindikasikan penundaan bantuan. Pemeriksaan rumah
harus mencakup pencarian untuk indikator bahwa tempat kematian itu dibersihkan.
Beberapa dari barang-barang ini mungkin termasuk ember dan kain pel, handuk
basah di keranjang atau pengering, bahan pembersih dll. Akhirnya, sketsa terperinci
dari bagian dalam rumah harus diselesaikan. Ini akan terbukti sangat berharga ketika
mencoba untuk menentukan keakuratan pernyataan yang diperoleh oleh orang yang
melaporkan. Sebagai contoh, sang ibu mengklaim bahwa dia ada di dapur ketika dia
melihat putrinya jatuh di bak mandi. Gambar sketsa rumah akan dapat menentukan
apakah, pada kenyataannya, ia dapat melihat putrinya jatuh di bak mandi dari dapur,
atau apakah ada hambatan, atau dinding di jalan, yang dapat mencegah pengamatan
ini.

Lingkungan Air Alami

49
Kemungkinan besar, jika yurisdiksi memiliki jenis lingkungan air alami, agensi
tersebut akan menemukan kasus dengan insiden tenggelam. Penting untuk
mempelajari tentang lingkungan air ini sebelum sebuah insiden terjadi. Kedalaman
air, kejernihan, rata-rata suhu musiman, permukaan, dan bahaya dalam air hanyalah
beberapa kompleksitas yang mungkin perlu diselidiki oleh penyidik. Penting untuk
memastikan personel terbiasa dengan teknik yang digunakan untuk menemukan
orang yang hilang di lingkungan air ini. Penundaan yang tidak perlu dapat membuat
perbedaan antara penyelamatan dan pemulihan. Poin terakhir yang terlihat dari orang
yang hilang adalah penting untuk ditetapkan sehingga petugas penyelamat dapat
memulai pencarian dengan segera di daerah itu, mengambil korban, dan memulai
upaya penyelamatan. Personel penyelidik mungkin perlu mewawancarai sebanyak
mungkin saksi dari berbagai tempat. Para saksi yang terpisah lebih jauh adalah,
kesempatan yang lebih baik untuk menentukan titik terakhir korban terlihat. Ini
karena triangulasi dari dua hingga tiga saksi akan menetapkan tidak hanya area umum
di mana orang yang hilang terlihat, tetapi juga jarak dari pantai. Sangat penting untuk
memiliki calon saksi mata yang memimpin personel ke tepi air dan secara fisik
menunjuk ke titik yang terakhir terlihat. Juga, penyelamat profesional seperti
penyelam atau penjaga pantai dapat ditempatkan di dalam air dan saksi dapat
mengarahkan orang itu ke titik terakhir yang terlihat. Sering kali, penulis melihat
personel departemen mewawancarai seorang saksi, meninggalkan saksi itu untuk
berusaha menemukan orang yang hilang, dan tidak pernah melakukan kontak dengan
saksi lagi. Tingkat penurunan tubuh juga merupakan "alat" yang sangat penting untuk
digunakan ketika mencoba menemukan orang hilang di air yang bergerak. Dalam
setiap kejadian air yang bergerak, sangat penting bagi personel untuk melakukan tes
sederhana, sesegera mungkin, untuk menentukan kecepatan saat ini. Ini diperlukan
untuk membantu menemukan orang yang hilang. Kecepatan saat ini dapat berubah
sehingga sekali lagi penting dilakukan sesegera mungkin. Untuk menentukan
kecepatan saat ini, jatuhkan benda mengambang di air dan ukur seberapa jauh ia
berjalan dalam satu menit. Jika ia berjalan 100 kaki dalam satu menit, kecepatan saat

