Telah diterima dan disetujui oleh dr. Julia Ike Haryanto, MH, Sp.KF selaku
dosen penguji journal reading.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat, dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah
journal reading yang berjudul “Pewarnaan Hemolitik pada Intima dari Cabang Aorta
pada Kasus Tenggelam di Air Tawar”. Makalah journal reading ini disusun untuk
memenuhi syarat menempuh ujian kepaniteraan klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan
Medikolegal di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang.
Dalam penulisan makalah journal reading ini, tidak sedikit kendala yang
penulis hadapi. Namun berkat bimbingan, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak
sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi dapat teratasi. Pada kesempatan ini,
penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. dr. Julia Ike Haryanto, MH, Sp.KF selaku dosen penguji yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk meningkatkan ilmu dan pengetahuan
2. dr. Dadan Rusmanjaya dan dr. Liya Suwarni selaku residen pembimbing yang
telah dengan sabar, tulus, dan ikhlas meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam
memberikan bimbingan, motivasi, dan saran-saran yang sangat berharga kepada
penulis selama penulisan makalah journal reading.
Penulis menyadari perlunya saran dan kritik yang membangun untuk
kesempurnaan makalah journal reading ini. Akhir kata, penulis berharap makalah
journal reading ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu khususnya dibidang
kesehatan.
DAFTAR ISI
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbondioksida (hiperkapnea). Adapun salah satu penyebab kematian akibat terjadinya asfiksia
adalah pada kasus Tenggelam. 1
Tenggelam adalah kematian akibat mati lemas (asfiksia) disebabkan masuknya cairan ke
dalam saluran pernapasan. Tenggelam tidak hanya terbatas di dalam air dalam seperti laut,
sungai, danau atau kolam renang, tetapi mungkin pula terbenam dalam kubangan atau selokan
dengan hanya muka berada di bawah permukaan air. 1 Mekanisme kematian pada saat tenggelam
secara akut adalah anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering disebut dengan asfiksia,
gangguan elektrolit, dan aritmia jantung. 2
Menurut WHO tahun 2014 di seluruh dunia ada 372.000 kejadian tenggelam tidak sengaja.
Dimana, angka tersebut menempati urutan kedua setelah kecelakaan lalu lintas. Di Indonesia
diketahui 53.5% kejadian tenggelam di Indonesia terjadi di wilayah air laut, 25,4% terjadi di air
tawar, dan 21,1% tanpa keterangan tempat. Selain itu, buruknya sistem transportasi laut di
Indonesia menjadi salah satu faktor pemicu kejadian tenggelam. Insiden terjadinya kasus
tenggelam ini berbeda-beda tingkatan pada tiap-tiap negara, dimana insiden paling banyak terjadi
pada negara berkembang, terutama pada anak-anak kurang dari 5 tahun dan orang dewasa umur
15-24 tahun. 3
Mekanisme kematian tenggelam di air tawar berbeda dengan kematian akibat tenggelam
di air asin. Dimana, Air tawar bersifat hipotonik terhadap plasma tubuh sehingga akan terjadi
hemodelusi darah, air massuk kedalam aliran darah sekitar alveoli dan mengakibatkan pecahnya
sel darah merah ( hemolysis). Kemudian tubuh mencoba mengatasi keadaan ini dengan
melepaskan ion kalium dari serabut otot jantung sehingga terjadi ketidak seimbangan ion K+ dan
Ca++ dalam serabut otot jantung dan mendorong terjaidnya vibrilasi atrium. 1
1.2. Perumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan tenggelam ?
Bagaimana mekanisme terjadinya kematian pada korban tenggelam?
Bagaiman klasifikasi kasus tenggelam ?
Apakah perbedaan mati tenggelam di air tawar, air asin dan air payau ?
Bagaimana cara mendiagnosis kematian akibat tenggelam?
Bagaimana pemeriksaan forensik pada kasus kematian akibat tenggelam?
Apakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus kematian akibat tenggelam?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang kasus tenggelam dalam bidang
forensik.
1.3.2 Tujuan Khusus
Mengetahui definisi tenggelam
Mengetahui mekanisme kematian akibat tenggelam
Mengetahui klasifikasi kasus tenggelam
Mengetahui perbedaan kematian akibat tenggelam di air tawar, air asin dan air payau
Mengetahui penegakan diagnosis kasus tenggelam
Mengetahui pemeriksaan forensik pada kasus kematian akibat tenggelam
Mengetahui pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus kematian akibat
tenggelam
1.4 Manfaat
1.4.1 Teoritis
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kasus tenggelam.
1.4.2 Aplikatif
Bagi dunia pendidikan : menambah pengetahuan mengenai kasus tenggelam.
Bagi institusi forensik : menambah pengetahuan mengenai pemeriksaan yang
dapat dilakukan terhadap jenazah yang diduga tenggelam.
Bagi institusi hukum : menambah pengetahuan mengenai kasus tenggelam dan
menunjang suatu kasus pidana atau perdata.
1.4.3 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang kasus
tenggelam
BAB II
JURNAL
Pewarnaan Hemolitik pada Intima dari Cabang Aorta pada Kasus Tenggelam di Air
Tawar
Abstrak
Sebuah penelitian retrospektif dilakukan terhadap berkas pada Institusi Medikolegal di Hamburg,
Jerman dari tahun 1998 sampai dengan 2003 dari seluruh kasus tenggelam yang belum terjadi
pembusukan, untuk mendokumentasikan angka pencatatan dari pewarnaan hemolitik pada intima
dari pembuluh darah besar. Seluruh kasus telah sepenuhnya di investigasi oleh polisi dengan
melihat riwayat, barang bukti penting, dan temuan otopsi. Serangkaian subyek kontrol yang
meninggal akibat berbagai penyebab baik secara alami maupun tidak alami yang bukan akibat
tenggelam, yang memiliki kesamaan usia, jenis kelamin, dan interval post-mortem juga
dipelajari. Seratus dua puluh kasus tenggelam di air tawar teridentifikasi. Terdapat 1 kasus
tenggelam yang terjadi pada kolam taman , 2 kasus pada bak mandi, dan 117 kasus pada sungai
Elbe. Rentang usia adalah dari 2 sampai dengan 91 tahun (mean=55 tahun; M:F=1:1,8).
Pewarnaan hemolitik Intima tercatat terdapat pada 6 kasus (6 dari 120;5%). Yang dimaksud
adalah perubahan warna menjadi kemerahan pada bagian proximal dari cabang aorta, tanpa
adanya pewarnaan yang signifikan dari proximal Arteri Pulmonal. Tidak didapatkan adanya
pewarnaan hemolitik yang signifikan dari Intima pembuluh darah besar yang tercatat dari 120
subyek kontrol. Meskipun kurang pelaporan mungkin terjadi dari analisis retrospektif, penelitian
ini menunjukkan bahwa setidaknya 5% dari kasus tenggelam menunjukkan adanya perbedaan
pewarnaan dari cabang pulmonal dan aorta, dengan perubahan warna hemolitik pada intima
aorta. Jika ditemukan, pewarnaan hemolitik dari intima cabang aorta dapat berguna dan
kemungkinan merupakan tanda yang dapat mendukung kasus tenggelam di air tawar yang belum
dikenal.
Meskipun pewarnaan hemolitik dari intima aorta telah ditulis pada berbagai literatur sebagai
tanda dari tenggelam pada air tawar, namun masih merupakan tanda yang kurang dikenal karena
jarang ditulis pada buku acuan. Penelitian yang dilakukan oleh kelompok kami menyarankan
bahwa tanda ini merupakan tanda yang spesifik, meskipun tidak terlalu sensitif. Penelitian ini
dilakukan agar menyediakan indikasi bahwa seberapa sering hal ini dicatat dalam serangkain
kasus dari tenggelam di air tawar pada ranah medikolegal.
Berkas otopsi dari Institut Medikolegal, Universitas Hamburg, Hamburg, Jerman di kaji
secara retrospektif selama periode 5 tahun (1999-2003) untuk kasus tenggelam. Seluruh kasus
telah diselidiki polisi secara penuh, dengan kajian dari riwayat sebelumnya, barang bukti
penting, dan temuan otopsi. Sebuah studi case-control dilakukan dengan subyek kontrol adalah
yang telah meninggal akibat berbagai penyebab baik secara natural maupun tidak natural, yang
bukan merupakan kasus tenggelam yang memiliki kesamaan secara usia, jenis kelamin, dan
interval post-mortem. Kasus yang telah mengalami perubahan pembusukan, termasuk marbling
vena, pelicinan kulit, pengeluaran cairan pembusukan, bau busuk, dan infestasi serangga di
ekslusikan dari penelitian.
2. Hasil
Ditemukan seratus dua puluh kasus tenggelam di air tawar. Satu kasus tenggelam terjadi
pada kolam taman, dua kasus pada bak mandi, dan 117 pada Sungai Elbe. Rentang usia adalah
dari 2 sampai dengan 91 tahun (mean=55 tahun) dengan perbandingan laki-laki dan perempuan
adalah 1:1,8. Pewarnaan hemolitik Intima tercatat pada 6 kasus (6 dari 120;5%). Yang dimaksud
adalah perubahan warna menjadi kemerahan pada bagian proximal dari cabang aorta, tanpa
adanya pewarnaan yang signifikan dari proximal Arteri Pulmonal.
Kematian pada kontrol disebabkan oleh berbagai penyebab natural (termasuk penyakit
jantung iskemik, emboli paru, pneumonia, perdarahan gastrointestinal, asma, efisema, dan
pankreatitis) dan penyebab non-natural (termasuk trauma akibat jatuh dari ketinggian,
penusukan, luka tembak, gantung, dan intoksikasi obat). Rentang usia dari subyek kontrol adalah
1 sampai degan 99 tahun. (mean 61 tahun) dengan perbandingan laiki-laki dan perempuan adalah
1,6:1. Tidak terdapat adanya pewarnaan hemolitik pada intima dari pembuluh darah besar yag
tercatat dari 120 subyek kontrol (Tabel 1).