50
ini adalah satu knot. Dua ratus kaki dalam satu menit sama dengan dua knot, dll.
Dalam air tawar, tubuh turun sekitar 2 kaki per detik. Dalam air asin, 1,5 kaki. Untuk
contoh ini, katakanlah kedalaman air tawar adalah 20 kaki dan kecepatan saat ini
adalah 2 knot. 1) Konversi kecepatan saat ini menjadi: 200 kaki dibagi 60 detik =
3,33 detik. 2) Temukan titik yang terlihat terakhir berdasarkan catatan saksi mata,
bukti, dll. 3) Tentukan kedalaman air. Dalam contoh ini, kita akan menggunakan 20
kaki. Hitung waktu benda dijatuhkan dalam hitungan detik (20 kaki dibagi dengan 2
kaki untuk air tawar = 10 detik). 4) Kalikan waktu jatuh dengan arus (3,3 x 10 = 33
kaki). Dalam contoh ini, benda yang meninggalkan permukaan dalam arus dua-
simpul dalam 20 kaki air harus ditempatkan 33 kaki dari titik terakhir yang terlihat.
Jika tidak ditemukan di sana, maka poin terakhir yang Anda lihat tidak akurat atau
saksi yang melaporkan apa yang terjadi tidak akurat. Dalam air yang tidak bergerak
seperti kolam atau danau, benda yang tenggelam dalam kolam air umumnya tidak
akan bergerak secara horizontal lebih jauh dari satu kaki untuk setiap kaki kedalaman.
Jadi, jika air sedalam 30 kaki, tubuh akan paling sering berada dalam radius 30 kaki
dari titik terakhir yang terlihat. Ada cara lain yang sering digunakan untuk
menemukan orang yang hilang di lingkungan air seperti side scan sonar, submersible
hand-held sonar for divers, dan controlled sweep patterns for divers, yang semuanya
membutuhkan pelatihan khusus dan banyak latihan untuk menjadi efisien dalam
penggunaannya.

Kolam

Menurut kampanye National Safe Kids, sebuah kolam renang 14 kali lebih mungkin
daripada kendaraan bermotor untuk terlibat dalam kematian seorang anak berusia
empat tahun ke bawah. Tindakan pertama pada kasus ini harus mencakup
dokumentasi lokasi dan posisi tubuh, jika masih ada. Jika tubuh telah dikeluarkan dari
tempat kejadian, lokasi yang ditemukan perlu ditentukan melalui wawancara saksi.

51
Pengamatan penting lainnya adalah menentukan apakah ada indikasi penundaan
panggilan untuk petugas penyelamat. Jika pengadu menyatakan bahwa mereka
menarik anak keluar dari air dan mulai resusitasi kardiopulmoner, sisi kolam atau dek
kolam mungkin basah. Demikian juga, pakaian calon penyelamat mungkin basah.
Seperti dalam setiap kejadian tenggelam, sangat penting bahwa penyidik menentukan
keakuratan informasi yang diperoleh di tempat kejadian. Apakah bukti di tempat
kejadian mendukung atau bertentangan dengan pernyataan saksi? Dokumentasi
tambahan termasuk pencatatan suhu sekitar dan suhu air, pengumpulan sampel air,
pemeriksaan dan penyitaan pakaian yang dikenakan oleh orang yang meninggal,
penilaian bukti pembersihan (handuk, pel, ember), dan sketsa pemandangan. Foto-
foto pemandangan dan segala hambatan yang ditempatkan untuk tujuan membatasi
akses ke kolam sangat penting. Rekaman dari peralatan audiovisual di tepi kolam
renang seperti kamera keamanan harus diperoleh dengan salinan yang dikirim ke
ME / C.