Pewarnaan Intima Aorta
Negatif Positif
Tenggelam di air tawar 114 6 (5%)
(N=120)
Kontrol (N=120) 120 0
Tabel 1. Kejadian Pewarnaan Intima pada cabang Aorta pada 120 kasus tenggelam di air tawar
dan 120 kasus kontrol
3. Diskusi
Diagnosis otopsi dari tenggelam selalu menemui kesulitan bagi ahli patologi karena
temuan fisik relatif tidak spesifik dan mungkin tidak dapat mengeksklusikan penyebab kematian,
apakah alami atau tidak alami pada tubuh yang tenggelam. Terdapat penyebab kematian lain
seperti sindroma QT memanjang yang dapat menyebabkan kematian mendadak saat korban
sedang berenang, dan mungkin saja tidak terdeteksi setelah dilakukan otopsi. Persentase
kematian di air secara signifikan mungkin disebabkan, atau di inisiasi oleh kondisi organik yang
menyertai.
Berbagai usaha telah dilakukan dalam mencari marker diagnostik pada kasus tenggelam
secara biokimia, namun sifat kinetik dan keistimewaan dari proses agonal mengakibatkan belum
adanya tes yang dapat diandalkan belum ditemukan. Tes Klorida Gettler merupakan salah satu
contoh suatu tes yang digunakan untuk mencari perubahan pada kadar klorida darah pada korban
tenggelam, namun masih diperdebatkan. Sayangnya hampir seluruh penelitian terkonsentrasi
pada perubahan biokimia namun tidak menjabarkan analisa atau deskripsi dari ciri patologis
yang berhubugan. Hasil dari evaluasi diatom juga tidak terlalu berguna.
Pada penelitian sebelumnya kami telah memastikan bahwa tenggelam di air tawar
berhubungan dengan lebih rendahnya kadar natrium pada ventrikel kiri jika dibandingkan
dengan tenggelam di air tawar, dan kami juga mengamati bahwa kadar natrium vitreous humor
juga menurun pada kasus tenggelam. Kami juga menemukan bahwa terdapat pewarnaan
hemolitik intima aorta pada hewan babi ketika ventrikel kirinya di injeksi dengan darah yang
telah hemolysis atau dengan air. Terakhir, pada sebuah penelitian kecil, kami menemukan bahwa
terdapat pewarnaan hemolitik merah pada intima cabang aorta tanpa adanya perubahan warna
pada cabang pulmonal hanya pada korban yang tenggelam di air tawar, dan tidak pada subyek
kontrol yang tenggelam di air asin. Kasus pada korban yang telah mengalami pembusukam
biasanya memperlihatkan perubahan warna menjadi merah tua pada arteri pulmonalis dan juga
aorta. Namun sampai saat ini belum ada data yang tersedia mengenai sensitivitas dari pewarnaan
hemolitik sebagai tanda dari tenggelam di air tawar.
Meskipun data dari pemeriksaan otopsi pada studi retrospektif dipersulit oleh
kemungkinan dari kurangnya pelaporan dari ciri-ciri tersebut, penelitian saat ini memberikan
pengetahuan mengenai berapa banyak pencatatan dari pewarnaan intima pada intima aorta; bisa
disimpulkan bahwa adanya pewarnaan hemolitik pada intima aorta adalah setidaknya sejumlah
5%. Mengenai hal ini, tanda ini juga cukup dikenal pada literatur Jerman, dan juga dianggap
akan diperhatikan secara rutin dan dicatat pada institusi; sehingga seburuk-buruknya penelitian
ini minimal menggambarkan bagaimana pencatatan tanda ini dilakukan. Jika keberatan ini
diterima, data akan mengkonfirmasi bahwa tanda pewarnaan hemolitik pada aorta benar-benar
terjadi pada kasus tenggelam di air tawar meskipun sepertinya tidak juga sesering itu terjadi.
Sehingga lebih sesuai dengan pengajuan bahwa tanda ini bersifat spesifik, namun tidak terlalu
sensitif, sebagai tanda tenggelam pada air tawar.
Pewarnaan hemolitik dari intima pembuluh daarah terjadi pada situasi dimana terjadinya
lisis dari sel darah merah. Hal ini mungkin terjadi akibat pembusukan, sepsis, koagulopati, atau
cedera panas dimana kondisi intravaskular menyebabkan rusaknya membrane eritrosit.
Mengingat hemodilusi memberikan hasil yang serupa, dan hemodilusi merupakan kondisi yang
diterima secara luas sebagai hasil dari tenggelam di air tawar, hal ini mengejutkan bahwa
perubahan warna seperti ini tidak sering ditemukan pada kasus tenggelam di air tawar. Meskipun
tidak adanya pewarnaan hemolitik pada intima aorta pada kasus-kasus yang dicurigai akibat
tenggelam di air tawar sebagai alat diagnostik yang terbatas digunakan, adanya tanda ini tanpa
adanya perubahan pembusukan dapat menambah kemungkinan penyebab kematian adalah akibat
tenggelam di air tawar.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Asfiksia
Pada umumnya asfiksia diartikan sebagai kekurangan oksigen. Berdasarkan asal katanya
dari bahasaYunani, yaitu terdiri dari “a” yang berarti “tidak”, dan “sphinx” yang artinya “nadi”.
Jadi secara harfiah, asfiksia diartikan sebagai “tidak ada nadi” atau “tidak berdenyut”. Terdapat
hubungan kekurangan atau ketidakberadaan oksigen dengan pulsasi. Pada kenyataannya oksigen
dibutuhkan dalam kelangsungan hidup, oksigen dibawa oleh darah, dalam ikatan dengan
hemoglobin, pergerakan oksigen tetap terjadi seiring dengan pergerakan dari darah (melalui
denyutan/pompa dari jantung). Oleh karena itu, apabila terdapat suatu gangguan dari salah satu
komponen memberikan dampak pada komponen lainnya.
Definisi asfiksia menurut Adelson adalah suatu keadaan fisiologik dan kimiawi pada
organisme hidup, secara akut mengalami kekurangan kadar oksigen yang diperlukan dalam
metabolisme sel yang dihubungkan dengan ketidakmapuan dalam pengeluaran kelebihan karbon
dioksida.
Dalam medikolegal asfiksia dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu mekanik dan non
mekanik. Mekanik asfiksia diartikan sebagai terjadinya hambatan aliran udara melalui beberapa
hambatan fisik, berdasarkan letak lokasi yang terganggu. Sebgaai contoh, tekanan disekitar
bagian luar leher pada kasus jerat, hambatan aliran udara pada jalan nafas dari luar seperti pada
kasus pembekapan, hambatan aliran udara pada jalan nafas dari dalam seperti tersedak, tekanan
pada dinding dada yang menyebabkan gangguan dinding dada terhambat seperti pada kasus
traumatik asfiksia, dan seperti pada kasus kematian akibat tenggelam merupakan proses asfiksia
yang cukup kompleks, dapat terjadi hambatan aliran udara karena cairan dan terjadinya
perubahan biokimiawi darah. Sedangkan, non mekanik asfiksia adalah gangguan fisiologik
ikatan oksigen dan digantikan dengan ikatan gas lain contohnya pada keracunan gas karbon
monoksida, sianida.
3.2. Tenggelam
3.2.1 Definisi tenggelam
Tenggelam adalah gangguan paru yang disertai hilangnya fungsi pernapasan oleh karena
jalan napas terisi air.3,6 Berdasarkan definisi tersebut, pada kasus tenggelam seluruh tubuh tidak
perlu terbenam di dalam air, asalkan lubang hidung dan mulut berada di bawah permukaan air
sudah memenuhi kriteria suatu kasus tenggelam.7 Mekanisme kematian pada saat tenggelam
secara akut adalah anoksia serebral yang ireversibel atau yang sering disebut dengan asfiksia,
gangguan elektrolit, dan aritmia jantung.6
3.2.2 Epidemiologi Tenggelam
Tenggelam merupakan penyebab kematian akibat cedera yang tidak disengaja urutan
ketiga, sebesar 7% dari semua kematian terkait cedera. Pada tahun 2015,diperkirakan 360.000
orang meninggal akibat tenggelam, sebesar lebih 9% kematian dari kasus cedera di dunia .
Melihat hal tersebut, hal ini merupakan suatu masalah utama pada masyarakat.
Menurut survei WHO 2014, pria memiliki faktor risiko dua kali lebih besar dibandingkan
wanita, pekerjaan yang berhubungan dengan air, bencana banjir, dan berekreasi di wisata air
memiliki faktor risiko yang leboh tinggi. Faktor risiko lainnya seperti status sosial ekonomi
rendah, kemampuan berenang, anak-anak yang tidak terawasi, penggunaan alkohol dan kondisi
medis umum yang mendasari. Terjadi peningkatan 39-50% angka kematian akibat tenggelam di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali
lipat lebih besar di negara-negara miskin dan berkembang. Pada negara berkembangterdapat
lebih dari 90% kasus kematian tenggelam yang tidak disengaja.
Menurut studi penelitian Tyler MD et al., tenggelam merupakan penyebab kematian yang
signifikan khususnya di negara berkembang, Pria usia muda yang tidak terawasi pada daerah
pedesaan dan memiliki kemampuan berenang yang terbatas merupakan risiko terbesar kejadian
tenggelan di lokasi perairan kecil yang terletak disekitar rumah. Hasil penelitian tersebut terdapat
beberapa faktor risiko tenggelam termasuk usia muda (<17 tahun- 20 tahun), jenis kelamin pria
sebesar 75% lebih besar dari wanita, 86% terjadi pada daerah pedesaan dibandingkan daerah
perkotaan, waktu terjadi tenggelam 95% pada siang hari,hanya 5% terjadi pada malam hari,
sebesar 76% orang tidak memiliki kemampuan dalam berenang.Mengenai lokasi terjadinya
tenggelam memiliki risiko yang hampir sama, antara lokasi perairan yang kecil dengan perairan
yang besar (42% pada parit, sumur, empang dan kali, 46% pada danau,sungai, laut dan
samudera).
3.2.3. Lima Tahapan Tenggelam
Terdapat lima tahapan pada kejadian tenggelam. Proses tenggelam diawali dengan
kepanikan atau perlawanan, kemudian diikuti oleh tenggelam dengan menahan nafas. Kemudian
korban mulai menelan air sebelum akhirnya mulai kehilangan kesadaran. Tahap ini dimulai kira-
kira setelah tiga menit berada di dalam air. Dalam lima menit, otak mulai mengalami kerusakan.