Kolam renang hotel, sekolah, dan pusat rekreasi merupakan kolam indoor yang
paling sering menjadi tempat kejadian dan menyajikan keadaan tambahan yang perlu
diperhatikan penyidik ketika melakukan penyelidikan dalam lingkungan seperti ini.
Tidak seperti kolam outdoor, kolam ini memiliki berbagai keadaan yang berbeda
yang dapat menghalangi visibilitas, keamanan, dan penilaian dari mereka yang
menggunakannya. Semua keadaan ini harus dipertimbangkan ketika menarik
kesimpulan tentang insiden tenggelam. Dokumentasi harus mencakup lokasi dan
posisi pencahayaan, keberadaan penjaga, jam operasional normal, dan jumlah
perenang yang diizinkan. Selama wawancara dengan para saksi, penting untuk
menggunakan teknik “show me” dengan memimpin setiap saksi potensial melalui
tindakan mereka, mulai dengan apa yang mereka lakukan sesaat sebelum kejadian
dan memimpin mereka melalui apa yang mereka lakukan selama kejadian. Ini akan
menetapkan posisi saksi, yang dapat memaparkan potensi masalah dalam menentukan
apa yang dapat atau tidak bisa mereka lihat. Dalam beberapa kasus, pemeragaan

52
ulang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi informasi atau menyelesaikan
pertanyaan yang belum terjawab, seperti "Mengapa tidak ada yang melihat korban di
dasar kolam?" Dalam hal ini, penyidik harus mendapatkan manekin penyelamat atau
benda lain yang dapat digunakan untuk menunjukkan posisi dan lokasi korban.
Manekin atau objek lain harus menyerupai deskripsi korban sedekat mungkin untuk
memungkinkan penilaian yang paling akurat. Tempatkan manekin pada posisi di
mana almarhum berada dan mintalah setiap saksi potensial berdiri di mana mereka
berada pada saat kejadian itu terjadi. Banyak orang akan terkejut melihat betapa
sulitnya melihat tubuh di dasar kolam renang, bahkan dalam kondisi terbaik
sekalipun.

Perahu

Kapal yang terlibat dalam kematian perahu menimbulkan banyak tantangan bagi
penyelidik. Luka apapun pada korban biasanya disebabkan oleh tabrakan atau baling-
baling. Cedera karena tabrakan perlu didokumentasikan selengkap mungkin dan
konsultasi dengan ahli patologi forensik mungkin diperlukan. Ini karena cedera pra-
kecelakaan mungkin juga ada dan penyelidik perlu menentukan kapan cedera ini
terjadi. Luka pasca kecelakaan akan diakibatkan oleh tubuh yang menabrak benda
atau benda yang menabrak korban. Ini juga alasan mengapa sangat penting untuk
mendokumentasikan kerusakan pada kapal. Apakah cedera cocok dengan kerusakan?
Apakah ada kerusakan yang bisa menyebabkan cedera kepala, misalnya? Jika tidak,
penyelidik perlu mencari tahu siapa dan apa yang menyebabkan cedera itu. Cedera
baling-baling biasanya akan lebih mudah untuk menentukan apakah telah terjadi pada
periode antemortem. Cedera baling-baling kemungkinan besar akan terletak di bawah
pinggang dan sepanjang ekstremitas tetapi juga dapat ditemukan di kepala dan dada.
Ini karena ketika seseorang berada di dalam air, tubuh biasanya vertikal dan kaki
terendam, di mana baling-baling dapat menyebabkan cedera ini. Jika kerusakan

53
baling-baling terletak di bagian belakang, maka mereka biasanya mengalami cedera
pascamortem. Saat melayang, tubuh biasanya mengambil posisi wajah dan
ekstremitas bawah, dengan bagian belakang terbuka ke permukaan. Sebuah kapal
yang lewat kemudian akan menyebabkan cedera di bagian belakang. Cedera baling-
baling akan muncul sebagai luka potong yang paralel. Kapal yang lebih cepat dan
berkecepatan tinggi akan menyebabkan cedera yang lebih dangkal dan laserasi akan
berdekatan. Kapal yang lebih besar dan lebih lambat akan menyebabkan luka tembus
yang lebih dalam dan laserasi yang terpisah lebih jauh. Jenis cedera baling-baling
dapat membantu penyelidik membuat deskripsi tentang kemungkinan kapal yang
terlibat yang meninggalkan tempat kejadian.