Denyut jantung mulai tidak teratur, sebelum akhirnya berhenti berdenyut.9
Ketika seseorang terbenam di bawah permukaan air, reaksi awal yang dilakukan adalah
mempertahankan nafasnya, tetapi tidak dapat lebih dari satu menit. Hal ini berlanjut hingga
tercapainya batas kesanggupan, dimana orang itu harus kembali menarik nafas kembali. Batas
kesanggupan tubuh ini ditentukan oleh kombinasi tingginya konsentrasi karbondioksida dan
rendahnya konsentrasi oksigen di mana oksigen dalam tubuh banyak digunakan dalam sel. Batas
ini tercapai ketika kadar PCO2 berada di bawah 55 mm Hg atau merupakan ambang hipoksia,
dan ketika kadar PaO2 berada di bawah 100 mmHg ketika PCO2 cukup tinggi.10,11
Ketika mencapai batas kesanggupan ini, korban terpaksa harus menghirup sejumlah besar
volume air. Sejumlah air juga sebagian tertelan dan bisa ditemukan di dalam lambung. Selama
pernapasan dalam air ini, korban bisa juga mengalami muntah dan selanjutnya terjadi aspirasi
terhadap isi lambung. Pernapasan yang terengah-engah di dalam air ini akan terus berlanjut
hingga beberapa menit, sampai akhirnya respirasi terhenti. Kadang terjadi spasme laring tetapi
biasanya cepat menghilang oleh onset hipoksia otak. Hipoksia serebral akan semakin buruk
hingga tahap irreversibel dan terjadilah kematian. Gangguan ritme jantung diawali dengan
takikardi, diikuti dengan bradikardi, aktivitas kelistrikan tanpa nadi, dan terakhir asistol. Secara
garis besar, tahapan kejadian pada korban yang tenggelam10,11:
1. Fase surprise respiration 5-10 detik, masih dapat bernapas sekali atau dua kali, korban
panik.
2. Fase pertama henti napas, berlangsung selama kurang lebih 1 menit, korban berusaha
mencapai permukaan, mulut tertutup dan pernapasan terhenti sesaat.
3. Fase respirasi dalam, berlangsung selama kurang lebih 1 menit, muncul busa putih ke
permukaan, mulut terbuka, menelan cairan yang cukup banyak.
4. Fase kedua henti napas, berlangsung selama kurang lebih 1 menit, tidak terjadi
pergerakan dada, refleks kornea dan terdapat dilatasi pupil.
5. Fase terminal, berlangsung selama kurang lebih 30 menit. Terjadi kontraksi yang tak
beraturan dari bibir dan rahang, dapat terjadi konvulsi hipoksik.
Elektrolit imbalance
Ventricular fibrillation
Anoksia Cerebri
Gagal Jantung
Diagnosis autopsi dari tengggelam sampai saat ini masih sulit untuk ditentukan dengan pasti
karena biasanya data-data yang ditemukan minimal aau bahkan tidak ada, Tanda-tanda yang
dapat mengarah ke dalam diagnosis tenggelam adalah:9,18,19
1. Buih putih halus dari mulut dan hidung
2. Pencengkraman batu, rumput di tnagan
3. Adanya buih halus di paru-paru dan jalan napas
4. Paru-paru yang terisi penuh oleh pasir atau lumpur
5. Adanya cairan di dalam lambung dan usus
Hal-hal di atas tidak akan ditemukan pada korban dengan inhibisi vagal. Pada kematian karena
sinkop, atau tidak sadar sebelum jatuh ke air, tanda-tandanya tidak akan muncul.
Kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi dari mayat yang ditemukan di air adalah:9,18,19
1. Kematian karena sakit alami sebelum jatuh ke air
2. Kematian alami ketika sedang berada di air
3. Luka atau trauma sebelum jatuh ke air
4. Trauma ketika ada di air
5. Tenggelam
Sebab kematian tersebut tidak dapat disimpulkan dari otopsi saja, tetapi harus dilihat dalam
berbagai aspek.
3.2.9 Pemeriksaan Forensik
3.2.9.1 Pemeriksaan Luar
1. Washer women’s hands
Pada lapisan keratin di sidik jari, punggung tangan, dan ujung jari kaki akan
menjadi keriput, basah dan pucat yang disebut washer woman’s skin. washer
woman’s skin terjadi imbibisi cairan ke dalam kulit. Pada kulit yang terdapat di
dalam pakaian akan lebih lama dibandingkan kulit yang langsung terpapar, proses ini
terjadi pada setengah hari sampai 3 hari setelah tubuh tenggelam. Bila tidak terdapat
keriput berarti kasus tenggelamnya terjadi hanya beberapa jam saja.2 Washer
women’s terjadi 1-2 jam setelah tenggelam, pada penelitian disuhu 10-18oC washer
women’s terjadi 20-30 menit pada ujung jari, dan 50-60 menit pada seluruh jari. Hal
ini bisa terjadi pada orang yang hidup atau mati yang terkena kontak dengan air.13
Washer woman’s hand lebih cepat terjadi pada air hangat dibandingkan air dingin.6
Gambaran ini tidak mengindikasikan secara pasti bahwa mayat mati ditenggelamkan,
karena pada mayat yang mati bukan karena tenggelam bila dimasukan kedalam air
juga akan alami washer-woman’s skin.20
4. Proses pembusukan
Proses pembusukan pada tenggelam terjadi 2x lipat sedangkan di bawah tanah 4x
lipat lebih cepat dibandingkan di luar.13 Proses pembusukan pertama kali pada kepala
dan leher, perut, dan punggung terjadi 4-10 hari.2 Pada air dingin yang ekstrim tubuh