Sama seperti kematian akibat menyelam, kematian yang terkait dengan berperahu
juga memerlukan pengujian terhadap semua peralatan keselamatan yang terlibat
untuk memastikan bahwa peralatan itu tidak berperan dalam kematian tersebut.
Inspeksi ersonal flotation devices (PFD) atau jaket pelampung yang digunakan akan
mencakup pemeriksaan untuk memastikan apakah alat tersebut disetujui oleh US
Coast Guard, memeriksa ukurannya untuk memastikan itu cocok dengan korban,
adanya robekan tali pengikat dan gesper yang aus atau rusak, daya apung dari
material tersebut tidak boleh dihancurkan atau dirusak, dan sebagai bukti perubahan
non-pabrik.

Kecelakaan berperahu yang fatal dapat menghadirkan banyak tantangan bagi


penyelidik. Pembentukan kontak fisik antara dua atau lebih kapal, kapal ke orang,
atau kapal ke objek stasioner harus ditentukan. Bukti kontak yang paling dapat
diandalkan adalah transfer material. Beberapa contoh transfer material meliputi:
jaringan manusia, rambut, cat, kulit, dan darah yang harus dikumpulkan dan
diserahkan dengan benar mengikuti prosedur sebagaimana mestinya dilakukan
dengan pemulihan semua jenis bukti.

54
Kematian Saat Menyelam

Secara umum, banyak kematian SCUBA dapat dikaitkan dengan kepanikan penyelam
dan kurangnya pelatihan. Untuk sampai pada kesimpulan ini, penting untuk diingat
bahwa semua peralatan yang digunakan oleh penyelam harus diuji untuk memastikan
itu berfungsi dengan baik pada saat kematian. Oleh karena itu, sangat disarankan agar
penyelidik mencari bantuan dari organisasi yang memiliki reputasi baik dalam
menguji peralatan ini. Karena pengetahuan khusus yang terlibat dalam peralatan
SCUBA, prosedur pengujian tidak akan dibahas dalam artikel ini. Namun, ada
beberapa faktor umum dalam kematian SCUBA: biasanya ada cukup udara yang
tersisa di tangki, ada sangat sedikit udara yang terkandung dalam perangkat kontrol
apung atau buoyancy control device (BCD), sabuk berat masih dipakai dimana
penyelam dilatih untuk melepas (menjatuhkan) dalam keadaan darurat, inspeksi
peralatan seperti regulator dan BCD gagal mengungkapkan kekurangan atau
kegagalan fungsi dan telah dikenakan dengan benar, dan kualitas udara di tangki
SCUBA berada dalam batas aman. Mempertimbangkan semua faktor ini, orang dapat
menyimpulkan bahwa kematian akibat menyelam biasanya disebabkan oleh
kepanikan.

Air Dingin

Tenggelam dalam air dingin seringkali merupakan hasil dari hipotermia, di mana
suhu tubuh korban turun secara drastis sehingga mempengaruhi keterampilan motorik
dan proses berpikir normal. Dalam insiden tenggelam dibawah es, ini sangat umum.
Korban mungkin selamat dari perendaman awal dalam air atau di bawah es, tetapi
menderita efek hipotermia dan tidak bisa lagi berpegangan atau membantu calon
penyelamat dalam penyelamatan mereka. Bahaya yang perlu dipertimbangkan selama
upaya penyelamatan / pemulihan termasuk hipotermia pada personel penyelamat,
bahaya lingkungan di atas kepala seperti es atau debris permukaan, dan keterikatan.

55
Penting untuk memastikan petugas penyelamat mengingat bahwa perendaman air
dingin dapat memperlambat efek tenggelam pada anak kecil. Fenomena ini diyakini
sebagian disebabkan oleh refleks penyelaman mamalia dan telah didokumentasikan
kasus pemulihan penuh oleh korban lebih dari satu jam. Karena itu, setiap upaya
harus dilakukan dengan baik dalam upaya penyelamatan hingga korban mencapai
fasilitas medis.