akan mengalami pembusukan dalam 1 bulan. Proses pembusukan akan menyebabkan
terbentuknya gas, terjadi 1 minggu setelah kematian. Awal penumpukan gas pada
muka, perut dan genital, hal ini akan menyebabkan muka membengkak, perut
membengkak dengan pembengkak.13
Pengapungan pada orang tenggelam dipengaruhi oleh jumlah gas yang dihasilkan
dari proses pembusukan, dan kurus gendutnya seseorang. Pada orang gemuk dan
wanita biasanya akan mengapung sebentar dan kembali tenggelam kembali.2
Gambar 2.5. Pembusukan
7. Cadaveric Spasm
Dapat ditemukan cadaveric spasm, hal ini disebabkan oleh usaha korban untuk
tidak tenggelam. Pada mayat biasanya didapatkan dahan, batu atau rumput yang
tergenggam, adanya cadaveric spasme menunjukkan bahwa korban masih dalam
keadaan hidup pada saat tenggelam. Saat kematian terjadi genggaman tersebut
menetap dan menjadi spasme2
Gambar 2.7. Cadaveric spasm22
8. Schaumfilzfroth, yaitu busa tampak pada mulut atau hidung atau keduanya.
Masuknya cairan ke dalam saluran pernafasan merangsang terbentuknya mukus,
substansi ini ketika bercampur dengan air dan surfaktan dari paru-paru dan tercampur
oleh karena adanya upaya pernafasan yang hebat. Pada pemeriksaan, tampak busa di
hidung atau mulut, dan hal ini merupakan temuan yang paling bermakna dalam
diagnosis tenggelam. Busa dapat meluas sampai trakea, bronkus utama, dan alveoli.
Paru-paru akan terisi air dan cairan busa akan menetes dari bronkus ketika paru-paru
ditekan, dan dari potongan permukaan paru ketika dipotong dengan pisau.3,7
d. Lambung
Volume lambung dapat membesar, berisi air, lumpur, dan benda-benda asing dari perairan. Air
dan substansi-substansi asing tersebut dapat berada di dalam lambung karena tertelan oleh
korban saat berusaha bernafas. Beberapa ahli patologi menyatakan bahwa air dapat masuk ke
dalam mulut dan esophagus secara pasif karena adanya turbulensi air dan relaksasi
gastroeosofageal spincter, sehingga tanda ini tidak dapat dijadikan tanda khas mati akibat
tenggelam. Kelainan ini juga dapat ditemukan di usus halus.21
e. Perdarahan
Ditemukan perdarahan di area telinga tengah dan sellula ethmoidalis yang kemungkinan
merupakan dampak dari barotrauma. Hal ini disebabkan oleh penetrasi air yang terhirup
melewati tuba Eustachius. Peningkatan tekanan kapiler dan vena secara tiba tiba
menyebabkan pecahnya pembuluh darah di area ini. Akan tetapi, temuan ini memiliki
spesifisitas yang kurang baik.21
Gambar 2.17. Perdarahan di telinga tengah dan cellulae ethmoidalis yang tampak pada
pars petrosum os temporal.21
Ditemukan sinus-sinus berisi cairan, terutama cellulae ethmoidalis dan sinus
spenoidalis. Hal tersebut terjadi karena saat korban tenggelam berusaha benafas secara
kuat, air akan masuk ke rongga mulut dan hidung, selain mengakibatkan aspirasi paru,
juga dapat mengakibatkan air terhisap ke bagian atas rongga hidung mengisi sinus-
sinus.21
Gambar 2.18. Sinus spenoidalis berisi cairan.tampak cairan keluar dari sinus saat
diaspirasi. Normalnya sinus hanya terisi udara saja.21
Diatom merupakan kelompok besar dari alga plankton yang termasuk paling sering
ditemui. Diatom sendiri merupakan fitoplankton yang termasuk dalam kelas
Bacillariophyceae. Ia terdapat dimana saja, dari tepi pantai hingga ke tengah samudra.20
Dari bentuknya, diatom itu sendiri dikenal dengan cell diatom melingkar (Centric
diatom) dan cell diatom memanjang (pennate diatom). Diatom sentrik (centric) bercirikan
bentuk sel yang mempunyai simetri radial atau konsentrik dengan satu titik pusat. Selnya
bisa berbentuk bulat, lonjong, silindris, dengan penampang bulat, segitiga atau segiempat.
Sebaliknya diatom penat (pinnate) mempunyai simetri bilateral, yang bentuknya
umumnya memanjang atau berbentuk sigmoid seperti huruf “S”. Sepanjang median sel
diatom penat ada jalur tengah yang disebut rafe (raphe).23
Diatom kelas Bacillariophyceae merupakan kelompok mikro alga yang umumnya
bersel tunggal, eukariotik, dan dinding selnya diperkaya oleh silica (SiO2.nH2O). Dinding
selnya disebut dengan frustule, yang terdiri dari dua belahan, yaitu epiteka dan hipoteka
yang saling menutupi (overlapping) dan kedua belahan ini dipersatukan oleh girdel.