Bahaya Listrik

Jenis bahaya ini dapat menyebabkan banyak korban dalam satu kejadian. Ini terjadi
ketika satu orang menjadi lumpuh oleh efek sengatan listrik dan calon penyelamat
melompat ke dalam air untuk menyelamatkan mereka dan juga mengalami henti
jantung akibat sengatan listrik atau kelumpuhan pernapasan yang disebabkan oleh
arus listrik. Penyebabnya mungkin termasuk kabel dari pencahayaan yang terendam;
pencahayaan kolam bawah air yang tidak memiliki ground fault circuit interrupters
(GFCI); atau peralatan seperti radio, televisi, atau pengering rambut yang terhubung
ke outlet yang kekurangan GFCI yang jatuh ke air. Tidak ada luka bakar eksternal
yang akan terlihat pada kondisi adanya listrik di air.

Lokasi Pemulihan yang Tidak Biasa dan Menyulitkan

Penyelidik harus terbiasa dengan jenis-jenis lokasi pemulihan yang rumit ini dalam
batas-batas yurisdiksi mereka dan merumuskan prosedur operasi standar untuk
masing-masing lokasi. Tangki pengendapan, misalnya, di pabrik pengolahan limbah
menimbulkan tantangan bagi personel pemulihan, yang mungkin termasuk bahaya
visibilitas, bahaya mekanis, dan bahaya kesehatan. Diperlukan pelatihan khusus
untuk memungkinkan pemulihan yang aman dan efektif dari jenis lingkungan ini.

56
Bahaya kendaraan yang tenggelam meliputi keterjeratan atau jebakan bagi
penyelamat, lokasi dan pemulihan setiap orang di dalam, dan dokumentasi tempat
kejadian. Setiap upaya harus dilakukan untuk menentukan lokasi setiap korban dalam
kendaraan. Penting untuk diingat bahwa kendaraan yang tenggelam dengan
penghuninya adalah TKP, jadi ketekunan harus diambil untuk menyimpan bukti di
dalam kendaraan. Dokumentasi bukti interior dan eksterior, seperti kerusakan, harus
dilakukan sebelum mengeluarkan kendaraan dari air. Ini karena dalam banyak kasus
kendaraan akan rusak dalam proses pemulihan. Memiliki penyelam yang menutup
semua jendela sebelum pengeluaran kendaraan dari air akan membantu mencegah
kehilangan bukti.

Penilaian Tubuh

Setiap tubuh yang pulih dari air membutuhkan penilaian di tempat kejadian oleh
penyelidik terlatih. Penilaian di lokasi ini perlu dilakukan sesegera mungkin karena
banyak pengamatan yang akan dicatat akan berubah secara drastis seiring berjalannya
waktu, sehingga menghasilkan informasi yang kurang akurat. Indikator bendera
merah untuk pelanggaran dapat dicatat, yang akan mengingatkan penyelidik untuk
mengambil tindakan lebih lanjut dengan saksi dan orang yang melaporkan, tersangka
yang mungkin, dan bukti. Seringkali selama upaya pemulihan dapat timbul luka
sehingga mendokumentasikannya sebelum memindahkan tubuh adalah hal yang
sangat penting.

Penilaian harus dilakukan oleh penyidik menggunakan sarung tangan karet. Kehati-
hatian harus dijaga agar tidak merusak bukti di tubuh atau memperburuk cedera, yang
dapat menyebabkan kesimpulan yang salah. Penyelidik dapat memulai pemeriksaan
mulai dari area kepala, belakang telinga, mata, dll. Sebelum pindah ke badan dan
ekstremitas, sebaiknya penyelidik berhati-hati untuk tidak merusak bukti di tubuh.
Perubahan pada mata mungkin termasuk tache noire dan opasitas kornea
(kemungkinan mengindikasikan tubuh telah meninggal sebelum memasuki air) dan