Berdasarkan cara hidupnya, umumnya diatom pada aliran sungai bersifat epilitik, yaitu
menempel pada substrat batu.24
Populasi diatom banyak ditentukan oleh
faktor suhu, salinitas dan arus. Sebagai
contoh, Thalassiosira antartica sebarannya hanya pada perairan dingin di sekitar kutub
selatan. Sebaliknya, Rhizosolemia robusta merupakan jenis yang terdapat di seluruh
perairan tropis (circumtropical) yang telah beradaptasi dengan suhu hangat. Dalam kajian
diatom di Laut Jawa,dijumpai sedikitnya 127 jenis diatom, yang terdiri dari 91 jenis
diatom sentrik, dan 36 jenis diatom penate.24
Diatom yang biasa ditemukan pada kasus tenggelam pada air tawar seperti kolam, danau,
sungai dan kanal adalah: Navicula pupula, N. cryptocephara, N. graciloides, N. meniscus
N. bacillum N. radiosa, N. simplex, N. pusilla, Pinnularia mesolepta, P. gibba, P.
braunii, Nitzscia mesplepta, Mastoglia smithioi, Cymbella cistula, Camera lucida,
Cymbella cymbiformi, dan Cocconeis diminuta.23
Ketika mayat di tenggelamkan atau kematian jenazah bukan disebabkan karena
tenggelam, meskipun diatom dapat mencapai paru-paru akibat dari perkolasi pasif, tetapi
karena tidak adanya denyut jantung, maka hal ini dapat mencegahnya peredaran diatom
menuju organ target lain yang jauh.22 Keuntungan dari tes ini adalah diagnosis tenggelam
dapat ditegakkan meski mayat sudah membusuk selain itu dapat digunakan untuk
mengidentifikasi jenis diatom terutama jika berkaitan dengan lokasi tenggelam yaitu di
air asin atau air tawar.13,20,22
Pengumpulan bahan dari media tenggelam yang diduga harus dilakukan semenjak
penemuan jenazah, dari air permukaan dan dalam, menggunakan 1 hingga 1,5 L tempat
steril untuk disimpan pada suhu 4°C, di dalamnya disimpan bahan-bahan dari korban
dugaan tenggelam yang diambil dengan cara steril, kebanyakan berasal dari paru-paru,
ginjal, otak, dan sumsum tulang. Sumsum tulang dianggap sebagai jaringan terbaik yang
membuktikan hipotesis kematian akibat tenggelam.25
Terdapat berbagai macam ekstraksi diatom pada jaringan tubuh manusia seperti digesti
asam, soluene 350 dan digesti enzimatik.26
a. Metode Digesti Asam
Metode ini merupakan sebuah temuan revolutioner di dalam sejarah ekstraksi diatom dan
dianut secara luas. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan dengan biaya yang rendah,
mudah dilakukan dan memberikan hasil yang sangat baik. Mueller dan Gorgs (1949);
Mueller (1952); Naeve (1956); Thomas dkk. (1961); Bhaskar (1965); Timperman (1962);
Spitz dan Schneider (1964); Porawski (1966); Neidhart dan Grrendyke (1967); Koseki
(1968); Hendey (1973); Nanikawa dan Kotoku (1974); Khattab (1975); Udermann dan
Schuhman (1975); Peabody (1977); Schellmann dan Speri (1979); Foged (1983); Calder
(1984); Auer dan Mottonen (1988); Pachar dan Cameron (1992 dan 1993); Taylor
(1994); Pollanen (1998); Pollanen (1997); Pollanen (1998); Azparren dkk. (1998);
Hurlimann dkk. (2000); Gruspier dan Pollanen (2000) and Kazutoshi dkk. (2004)
merupakan tokoh-tokoh terkenal yang menggunakan metode ini untuk melarutkan sampel
jaringan.26
False Positif
Kritik utama pada pemeriksaan diatom adalah penemuan diatom pada paru-paru dan
organ-organ lain pada jenasah yang meninggal bukan karena tenggelam. Hal tersebut
dibuktikan oleh adanya penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti seperti Pachar
dan Cameron menemukan 5-25 diatom/100g dan mencapai 10 diatom/100g pada organ
tertutup. Selain itu ada pula penelitian yang dilakukan oleh Foged menunjukkan bahwa
terdapat diatom hingga 54 diatom pada hepar, 51 diatom pada ginjal, dan 17 diatom pada
bone marrow (seperti tulang panjang atau tulang punggung). Spesies diatom yang
ditemukan pada jaringan yang tidak cocok dengan spesies diatom yang ada pada air
tempat jenasah tersebut ditemukan, menurut Ludes dan Coste dapat diklasifikasikan
sebagai kontaminasi diatom.23
Kontaminasi Antemortem
Penyerapan diatom pada gastrointestinal mungkin terjadi sebagai akibat dari makan
makanan seperti salad dll yang masih terdapat diatom didalamnya atau pada minuman,
karena pada beberapa negara penduduknya minum air yang berasal dari sungai maupun
sumur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Splitz, Koseki dan Foged
menyebutkan bahwa diatom dapat juga terhirup saat merokok apabila daun tembakau
masih terdapat diatom.23
Komtaminasi Postmortem
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ludes dan Coste menyatakan bahwa
penetrasi diatom pada post mortem mungkin terjadi selama adanya perendaman tubuh
jenasah pada tekanan hidrostatik yang tinggi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Koseki
menyatakan bahwa tulang yang direndam dalam jangka waktu lama dapat membuat suatu
kesalahan dalam menentukan sebab kematian karena diatom dapat masuk melalui
foramen nutricium atau pori-pori yang lain.23
Kontaminasi lain
Kemungkinan lain adanya kontaminasi diatom yaitu selama pembuatan preparat, mulai
dari pengambilan sampel saat otopsi hingga kontaminasi pada slide preparat.23
False Negatif
Faktor yang memungkinkan terjadinya false positif pada jenazah mati tenggelam adalah
rendahnya jumlah diatom pada tempat tenggelam, jumlah air yang terhirup sedikit dan
berkurangnya jumlah diatom selama pembuatan preparat. Menurut penelitian Muller
dikatakan bahwa batas minimal adanya diatom di organ tertutup adalah 20000/100 ml
(dalam percobaan dengan tikus) dan 13500/100 ml (dalam percobaan dengan kelinci).
Didukunh oleh penelitian beberapa peneliti seperti Rota dimana 24% dari 48 korban mati
tenggelam tidak ditemukan diatom serta penelitian Timperman dimana 10% dari 40 kasus
tidak ditemukan adanya diatom. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil negatif pada
korban yang diduga mati tenggelam tidak dapat mencoret kemungkinan sebab kematian
korban tersebut dikarenakan tenggelam.23
b. Tes Durlacher
Penentuan perbedaan berat plasma jantung kanan dan kiri. Pada semua kasus
tengelam, berat jenis plasma jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan, oleh
karena itu tidak digunakan untuk membedakan tenggelam di air tawar atau air asin.
Perbedaan sebesar 0,005 sudah dikatakan bermakna.10
c. Tes Asal Air
Tes dilakukan dengan cara memeriksan air dari paru atau lambung secara mikroskopis.
Kegunaan tes ini adalah untuk membedakan apakah air dalam paru berasal dari luar atau dari
proses edema, serta untuk mencocokkan air dalam paru dengan air di lokasi tempat tenggelam,
yaitu dengan meneliti spesies ganggang diatom.10
BAB IV
JURNAL PEMBANDING
A. Kesimpulan
Tenggelam adalah gangguan paru yang disertai hilangnya fungsi pernapasan oleh karena
jalan napas terisi air. Mekanisme kematian pada saat tenggelam secara akut adalah anoksia
serebral yang ireversibel atau yang sering disebut dengan asfiksia, gangguan elektrolit, dan
aritmia jantung. Berdasarkan studi epidemiologi, tenggelam hampir selalu menempati 10 besar
penyebab kematian di seluruh penjuru dunia pada usia 1-24 tahun, Menurut survei WHO 2014,
terjadi peningkatan 39-50% angka kematian akibat tenggelam di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Australia dan Finlandia, dan peningkatan lima kali lipat lebih besar di negara-
negara miskin dan berkembang.
Terdapat lima tahapan pada kasus korban tenggelam yaitu Fase surprise respiration, Fase
pertama henti napas Fase respirasi dalam, Fase kedua henti napas dan Fase terminal. Adapun
klasifikasi tenggelam berdasarkan lokasinya yaitu dapat dibedakan tenggelam di air tawar, air
asin ataupun air payau yang memiliki ciri khas yang terdapat pada korban masing-masing. Bila
di temukan jenazah yang di duga mengalami kematian akibat tenggelam. maka perlu ditentukan
beberapa hal dalam upaya diagnostic seperti Identitas korban, Apakah korban masih hidup saat
tenggelam, Faktor yang berperan pada proses kematian, Tempat pertama kali tenggelam,
Penyulit yang mempercepat kematian dan Penyebab sesungguhnya.
Pada hasil pemeriksaan luar korban tenggelam akan didapatkan temuan diantarannya
seperi sianosis perifer, algor mortis, rigor mortis, buih putih halus, washer woman’s hand, cutis
anserine serta Tardieu’s spot. Sedangkan pada pemeriksaan dalam akan didapatkan jenazah
tenggelam di air asin paru-paru relatif lebih basah dan tampak lebih biru keunguan dibandingkan
jenazah tenggelam di air tawar. Pada jenazah tenggelam di air tawar paru-paru teraba seperti
spons dan krepitasi positif dan paru-paru tampak merah pucat. Selain pemeriksaan diatas kita
juga perlu pemeriksaan penunjang untuk membuktikan lokasi tenggelam.
B. Saran
a. Untuk peneliti
Untuk melakukan penelitian tidak hanya pada satu wilayah tertentu, sehingga akan di
dapatkan hasil yang lebih signifikan
Penelitian lebih dalam mengenai pewarnaan hemolitik pada kasus tenggelam di air tawar
dan dibandingkan dengan kasus tenggelam di air asin dan air payau.
b. Untuk dokter
Untuk dapat mengaplikasikan pemeriksaan pewarnaan hemolitik pada kasus tenggelam
Untuk dapat membedakan kasus tenggelam di air tawar, air asin ataupun air payau
c. Untuk masyarakat umum
Mempelajari mengenai upaya pencegahan tenggelam dan mempelajari pertolongan
pertama pada kasus tenggelam
Lebih waspada jika berada di lingkungan yang rawan terjadinya tenggelam
DAFTAR PUSTAKA