57
petekie (indikator kemungkinan pencekikan). Lecet eksternal kulit dapat menjadi
indikasi perjalanan postmortem tubuh. Saat gas terbentuk di rongga tubuh dan organ,
tubuh menjadi ringan. Hal itu memungkinkan tubuh mengapung dan arus serta
gelombang akan menyebabkannya bergerak. Gerakan ini menyebabkan area tertentu
pada wajah, tangan, dan kaki tergores di sepanjang bagian bawah. Pengamatan lain,
adalah adanya busa yang terbentuk sebagai campuran air, udara dari paru-paru,
edema paru, dan kadang-kadang darah, dan mungkin memiliki konsistensi meringue.
Kaki dan tangan sering tampak pucat dan kusut. Tingkat dan tahap rigor mortis harus
didokumentasikan. Pengamatan ini dapat membantu ahli patologi dalam menentukan
waktu kematian. Penampilan dan lokasi livor mortis juga harus diperhatikan, dan
mungkin tidak terlihat dalam beberapa kasus di mana tubuh mengalami tekanan air
yang konstan saat terendam.

Cedera juga dapat terjadi akibat pemangsaan oleh hewan air mulai dari larva, ikan,
kepiting, kura-kura, hingga hiu. Cedera oleh hewan yang lebih kecil sering akan
muncul sebagai tanda mengunyah di ujung hidung, bibir, ujung jari, jari kaki, dan
telinga. Adanya belatung, terutama di bagian tubuh yang terendam, harus mengajukan
pertanyaan mengenai tempat kematiannya atau periode paparan udara yang singkat,
seperti saat air surut. Ini dapat dikumpulkan dan disimpan sesuai dengan protokol
atau atas arahan ahli entomologi untuk kemungkinan analisis di masa depan. Tahap
hidup belatung dapat diperiksa oleh ahli entomologi untuk menentukan berapa umur
mereka. Teknisi lab dapat memprosesnya untuk menentukan keberadaan obat-obatan
dan bahan kimia yang mungkin tidak lagi ada dalam darah. Semua pengamatan dan
temuan ini harus dicatat dengan akurasi setinggi mungkin. Banyak dari pengamatan
ini tidak akan hadir satu atau dua hari kemudian ketika ujian postmortem dilakukan,
sehingga informasi ini termasuk membantu patolog secara drastis dengan interpretasi
dan temuan akhir.

Penggunaan daftar periksa pemulihan tubuh dan diagram tubuh akan membantu
dalam mendokumentasikan lokasi cedera. Tampilan luka dapat ditarik langsung ke

58
diagram dengan notasi kecil di sampingnya. Cedera akan didokumentasikan secara
lebih rinci pada saat otopsi.

III. ANALISIS JURNAL

Kelebihan Jurnal

 Judul dan abstrak disampaikan secara informatif dan sesuai dengan isi jurnal
 Latar belakang dan tujuan dari jurnal ini dijabarkan secara jelas
 Jurnal ini dilengkapi dengan berbagai tabel yang meringkas hasil penelitian
dengan lengkap
 Jurnal ini dilengkapi dengan berbagai gambar yang mendukung penjelasan
yang dipaparkan
 Jurnal ini juga memuat berbagai tindakan penting yang perlu diambil dalam
menghadapi kasus kematian yang berhubungan dengan tenggelam
berdasarkan berbagai skenario yang mungkin terjadi

Kekurangan Jurnal

59
 Jurnal ini menggunakan bahasa yang sulit dipahami dan bertele-tele sehingga
menyulitkan pembaca dalam memahami penjelasan yang dijabarkan oleh
penulis
 Beberapa sumber pustaka yang digunakan dalam tinjauan ini merupakan
publikasi lama

60
IV. DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, E. J., dan Erskine, K. L. Investigation of Drowning Deaths: A Practical
Review. Academic Forensic Pathology. 2018. Vol. 8 (1); pp. 8-43.

61

Anda mungkin juga menyukai